Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 59 - Chapter 49 - Masa Lalu Ardent

Chapter 59 - Chapter 49 - Masa Lalu Ardent

Kumine mengeluarkan pedangnya dan menghantam tanah dengan keras, menciptakan sebuah retakan besar yang membuat arah lari kuda tersebut harus berubah.

Shiro bersiul. "Kekuatan yang luar biasa!"

Kumine telah kembali ke kondisi primanya. Ia berlatih secara Intensif selama beberapa hari sebelum Shiro terbangun.

Bayangan hitam alias Ardent yang berada di atas Gashadokuro menjadi semakin semangat melihat mereka semua sudah mulai serius. "Sleipnir, lanjutkan!"

Army menengok ke arah Gashadokuro, melihat sosok hitam Ardent berada di atasnya. "Shiro, jangan gunakan Regretless."

"Ya, aku paham."

Rikka berjalan mundur mendekati mereka sambil memikirkan dimana posisi terbaik yang seharusnya. "Kita kekurangan informasi!"

Army mengangguk. "Ya, kita butuh mengobservasinya lebih jauh sambil bertahan."

Kumine ikut mundur bersama Rikka. "Apakah kita akan bisa bertahan?"

Pertanyaan Kumine langsung dijawab karena Gashadokuro meninju mereka setelahnya.

"Awas!" Rikka segera berlari kebelakang dan menahan tinju Gashadokuro.

"Rikka! Lepas!" Army langsung disambut oleh Sleipnir yang menerjangnya, tapi beruntung ia bisa melakukan sebuah roll dan menghindar tepat waktu.

Rikka menyadari bahwa api Gashadokuro bisa membakarnya. Ia segera melompat dan membuat tinju Gashadokuro hanya menghantam tanah dibawahnya. Jika ia menahannya lebih lama, perisainya mungkin saja akan meleleh. Ardent juga kembali turun dan menyerang siapapun dari mereka yang ia lihat sedang lengah dengan serangan secepat kilat.

Pertarungan yang sangat intensif terjadi. Serangan Gashadokuro yang agak lambat tapi membakar membuat Rikka sulit untuk menahannya. Sleipnir juga terus menerus menerjang seperti berusaha memecah formasi mereka, sementara Ardent menyerang mereka disaat yang tidak pernah terduga. Seiring berjalannya waktu, Army dan yang lainnya mulai bisa mengimbangi serangan-serangan yang mereka terima. Hal ini membuat Army bisa sedikit memikirkan cara untuk lolos dari situasi tersebut.

Rikka menekuk kakinya dan menaikkan perisainya. "Kumine!"

Kumine menengok dan mengetahui apa yang dimaksud oleh Rikka. Ia berlari dan melompat melalui perisai Rikka untuk menghindari Sleipnir sekaligus memberinya serangan balik.

"Sial, dia terlalu kuat!" Tebasan Kumine tidak memberikan dampak apapun pada Sleipnir.

Setelah berpikir dengan cepat, Army memutuskan bahwa ada satu cara yang layak untuk dicoba.

"Tofu!" Army memanggil Tofu sambil menangkis serangan Ardent.

Setelah Ardent kembali menghilang, Tofu muncul. "Ada apa?"

"Segera lepas dari Cherry, karena aku membutuhkanmu!"

"Baiklah, tapi aku butuh waktu."

Army tiba-tiba ditarik oleh Kumine. "Awas!"

Sleipnir melintas dengan cepat di sebelah Army. Ia telah diselamatkan oleh Kumine.

"Terimakasih Kumine!"

"Tak masalah!" Kumine langsung kembali melompat untuk menghindari tinju Gashadokuro. Ia berusaha menyerang dengan menggunakan Lunar Slash, tapi tulang Gashadokuro terlalu kuat untuk dilukai.

Shiro mundur ke belakang Army setelah menangkis serangan Ardent. "Jadi bagaimana?"

"Sebentar lagi!"

Sementara itu di kumpulan Slow Kill Party. Toofu muncul di hadapan Cherry dengan mendadak. "Cherry, aku akan pergi sebentar!"

"Eh? Apa yang terjadi pada kakak?!"

"Aku tidak bisa menjelaskannya dengan detail, jadi aku pergi dulu!"

Tofu segera memulai perpindahannya untuk kembali ke tubuh Army. Sementara itu Akane, Kurosaki, Reina, dan Saki sudah mulai terbiasa melihat tingkah "gila" Cherry yang suka berbicara sendiri.

