Chereads / savior of lov / Chapter 18 - Deru nafas terakhir: (penderitaan Loli)

Chapter 18 - Deru nafas terakhir: (penderitaan Loli)

Waktu kecil, loli sangat suka becanda dengan bunda dan papi. Kebahagiaan nya terukir begitu indah dalam buku kenangan yang telah usang di bawah dasar laci yang hilang kuncinya.

Ia tak dapat membukanya untuk sekedar melihat gambar di masalalu. 

Keluarga nya suka memotret,mengambil gambar di setiap menit jika ada sesuatu yang menarik perhatian nya. Kebanyakan foto foto mereka adalah foto kebersamaan.

Loli tersenyum mengingat kembali bagaimana kisahnya dimulai dulu. Ia beruntung memiliki seorang bunda yang paling mengerti dan sayang padanya. Beruntung memiliki papi yang selalu melindungi nya dan lembut padanya. Beruntung memiliki kakak yang diam diam perhatian dan menyayangi nya.

Tiba tiba air mata menggelincir dari pinggiran bola matanya. Entah kenapa layar terasa mengembun. Rupanya loli menitikkan air mata. Foto keluarga itu basah hanya gara gara itu.

____

"Oh" 

Alaska membeku di tempat nya berdiri. Sekarang juga di hadapannya ada El yang sedang menatapnya tajam.

Alaska masih kaku dan teringat peristiwa malam 'itu'. Untuk membalas tatapan El saja sudah membuat nya tidak berani mengawali hari ini.

El masih diam dengan kedua tangan nya di dalam saku celana seragam. Cowok itu mungkin sengaja menghadang Alaska ketika hendak menuju kelasnya. Ingatan keduanya masih tentang malam itu.

"Emhh... Kenapa kamu menatapku seperti itu?" 

Alaska masih menunduk apalagi El sekarang sedang menatapnya dengan tatapan penuh selidik. Alaska menjadi tertekan.

"Alaska.." 

"Ya?" 

"Aku tahu kamu nggak lupa soal malam itu, aku pun sama. Jadi tolong jangan menunduk seperti itu!"

Alaska menelan ludah. Tangannya mengepal kuat perasaan nya bergejolak dengan rasa panas di kedua pipinya.

"Katakan saja apa kau perlu sesuatu?" 

"Nggak ada. Aku cuma pengen kamu melihat ku dengan benar" El masih mencoba agar Alaska berani menatapnya.

"Kamu malu?" Tanya El. 

"Enggak" 

"Kalau gitu, Sini lihat aku" El melangkah semakin dekat dengan Alaska lalu mengangkat wajahnya lembut. Tatapan keduanya bertemu dan El dapat melihat pipi Alaska bersemu merah dan mata yang lebih bulat.

"Kamu cantik" 

Puji El tanpa senyum. Darah Alaska berdesir hebat hingga mengalir saling bertabrakan. Ya tuhan, kenapa El sangat tampan?

"Hoi hoi hoi!!! Tanganmu nakal sekali" Galang menerobos ke tengah tengah mereka membuat El harus mundur beberapa langkah.

"Aku menyelamatkan mu" Galang tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Alaska. Seolah tahu kalau dada Alaska sangat sesak akibat ulah El.

"Saatnya masuk kelas, upacara bendera sudah selesai dan kalian berdua tidak ingin di tendang keluar dari sekolah ini kan?" 

El di tarik Galang pergi dari hadapan Alaska. Cewek itu diam sejenak sebelum memutuskan untuk pergi ke kelasnya segera.

Kelasnya tampak riuh dari kejauhan. Al terus berjalan sampai melewati taman pembatas. Kepalanya celingukan melihat bukan cuma kelasnya saja yang riuh tetapi semua kelas Tetangga juga sama. Ada apa sebenarnya.

"Gumi!" 

Cewek berambut cokelat dengan sedikit kepirangan menoleh ketika Alaska memanggilnya.

"Ya, Alaska?" 

"Kenapa semua siswa berada di luar kelas?" 

