"kau pasti bohong soal tugas fisika?" Tanya Alaska ketika moge Galang sudah terparkir.
"Ko tau?" Selidik Galang. Memang benar lelaki itu belum mengerjakan fisika sebab dia benci pelajaran itu.
"Aku bisa ngeliat raut wajah orang ketika bicara" kata Alaska melepas helm tanpa di bantu oleh Galang meski Galang ingin.
"Iya, aku belum ngerjain tugasnya"
"Sini ku kerjain"
Galang terkejut dan tak bereaksi ia hanya menatap Alaska lekat lekat.
"Siniin nomor hapenya, biar aku yang kerjakan tugasmu itu" ucap Alaska lagi. Galang langsung merogoh ponsel nya dari dalam saku celana kemudian menap layar untuk membacakan Nomor telepon nya. Meski bingung Galang tetap melakukan nya.
"Kamu serius?"
Alaska balas menatapnya
"Tentu saja" Alaska merebut ponsel itu lalu menyalin nomor telepon Galang ke ponselnya.
"Pulanglah! Btw, terimakasih ya sudah antar kan pulang" dia senyum. Alaska memasuki teras rumah kemudian berbalik untuk melihat Galang pergi.
"Nanti ku SMS nomor mu dan minta soalan tugas mu ya" lagi lagi dia tersenyum. Galang terdiam seribu bahasa kemudian mengangguk kaku.
"Yasudah, pulang sana!"
Galang kembali menaiki moge dan beringsut pergi melaju dengan Mogenya.
"Dasar, cuma minta kerjakan tugasnya saja sudah speechless. Ternyata dia bukan apa apa" gumam Alaska dengan Senyum kecut. Ketika dirinya berbalik untuk masuk kedalam tiba tiba Rheya sudah berdiri di pintu dengan wajah yang menyeramkan.
"Astaga!"
Rheya memicingkan mata.
"Habis dari mana?" Tanya Rheya dengan suara tegas.
"Habis dari rumah teman"
"Temanmu yang mana? Bukannya kamu ga punya teman?" Selidik wanita itu
"Punya kok, siapa bilang tidak punya! Minggir!" Alaska mendorong tubuh Rheya kemudian menerobos masuk.
"Gila ni anak, pulangnya malam dan alasannya gak jelas! Orang dia tidak pernah punya teman... Selain Gara" Rheya berpikir keras. Bagaimana pun ia sebagai kakak tidak boleh kalah seram sama adiknya sendiri meski ia tahu wajah Alaska ketika di interogasi akan sangat menakutkan.
Rheya lekas masuk kedalam dan mengunci pintu. Sukur masih sempat liat Galang pergi jadi ia bisa tahu wajah lelaki itu ketika bertemu lagi nanti. Semoga bisa di bawa pulang dan di goreng hidup hidup
"Al,... Alaska!"
Rheya menarik kerah belakang baju adiknya.
"Tunggu dulu, lihat aku!" Tegasnya.
"Katakan, ada apa" dengan wajah malas Alaska menatapnya balik
"Kakak mu ini mau bertanya beberapa hal! Duduk dulu disana" titah Rheya dan alaska langsung menurutinya meski kesal kakaknya selalu begitu
"Siapa anak muda yang tadi antar kamu pulang?" Selidik Rheya lagi ketika mereka sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Teman"
"Siapa namanya, kenal kamu sejak kapan, kenapa tukeran nomor, kenapa minta ngerjain tugas dia, kenapa kamu bisa punya teman?" Tanya Rheya bertubi-tubi. Lihat wajah Alaska, tidak ada raut kepedulian nya disana
"Salah ya kalau aku memiliki teman?" Ujar Alaska datar.
"Ga salah, tapi kenapa bisa?"
"Ceritanya panjang"
"Pendekkan!" Rheya memaksa.
Alaska menghembus nafas dalam-dalam untuk menjawab semua pertanyaan tidak penting kakak nya itu
"Hiss kak, dia temanku namanya Galang, kami tukeran nomor karena mau ku kerjakan tugas fisika nya. Tidak masalah kan? Aku melakukan itu karena kami teman, apa kamu ga suka aku bisa punya teman?" Teror Alaska menatap dalam Rheya.
"Bukan begitu, Al, setidaknya kamu punya ga teman perempuan?"
