Begitu banyak hal yang aku ketahui setelah hari pemakamanku. Selama beberapa hari aku mendekam diri di kamar, menemukan sekian banyak kenyataan tentang Iliana Latasha Brainne dalam buku diary terakhir Roselyn yang tidak sengaja aku temukan di bawah laci meja rias.
Di sana Roselyn menyebutkan bagaimana buku diary nya yang lain disimpan Lidya sejak dia mulai rutin menulis diary sejak usia 5 tahun. Roselyn ternyata sangat mempercayai Lidya hingga buku hariannya tersimpan rapi di tempat yang hanya diketahui Lidya.
Tidak ada yang bisa aku lakukan setelah Pendeta Kyan memenjaraku di rumah dengan larangan tidak mengizinkanku keluar rumah hingga kondisi mentalku benar-benar stabil. Setiap dua hari sekali dia datang dan memeriksa lukaku, luka yang harus sembuh secara alami karena sihir penyembuh tidak berfungsi sama sekali pada tubuh Roselyn.
Buku harian milik Roselyn terkunci oleh sihir sederhana yang bisa dibuka dengan menempelkan telapak tangan pada sampul depan. Beberapa buku tebal itu menceritakan begitu banyak hal, tulisan berantakan menggambarkan luka mendalam di diri Roselyn selama bertahun-tahun.
Sepertinya dia banyak menulis saat sedang bersedih, kecewa atau terluka. Aku mengerti Roselyn termasuk dalam golongan orang yang hanya peduli pada dirinya sendiri, tapi membaca tulisannya, dia menggambarkan dirinya bagai orang yang paling menderita di dunia ini.
Sekalipun beberapa tulisannya terasa begitu nyata, aku ragu bahwa dia menuliskan kebenaran. Bisa saja dia melebih-lebihkannya demi kepuasan batinnya sendiri.
Seperti catatan yang dituliskannya saat dia berusia 7 tahun. Dia menuliskan ayahnya hanya membelikan hadiah untuk Allan sekalipun mereka berulang tahun di hari yang sama. Hanya membuat pesta untuk kakaknya, sementara dia dipaksa tinggal di loteng sampai pesta selesai, hanya diberikan makan dua keping biskuit dari pagi hingga matahari terbenam.
Kalaupun ini adalah kenyataan, aku tidak serta merta bersimpati pada Roselyn.
Keluarga Killian benar-benar mengerikan. Sikap tak berbelas kasih mengalir dalam darah mereka dengan sangat kental. Aku bisa melihat sikap kasar, intimidasi dan mudah marah pada semua pribadi dalam keluarga Roselyn, terutama Ayah, ibu dan kakaknya.
Aku sempat bertemu beberapa kerabat yang datang berkunjung untuk urusan bisnis (sekali lagi bukan khusus menjenguk Roselyn), mereka hanya menyapa Roselyn sambil lalu seperti melihat patung atau pajangan. Beberapa bibinya bahkan jelas-jelas mencibir saat bertemu tatap dengan Roselyn.
Membaca detail demi detail perlakuan yang diterima Roselyn dari keluarganya, aku hanya melihat dirinya tengah mencari pembenaran atas tindakannya sebagai perundung.
Aku juga hidup di keluarga tanpa kasih sayang orang tua, tapi bukan berarti aku harus memperlakukan orang lain dengan cara yang sama.
Roselyn juga menuliskan bagaimana teman-teman masa kecil menjauhinya karena mengenakan gaun yang sama setiap kali datang ke ulang tahun salah satu teman. Mengejeknya karena tidak memiliki banyak gaun, seperti pengemis hanya karena ayahnya yang begitu ketat perihal uang.
Ada satu paragraf yang dituliskannya tentang bagaimana dia mendekati putri dari Elleanor. Roselyn dengan gamblang menuliskan bahwa dia ingin dekat dengan keluarga bangsawan lain untuk mencari simpati.
Semakin lama aku membaca, aku jadi mengerti. Bukan dimulai dari akademi, tapi Roselyn membenciku jauh bertahun-tahun sebelumnya. Pemicunya adalah ibunya sendiri yang sering membanding-bandingkan Roselyn dengan Putri Pendete Brainne. Roselyn tidak disukai banyak orang, sementara orang-orang menghormati anak dari Pendeta Brainne yang bahkan memiliki darah campuran. Kata-kata mencemooh yang berharap jika sedikit saja Roselyn memiliki kemampuan sihir penyembuh seperti Iliana, atau menyebut Roselyn tidak berguna seperti baju bekas.