"Ohh kamu baru saja datang ya? Kamu pasti kaget sama seperti semua siswa disini" 

"Kenapa aku harus kaget" 

"Semua orang sudah tahu siapa yang membunuh Karina dan dara! Dia adalah KAYLA!" 

Alaska diam dengan bibir bergetar. Kedua tangan nya masih setia memeluk tas ransel miliknya. Memang seharusnya ia tidak kaget lagi soal itu.

Sambil melihat ke penjuru sekolah, pandangan nya tertuju hanya pada Nara sekarang yang sedang berdiri sambil bersandar pada tembok di antara kerumunan sambil tersenyum aneh.

"Nara, apa kamu yang melakukan semua ini?" 

Todong Alaska tiba tiba sekarang di hadapannya

"Baru datang sudah bicara tidak jelas. Bukan aku!" Kata Nara berdiri sejajar dengan Al.

"Lalu siapa?" 

"Lihat kakak laki-laki mu disana? Kamu bisa tanya kepadanya" Nara menunjuk kearah TKP yang terletak tidak jauh dari sana. Arjuna sedang bicara berdua dengan kepala sekolah. Bisik bisik terdengar menyeruak di telinga Alaska. Mereka semua menyalahkan Kayla atas apa yang terjadi beberapa Minggu lalu.

"Kenapa aku deg degan setelah melihat yang lain sudah pada tahu"

Lirih Alaska dengan pandangan menunduk.

"Karena kamu telah menyembunyikan kebenaran nya selama ini. Tanpa kamu beritahu pun semua orang akan mengetahui yang sebenarnya" kata Nara dengan suara meyakinkan. Ia seperti masih menyalahkan Alaska tentang kejadian itu Alaska menatapnya tajam kemudian melempar pandang kearah TKP.

***

Loli tidak kesekolah hari ini. Ia sibuk dengan menata diri di depan cermin. Semakin hari semakin kusam ia lihat. Ia juga sangat terkejut saat bangun pagi tadi ia menemukan dirinya dalam keadaan mimisan yang darahnya mengering di hidungnya. Itu terjadi karena ia sering tidur tengkurap.

Loli terus menangis tanpa suara di depan cermin. Nafasnya pun terengah engah dengan kedua mata sembab,memerah dengan gambaran kesedihan terpampang nyata di depan cermin. Darah mimisan tak hentinya keluar ketika ia baru keluar dari kamar mandinya. Tissue sudah banyak terbuang dengan bercak merah.

"Loli" 

Suara bunda terdengar di luar pintu kamar di iringi dengan ketukan pintu yang terus berbunyi tok tok tok. 

"Loli sayang, kok nggak keluar keluar kamu nak? Kamu okey?" Tanya bunda dengan raut kekhawatiran. Puterinya itu juga tidak bersuara sama sekali sehingga mengundang rasa khawatir bunda 

"A-aku baik baik aja bund" katanya sedikit berteriak agar bunda nya mendengar. Loli sedikit melonggarkan dada yang terasa sesak, ia menarik nafas dalam-dalam kemudian berjalan menuju pintu lalu membukanya. 

Bunda menatap iba pada puterinya yang sedang mengusap wajah nya.

"Loli kamu kenapa, nak? Ada yang sakit?" Pertanyaan bunda menyerbunya.

"Aku baik baik aja bund, its oke!" Ia coba tuk tersenyum. Jangan tanya lagi, sebenarnya loli pun tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Kadang menangis tanpa sebab, sesak di dada serta jantung nya terasa sedikit nyeri dan itu membuat nya merasakan sakit. Kondisi mentalnya sedang down. 

"Bunda bawa sarapan kamu kesini, karena kamu nggak keluar keluar. Sekarang sarapan dulu ya" bunda menyerahkan nampan yang berisi sarapan dan susu hangat untuk loli. Gadis itu tersenyum menerima nampan lalu menatap ibunya sendu.

"Sekali lagi bunda tanya, kamu sedang baik baik saja sekarang atau lagi ada yang sakit? Kita kerumah sakit ayo" 

"Nggak papa bunda. Loli sehat, sehat banget malah" pungkas loli sambil nyengir untuk membuat bunda yakin kalau ia baik baik saja.