"Punya! Dua malah, mereka sama seperti Rheya dan Tami! Sama sama peduli meskipun judes!"
"Jadi, adikku ini sudah punya teman? Alhamdulillah!"
plak!
"Aww! Sakit,Al!"
"Ingat agama" kata Alaska
"Ya, agamaku Islam" Rheya bingung kenapa Alaska berkata demikian
"Ya sudah, bagus" Alaska tanpa dosa segera meninggalkan ruang tamu bergegas ke kamarnya.
"Hiii dasar Kunti bogel.." Rheya ikut bangun dan masuk sambil mengelus lengannya yang dipukul sayang oleh adiknya.
______
Disekolah. Alaska kembali bertemu dengan loli dan El yang juga baru tiba. El masih sama, masih sangat tampan dan loli juga masih sangat fresh. Alaska terkesima melihat El mendekat bersama loli. Sampai loli menepuk pundak nya.
"Hai, Al!" Sapanya tersenyum
"Hai" balas Alaska
"Ke kelas yuk" ajaknya
"Eumm, Ayo"
Di jalan menuju kelas, loli banyak bercerita tentang band mereka yang di pesan oleh sebuah costumer yang akan mengadakan acara pesta wisuda. Dan tentu saja Alaska harus bersiap untuk itu. Ia meminta Alaska agar datang kerumahnya sepulang sekolah nanti untuk berlatih bersama band karena tidak lama lagi mereka akan manggung.
"Al, lihat disana!" Tunjuk loli ketika mereka hampir sampai di kelas nya. Ia menunjuk gedung perpustakaan yang di kelilingi garis kuning polisi. Seketika itu kejadian beberapa hari lalu kembali terlintas di benak Alaska
"Aku curiga sama seseorang, Al" kata loli
Alaska menatap nya. Menunggu loli berucap
Sepintas Alaska teringat rekaman video itu. Masih ada di ponselnya tapi ia belum berani memberikan nya pada polisi. Bagaimana pun juga Alaska masih memegang kata fagan yang memintanya untuk tidak menyerahkan bukti pada polisi sampai ia siap. Nafas nya terhembus kasar tanda bahwa ia gundah gulana. Loli menatapnya heran kemudian merangkul pundaknya.
"Kenapa, Al? Kok resah?" Tanya loli
"Bukan apa apa, tenang aja"
"Kau teringat kejadian itu lagi ya, hemm memang si Kayla kurang ajar itu. Harusnya ku beri pelajaran padanya hari itu juga!" Tandas loli.
"Huss, jangan inget inget terus"
"Ya, kamu juga inget" balas loli.
Ketika Alaska melihat kembali ke TKP. Disana ada Nara yang berdiri terpaku sambil meratapi lantai yang saat itu penuh dengan darah darah kedua sahabat nya. Alaska tahu Nara sangat sakit hati dan terpukul. Nara menggigit bibir mengingat kembali kejadian naas yang menimpa kedua sahabat nya, ia mengepal tangan kuat kuat untuk menenangkan pikirannya. Dia melihat Alaska sekilas dengan penuh kemarahan berlalu dari sana segera.
Alaska merasa sebagai pecundang ketika menyembunyikan kebenaran kecelakaan itu. Bagaimana pun juga ia mempunyai memori indah bersama Karina dan dara. Seharusnya ia menyerahkan bukti secepatnya pada polisi sebagai bentuk pembelaan nya pada arwah Karina dan dara. Tapi dilain sisi, fagan tidak ingin Kayla masuk penjara. Lalu Alaska harus apa.
"Alaska, kau lihat bagaimana Nara melihat mu tadi? Dia seperti punya dendam" celetuk loli menyadarkan Alaska dari lamunan.
"Maksudmu?"
"Itu loh, Nara sempat melihat kearah kita sebelum pergi dan tatapan nya itu seolah menaruh dendam pada kita!" Jelasnya
"Hah salah lihat kamu, mana mungkin Nara menyimpan dendam sama kita, orang kita gak ada kaitannya sama kematian Karina dan dara" tandas Alaska agar loli tidak terlalu menyelidik lebih jauh
"Yang benar?"
"Iya, kamu tidak percaya?"
"Tidak!"
"Yasudah, silahkan cari tahu sendiri apakah aku ada kaitannya dengan kematian Karina dan dara " Alaska melengos pergi meninggalkan loli didepan kelas. Cewek itu melewati koridor kemudian berbelok didepan perpustakaan.
