Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 62 - Lompatan Waktu

Chapter 62 - Lompatan Waktu

Sekitar 5 tahun telah berlalu sejak kemenangan pihak manusia dalam mempertahankan kota dari serangan pasukan iblis. Semua orang yang terperangkap di dalam dunia Toram juga sudah berhasil diselamatkan tanpa cacat. Para dewa sudah kembali ke tempat asalnya, tapi mereka memberikan sebuah azimat pada Ardent untuk berkomunikasi secara langsung jika suatu hari terjadi sesuatu lagi. Penjelajahan di dunia Toram terus dilanjutkan dengan bantuan yang sama dari para dewa, tapi kemajuan yang dicapai hanyalah pemetaan wilayah. Belum ada sama sekali bahasa Toram yang berhasil diterjemahkan, sehingga teknologi yang ada disana masih misterius dan berupa hipotesis para peneliti. Tim khusus yang dibentuk langsung oleh Ardent setiap harinya disibukkan oleh penelitian yang sangat memusingkan dalam memecahkan misteri dunia Toram.

Pada hari itu, Army yang penampilannya tidak berubah sedang berjalan di koridor akademi. Senyuman bahagia terukir pada wajahnya karena hari itu adalah hari kelulusan angkatan Cherry dan teman-temannya. Ia datang dengan seragamnya seperti biasa, lengkap dengan tombak Red Blossom miliknya. Ia dapat mendengar gema dari suara orang-orang yang berbicara di koridor, tapi ada satu suara yang membuatnya langsung menengok ke arah suara tersebut.

"Kakak!"

Cherry berlari dengan cepat berlari menghampiri Army. Seragamnya terlihat berbeda dengan warna hitam yang dominan, bahkan topi kesayangannya juga menjadi berwarna hitam. Tubuhnya juga sedikit lebih tinggi, tapi tidak terlalu kelihatan. Ia berlari sambil membawa gulungan kertas yang terdapat pita berwarna biru melingkarinya. Selain itu, ada seseorang yang ia gandeng bersamanya.

"Cherry!" Army ikut berlari menghampiri Cherry.

Saat mereka sudah dekat, Cherry langsung melompat dan memeluk Army dengan erat. Army juga balik memeluk Cherry sambil menepuk kepalanya beberapa kali. Setelah beberapa saat, Cherry melepas pelukannya dan menunjukkan kertas nilai kelulusannya. Army membuka kertas tersebut dan membaca tiap bagian dengan sangat teliti.

Setelah membaca keseluruhannya, ia sekali lagi tersenyum dengan penuh kebahagiaan. Ia terharu hingga hampir menangis, tapi matanya yang tertutup membuat hal itu tidak terlihat oleh orang lain.

Army menggulung kembali kertas tersebut. "10 besar lulusan terbaik. Aku tak bisa Berkata-kata lagi ..."

Cherry tersenyum lebar menatap Army. "Aku hebat kan?"

Army mengangguk dan menepuk kepala Cherry sekali lagi. "Kau luar biasa!"

Army menatap orang yang sebelumnya digandeng oleh Cherry. Orang itu bertubuh tinggi setara dengan dirinya, tapi dengan lebar tubuh yang sedikit lebih besar. Orang itu terlihat agak canggung, sehingga ia menjaga jarak dari Army dan Cherry.

"Jadi, siapa orang itu?" tanya Army.

Cherry berjalan mundur dan menggandeng orang itu lagi, menariknya mendekati Army.

"Wei! Wei William!" Cherry mendorong Wei dari belakang hingga ke depan Army.

"Eh, ah ..." Karena didorong, Wei mau tak mau langsung mengenalkan dirinya pada Army sambil memberikan tangannya untuk bersalaman. "Aku Wei William."

Army menengok ke arah Cherry yang berada di belakang Wei. "Jadi, kau siapanya Cherry?"

Wei menyadari bahwa ia telah salah mengambil langkah perkenalan. Ia menarik kembali tangannya dan menundukkan tubuhnya. "Maaf, aku kurang lengkap dan sopan mengenalkan diriku! Aku Wei William, teman Cherry sekaligus salah satu anggota dari party The Martial Arts!"