Setelah beberapa lama bertahan, Army merasakan bahwa Tofu telah kembali lagi ke tubuhnya. Tofu bisa melakukan perpindahan dengan mudah karena ia tidak memindahkan 100% kekuatannya pada Cherry. Selama ini ia hanya memindahkan 75% kekuatannya pada Cherry untuk mengantisipasi momen seperti ini terjadi, dimana ia dibutuhkan oleh keduanya secara bergantian. Jika ia berpindah ke Cherry 100%, maka akan sangat sulit untuk memindahkan semuanya kembali pada Army.

"Semuanya, bersiap!" Army berteriak sambil melepaskan penutup matanya.

"Divine Comedy - Purgatorio ..."

Void yang sangat luas muncul, jauh lebih luas daripada void yang diciptakan oleh Cherry. Para malaikat yang muncul berwujud sangat menyeramkan dengan ekspresi marah, tidak seperti malaikat Cherry yang wujudnya lebih indah.

Shiro melihat sekeliling. "Dan terjadi lagi ..."

"Sucikan-"

Sebelum Army memberi perintah pada malaikatnya, Ardent tertawa keras dengan suara berat yang tidak mereka kenali. "HAHAHA!"

ia menyilangkan kedua pedang di depannya. Api biru terlihat menyelimuti kedua pedangnya. "Jormungandr ..."

Sosok ular yang sangat besar tiba-tiba masuk menjebol void dari arah bawah. Ia memakan seluruh malaikat yang berada di lintasan geraknya.

"Apa itu?!" Army terkejut dengan kemunculan Jormungandr yang bisa menembus void.

Jormungandr terus bergerak naik dan menghancurkan void dari Purgatorio. Semuanya kembali normal lagi seperti semula. Jormungandr memiliki kemampuan untuk menetralkan seluruh skill dalam jangka waktu tertentu. Ia menggunakan kemampuannya itu untuk menetralkan Purgatorio sehingga void dan malaikatnya ikut menghilang setelah ia muncul.

Ardent melompat dan berdiri diatas kepala Jormungandr. Ia menyuruh Jormungandr untuk mendekatkan kepalanya pada party Army yang sudah terkepung. Mereka semua terlihat putus asa ketika melihat Jormungandr mendekatinya. Mereka hanya bisa mengencangkan pegangan terhadap senjatanya sambil berharap yang terbaik.

Disaat situasi semakin mendebarkan bagi mereka, Ardent bertepuk tangan. "Selamat!"

Mereka berempat kebingungan. Suara Ardent telah kembali menjadi suaranya yang mereka kenal. Gashadokuro, Sleipnir, dan Jormungandr juga berhenti menyerang. Mereka bertiga malah lebih terlihat bersahabat daripada sebelumnya karena api biru di tubuh mereka menghilang.

"Papa?!" tanya Rikka dengan heran.

"Ah, iya!" Ardent menghilangkan sihir yang membentuk topeng dan penutup bajunya. Ia kembali seperti penampilannya yang asli. "Aku kembali!"

Mereka berempat terduduk diatas tanah setelah mengetahui bahwa Ardent lah yang mereka lawan. Bagi mereka, wajar saja jika tak bisa mengalahkannya. Mereka juga tahu jika Ardent tidak benar-benar menggunakan kekuatannya dalam menyerang, karena ia hanya sesekali menyerang walau dengan sangat cepat dan kuat.

"Aahhh! Kami padahal mencarimu, tapi kau malah memperlakukan kami seperti ini!" Rikka kesal karena telah merasa dipermainkan oleh Ardent.

Ardent melompat turun dari Jormungandr dan menghampiri mereka. "Hahaha, maaf. Aku hanya mengajak mereka untuk pemanasan. Sudah lama sekali rasanya sejak kami terakhir beraksi."

Sleipnir menghampiri Ardent dan memberikan kepalanya untuk di elus. "Berapa lama? Seribu tahun ya ..."

"Seribu tahun?" Mereka berempat bingung mendengar ucapan Ardent.

Ardent tertawa dan tersenyum kearah mereka. "Ahaha, kurasa aku harus menjelaskan sesuatu pada kalian ya?"

Mereka berempat mengangguk.

Ardent kembali mengelus Sleipnir. "Kembalilah kalian. Aku akan kesini lagi jika ada kesempatan."

Gashadokuro, Sleipnir, dan Jormungandr menghilang dalam kedipan mata. Army kemudian melemparkan cincin pada Ardent.

"Pakai ini. Kami akan mendengarkannya sambil jalan."