Bunda pun turun ke bawah setelah merasa puterinya cukup baik baik saja. Ia akan terus memantau anak itu namun sekarang ia harus kembali ke dapur. Loli menutup pintu kamar lalu membawa nampan menuju meja rias nya dan ia kembali duduk di depan cermin.

"Aku kenapa ya? Kok makin hari makin gelisah? Semoga aku baik baik aja" ucapnya mengelus dada kemudian menepuk pipinya dua kali sebelum meraih gelas dan meminum susu hangat itu.

"Uhuk,uhuk,uhuk!!! Hoek!!" 

Loli terbatuk batuk karena tersedak susu. Ia begitu terkejut melihat darah yang mengapung di dalam gelas susunya. Warnanya berubah, pinggiran gelas pun sama merahnya. Bukan cuma itu, di lantai juga ada bercak darah yang muncul akibat batuk loli.

"Hiiii, apa ini?" Loli meletakkan susu itu diatas nampan kembali lalu memberikan mulutnya yang penuh darah. 

"Aku kenapa? What's wrong with me!???" Tanya nya kepada diri sendiri. 

Loli menghadap cermin dan melihat wajahnya disana. Yang ia lihat hanyalah wajah tanpa aura. 

"Aku ini kenapa, kenapa!!!!" Loli menjambak rambutnya sendiri dengan tangisan. Ia kesal jika begini terus. Rupanya bunda mendengar nya dari luar. Bunda menutup mulut mengingat bahwa dulu loli punya penyakit saat masih usia 2 tahun dan penyakit nya kambuh saat usia 10 tahun dan sekarang mulai muncul lagi.

"Jangan jangan-" bunda mulia mengembun. Hatinya terenyuh melihat gejala yang sama terjadi lagi kepada anaknya.

"Loli,loli kamu sakit nak!" Bunda membuka pintu lalu menemukan loli tengah terduduk menjambak rambut di sudut ruangan dekat meja rias. Melihat bunda, loli kelas bersikap tidak terjadi apa apa, ia tidak ingin membuat bunda nya berpikiran lain.

"Nggak, nggak apa apa bunda. Loli nggak sakit, loli sehat" sergah loli segera berdiri menyamakan tingginya dengan bunda. 

"Itu buktinya! Kamu sedang tidak sehat! Ayo ikut bunda ke rumah sakit!" Bunda menunjuk tumpukan tissue yang di penuhi bercak darah di atas meja maupun di lantai.

Bunda menyeretnya keluar, dan membawanya kerumah sakit. Sepanjang perjalanan, loli hanya terdiam sambil melirik kearah luar jendela mobil. Bibirnya cukup pucat.

"Jadi, gimana dokter? Hasilnya??" Bunda mendekati dokter ketika loli sudah selesai di periksa.

"Aduh, ibu Chika. Sakit yang di derita loli ini sudah semakin parah! Ternyata loli mengidap kanker dan sudah mencapai level atau stadium 3. Terjadi penyebaran kelenjar getah bening hingga ke leher bagian atas dan bawah. Peluang kesembuhan hanya 40 sampai 60 persen lah" ucap sang dokter tampan gelisah untuk mengatakan nya pada bunda. Seketika air mata bunda luruh mendengar kata dokter.

"Jadi, loliku belum sembuh dari penyakitnya selama ini? Aku pikir dia yang ceria dan sehat sudah terlepas dari penyakitnya beberapa tahun silam!" Gumam bunda dengan hati yang kecewa atas kenyataan.

"Mulai besok, loli harus menjalankan kemoterapi khusus. Jangan dulu putus asa, loli masih bisa di sembuhkan kok" kata dokter mencoba memberi ketenangan pada bunda.

Bunda mengangguk mengerti.

"Aku-kena-kanker!??? Hiks, kanker??" Loli mencengkeram selimut. Giginya bergemeletuk karena ketakutan. Tidak lama lagi ia akan segera mati. Menyusul sang kakak sulung yang sudah 18 tahun pergi menjumpa sang ilahi.