Army melipat tangannya dan memperhatikan Wei dari atas ke bawah. "Teman?"

"Ya, itu benar!"

Army menengok ke sebelah kanannya, tempat dimana lapangan terbuka terlihat kosong. Ia tersenyum kecil dan menepuk bahu Wei.

"Bagaimana kalau kita berkenalan lebih jauh disana?"

Wei segera paham dengan maksud Army. Ia kembali menegakkan tubuhnya sambil menjawab, "Baik, Kak!"

Sementara itu, di perpustakaan milik keluarga Akane. Shiro menyuapi beberapa potong kue menggunakan sendok kepada Akane yang sedang fokus membaca tumpukan buku di depannya. Sama seperti Army, penampilan Shiro tidak berubah sama sekali setelah 5 tahun lamanya. Hal tersebut mungkin terjadi karena mereka sudah berada dalam kondisi prima tubuhnya, sehingga tubuh mereka tidak bisa lagi tumbuh lebih jauh. Sementara Akane, ia terlihat menjadi lebih dewasa dengan penampilan yang elegan menggunakan gaun bangsawan berwarna merah yang dikombinasikan dengan beberapa garis putih pada bawahan dan bagian lengannya. Wajahnya juga lebih cantik, tapi gaya rambutnya tidak berubah sama sekali.

"Akane ... " Shiro memotong kecil kue di piringnya dan menyuapkannya pada Akane. "... Kau tidak bosan dengan pekerjaan itu? Kelihatannya sangat membosankan."

Akane menggelengkan kepalanya. "Tidak. Lagipula, ini adalah tugasku sebagai wakil ketua tim khusus peneliti dunia Toram."

"Iya sih, tapi tidak kah kau mau sesekali bermain dengan teman-temanmu? Cherry dan yang lainnya baru saja lulus loh."

Akane mendadak menutup buku yang sedang ia baca. "Benar juga! Semuanya lulus hari ini!"

Shiro tertawa. "Haha. Kau lulus setahun lebih cepat dan terlalu sibuk dengan tugas sih, jadi lupa akan hal itu."

Akane mendekat ke arah Shiro, menandakan kalau mulutnya sudah kosong dan meminta untuk disuapkan lagi. "Bahkan aku sudah diberikan tugas ini sejak masih menjadi murid akademi."

Shiro menyuapkan kue lagi sambil tertawa kecil. "Hehe. Semangat terus, Akane."

Setelah kuenya habis, Akane merapihkan buku-bukunya dan berdiri.

"Mau kemana?" tanya Shiro.

"Tentu saja bertemu dengan mereka di akademi," jawab Akane. "Kau mau ikut? Kurasa Saki juga akan berada disana."

Dengan semangat, Shiro meletakkan piringnya di meja dan berjalan keluar bersama Akane. "Tentu saja! Sudah lama aku tak bertemu sang ketua tim khusus!"

Akane menengok ke belakang sebelum membuka pintu. "Oh iya, aku selalu lupa dengan nama pengganti Saki dalam partymu."

"Ashborn?" Shiro agak bingung dengan pertanyaan Akane. "Kenapa memangnya?"

Akane membuka pintu dan berjalan keluar. "Tak apa. Aku hanya kerap melupakan namanya."

"Eh? Kau sudah tua dan pikun?"

"Kalau iya apakah kau akan tetap mencintaiku?"

Dengan cepat, Shiro bergerak ke belakang Akane sambil membelai ikanan rambut bagian kanannya. "Tentu saja, Akane. Aku akan mencintaimu apapun yang terjadi, tak peduli apakah kau sudah tua dan pikun."

Akane kembali berjalan. "Heh, dasar penggoda."

Akane berjalan dengan biasanya di sepanjang koridor bersama Shiro, tapi ia kembali teringat oleh sesuatu akibat pertanyaan yang ia lontarkan pada Shiro. Rasa gelisah seketika memenuhi dirinya saat itu, seakan ia telah menginjak ranjau yang seharusnya ia ketahui letaknya. Ia sedikit menundukkan pandangannya tanpa disadari oleh Shiro sambil menggigit bibir bagian bawahnya dan berbicara sendiri di dalam hati.