Perundungan secara verbal dari ibu kandungnya sendiri, membuat Roselyn memupuk kebencian terhadapku. Tidak ada kata-kata buruk yang terlewat dari mulut ibunya setiap kali bicara padanya. Hidup Roselyn bagai berjalan di atas pecahan kaca. Setiap lembar yang aku baca menggambarkan dengan jelas emosi yang dirasakannya.
Beranjak usia belasan tahun, tulisan Roselyn sudah lebih baik dari segi kondisi mental, tapi aku semakin tidak nyaman membacanya. Dia tidak lagi menuliskan dengan cara berantakan, justru sangat rapi, seolah menerima perlakuan tidak baik sudah menjadi bagian dari hidupnya. Beberapa kalimat sarkas yang dia tuliskan, seolah mempertanyakan kenapa dia tidak bisa membuat orang tuanya berperan seperti temannya yang lain. Kenapa orang-orang di rumah tidak mudah dipengaruhi, tidak mudah dihasut, tidak mudah dibisiki informasi abu-abu darinya.
Entah sudah berapa lama aku terus membaca, hingga aku sampai di suatu halaman yang bertuliskan perlakuan orang tuanya semakin buruk setelah pertunangan dengan Pangeran Henry tidak berjalan mulus. Mereka menyebutnya anak pembawa sial, dan menuntutnya segera menebus semua kesalahannya.
Roselyn menuliskan bagaimana dia bisa dekat dengan Pangeran Henry dengan membawa segala macam informasi tentang dunia sosial di luar istana, sekalipun mereka gagal bertunangan, tapi Pangeran Henry sudah menerima kehadirannya sebagai teman dekat.
Tapi wacana pertunangan itu dibatalkan secara sepihak oleh Raja Hardian. Tidak ada penjelasan, hanya ada keputusan.
Tidak lama setelah itu, orang tuanya langsung menjodohkannya dengan Avallon yang berstatus keluarga kedua terkuat setelah putra mahkota. Awalnya Roselyn menolak karena tidak ingin dicap sebagai perempuan yang mudah berganti pasangan, tapi lagi-lagi orang tuanya menyiksanya hingga berhari-hari di ruang bawah tanah hingga akhirnya dia menyerah dan menerima pertunangan itu.
Tulisan Roselyn sangat apik sekalipun menurutkan bagaimana dia menerima siksaan. Aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa menuliskannya seperti seseorang yang sedang menceritakan kisah orang lain? Dari pemilihan kata, cara penulisan, semua seolah tanpa emosi.
Dia menuliskan dengan jelas dan terperinci siksaan demi siksaan yang diterimanya selama dikurung di ruang bawah tanah.
Mereka sengaja menghindari wajah, tangan dan kaki yang terekspos, memilih paha dan perut sebagai area penyiksaan. Menusuknya dengan jarum jahit berjumlah puluhan, tajam hingga ada yang tertanam hampir menusuk tulang. Roselyn mengisahkan bagaimana dirinya tidak bisa bangun dari tempat tidur selama beberapa hari setelahnya.
Kesakitan, kelaparan dan kehausan hingga berharap mati menjemput adalah pikiran yang terlintas dalam benaknya selama berhari-hari. Dia bahkan mencoba mengigit lidahnya sendiri, tapi orang tuanya menyumbat mulutnya demi menghindarinya.
Setelah dirinya resmi bertunangan dengan Avallon, tidak ada lagi siksaan secara fisik, hanya kata-kata kasar yang dianggapnya sebagai angin lalu.
Di catatan berikutnya, aku membaca tentang dirinya yang menjadi lebih dekat dengan Ratu Elia. Mengatakan bahwa Ratu Elia begitu tulus menghibur dirinya yang gagal menjadi tunangan Pangeran Henry.
Roselyn juga menuliskan mantra sihir hitam yang diajarkan Ratu Elia padanya, beberapa sihir hitam yang akan membantunya dalam perjalanan ekspedisi Pulau Ennius.