"Sayang, kamu jangan khawatir yah. Kamu pasti sembuh!" Kata bunda mengelus rambut loli. Loli hanya mengangguk. Ia terlelap di pangkuan sang bunda yang selalu memberikan kehangatan. Sepulang dari rumah sakit, bunda jadi lebih sering mengunjungi kamar loli dan menemani nya tidur. Kertas hasil periksa PET scan rumah sakit ia tumpuk ddengan buku buku lainnya diatas meja belajar.

"Bunda?" Loli berucap dengan suara serak.

"Hmm sayang?" 

"Aku kok kangen kak Rio?" 

Bunda speechless. Ia kembali teringat dengan putera pertamanya yang bernama Rio itu. Bayi 2 tahun yang meninggal dunia karena penyakit retinoblastoma. Bayi Rio yang malang.

"Semua orang kangen sama Rio, jadi jangan pikir macam macam ya?" Kata bunda lembut.

Ia hanya tindak ingin bahwa ini sebuah pertanda anak ketiganya juga dijemput tuhan. 

"Tapi, aku merasa bahwa rasa kangen ini lebih spesifik bund. Aku pengen ketemu kak Rio dan lihat wajahnya secara langsung! Gimana sih wajahnya saat usianya 20 tahun??" Tanya loli menengadah pada bunda.

"Sayang, kakakmu pastinya sangat tampan! Kamu bisa lihat wajah El dan berimajinasi tentang Rio! Tolong jangan berkata begitu lagi" pinta bunda terlihat sedih menatap loli.

"Aku janji nggak akan bahas soal itu lagi! Aku paling nggak mau lihat bunda sedih. I love you!" Loli memeluk bunda erat begitupun bunda. Semoga saja pelukan ini tidak menjadi yang terakhir kali bagi keduanya.

____

"Stop!" 

Alaska meliriknya penuh pertanyaan, kenapa El bertingkah seperti ini.

"Apa" 

"Kamu mau ke kantin kan? Aku ikut" ucap cowok itu menghadang jalan Alaska lagi. 

"Nggak. Aku mau ketemu Galang" 

"Apa? Ketemu Galang? Kenapa?"

"Kok kenapa, memangnya salah ya kalau aku cari Galang?" 

"Bukan, untuk apa kamu mencari nya? Untuk apa?" 

"Minggir!" Alaska melewatinya dan kelakuan nya kali ini membuat El merasa kecewa. "Ketemu Galang?? What?" Kesalnya di tempat.

El mengikuti nya sampai Alaska benar benar sudah berada di depan kelasnya Galang.

Alaska mendengus nafas kemudian berjalan masuk ke kelas yang bahkan tidak pernah ia pijaki.

"Ha- ukhh!" Baru juga melangkah masuk Alaska langsung bertabrakan dengan dada Galang. Cowok itu juga hendak mau keluar.

"Owowowo! Sorry! Kamu nggak papa?" Galang merengkuhnya takut terjadi apa ap pada wajah Alaska.

"Hidungku hampir bengkok!" Rutuk Alaska mengelus hidung nya.

"Adduh maaf, kamu ngapain kesini lagian?" 

"Dadamu kok keras begitu sih? Salah ya kalau aku kesini?" 

"Bukan begitu, kamu kan nggak pernah kesini jadi heran aja begitu" Galang menggaruk tengkuknya.

"Aku mencarimu," 

"Lalu?" Tanya Galang.

"Please Galang, ajak aku kemana saja sampai El berhenti mengikuti kita!" Bisik Alaska sembari memberi kode agar Galang tahu kalau El sedang mengintip mereka.

"Ouhh si penguntit rupanya. Kalau gitu mau ke apartemen ku?" 

buk!

"awhh maaf, hehe" Galang terkekeh sambil memijit mijit kakinya yang berbalut kan sepatu. Sakit juga di injak sama Alaska.

"Kamu kenapa jadi begini?" 

"Begini apanya?" Tanya Galang tampak heran dengan pertanyaan Alaska.

"Ya selalu nya kamu yang ngikutin aku tapi sekarang kamu udah nggak nyari aku lagi" 

"Ya ampun Alaska. Yang penting aku nggak cuek, yakan?" Kata Galang.