Loli bingung. Ia memasuki kelasnya untuk menaruh tas.
"Sebaiknya aku serahkan video itu pada polisi!" Gumam Alaska mantap. Tidak peduli dengan peringatan fagan, ia harus membantu polisi menyelesaikan masalah ini. Tapi, dimana Kayla sekarang? Dia tidak pernah kesekolah setelah kejadian. Begitupun fagan, apa mereka takut dan m milih kabur dari pemeriksaan polisi.
"Lebih dari sekedar ingin membela Karina dan dara, aku juga ingin membalaskan dendam terbesar ku pada Kayla!"
"Aku ingin dia mati! Membusuk dipenjara! Aku tidak Sudi dia masih hidup dan berbahagia!"
"Alaska!" Nara berdiri di ambang pintu, melihat dengan tatapan nyalang pada Alaska.
"Apa maksudmu? Video apa?" Teror cewek rambut sebahu itu yang sedang menghampiri nya.
"Berikan!" Nara hendak merebut ponsel Alaska namun ia kalah cepat.
"Kau punya video kematian Karina dan dara kan? Kalau begitu berikan! Berikan pada ku dan polisi!" Pekik Nara mendorong Alaska hingga cewek itu terjerembab ke lantai.
"Ahh Nara! Hentikan!" Alaska mencoba bangun.
"Makanya berikan video itu padaku! Kalau tidak aku akan melaporkan mu pada polisi kalau sebenarnya mau adalah PEMBUNUH!"
Alaska membelalak kaget. Nara punya pikiran yang melenceng dari dugaannya.
"KAU YANG MEMBUNUH MEREKA!!" Kata Nara lagi dengan nafas terengah.
"Kau gila!!! Hah!!" Alaska bangkit menampar wajah Nara hingga terhuyung ke kiri.
Cewek itu tertawa, tertawa melihat kepanikan Alaska.
"Kalau bukan kau, kenapa kau panik? Santai saja dong" kata Nara dengan senyum aneh
"Ya bukan aku pelakunya! Jelas jelas Karina dan dara mati karena jatuh dari atap gedung!" Alaska mencoba membela diri
"Dan kau yang mendorong nya!" Serang Nara.
"Bukan aku! Jangan sembarangan menuduh!"
"Berikan video itu! Kalau kau ingin aku percaya!"
"Aku akan berikan videonya! Tapi tidak sekarang!"
"Tunggu kapan lagi? Kau ingin kasusnya di tutup dulu baru kau kasih, atau kau malah tidak ingin memberikan nya sama sekali! Kau jahat Alaska!!" Teriak Nara dihadapan Alaska.
"Dasar bodoh! Aku akan memberikan nya pada polisi! Tapi tidak sekarang!!"
"Hahhh terserah kau saja, Alaska, aku akan sangat membencimu jika kau tidak bertindak sekarang juga! Jangan menunggu terlalu lama" Nara keluar dari ruang kelas dengan amarah tertahan. Sementara Alaska, mengusap wajah kasar.
Kelas mulai di penuhi siswa siswi yang datang berangsur angsur. Bersamaan dengan guru mapel yang akan memulai pelajaran. Nara duduk di pojok ruangan dengan wajah datar dan penuh pikiran. Alaska meneguk ludah sesaat untuk fokus kembali dengan pelajaran.
"Mungkin hari ini sekolah di Bubarkan lebih cepat, soalnya kepolisian akan datang kembali untuk memeriksa tkp" perkataan Bu Lusia membuat para siswa bersorak bahagia. Nara tetap diam, dia tidak berselera untuk ikut berbahagia.
"Alaska, sehabis sekolah ikut dengan ibu" ucap Bu Lusia pada Alaska. Alaska mengangguk mengerti.
Bu Lusia membawa pelajaran matematika, suasana kelas kembali hening.
"Ges, si Kayla udah pindah sekolah kan ya?"
degh!
Di bangku belakang beberapa siswi yang duduk bersama sedang membahas soal Kayla. Merek bilang Kayla sudah pindah sekolah.
Hah sejak kapan?
Alaska menajamkan pendengaran agar dapat mendengar dengan jelas omongan mereka. Mereka adalah Sisy dan teman temannya yang dulu sering bersama dengan Kayla membully nya dan orang orang termasuk Karina dan dara.