Dia juga menuturkan tentang Woodrose yang didapatkannya dari Ratu Elia ketika dia bercerita ke Ratu Elia tentang diriku yang mendapatkan simpati orang-orang karena mendadak cacat. Dia tidak menyukai bagaimana orang-orang mulai kasihan padaku.
Hah... bahkan di saat seperti itu Roselyn berani bercerita bohong demi mendapatkan perhatian Ratu Elia?
Aku mendapatkan simpati? Jangan bercanda! Tidak ada satupun di akademi yang memberikan simpati kecuali Callisto.
Seluruh Penyembuh, bahkan warga Lindbergh mengetahui bahwa Woodrose sebenarnya dilarang beredar sejak bertahun-tahun lalu. Para Penyembuh menyebutnya tanaman yang membunuh secara perlahan, tapi dengan sukarela Ratu Elia mencarikannya untuk Roselyn, demi membantunya.
Sekarang aku mengerti dari mana sumber sihir hitam Roselyn, dia berusaha sangat keras demi mendapatkan hati Ratu Elia, hingga saat ditawarkan ilmu sihir hitam, dia menerimanya dengan tangan terbuka.
Roselyn bagai seseorang yang haus kasih sayang, berusaha mendapatkan perhatian Ratu Elia. Ya... dia sepertiku. Terlalu putus asa demi mendapatkan uluran tangan penuh kasih sayang.
Setelah pulang dari Pulau Ennius, Ratu Elia mengirim Pendeta Kyan membantunya menetralkan sihir hitamnya. Tapi sayangnya sihir hitam tidak semudah itu dihapus. Ada ritual-ritual khusus yang harus dijalankan demi menetralkannya.
Aku menertawakan diriku sendiri ketika mengingat Ratu Elia. Wajah lembutnya yang aku sangka seperti malaikat, dengan penuh kehangatan mengulurkan tangan, tapi di belakangku membuat rencana besar untuk menjadikanku tumbal. Semua sangat terencana dengan rapih.
Dia memanfaatkan Roselyn yang tengah memupuk kebencian padaku, dan menjadikannya kaki tangan untuk melancarkan seluruh rencananya.
Lalu sekarang, setelah Iliana Latasha Brainne mati, Ratu Elia mencampakkan Roselyn seperti kain lap kotor. Hanya formalitas mengirimkan Pendeta Kyan, dan di sisi lain mengirim peringatan agar Roselyn tidak mengunjungi istana.
Dia ingin secepatnya menyingkirkan Roselyn.
Betapa mengerikannya hati manusia.
Bahkan hingga akhir kau tidak ada ubahnya dengan boneka, Roselyn.
Aku muak membaca begitu banyak tulisan dari buku harian Roselyn, dan itu membuatku semakin membenci dunia ini. Ada begitu banyak topeng yang harus aku kenali demi bisa mengetahui hati seseorang.
Keluarga kerajaan tidak akan mencoba menghubungi Roselyn setelah skandal besar Woodrose, mereka berhasil lepas tangan dengan menjadikan Roselyn musuh publik.
Aku yakin insiden Roselyn jatuh dari kuda juga bagian dari skenario mereka. Karena dari kronologi yang diceritakan Lidya, aku jatuh saat berkuda di kediaman Elleanor, dengan gejala yang hampir sama seperti kuda yang aku tunggangi di akademi.
Sayangnya Roselyn tiba-tiba tidak bisa mengendalikan diri dan terlempar hingga beberapa meter keluar dari arena, kepalanya membentur bebatuan dan langsung tak sadarkan diri. Tidak ada yang mengetahui sebab musababnya, tidak ada yang menyelidiki kejadian ini juga.
Lidya mengatakan, jatuhnya Roselyn dari kuda disebabkan kebencian orang-orang yang mengetahui bahwa Roselyn menggunakan Woodrose untuk menyabotase kuda Iliana. Kebencian itu dengan cepat berpindah kepada Roselyn setelah Iliana wafat, semua bagai sekam yang terbakar api, begitu cepat menyebar tak terbendung hingga sosok Roselyn yang selalu disebut titisan dewi, sekarang menjadi titisan iblis.
Tapi mereka gagal membunuh Roselyn, dan hal ini pasti membuat keluarga kerajaan cemas.