"Akane, tenanglah!"

Pada waktu yang sama di atap akademi, ada dua orang yang sedang memperhatikan acara kelulusan para murid. Dua orang tersebut adalah Ardent dan Saki. Mereka tengah membicarakan perkembangan penelitian yang dilakukan oleh tim khusus sambil Saki mencari tahu soal pencapaian kakaknya di akademi. Sama seperti laporan biasanya, belum ada perkembangan signifikan yang bisa Saki sampaikan pada Ardent sehingga pembicaraan mereka lebih mengarah pada murid akademi dan rencana Fallen Orions kedepannya.

"Ah!" Saki melihat seseorang yang sedang ia cari dari atas. "Aku menemukan kakak!"

Ardent ikut melihat ke arah yang Saki lihat. "Ooh, sepertinya ia hanya berdua dengan temannya si pengguna bowgun."

Saki menundukkan tubuhnya, menutup laporan dan berpamitan pada Ardent. "Terimakasih Pa, aku akan kembali lagi nanti!"

Ardent tersenyum kecil sembari melihat Saki yang berlari menuju pintu atap untuk menuruni tangga. Sesampainya ia di pintu atap, seseorang membuka pintu tersebut lebih dulu. Saki berhasil menghentikan langkahnya disaat yang tepat sehingga ia tidak bertabrakan dengan orang itu.

"Maaf!" ucap Saki sambil membantu orang itu membuka pintu.

Setelah pintu dibuka, terlihat Rikka keluar dengan rambut perak berkilauan yang lebih panjang dari 5 tahun lalu. Rambut peraknya yang tertiup angin memberikan penampilan wanita dewasa yang sangat mencolok pada Rikka, meski sifatnya masih tidak jauh berbeda sejak dulu.

"Ah, Saki! Kau mau menemui kakakmu?"

Saki mengangguk. "Ya! Aku sangat bersemangat hari ini!"

Rikka melambai pada Saki yang berlari menuruni tangga. "Hati-hati turunnya ya!"

"Ya!" jawab Saki dengan suara yang menggema.

Setelahnya, Rikka berjalan menuju Ardent dan bersama-sama melihat acara kelulusan yang sedang berlangsung.

"Kukira kau sendirian, jadi aku kesini," ucap Rikka.

Ardent tertawa. "Haha, hampir sendirian."

"Kalau begitu, keberatan kalau aku berada disini?"

Ardent menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali."

Tanpa diketahui oleh Ardent, ada seseorang yang mengadakan duel di lapangan yang berada di sisi lain akademi. Duel Army dengan Wei terlihat sangat sengit dengan berbagai serangan yang terus dilancarkan oleh Army berhasil ditahan Wei. Akan tetapi, Wei terlihat sangat cemas akan sesuatu.

"Dari yang kudengar, kak Army memiliki kemampuan bertarung yang setingkat dengan pasukan khusus kerajaan."

Saat sedang berbicara sendiri dalam hati, Army kembali menyerang Wei dengan Soul Hunter dari jarak menengah.

"Selamat!" Wei menepis sabit pertama Soul Hunter dan menggunakan Evasion untuk menghindari serangan sabit keduanya.

"Akan tetapi ..." Perhatian Wei terfokus pada mata Army yang tertutup oleh penutup mata. "... Aku juga mendengar kalau yang berbahaya darinya, adalah kekuatan matanya."

Melihat Wei yang sedang memikirkan banyak hal, Army langsung mengambil kesempatan tersebut dan menyerang menggunakan Dragon Tooth. Sesaat sebelum serangannya mengenai Wei, Dragon Tooth berhasil ditahan oleh perisai rantai.

"Wah ..." Army berusaha menarik kembali tombaknya, tapi Wei dengan cepat menahan tombak tersebut dengan tangan kanannya.

"Terkunci!" Wei langsung membanting tombak tersebut sambil menendang Army sampai ia terpental jauh.