"Kamu masih ingat malam itu ya, aku kan bilang belum menjawab bukan berarti aku nolak!" Kata Alaska menatap cowok tinggi dihadapan nya.

"Khehehe manis banget cewek ini! Huu bogel!" Kata Galang dengan gemas.

"Emang boleh ya aku berasumsi kamu juga suka sama aku?" Tanya Galang.

"Emhh, ee" 

"Hehe nggak usah di jawab deh aku nggak butuh jawaban, sama seperti malam itu mungkin pagi ini bisa dikatakan terulang kembali " kata Galang masih dengan tawanya.

"Maaf Galang"

"Its oke, kamu nggak salah, yang salah si monyet El itu" Galang melirik El yang sedang bersembunyi di balik tanaman rindang yang berada tak jauh dari sana.

"Bicara apa mereka berdua? Alahh ku samperin aja" El keluar dari tempat persembunyiannya lalu menghampiri kedua nya disana.

"Alaska! Aku suka sama kamu!" Kata El sembari berjalan mendekat. 

Mata Alaska membulat sempurna mendengar pengakuan yang tiba tiba itu dan tanpa ada unsur romantis sedikitpun. Lihat lah wajah El yang terlihat ganas itu mungkin ia kesal di acuhkan oleh Alaska. Sekarang masalahnya semua orang yang lewat melihat kearah mereka. Bahkan ada Meera juga yang berdiri tak jauh dari sana dan melihat dengan penuh amarah kearah mereka.

"Shibal jadongsayyy!" Kesal Alaska dalam hati. 

El mendekat sambil menunjuk bibirnya sendiri seolah membuat Alaska ingat kembali dengan ciuman pertama mereka di mobil malam itu.

Alaska menggigit bibirnya sendiri karena menahan malu. 

"Cieee ada yang baru saja di tembak nih!" Celetuk seorang siswa berandalan yang menjadi teman nya Galang.

"Terima dong!" 

"Alaska, aku menyukaimu, sangat sangat menyukaimu! Jadilah pacarku sekarang juga!" Ujar El dengan penuh penekanan seolah tidak membiarkan Alaska untuk menolak. 

"Elkaran!!!" 

Tanpa aba aba Galang langsung melayangkan satu tinju andalan nya tepat di wajah El hingga cowok itu terpental dan jatuh ke lantai.

"Terima itu! Itu adalah jawaban Alaska! Sekian!" Galang pergi dari sana. Alaska memberi tangan nya agar Galang juga menariknya pergi. Namun ia terkejut saat Galang malah pergi begitu saja tanpa menariknya juga. Biasanya Galang tidak begitu.

"Sialan sialan sialan!!" Maki Meera mengepal tangannya kuat kuat. Wajahnya memerah karena emosi yang tersulut.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya cowok yang bernama alan yang tengah lewat.

"Bukan kau sialan! Aku sedang maki, merusak suasana saja kau!" Meera memekik keras ke arah Alan yang tidak tahu apa apa. Perasaan namanya tadi di sebuah eh malah di marahin.

"Aku benar benar akan membunuhmu! Arghhh!" Kata kata itu tertuju pada Alaska namun Alan yang bergidik ngeri sembari berjalan menjauh.

"El hanyalah milikku, kenapa El nggak pernah sebucin itu padaku? Malah sama Alaska dia begitu?? Rela reputasi nya hancur gara gara Alaska!! Dia tidak pernah begitu padaku!!" Kesal Meera. 

"Lihat saja nanti, aku bisa menjadi gila kapanpun itu. Alaska kamu akan mati di tangan ku!" 

***

grup ciwik ciwik...

Meera : ["hello gaes, aku mau kasih tahu satu pengumuman untuk kalian"]

Ratna : ["pengumuman apatuh?"]

Meera : ["aku mau ngajakin kita semua para ciwik ciwik healing di pedesaan, pada mau nggak?"] 

Billie :["mau, mauuu, kapan?"]