Berita tentang Roselyn yang lupa ingatan tentu saja membuat mereka lebih tenang, karena Roselyn tidak bisa buka mulut sama sekali. Jika mereka tahu keberadaan buku harian Roselyn, mungkin akan beda ceritanya.
Aku harusnya bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang balik keluarga kerajaan, tapi hatiku terlalu lelah.
Lelah yang amat sangat menderaku setelah membaca beberapa buku yang membuatku makin depresi. Bahkan saat aku mengangkat kepala, melihat ke sekeliling kamar yang lusuh ini, membuatku bertanya...
Sebenarnya Roselyn ini putri mereka ataukah pelayan? Tidak hanya furniture yang sudah usang, pakaian yang tidak memenuhi standar minimal putri bangsawan, semua menunjukkan betapa tidak berharganya Roselyn di mata mereka.
Aku tidak ingin hidup dalam dendam.
Menyimpan dendam pada Roselyn hanya akan membuang-buang energi. Kemana aku harus melampiaskan dendamku? Aku berada di dalam tubuh Roselyn, dan tidak mungkin menyakiti diri sendiri.
Bagiku, yang terpenting saat ini adalah keluar dari keluarga penuh bisa dan racun bernama Killian.
Jika aku terus hidup sebagai Roselyn, maka semua akan seperti harapan Dewa Ahriman. Dia akan menikmati setiap kali aku tersiksa, menyimpan kebencian, memupuk dendam, dan dipenuhi keinginan untuk menyakiti orang lain. Dia sengaja menguji kesabaranku dengan cara menempatkan jiwaku di tubuh orang yang selama ini memusuhiku.
Tapi aku tidak akan terjebak. Aku akan hidup dengan caraku sendiri. Satu-satunya hal yang ingin aku selesaikan hanyalah memastikan Aslan dan Sqeeth baik-baik saja. Jika mereka terikat dengan jiwaku, maka akan ada kesempatan bagiku untuk menyelamatkan mereka, dimanapun mereka berada.
Sebelumnya aku harus melepaskan diri dari semua yang membelengguku dari kehidupan normal seorang Roselyn.
Langit sudah berubah gelap, bahkan aku tidak menyadari jendela beranda yang belum aku tutup.
Beberapa peri hutan terbang sangat dekat seolah ingin masuk, dan aku melangkah ragu mendekati mereka. Kepakan sayap mereka meninggalkan jejak kemilau mewarnai gelapnya malam. Mereka reflek terbang menjauh ketika aku mencapai beranda.
"Apakah kalian selalu tinggal di sini?" tanyaku seraya menopang dagu melihat ke arah peri mungil yang bersembunyi di balik batang pohon oak, dia berusaha menyamarkan diri di antara dedaunan, tapi kerlip sayapnya sangat mencolok di tengah kegelapan.
"Hei, dia bicara pada kita?" tanya salah satu peri berwarna emas, mengingatkanku pada sosok Aslan.
"Kalian kenal Aslan? Kalian tahu dimana Aslan?"
Aku bertanya dengan penuh harap, jika saja mereka bisa menjalin keterikatan batin pada Penguasa Hutan, mereka akan mengetahui keberadaan Aslan. Mungkin... mungkin mereka bisa membantuku.
"Hei, dia tanya keberadaan Aslan! Bukankah dia jiwa yang terikat pada Aslan, kenapa dia bertanya sepert itu?"
Aku menunduk dan merasakan panas di mataku. Tidak ada satu haripun tanpa diriku mencoba memanggilnya, tapi aku hanya menemukan kosong, tidak ada jawaban.
"Hai, Arkais! Jangan menangis!"
Sentuhan lembut di puncak kepalaku membuatku mendongak, mendapati peri hutan yang berwarna hijau terbang di hadapanku, tangan mungilnya terulur dan menyentuh pipiku.
Seperti apapun aku berusaha, aku tidak pernah menangis, mataku panas, tapi hanya sebatas itu. Entah apa yang salah dengan tubuh Roselyn, tapi tidak pernah ada air mata yang mengalir sesedih apapun diriku berharap bisa menangis.
"Oh, aku kira kau menangis, he he he."
Peri hutan berwarna hijau itu tersenyum lebar seraya menarik tangannya. Dia terbang memutar, menarik temannya yang berwarna emas untuk mendekatiku. Keduanya tampak ragu-ragu, tapi mereka berusaha tersenyum padaku.
