Cherry terus berjalan di lorong yang gelap sambil melihat ke kanan dan kiri. "Kira-kira, lorong ini kemana ya?"
Tofu mendarat di bahu Cherry. Ia berhenti terbang dan menikmati perjalanan mereka dari sana. "Mungkin jalan keluar, tapi aku tidak yakin."
"Kita juga berada di bawah tanah," tambah Cherry. "Dan dari tadi kita belum menemukan tangga sama sekali."
"Mungkin juga jalannya bukan keatas, tapi kita akan keluar di dataran yang lebih rendah nantinya," jawab Tofu.
Cherry berpikir sebentar. "Hmm, kurasa itu juga bisa. Kita tadi terjatuh seperti melewati jalur darurat, jadi mungkin jalan keluarnya masih agak jauh."
Saat sedang mengobrol, mereka tiba-tiba mendengar suara air yang mengalir dengan deras dari ujung.
"Tofu, kau dengar itu?"
"Ya, seperti suara air."
Cherry mempercepat langkahnya dan berlari sampai ke persimpangan yang berada di ujung lorong.
"Air!" Cherry berpegangan pada pagar dan mengarahkan lentera ke dekat air untuk memastikannya.
Tofu turun dari bahu Cherry dan kembali terbang agar tak terjatuh. "Luas sekali lorongnya."
Lorong yang mereka lewati menjadi lebih besar seperti kanal bawah tanah. Air terlihat mengalir deras di balik pagar yang membatasinya
Cherry menengok kearah arus air tersebut pergi. "Mungkinkah jalan keluarnya disana?"
"Mungkin."
"Kalau begitu kita pergi kearah sebaliknya!" Cherry berbalik badan dan berjalan menuju arah yang berkebalikan dengan arus air.
"Eh, kenapa?" Tofu kebingungan dengan pilihan yang Cherry ambil.
"Aku tidak ingin keluar. Jika benar ini adalah jalur darurat, harusnya di arah yang berlawanan ini akan ada jalan kembali ke dalam."
Tofu kembali mendarat di bahu Cherry. "Baiklah kalau begitu. Memang lebih baik untuk kembali daripada terpisah sih."
Cherry melirik kearah Tofu sambil tersenyum. "Hehe, begitulah."
Setelah berjalan cukup jauh, mereka akhirnya sampai di ujung kanal. Mereka mendapati sebuah ruangan besar yang pintunya tidak terkunci. Tanpa pikir panjang, mereka segera masuk ke dalam karena yakin bahwa itu adalah jalan yang benar. Di dalam sana hanya terdapat beberapa mesin aneh di sudut ruangan. Ada beberapa barang juga yang berserakan, membuat Cherry harus memperhatikan langkah kakinya.
"Ups ... Berantakan sekali disini." Cherry perlahan melangkah menghindari barang-barang yang berserakan.
"Cherry, awas!"
"Hah?"
Karena terlalu fokus dengan lantai, Cherry tidak melihat bahwa ada sesuatu di depannya, membuat kepalanya berbenturan dengan benda keras itu.
"Aduh-duh ... Apa sih?"
Cherry mengangkat lenteranya untuk melihat dengan jelas apa yang ia tabrak. Terlihat sebuah kristal bening yang berukuran cukup besar di hadapannya.
"Sedang apa ini disini? Dari tadi kita tidak menemukan yang seperti ..."
Saat Cherry mengangkat lenteranya lebih tinggi, ia terkejut dengan apa yang liat lihat di dalam kristal.
"Kak Shiro?!"
Shiro terlihat tidak sadarkan diri di dalam kristal. Tubuhnya dalam kondisi yang baik, tapi Cherry kebingungan bagaimana cara membawanya pulang.
"Bagaimana jika dihancurkan?" tanya Tofu.
"Apakah bisa?" Cherry mengeluarkan tombaknya dan berusaha menghancurkan kristal tersebut.
Tofu turun sebelum Cherry mengayunkan tombaknya. "Coba dengan Dragon Tooth."
"Mari kita coba!"
Cherry menggunakan Dragon Tooth dan melompat kearah kristal tersebut. Akan tetapi, serangannya hanya menimbulkan goresan kecil pada kristal.
"Hmm, terlalu keras ..."
Tofu terbang ke samping Cherry. "Jika Dragon Tooth saja tidak tembus, apalagi Dragonic Charge."
Cherry mengangguk. "Kau benar. Dragonic Charge memang memberi serangan yang kuat, tapi ia tidak efektif untuk menembus pertahanan yang kuat."
"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanya Tofu kembali.
Setelah berpikir dan berdiskusi dengan Tofu selama beberapa saat, akhirnya Cherry menemukan sebuah cara yang ia rasa akan berhasil.