Meera : ["hari ini juga, sepulang sekolah kita berkumpul di rumah nya loli. Kalian semua tahukan dia nggak masuk sekolah hari ini. Sekalian ngejenguk dia"]

Ratna : ["asikkk healing juga!"]

Meera:[" semua berkelompok ya pakai mobil sendiri sendiri. Aku udah memutuskan untuk satu mobil sama loli dan Alaska nanti!"]

Pesan grup yang muncul berturut turut dalam ponsel Alaska. Ia kaget saat Meera akan mengajak cewek cewek satu sekolah untuk healing di pedesaan. Tapi Meera secara pribadi malah mengajak Alaska untuk satu mobil Dengan nya. Ada yang aneh.

Ratna:[" kalau gitu, aku semobil sama Nara dan juga Billie! Eh nambah satu lagi deng sama milea juga!"] 

Billie:[" uuuu cucokk"] 

Balas yang lain di dalam grup itu. Bagi Alaska tidak masalah untuk ikut serta apalagi kan kata Meera loli juga ikut maka nanti ia sekalian menjenguk loli dirumahnya.

Dirumahnya, loli membuka pesan grup di ponselnya. Dahinya berkerut.

"Eh tumben Meera ngajakin healing" gumamnya membaca isi pesan itu satu persatu.

"Dia ngajakin aku sama Alaska satu mobil" 

"Kenapa nak?" Bunda yang melihat puterinya sibuk dengan ponselnya pun bertanya-tanya.

"Nggak apa apa bund. Aku boleh nggak minta izin sama bunda" 

"Mau izin apa?" 

"Ini Meera ngajakin jalan jalan satu sekolah khusus untuk cewek ceweknya doang sih. Aku boleh ikut nggak?" 

"Kondisi kesehatan kamu lagi nggak bagus nak ditunda dulu ya?"

"Aku sehat kok bund. Uhuk uhuk! Nggak apa apa, lagian healing nya kepedesaan bund bagus malah udaranya sejuk" kata loli meyakinkan bunda.

"Nggak nggak, nggak boleh" 

"Ayolah bund, ini permintaan terakhir!" Loli bersimpuh di kaki bunda sambil mengharap bunda mengizinkan nya.

"Hiss ngomong apa sih, tapi kan kamu tahu kamu lagi nggak fit!" 

"Nih nih, sehat kok bund! Nggak usah khawatir sama hasil Rontgen rumah sakit! Dokternya bohong biar bunda bayar administrasi aja itu!" Kata loli dengan dahi berkerut. Senyumannya terukir meski tidak se indah dulu. Wajahnya terlalu letih. 

"Kamu ini, sama siapa aja perginya biar bunda bisa percayakan kamu sama dia!" 

"Sama Alaska juga kok bund. Izinin yah aku sudah lama nggak main sama temen temen se sekolah. Untuk kenangan terakhir " kata loli lagi.

"Yaudah sama Alaska juga. Bunda percayakan kamu sama dia" 

"Iya bunda biar aku ajak Sintya juga! Dia pasti mau" loli sangat bersemangat. Sayangnya segala yang ia katakan seperti sudah memberi tahu bunda kalau ia tidak akan bertahan lama lagi. Bunda memerhatikan setiap inci tubuh puterinya yang sungguh sangat berbeda dari biasanya.

"Bunda akan sangat kangen sama kamu nak, ayo peluk bunda" bunda merentangkan tangannya dengan Air mata yang mengalir. Loli tidak tega melihat bundanya begitu. Iapun menghambur kepelukan bunda dan memeluknya cukup lama.

"Bunda, foto yuk!" Loli mengangkat kamera lalu mengambil potret keduanya. 

****

Semua berkumpul di rumah loli. Rumah itu tampak ramai oleh gadis gadis yang cantik. Loli bertemu Alaska dan Sintya. Mereka berpelukan cukup lama atas permintaan loli. 

"Kamu ini kenapa sih, kayak mau pergi aja!" 

"Emang mau pergi kok" kata loli sambil tersenyum ketika menjawab pertanyaan Sintya.

"Cantik banget, pakai baju putih begini!" Puji Alaska ketika melihat loli sudah siap dengan gaun putih sampai lutut. Putih polos.