"Apa yang terjadi dengan jiwa Roselyn?" tanya peri berwarna emas.
"Aku tidak tahu, aku hanya ingat bahwa aku sudah mati, tapi saat aku membuka mata, aku sudah berada di tubuh ini."
Jawabanku membuat keduanya semakin bingung, tapi kemudian si peri hutan berwarna hijau terbang seperti tengah menari, dia bahkan berkali-kali mengeluarkan suara seperti bersorak.
"Aku senang akhirnya Roselyn bisa terbebas."
"Apa maksudmu?" tanyaku bingung.
Si peri hutan hijau terbang melesat secepat kilat dan berhenti tepat di ujung hidungku, reflek aku mengerjap panik.
"He he he, Roselyn memang jahat, tapi dia tidak pernah sekalipun melawan keluarganya yang terus menyiksanya. Akhirnya jiwanya bisa benar-benar terbebas. Aku selalu tidak tega setiap kali dia kembali ke kamar, dia akan menghapus senyumannya dan menulis selama berjam-jam."
Aku memiringkan kepala, menyangsikan ucapan si peri, tapi aku tidak pernah mengetahui bahwa peri hutan bisa berbohong.
"Pernah aku melihatnya yang terlihat sangat senang bicara dengan tunangannya-"
"Avallon?" tanyaku cepat.
"Iya, laki-laki tampan dengan warna mata hijau melebihi keindahan sayapku."
Aku reflek mengingat warna mata Avallon yang selalu membuatku terpeson, tapi itu telah menjadi masa lalu bagiku.
"Roselyn selalu tersenyum, menceritakan banyak hal, dan tunangannya selalu menanggapi dengan ramah. Tapi ketika tunangannya pamit, tinggal Roselyn sendirian di kamar, senyumnya hilang. Bahkan aku pernah melihat anak pertama Killian masuk ke kamar Roselyn dan mereka bertengkar, Roselyn ditampar hingga kepalanya terbentur ujung lemari. Roselyn sama sekali tidak menangis, dia malah tertawa dan Allan memukulnya lebih keras lagi."
Aku terdiam mendengarkan penuturan si peri hutan.
"Oh iya, aku ingat, dan saat tunangannya bertanya Roselyn malah jawab terjatuh dari tangga." sahut peri berwarna emas.
Kesaksian kedua meyakinkanku bahwa kedudukan Roselyn di rumah ini benar-benar berada di paling bawah dari rantai makanan. Dirinya selalu menjadi sasaran.
Jika hidup sebagai Roselyn hanya akan memperpanjang penderitaan, untuk apa aku tinggal di sini? Jika aku terus menjalani hidupku sebagai Roselyn, maka aku hanya akan menjadi komoditi, dijadikan alat pertukaran dan pelampiasan kebencian.
Tiba-tiba aku teringat dengan pertunangan Roselyn dan Duke Avallon, dan sejauh ingatanku menyimpan, mereka akan menikah secara resmi setelah Duke Avallon menjadi pimpinan Pasukan Elit Pengawal Raja.
Aku yakin acara penobatan itu tidak akan lama lagi diumumkan pihak istana. Kondisi kesehatan Ratu Elia yang pulih sempurna, akan menjadi pertanda banyak festival dan pesta di lingkungan istana. Penunjukkan pimpinan Pasukan Elit Pengawal Raja menjadi salah satu agenda setelah ditunda berkali-kali.
Aku harus memutuskan pertunanganku dengan Duke Avallon sebelum penunjukkan itu terjadi.
Jika aku ingin terbebas, maka aku harus hidup tanpa ikatan. Persetan dengan keluarga Killian yang mungkin akan menyerangku jika pertunangan ini benar-benar batal.
Langkahku bergegas menuju meja, dan mengambil kertas dari laci meja rias yang sudah sangat berat ketika ditarik. Tanganku bergerak cepat menuliskan surat untuk Duke Avallon sambil sesekali meniru gaya tulisan Roselyn di buku hariannya.
Aku hanya menghindari kecurigaan jika mereka melihat perbedaan tulisanku dengan tulisan Roselyn yang asli.