Ardent mengetahui apa yang Army berikan karena ia telah memantau mereka beberapa lama sebelum menyerang. Ia memakai cincin tersebut dan melayang. "Kita pulang?"

"Ya, kita pulang," jawab Army.

Rikka dan Kumine kembali menyiapkan makanan yang sebelumnya tumpah akibat serangan Gashadokuro. Karena tidak ada siang hari disana, mereka tidak tahu apakah makanan tersebut adalah makan siang atau makan malam. Orientasi waktu mereka disana sedikit kacau setelah menjelajahi dunia Toram cukup lama. Mereka menyantap makanan sambil mendengarkan cerita Ardent yang membuat mereka sangat penasaran. Ardent menarik nafas dan mulai menceritakan segalanya. Seluruh pandangan mereka tertuju pada Ardent.

"Aku berasal dari dunia ini, dunia Toram. Aku ada disaat hari penyerangan para iblis itu terjadi. Lebih tepatnya, aku adalah salah satu jenderal yang melawan mereka sampai pertempuran terakhir. Saat itu, kami menjaga rombongan pengungsi dibawa pergi oleh para dewa yang telah membangun penghalang. Karena serangan mereka terlalu banyak, para prajurit akhirnya memutuskan untuk mengorbankan dirinya. Mereka meminta para dewa untuk langsung menutup penghalang setelah pengungsi terakhir masuk, dan meninggalkan kami disana. Jika mereka menunggu kami keluar, maka para iblis itu juga pasti akan ikut bersama kami dan menghancurkan dunia baru tersebut."

Ardent menatap mereka berempat. "Kalian ingat dengan ketiga monster tadi kan?"

Mereka berempat mengangguk.

"Mereka adalah 'peliharaan' ku yang tersisa. Sebelum pertempuran terjadi, aku memiliki banyak monster kuat seperti mereka. Hampir semuanya terbunuh pada saat pertempuran terakhir. Mereka bertiga selamat karena aku berhasil menyembunyikannya kedalam sebuah sihir dimensi disaat-saat terakhir. Akan tetapi, sihir dimensi itu terbatas oleh dunia sehingga aku tidak bisa memanggil mereka di dunia baru."

Sambil mengambil suapan makanannya Shiro bertanya, "Apa yang terjadi pada papa setelah pertempuran terakhir itu."

"Pertempuran itu menyisakan aku sendiri bersama dengan 'peliharaan' ku melawan para iblis. Kami berhasil membunuh banyak dari mereka, tapi mereka memiliki jumlah yang sangat banyak. Tak peduli berapa banyak yang kami bunuh, mereka semua tetap maju menyerang. Satu-persatu 'peliharaan' ku mulai kelelahan dan terbunuh disana, hingga pada akhirnya aku juga kehabisan tenaga. Tetapi, mereka lebih memilih untuk menangkapku dan memenjarakanku di penjara khusus."

"Eh? Kenapa?" Rikka menjadi heran. "Bukannya mereka tahu kalau kau adalah ancaman besar?"

Ardent mengangguk. "Mereka tahu, tapi mereka ingin mencoba bereksperimen denganku. Mereka mencuci otakku dan menggunakanku sebagai senjatanya. Mereka berniat untuk menggunakanku sebagai penjebol penghalang. Selama bertahun-tahun, aku dilatih berbagai macam kekuatan mereka agar semakin kuat."

Ardent mengeluarkan api biru di tangan kirinya. "Ini adalah bukti bahwa mereka telah menanamkan sesuatu ke dalam diriku."

"Jadi itu bukan kekuatan aslimu?" tanya Army.

"Ya, ini adalah pemberian mereka."

"Apakah kau membenci kekuatan itu?" tanya Kumine.

Ardent mematikan apinya. "Tidak sama sekali. Karena kekuatan inilah aku berhasil kabur dari dunia Toram yang saat itu sudah tandus."

"Bagaimana caranya?" tanya Rikka yang semakin tertarik mendengarkannya.

"Entah kebetulan apa, tapi suatu hari aku tersadar. Aku langsung mengeluarkan Jormungandr dan membantai mereka sebanyak yang kubisa. Setelah membuat kerusakan yang besar, aku segera kabur dan menjebol penghalangnya."

Kumine terkejut mendengarnya. "Eh? Mereka bisa ikut masuk ke dunia baru dong?"