"Dia pindah sekolah setelah kejadian itu, sepertinya dia takut!" Kata mereka lagi.
"Huss! Jangan sampai ada yang dengar, bisa berabe, kan kita juga ada di sana!" Kata yang lainnya.
"Oke"
Alaska kembali meneguk ludah, ternyata Kayla sudah pindah sekolah. Dia benar benar kabur dari kejaran polisi. Reflek Alaska memegang dagu dan tempat tempat lain dimana dulu Kayla memukulnya.
"Kabur,ya" desis Alaska.
______
"Al, mau kemana? Sini ikut ibu dulu"
Bu Lusia menggaet tangan Alaska ketika cewek itu hendak keluar dari kelas dengan tas di bahunya.
"Oh iya Bu" Alaska mengikuti Bu Lusia ke belakang gudang sekolah yang terletak tak jauh dari sana.
"Kenapa kita kesini Bu" tanya Alaska bingung dengan keadaan sekitar
"Alaska jawab ibu" tiba tiba saja wajah Bu Lusia berubah masam. Alaska pun jadi tegang.
"Ke-kenapa?"
"Sebenarnya apa yang kau ketahui tentang kejadian bunuh diri 5 hari lalu?" Teror Bu Lusia.
"Eng... Kenapa ibu menanyakan soal itu sama saya? Saya tidak tahu"
"Bohong!"
"Ibu melihat kamu di pukuli Kayla di hari
Kejadian, dan kamu juga Kayla sama sama tahu tentang kejadian itu!"
Mengingat Bu Lusia adalah bibi kandung dari dara, Alaska yakin Bu Lusia betul betul ingin tahu semuanya.
"Ibu mencari kalian berdua selama ini, tapi ibu hanya bisa menemukan mu bukan Kayla!"
"Jadi ibu melihat Kayla memukuli ku habis habisan tapi ibu tidak melakukan apapun? Sejak awal ibu menaruh curiga kepadaku kan?" Tanya Alaska kemudian. Bu Lusia terdiam.
"Selama ini aku diam, tapi masanya untuk bergerak telah tiba Bu. Semua orang di dunia ini selalu merendahkan aku jadi jangan salahkan aku kalau aku bertindak leb- "
"Just tell me, why you killed nya niece?" Dengan suara datar namun penuh penegasan, Bu Lusia mendekatkan wajahnya pada Alaska. Alaska gemetar namun ia mengusik segala ketakutan nya.
"I did'nt kill her, i did'nt know she was dead. Even though i was the main witness"
Ucap Alaska dengan yakin
"Kau seorang saksi? Lalu kenapa tidak berhadapan dengan polisi dan katakan yang sebenarnya?" Sembur Bu Lusia.
"Kau sama saja dengan Nara. Tidak pernah mau percaya padaku!"
Alaska menunduk, dihadapan Bu Lusia ia seolah lemah. Sama lemahnya dengan perasaan Bu Lusia
"Aku sakit hati Bu, aku sakit hati!" Lirih Alaska dalam menunduk.
Bu Lusia mengernyit heran.
"Aku sudah terlalu sakit untuk membunuh orang tidak bersalah...mereka sama denganku tak mungkin aku melakukan itu. Harusnya aku membunuh orang yang membunuh mereka! Aku mau balas dendam"
Bu Lusia tidak sepenuhnya mengerti perkataan Alaska. Ia tenggelam dalam perkataan yang membingungkan nya.
"Permisi Bu" Alaska pergi dari sana meninggalkan Bu Lusia dengan diamnya mencermati.
"Hai Alaska!" Lelaki puitis itu bahagia menemukan Alaska di sana.
"Ngapain sendiri disini?" Senyumnya merekah membuatnya semakin tampan dan imut.
"Oh iya, tugas fisika yang kau kerjakan semalam benar benar cocok dengan yang Bu Anne jelaskan! Cucok! Karena itu aku dapat nilai seratus!" Katanya.
"Kok cemberut?" Galang menunduk. Dia lelaki tinggi yang harus menunduk kalau bicara dengan orang pendek.
"Tidak apa apa, kau mau kemana?"
"Mencari mu"
"Untuk apa?"
"Berbagi kebahagiaan dong, aku kan dapat nilai seratus karena usahamu!"
"Ohh"
"Responnya begitu amat!"