Surat sederhana itu membuat kepalaku sakit luar biasa setelah berjam-jam mengulang, menyalin, memeriksa, dan menuliskannya lagi hingga aku benar-benar yakin gaya tulisanku sama dengan tulisan Roselyn. Tidak hanya cara penulisan, tapi juga pemilihan kata.
Argh! Siapa bilang hidup sebagai Roselyn menyenangkan? Aku benar-benar gila pernah berpikir seperti itu!
Mataku terpaku pada tulisan yang tidak bisa dibilang rapih itu. Diriku mengingat bagaimana seharusnya menulis, tapi menuturkan sesuatu agar mirip dengan seseorang yang bukan dirimu bukanlah hal mudah.
"Arkais, apakah kau mencari Aslan?"
Aku tersentak kaget ketika menyadari suara kecil melengking itu berbisik sangat dekat dari telingaku, sontak aku menoleh dan hampir menabrak peri hutan yang tidak aku sadari kehadirannya itu.
"Bisa kah kau tidak mengagetkanku?" Aku menarik kursi demi memberi jarak di antara kami.
Peri berwarna emas itu terbang mendekat lagi sambil memiringkan kepala.
"Aku ingin bertemu Aslan, bangsa elf bilang Aslan ada di Pulau Ennius, tapi aku tidak bisa sembarangan pergi karena ada pemburu peri hutan, beberapa temanku hilang begitu saja tanpa ada jejak sama sekali."
Aku teringat dengan ramuan yang diminum Ratu Elia demi meringankan efek kutukan Dewa Ahriman.
"Sebaiknya kau beritahu teman peri hutanmu yang lain, jangan berkeliaran. Keluarga kerajaan mengincar sayap kalian untuk melemahkan kutukan."
Peri hutan itu membelalak tak percaya, dan aku hanya mengangguk demi meyakinkannya.
"Di dunia ini terlalu banyak hal kejam yang dilakukan manusia. Tidak kah mereka tahu kalau Dewa Ahriman selalu melahirkan kehancuran?"
Aku menunduk dan melihat bercak tinta di meja, seperti kotoran yang siap menyebar hingga menutupi seluruh bagian meja. Seperti itulah kejahatan yang tersebar di dunia ini, perlahan tapi pasti melahirkan kejahatan-kejahatan lain karena dendam dan rasa tidak adil.
"Mereka tahu, tapi keserakahan selalu menang ketika manusia berhenti menggunakan hati nurani mereka," jawabku datar.
"Aku harap kau tidak menjadi seperti mereka. Jiwamu terlalu bersih, Arkais tidak seharusnya ternoda ketamakan dunia."
Aku hanya terdiam menanggapi ucapan si peri hutan. Aku sendiri tidak yakin, apakah aku mampu menahan diri untuk tidak terjerumus dalam tipu muslihat Dewa Ahriman.
Tok! Tok! Tok!
"Oh, aku sebaiknya pergi, sampai jumpa lagi, Arkais!" peri hutan itu melambaikan tangannya, tapi bukannya pergi menjauh dia malah mendekat, dan detik kemudian dia mengecup pipiku, seketika otakku berhenti berfungsi.
"Nona Ash?"
"Nona?" Lidya kembali berseru dari luar kamar, tangannya mengetuk pintu dengan lebih keras.
Aku terkesiap dan langsung menyuruh Lidya masuk.
Lidya datang ke kamar dengan membawakan makan malam, seperti biasa, nampan itu hanya berisi semangkuk sup encer dan satu potong roti.
Seingatku pelayan saja mendapatkan makanan yang lebih baik dari ini, tapi Lidya hanya menjalankan perintah dari petinggi di rumah ini. Mereka berdalil bahwa Roselyn harus menjaga berat badan hingga hanya memberikan makanan menyedihkan ini padaku.
Lidya meletakkan nampan di meja, sementara aku memasukkan surat ke amplop cokelat dan menyegelnya.
Saat tanganku yang memegang surat terulur padanya, Lidya terlihat bingung.
"Tolong kirimkan surat ini pada Duke Avallon besok pagi."
Sedikit demi sedikit Lidya menarik kedua sudut bibirnya, binar di matanya membuatku merinding sekujur tubuh.
"Ah, ini surat cinta pertama Nona Ash untuk Duke Avallon?"
Lidya bergerak kegirangan, dan memeluk surat seolah itu surat cinta untuknya.