"Ahh cocok sama pedesaaan nya ini" kata loli merangkul pinggang Alaska lalu tersenyum sekali lagi.

"Kamu kayak kurang sehat, kamu nggak apa apa kan?" 

"Im very Ok!" Kata loli tersenyum senang.

Tidak lama kemudian, El muncul dengan bekas lebam di pipi kiri dekat dagu. El melihat keramaian yang membuat nya tidak betah. El sempat melirik Alaska dahulu baru menjumpai adiknya.

"Mau kemana?" Tanya El mengacuhkan Alaska dan bertanya pada adiknya.

"Kak, loli mau pergi. Kakak jagain bunda, kalau nggak loli bakal gentayangan!" Kata loli dengan wajah cemberut.

"Ck, bicara apa sih.. mau kemana kamu pakai putih putih begitu?" 

"Mau ketemu kak Rio!" 

"Kak Rio?" Gumam El tampak berpikir. Nama yang cukup familiar baginya.

"Peluk dong kak, kakak nggak bakal kangen sama loli yah??" 

"Yaudah sini peluk! Nih nih!" El memeluknya erat sampai sampai wajah loli masuk ke ketiak nya hingga ia menjerit histeris.

"Ahhh kakak! Bauuu keringat!" Kesal loli memukul mukul kakaknya itu.

"Yaudah hati hati ya. Kakak mau masuk dulu, ingat pulangnya jangan larut! Kakak tunggu" El tersenyum mengacak acak rambut loli kemudian masuk kedalam sebelum cewek cewek yang lain melihat nya dan ikut memeluknya.

Singkatnya 10 mobil sudah meluncur ke jalan raya. Dari sekian banyaknya cewek di sekolah hanya puluhan orang yang dapat ikut. Paling cewek cewek yang populer saja.

Alaska sangat menikmati udara segar yang menimpa keempat nya dalam mobil itu. Ada Meera yang memegang kendali mobil, ada Sintya yang tampak cantik dengan kacamata hitamnya, ada loli yang sibuk berteriak karena senang, dan ada dirinya yang sedang memperhatikan semua itu.

"Huuuu sejuk banget!" Kata loli di sela sela batuknya.

"Loli duduk! Ntar masuk angin! Kita belum sampai di pedesaan nya masih banyak polusi di kota!" Kata Alaska agar loli dapat duduk. 

Mereka semua melewati jalan tol. Sayangnya mobil yang di tumpangi Meera dan yang lainnya malah mogok sendirian di pinggiran jalan tol.

"Aduh kenapa lagi sih ini?" Kesal Meera turun dari mobilnya. Mobil mobil yang lain sudah duluan melewati mereka. Tinggal 3 mobil teman teman nya Meera yang menunggu mereka di belakang. Sintya melepas kacamatanya untuk melihat dunia luar.

Alaska juga ingin ikut memeriksa mobil sehingga ia memilih keluar dari mobil. Meera dan teman temannya sudah menunggu moment ini. Senyum jahat terukir di wajah Meera. 

"Kenapa meer?" Tanya Alaska di sisi lain mobil yang dekat dengan jalanan luas. 

Sementara Meera berada dekat dengan pembatas jalan.

Lewat spion mobil, loli dapat melihat sebuah truk yang sangat besar akan lewat dari belakang. Ia terdiam sejenak sampai ia melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa Meera dengan sengaja mendorong Alaska ketengah tengah jalan saat truk sudah hampir dekat.

"ALASKA!!!!" Pekik loli langsung keluar dari mobil itu tergesa gesa untuk mendorong Alaska dari tengah jalan. Usahanya hampir berhasil ketika ia berlari untuk menyelamatkan Alaska.

🕦.....

.

.

.

"Al!!!" 

Ckiiiiittt....bruk!!

3,2,1... Loli terpental cukup jauh dengan tubuh bersimbah darah merah yang kental. Sementara tubuh Alaska terpental ke sisi lain jalan hingga kepalanya membentur pembatas jalan dan Alaska pun pingsan. 