"Tofu, kau siap?"
"Aku tak tahu darimana kau bisa tahu hal itu, tapi aku siap kapanku kau mau."
"Sekarang kalau begitu!"
Cherry berjalan mundur secara perlahan. Aura hitam terlihat mengelilinginya, menciptakan sebuah pakaian hitam yang persis seperti di dalam mimpinya. Rambutnya juga memutih secara perlahan, serta matanya mengeluarkan darah.
"Divine Comedy - Purgatorio!"
Seluruh bangunan langsung menghilang, sebagaimana void yang terjadi setelah Purgatorio digunakan dalam mimpinya. Hanya tersisa Cherry yang seakan melayang diatas tempatnya berpijak, serta Shiro yang masih tertutup kristal. Meski void terlihat kosong, sebenarnya tanah ataupun tembok yang membatasi mereka masih ada disana. Void hanya membuat segala hal tersebut tembus pandang, bukan benar-benar menghilangkannya. Hanya para malaikat yang muncul dari void lah yang dapat menembusnya.
"Sucikan kristalnya!"
Para malaikat muncul dengan jumlah yang banyak. Mereka berterbangan mengitari kristal Shiro sampai kristal tersebut menghilang. Setelah selesai, Cherry langsung mematikan Purgatorio dan mengembalikan seluruh tempat seperti keadaan semula. Darah berhenti keluar dari matanya, rambutnya kembali pirang seperti semula, dan pakaian hitamnya menghilang kembali ke pakaian aslinya. Ia segera berlari dan menangkap Shiro yang akan jatuh menghantam tanah.
"Hampir saja! Terimakasih Tofu!"
"Tak masalah Cherry."
Dalam hatinya, Tofu masih bingung bagaimana Cherry bisa mengetahui salah satu dari 3 skill Divine Comedy miliknya. Ia tidak berusaha memikirkannya terlalu keras, karena ia tahu bahwa Cherry memang bisa menggunakan ketiganya jika ia sudah diberitahu. Ia hanya penasaran darimana Cherry mengetahuinya karena ia tidak ingat kalau Army atau dirinya pernah membicarakan soal itu pada Cherry.
"Tofu, kau bisa menyadarkannya?"
"Tidak perlu. Ia sudah sadar."
Tiba-tiba, Shiro membuka matanya dan menarik nafas sekuat mungkin. "HAHHHH!"
Cherry terkejut dengan Shiro yang bisa langsung sadar setelah sebelumnya tidak sadarkan diri. Shiro melihat sekeliling, memperhatikan seluruh hal aneh yang ada di sekitarnya.
Ia menatap Cherry. "Ini dimana, Cherry?"
"Di dunia Toram."
"Toram?"
Shiro langsung berusaha berdiri, tapi tubuhnya tidak kuat untuk berdiri.
"Kak Shiro! Istirahat saja dulu."
Cherry memperlihatkan lentera yang ia bawa. "Selain itu, udara disini beracun. Kakak tidak bisa jauh-jauh dari lentera ini."
"Beracun?" Shiro tidak paham dengan apa yang Cherry maksud.
Cherry kemudian menjelaskan dimana mereka sekarang dan apa itu dunia Toram pada Shiro. Ia juga memberitahu bahwa para dewa yang membantu mereka dalam usaha penyelamatan yang sedang berlangsung.
Shiro berpikir sebentar, mengolah informasi yang ia dapatkan. "Begitu ya..."
Cherry berdiri dan memberikan tangannya pada Shiro. "Iya. Kakak bisa berdiri?"
Shiro menengok. Ia meraih tangan Cherry. "Sepertinya bisa sedikit."
Cherry mengangkat Shiro dan membantunya berjalan dengan meletakkan tangan Kiri Shiro melingkari lehernya. Ia memindahkan lentera ke tangan kanannya dan mulai berjalan bersama Shiro menelusuri jalan yang ada di depan mereka.
"Berdasarkan ceritamu, Akane juga ada di bangunan ini?" tanya Shiro.
"Itu benar."
Shiro tersenyum lega. "Bagus, karena waktuku tidak banyak ..."
Sementara itu di sisi lain. Akane, Kurosaki, Reina, dan Saki sudah sampai di bagian atas yang baru terbuka. Disana terdapat lantai kedua yang cukup luas dengan ruangan yang berbeda dari lantai pertama.
"Apa itu tadi?" tanya Kurosaki.
"Entahlah," jawab Akane.
Saki terus memikirkan sesuatu, tapi ia akhirnya menyerah karena tidak berhasil mendapatkan jawabannya. "Entahlah, tapi yang tadi itu membuatku sangat terkejut."