"Pertama? Apakah sebelumnya aku tidak pernah mengiriminya surat?" tanyaku datar.
"Nona Ash sendiri yang bilang tidak perlu menambah beban dengan menulis surat padahal bisa bertemu setiap hari di akademi."
"Oh!" aku hanya mengangguk pelan.
Jujur saja, sebutan 'Nona Ash' yang terlontar dari Lidya, membuatku teringat pada Annabelle. Dadaku terhimpit rasa bersalah. Aku bahkan tidak bisa meringankan kesedihannya saat menangisi kematianku.
"Aku yakin Duke Avallon akan langsung datang ke mansion setelah membaca surat ini. Sudah hampir satu bulan Nona Ash tidak keluar rumah, aku yakin Duke Avallon sangat merindukan Nona Ash!"
Aku tersenyum kecut.
"Rindu?" gumamku sambil memegangi ujung rambutku yang berantakan dan tidak tersisir hingga kusut di banyak tempat.
Selama tidak keluar rumah, atau lebih tepatnya dihukum agar tidak keluar rumah, waktuku habis membuat peta mansion Killian yang luasnya sangat-sangat-sangat menyebalkan. Banyak ruang rahasia yang harus aku deteksi dengan sihir, termasuk tempat penyimpanan benda berharga.
Di keluarga ini ternyata tidak ada yang bisa menggunakan sihir selain Roselyn. Sementara Allan yang merupakan saudara kembar Roselyn, sayangnya dia hanya ahli pedang, kemampuan sihirnya nol besar.
Lalu, Standford Killian dan istrinya, mereka duo yang sangat hebat dalam hal strategi berdagang, lihai dalam membuat kesepakatan jual beli.
Bagai satu organisasi besar, keluarga ini sebenarnya saling melengkapi satu sama lain, sayangnya mereka menyingkirkan Roselyn dari perputaran roda. Mereka hanya menganggap Roselyn sebagai bahan pertukaran, berkonsentrasi menikahkan Roselyn dengan keluarga berpengaruh sehingga bisa memperkuat posisi mereka sebagai pemegang kendali perdagangan di Lindbergh.
Dari gosip yang berputar di seluruh pelayan rumah, aku dengar Allan mengincar keponakan Raja Hardian yang sedang belajar ilmu herbal di perbatasan Timur. Sehingga sampai saat ini Allan menerima pelatihan dan mengincar penempatan di perbatasan Timur
Aku selalu tidak bisa menghentikan tawaku ketika melihat betapa sempurnanya politik yang diciptakan keluarga besar Marquis Killian. Mereka memperhitungkan setiap langkah dengan sangat matang untuk bisa memastikan keberlangsungan nama Killian di Lindbergh.
Lalu bagaimana dengan Roselyn?
Mereka akan cukup puas dengan berhasil menikahkannya, terutama menikahkannya dengan keluarga terpandang di Lindbergh.
"Kenapa Nona Ash? Apakah Nona Ash tidak terlalu merindukan Duke?"
Aku tidak menjawab, hanya mengendikkan bahu pertanda aku tidak peduli.
"Sejak aku terbangun, Lidya selalu menyebutku dengan Nona Ash, padahal Pendeta Kyan bilang aku membenci nama itu. Kenapa kau tetap memanggilku seperti itu?"
Mendengar nama 'Ash' terlalu familiar di telingaku, sehingga aku membiarkan Lidya memanggilku seperti itu, membuatku merasa seolah dia adalah seseorang yang mengenalku sejak lama.
Wajah Lidya berubah muram.
"Nona Ashley adalah anak yang riang dan baik hati, tapi ketika Nona Ashley berusia 5 tahun dan datang ke kuil untuk diberkati, Tuan dan Nyonya membandingkan Nona Ashley dengan anak dari Pendeta Brainne. Anak bermata unik dengan kekuatan Penyembuh, yang akan menjadi penerus di Kuil Arthemys. Nona Ash tidak memiliki sihir penyembuh, tapi Tuan dan Nyonya memaksa Nona Ash belajar dan sering kali menghukum Nona Ash di ruang bawah tanah. Sejak saat itu Nona Ashley membenci nama Ash."
Tanganku reflek memijat pelipisku yang berdenyut sakit.