Sintya menganga lebar dengan mata membola melihat kejadian itu. Sahabatnya dengan tubuh lemah terpental memantul di jalanan hingga bercak darah memenuhi permukaan jalanan.

"LOLIIIII!!!" Sintya berlari mengejar tubuh loli yang terkapar di jalanan. Truk besar itu lewat begitu saja padahal kaca depannya penuh dengan darah loli.

Air mata Sintya turun dengan jantung berdetak kencang melihat sang sahabat tengah di ambang kematian nya.

"Tidak!!!" 

Loli dengan darah di sekujur tubuhnya hanya bisa menengadah ke langit dengan mata membola. Air matanya luruh tanpa bisa bilang apa apa. Dia sekarat, loli tengah sekarat.

"K-kk kak Rio!" Cicit loli ketika melihat sebuah bayangan tampan yang berdiri menutup sinar matahari dengan kepalanya. Bagaimana bisa.

Apakah dia kak Rio?. 

Gaun putihnya tak polos lagi. Ada lukisan abstrak di sana. Darah terus mengucur dari kepala loli yang pecah. Sintya memangkunya dan menangis disana.

"Nggak! Nggak! Nggak!!!!!!" 

Di detik detik terakhir nya loli sempat mengucapkan sepatah kata pada Sintya dan memintanya memberitahu itu pada orang orang terdekat nya nanti. Sintya hanya bisa mengangguk. Ia memeluk tubuh berdarah darah itu sambil menangis kencang.

"Hallo! Halloh! El please jawab! Adik kamu kecelakaan! Cepat kesini!" Akhir nya setelah di hubungi berkali kali pun El mengangkat teleponnya juga. Meera tak menyangka ia akan membunuh dua orang sekaligus.

"LOLIIIII!!" Sintya masih menangis namun nyawa loli sudah terbang baru saja sekitar 11.45 siang. Tuhan sangat sayang pada mu loli. Beristirahat lah...

Alaska masih mendengar suara suara itu sampai suara ambulan datang bersamaan dengan bunda dan El juga Galang yang sedang berlari dengan tangis dan panik.

Galang menemukan tubuh lemah Alaska di pinggir tol. Kepalanya retak dan penuh darah. Galang memasukkan nya kedalam ambulance segera lalu kembali berlari setelah menyuruh ambulan membawa Alaska kerumah sakit.

El berlari kencang sekali untuk menemui adiknya. Ia bertekuk lutut di hadapannya dan menangis tanpa suara. Ia peluk tubuh tanpa nyawa itu dan menciumnya. Tak peduli lagi dengan darah darah yang menempel padanya. 

"LOLIIIII!!" Pekik El memeluk tubuh loli yang masih hangat. Bunda pun sama, ia peluk tubuh puterinya erat dan menahan darah yang terus keluar dari kepala sang Puteri. Bahkan bunda dapat merasakan benda licin dan berlendir yang keluar dari kepala kiri loli. Otaknya sudah pecah, loli mati dengan menggenaskan.

"Anakku!!!!" Tangis bunda memeluk loli.

Mereka semua berkabung dan sangat terpukul atas peristiwa itu. 

Papi juga sudah tiba. Ia ikut memeluk tubuh puterinya yang penuh darah. Menangis. Menangis dan menangis.

El mengusap kening loli untuk menutup mata loli yang masih terbuka sejak kematian nya. 

Sakit, sakit sekali rasanya melihat adik kita mati menggenaskan.

"Aku mencintaimu loli! Aku mencintaimu!!!" Pekik El mencurahkan rasa cintanya pada adiknya itu.

Saat kepalanya menengadah ke langit untuk bertanya dimana letak keadilan Tuhan. Ia sempat melihat dua buah bayangan dibawah sinar matahari sedang tersenyum ke arahnya. Mereka bergandengan dengan pakaian serba putih. Tampaknya pria itu adalah kak Rio yang sedang tersenyum pada loli di sampingnya.

Sudah saatnya pergi. Mereka melambaikan tangan kepada El lalu terbang ke langit dengan senyuman.

El menggeleng kepala kuat lalu kembali melihat ke langit rupanya bayangan itu sudah menghilang.