Mereka berempat juga ikut masuk ke dalam void Purgatorio saat Cherry mengaktifkannya. Akan tetapi, mereka tidak mengetahui bahwa Cherry lah yang menggunakannya karena Cherry berada jauh dibawah mereka.
"Anu ..." Reina memperlambat langkahnya.
"Kenapa Reina?" tanya Kurosaki.
"... Saat semuanya menghilang tadi, aku seperti melihat sesuatu berada diatas sini."
"Oh ya? Apa itu?" Akane berjalan mendekati Reina.
"Aku juga tidak tahu, tapi bentuknya seperti kristal."
"Kristal?"
Tiba-tiba, Saki yang berjalan di depan sendiri memanggil mereka. "Kak! Lihat ini!"
Mereka segera berlari menuju Saki.
"Ada apa?!" tanya Akane yang penasaran.
Saki menunjuk ke depan. "Inikah yang kak Reina lihat?"
Terlihat kristal yang terdapat Army di dalamnya. Sama seperti Shiro, Army terlihat tidak sadarkan diri dalam sebuah kristal keras.
"Kakaknya Cherry?!" Akane terkejut melihatnya.
Kurosaki menjadi bersemangat. "Perasaan Cherry memang tepat untuk pergi kesini!"
"Tapi bagaimana kita membawanya?" tanya Reina.
Saki mengeluarkan pedangnya. "Harus kucoba hancurkan?"
Akane berjalan mundur menjauhi kristal. "Lakukan saja."
Kurosaki dan Reina ikut menjauh dari kristal agar tidak terkena serangan Saki.
Saki menggunakan Meteor Breaker dan melompat keatas kristal tersebut. Ia menghantamnya dengan sangat keras, tapi hanya terjadi retakan kecil pada kristalnya.
"Sial, keras sekali!" Saki melompat mundur dan memeriksa jika ada kerusakan pada pedangnya.
"Jika Saki saja tidak bisa menghancurkannya, apalagi aku ..." ucap Reina.
Akane mengalirkan sihir pada sayapnya dengan lebih cepat. "Kalau begitu biarkan aku mencobanya."
Ia mengarahkan tongkat sihirnya ke kristal, dan tersenyum lebar.
"Jangan khawatir kakaknya Cherry, ini hanya akan melenyapkan kristalnya!"
Lingkaran sihir raksasa muncul di atas dan di bawah kristal. Setelah beberapa saat, tongkat sihir Akane memancarkan cahaya yang berdenyut.
"Nemesis ..."
Muncul semakin banyak lingkaran sihir yang muncul bertingkat di atas kristal. Jika dilihat dari luar, tingkatan lingkaran sihir itu menembus awas sama seperti tinggi bangunan yang sedang mereka masuki.
"... Vanishing Order!"
Cahaya yang sangat terang menghantam kristal tersebut dari atas dengan sangat keras melalui berbagai tingkatan lingkaran sihir. Karena serangan tersebut hanya diarahkan pada Army, maka bangunan mereka hanya bergetar kencang tanpa ikut hancur bersama kristal yang dijadikan targetnya. Setelah beberapa saat, cahaya tersebut menghilang dan terlihat Army yang sudah tidak terjebak di dalam kristal.
"Senior!" Saki segera berlari menghampiri Army untuk memeriksa kondisinya.
Saki langsung duduk di sebelah Army dan mengangkat kepalanya ke pangkuannya. Ia mendekatkan lenteranya agar Army bisa bernafas. Ia memeriksa nadi dan udara yang keluar masuk dari hidung Army.
"Syukurlah, ia masih hidup!"
Kembali pada Cherry dan Shiro yang masih berada di bawah tanah. Mereka juga ikut merasakan getaran besar akibat Nemesis Vanishing Order milik Akane.
"Kali ini bukan aku loh! Aku tidak menyentuh apa-apa." Cherry terlihat panik. Ia tidak merasa kalau ia menjadi penyebab bangunan bergetar untuk kedua kalinya.
Shiro tertawa. "Haha, jangan khawatir. Itu dari Akane."
"Eh? Akane?"
"Aku yakin kalau itu adalah variasi Nemesis milik Akane."
"Begitu ya ... Tapi kenapa ia sampai menggunakannya?"
"Mungkin mereka menemukan kristal lain. Sama sepertimu tadi yang mengeluarkan banyak orang bersayap, mereka menggunakan skill andalannya untuk menghancurkan kristal yang sangat keras."
"Bagaimana kau tahu kalau aku mengeluarkan mereka?" Cherry terkejut bahwa Shiro bisa melihat segala hal yang ia lakukan sebelumnya.
"Hehe, sebenarnya aku selalu sadar sejak terjebak disana."
"Bagaimana bisa?"
"Entahlah, mungkin karena Detention ku masih menyala."