Helaan napas panjang lolos dari mulutku begitu saja.
Semua tragedi, sifat buruk Roselyn, bersumber dari orang tua yang salah mendidik.
Kenapa semua keluarga bangsawan memiliki sisi kelam yang begitu mengerikan?
Mereka membandingkan anak kecil yang bahkan masih mengharapkan naungan kedua orang tuanya, dan akhirnya hidupku sebagai Iliana menjadi korban kebencian yang tidak semestinya.
Awalnya aku ragu dengan alasan kenapa Roselyn sangat membenciku, tapi setelah mendengar penjelasan Lidya, ditambah apa yang dituliskan di buku harian Roselyn, sekarang semua sangat jelas. Dia tidak sampai hati membenci orang tuanya, dan mencari objek lain untuk menjadi sasaran.
Wow! Benar-benar WOW! Drama ini benar-benar memberi efek anti klimaks yang mencengangkan.
Aku yakin, Pangeran Henry membenciku juga karena hasutan Roselyn.
"Nona Ash? Apakah Nona Ash masih membenci nama itu?"
Aku menggeleng cepat, lebih tepatnya aku tidak peduli.
"Lidya bisa memanggilku seperti sekarang. Aku tidak ingat juga kenapa aku membencinya."
Raut wajah Lidya kembali cerah, dia tersenyum begitu lebar hingga kerut-kerut di wajahnya terlihat begitu jelas.
"Aku senang Nona Ash seperti berhenti membenci diri sendiri."
Roselyn membenci dirinya sendiri? Ini berita baru bagiku.
"Kalau begitu aku pamit Nona Ash, silahkan nikmati makan malam Nona. Besok pagi-pagi sekali aku akan segera ke kurir untuk mengantarkan surat cinta Nona Ash!"
Lidya menghilang secepat kilat, tinggal aku di kamar lagi sendirian.
Hidup terpenjara seperti ini begitu membosankan. Tapi aku harus tetap tenang hingga benar-benar punya kesempatan, terlebih lagi Pendeta Kyan selalu datang memeriksaku setiap dua hari sekali. Tidak jarang dia menyebutkan Ratu Elia yang sering menanyakan keadaanku. Sudah pasti apapun yang terjadi di rumah ini sampai pada Ratu Elia.
Yang artinya, jika aku bertingkah, maka habislah aku. Terlalu berbahaya mengambil tindakan saat ini.
Ratu Elia. Wanita nomor satu di Lindbergh yang dengan wajah polosnya terlihat bagai sosok malaikat yang baik. Dia membuatku luluh, dan berpikir sosoknya menjadi pengobat kerinduanku pada ibu, tapi betapa busuknya hati yang dia miliki. Dia justru bisa hidup dengan tenang tanpa beban setelah mengorbankan nyawa orang lain.
Hal buruk lainnya, aku tidak punya peluang untuk keluar dari rumah. Aku tidak bisa kembali ke akademi setelah insiden Woodrose, pihak akademi mengeluarkan Roselyn karena terbukti membahayakan nyawa siswa lain dan menggunakan tanaman ilegal.
Terpuruk di badan Roselyn, dibenci hampir seluruh penduduk Lindbergh setelah satu demi satu kejahatannya terbongkar dan dibongkar, dikucilkan keluarga sendiri, tidak punya teman dan tidak punya uang untuk kabur.
Betapa menyedihkannya keadaanku sekarang.
Sebaiknya aku bermeditasi, aku harus mengembalikan kekuatanku dan kembali mencoba memanggil Aslan juga Sqeeth. Aku yakin mereka tidak meninggalkanku, perjanjian kami tidak semudah itu dipatahkan. Mereka tidak menjawab panggilanku bisa jadi karena jiwaku belum bersinergi dengan tubuh Roselyn.
Aku berteleportasi ke tempat tidur. Duduk dengan posisi nyaman sambil menarik napas dan membuangnya perlahan, aku merasakan sekelilingku tenang, sunyi dan senyap. Tidak ada lagi suara kicau burung, hembusan angin, dan gesekan daun. Bahkan peri hutan yang sering berbisik tidak lagi terdengar.
Aku tidak pernah berhenti, aku yakin akan tiba saatnya Aslan dan Sqeeth menjawab panggilanku. Aku tidak ingin putus asa.
.
.
.