Army berhasil menahan tendangan Wei dengan telapak tangannya, tapi ia tetap terpental jauh dengan tombak yang masih berada di tangan Wei. Ia kini tidak bersenjata, dan Wei terlihat sangat mahir dalam menggunakan tombak terlihat dari ia yang langsung mengganti kuda-kudanya ke posisi yang lebih cocok dengan tombak.

Setelah kembali berdiri, Army hanya dia dengan tatapan yang fokus ke arah Wei. Melihat hal itu, Wei langsung kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Ia belum pernah mengalami pertarungan yang mirip seperti ini sebelumnya. Karena waktunya tak banyak, ia akhirnya bergerak maju dan menyerang Army dengan sangat cepat. Akan tetapi, ketika Wei sudah mendekat, Army membuka penutup matanya. Ia menatap mata Wei dengan sangat tajam menggunakan mata iblisnya.

"Paranoid Pareidolia ..."

Seketika, seluruh pandangan Wei berubah menjadi berbagai hal aneh yang menjijikkan sekaligus menyeramkan. Seluruh hal yang berada di sekitarnya berubah menjadi monster yang sangat mengerikan, bahkan seorang tank sepertinya dapat dibuat bergidik ketakutan. Akibat kehilangan pandangan dan merasakan ketakukan yang sangat dalam, ia kehilangan keseimbangan tubuh dan tersungkur ke tanah tidak sadarkan diri, menandakan bahwa ia telah kalah dari Army. Durasi Paranoid Pareidolia yang hanya sebentar dan ditambah Wei yang seorang tank membuat efeknya tidak fatal. Jika skill tersebut terus dilanjutkan, maka seorang tank pun bisa mati oleh Paranoid Pareidolia.

Setelah kembali sadar, ia telah berada di ruang UKS akademi dengan Cherry yang duduk di sampingnya. Melihat Wei telah bangun, Cherry langsung membantu Wei duduk dan memberinya air minum.

"Maaf Wei! Kakak sepertinya terlalu keras padamu!"

Wei memegangi kepalanya karena masih merasa sedikit pusing setelah terkena Paranoid Pareidolia. "T-tak apa. Kekuatannya memang berada sangat jauh di depanku ..."

Wei meminum air yang diberikan oleh Cherry dan menghela nafasnya. "Hah ... Kurasa aku tidak akan pernah bisa sekuat itu untuk menyamainya."

Cherry mengambil kembali gelas yang ia berikan dan meletakkannya di meja. "Ayolah, kau harus semangat!"

"Ya, tapi ..."

Tiba-tiba, terdengar suara Army yang menyahut dari sisi lain ujung ruangan. "Tak perlu semangat lagi."

Wei menengok ke arah suara tersebut dan melihat Army yang sedang memperhatikan mereka dari pojok ruangan sambil melipat tangannya. "M-maksudnya?"

Cherry tersenyum lebar dan tertawa bahagia. Ia langsung memeluk Wei dengan sangat erat. "Artinya kau lulus Wei!"

Sementara suasana menggembirakan terjadi di akademi milik Ardent, ada orang-orang yang tidak merasakan hal tersebut sedang berkumpul di sebuah ruangan khusus yang dijaga dengan sangat ketat. Ada 5 orang bermahkota emas dan berlian yang berkumpul di dalam, serta satu bangku yang tidak ditempati. Salah satu dari mereka kemudian mematikan sihir yang digunakan untuk proyeksi dan melipat kedua tangannya di atas meja.

"Kita harus menjalankan rencana ini," ucap orang yang mematikan proyeksi. "Atau kita tidak akan pernah memiliki kesempatan lagi."

Keempat orang lainnya mengangguk dan menjawab iya secara bersamaan.

"Selama 5 tahun, kita telah mempercepat pematangan rencana ini, dan akhirnya kita akan melakukannya besok. Apakah ada yang keberatan?"

Keempat orang lainnya hanya diam, menandakan kalau ia setuju dengan perkataan orang tersebut.

"Kalau begitu, mari kita mulai deklarasi perangnya ..."