"Disitulah seorang dewi bernama Curie menolongku. Ia segera menutup penghalang setelah aku keluar, tapi kami tak sempat membawa Gashadokuro, Sleipnir, dan Jormungandr keluar. Mereka terjebak disini sejak saat itu."

Army mengangkat tangannya. "Lalu, apa yang kau lakukan setelah berhasil keluar ke dunia baru?"

"Mencari informasi dengan menyamar jadi orang biasa. Akan tetapi, semua orang yang ada disana selalu mengalihkan topik pembicaraan ketika aku bertanya soal dunia Toram. Aku akhirnya sadar kalau mereka berusaha melupakan semua yang terjadi disana. Aku menyerah untuk mencari informasi dan berbaur dengan mereka, memulai hidup baruku."

Shiro berpikir sebentar. Ia merasa ada sesutu yang mengganjal dalam cerita Ardent. "Tunggu dulu. Kejadian itu terjadi ribuan tahun lalu kan? Bagaimana caranya kau bisa bertahan selama itu?"

Ardent tertawa sambil tersenyum. "Ahaha, aku sudah menjadi manusia 'abadi' sejak mereka melakukan berbagai eksperimen padaku. Sejak saat itu, kurasa aku hanya bertambah sekitar satu sampai 3 tahun."

Rikka mengingat sesuatu. "Ah, itu dia!" Ia menatap Ardent. "Nama Ardent kalau tidak salah baru dikenal beberapa dekade ini kan? Kenapa bisa begitu?"

Ardent berusaha mengingat apa saja yang terjadi padanya ribuang tahun lalu. "Dulu aku lebih banyak hidup sederhana. Menjadi pedagang, petani, pejabat, dan berbagai hal lainnya. Selain itu, aku itu lebih sering menggunakan topeng saat beraksi. Mungkin aku dikenal dengan nama lain pada zaman tertentu. Barulah dalam abad ini aku memutuskan untuk memunculkan diriku ke hadapan publik."

"Untuk apa?" tanya Shiro.

"Aku juga kurang tahu, tapi melihat apa yang sedang kita alami sekarang ..." Ardent melihat sekelilingnya. "... Kurasa aku tahu apa yang aku inginkan pada saat itu."

Ardent memakan suapan terakhir porsi makanannya. "Selesai! Itulah ceritanya secara singkat padat dan jelas. Apakah ada pertanyaan?"

Mereka semua menggelengkan kepalanya. Cerita dari Ardent sudah menjawab kebanyakan pertanyaan mereka semua meski ceritanya cukup mengejutkan.

"Ah, tolong jangan sebarkan cerita ini ya! Cukup kalian saja yang tahu."

Army tersenyum dan menatap jalanan di depan mereka. "Tentu saja, kami akan menjaga cerita ini."

Shiro bergeser ke dekat Ardent. "Pa, kau kan sudah hidup ribuan tahun ..."

Ardent menengok. "Iya, lalu?"

"Sudah berapa banyak wanita yang pernah berhubungan denganmu?" Shiro dengan sengaja bertanya hal tersebut.

Army dan Kumine terkejut mendengarnya. Mereka melirik kearah Rikka yang sama-sama terkejut ketika mendengar pertanyaan Shiro.

Ardent melihat keatas, kembali mengingat masa lalunya. "Wanita ya ... Aku memiliki banyak kenalan wanita hebat."

Shiro semangat mendengarnya. "Wah, ada berapa tuh?"

Rikka terlihat sedikit murung ketika mendengarnya.

Ardent melihat ke arah Kumine dan Rikka. "Bukan hubungan seperti yang kau pikirkan Shiro. Aku mengenal baik beberapa orang yang ceritanya sekarang berada di berbagai buku sejarah, bahkan yang namanya menjadi legenda."

Shiro kehilangan semangatnya. "Haduh, kukira ada banyak yang telah menjadi istrimu."

Ardent tertawa. "Haha, aku tak pernah menjalin hubungan yang seperti itu sejak dulu. Aku juga belum tertarik memikirkannya."

Ia kembali menatap langit. "Mungkin karena aku sudah hidup terlalu lama, ada banyak hal yang sekarang terasa hampa bagiku."

Army dan Kumine kembali melirik kearah Rikka. Ia tersenyum bahagia dalam diam. Shiro bersiul, menandakan bahwa pertanyaannya tadi adalah untuk Rikka. Pertanyaan tersebut memang membuat Rikka lebih mengetahui apa yang harus ia lakukan setelahnya. Keraguan di hatinya perlahan menghilang, semakin memperkuat apa yang ia yakini sebelumnya.