Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 31 - Chapter 26 - Sosok yang Dinantikan

Chapter 31 - Chapter 26 - Sosok yang Dinantikan

Beberapa minggu telah berlalu sejak turnamen berakhir. Meski telah menjadi juara, Slow Kill Party masih belum menjadi bagian dari Top Rank Party di akademi. Mereka berempat memperhatikan papan peringkat setiap siang harinya, sebelum makan siang dimulai.

Cherry memperhatikan papan peringkat, berusaha mencari posisi party mereka. "Ah, masih sama."

Reina ikut melihat posisi mereka yang masih sama, yaitu di peringkat 22. "K-kurasa itu cukup masuk akal."

"Hah ... Begitulah. Sistem penilaiannya bukan hanya berdasarkan kekuatan." Akane sudah tidak heran dengan hal tersebut. Ia terlihat sangat santai.

Kurosaki melipat tangannya sambil menatap peringkat mereka. "Yah, itu juga karena kita jarang melakukan tugas seperti yang lainnya."

Mereka berempat tertawa. Mereka mengetahui bahwa posisi mereka tidak bagus karena berada dibawah, tapi mereka juga mengetahui kalau penyebabnya adalah kemalasan mereka sendiri dalam menaikkan peringkat.

Cherry mengepalkan kedua tangannya. "Yosh. Kalau begitu, kalian sudah tahu apa yang harus kita lakukan bukan?"

Akane, Kurosaki, dan Reina mengangguk mengangguk sambil menjawab secara bersamaan.

"Ya."

"Tentu saja."

"Sudah jelas."

Cherry menunjuk ke suatu arah. "Mari kita menuju kantin dan jajan!"

"Jajan!" Mereka bertiga menjawab Cherry dengan serempak.

Disaat yang sama, di gerbang utama kota. Ada seseorang yang sedang berjalan menuju penjaga, yang bertugas untuk mendata orang yang keluar dan masuk. Perawakannya tidak asing, meski ia memakai jubah dengan tudung sambil berjalan. Kedua pedangnya juga terlihat berada di punggungnya, tidak tertutupi dengan sempurna oleh jubahnya.

"Halo, tuan penjaga!"

"Selamat siang tuan ..."

Penjaga tersebut mengenali siapa orang yang menyapanya.

"Ah! Tuan sudah kembali?"

Orang itu mengangguk. "Ya, aku sudah kembali."

Penjaga itu menunjuk kearah dalam. "Kalau begitu, silahkan saja masuk. Saya tak perlu menulis apa-apa kalau anda yang masuk."

Orang itu tertawa. "Hahaha. Aku akan masuk, tapi kuharap kau tetap menuliskan namaku dalam pendataan itu."

Sambil memberi pose hormat, penjaga itu menjawab. "Baiklah tuan! Saya ucapkan selamat datang kembali!"

"Terimakasih."

Orang itu mulai berjalan masuk ke dalam kota. Untuk sesaat, ia memperhatikan sekelilingnya, seperti orang yang sudah lama pergi dari rumah.

Ia membuka tudungnya, dan memperlihatkan siapa dirinya.

"Aku pulang!"

Orang tersebut adalah Ardent. Ia baru saja kembali setelah hampir 2 bulan pergi, untuk melatih kemampuannya lebih jauh. Berita kepulangannya segera tersebar ke seluruh kota, dan sampai ke sang raja. Semua orang menyambut baik kepulangannya, terutama mereka yang menjadi semakin sibuk karena kepergian Ardent.

Ardent langsung mengambil alih kembali semua pekerjaannya yang ia limpahkan kepada orang lain, termasuk jabatan kepala akademinya. Need telah memberikan laporan kepada Ardent mengenai segala hal yang terjadi di akademi, selama ia pergi. Ia menyukai ide yang Need lakukan, yaitu membuat turnamen. Ia bahkan sudah mendiskusikan turnamen selanjutnya bersama Need, karena ia merasa turnamen itu diperlukan untuk meningkatkan semangat para murid.

Malam harinya, Ardent langsung disibukkan dengan berbagai dokumen yang perlu ia baca. Saat sedang membaca di ruang kerjanya, terdengar suara ketukan pintu yang disusul dengan suara seseorang.

"Ardent, kau didalam?"

"Rikka? Masuklah."

Rikka membuka pintu dengan cepat, dan berlari untuk memeluk Ardent dari belakang.

"Selamat datang kembali!"

Sambil mempererat pelukannya, ia terus melontarkan berbagai pertanyaan.

"Kau kemana saja? Latihannya seperti apa? Apakah kau berlatih dengan seseorang? Bagaimana hasilnya? Lalu ..."

Ardent menepuk lengan Rikka yang memeluknya terlalu erat dari belakang, memberi kode untuk sedikit melonggarkan pelukannya.

"Ah, terlalu kuat ya."

Rikka mengendurkan sedikit pelukannya, agar Ardent bisa menjawab seluruh pertanyaannya.

Ardent berpikir sebentar, dan balik bertanya. "Sebaiknya kumulai darimana?"

"Dari kemana kau pergi!"

"Foreign Land."

Rikka sedikit terkejut mendengar jawaban Ardent. Ia mengetahui dimana tempat yang dimaksud oleh Ardent.

"Foreign Land? Tempat para pertapa Agung?"

Ardent mengangguk. "Ya, disitu."

"Apakah masuk kesana sangat sulit? Setidaknya begitulah yang kudengar tentang Foreign Land."

Ardent tertawa. "Haha, ya. Agak sulit, tapi aku akhirnya bisa masuk."

"Lalu, apa saja yang kau lakukan disana?"

Sambil membaca dokumen yang ia pegang, Ardent menjawab, "Menyempurnakan tehnik sihir dan berpedangku, bersama salah seorang pertapa agung disana."

"Eh, Ceritakan detailnya dong!"

Ardent melirik ke sofa yang ada di ruangan tersebut. "Detailnya akan panjang, jadi sebaiknya kau duduk saja."

"Baiklah!"

Rikka melepaskan pelukannya, dan duduk di sofa untuk mendengarkan cerita Ardent semalaman.

Berita kepulangan Ardent yang telah menjadi semakin kuat, juga tersebar sampai ke tempat yang sangat jauh. Hal ini menyebabkan banyak orang yang ingin menyusup ke dalam kota, menjadi enggan untuk melakukannya. Secara otomatis, hal itu meringankan beban orang-orang yang menjaga garis depan. Meski suasana di garis depan menjadi lebih sunyi dan jumlah penjaga sudah dikurangi, mereka yang masih bertugas menjaga tetap diminta untuk waspada.

Keesokan paginya di guild bar. Army, Shiro, dan Saki sedang menunggu Rikka.

Shiro mulai menguap karena bosan. "Kemana Rikka?"

Army menatap Saki. "Apakah Rikka tidak bersamamu, Saki?"

Saki menggelengkan kepalanya. "Hari ini tidak."

Beberapa saat kemudian, pintu guild bar terbuka dengan lebar.

"Pagi semuanya!"

Rikka masuk dengan penuh semangat. Akan tetapi, ia tidak berpenampilan seperti biasanya. Ia memakai pakaian casual, dan tidak membawa peralatannya.

Shiro menatap Rikka dengan bingung. "Kenapa kau berpakaian begitu?"

Rikka meletakkan kedua tangannya di pinggang, dan bediri tegak penuh percaya diri.

"Karena hari ini libur!"

Army, Shiro, dan Saki terkejut mendengarnya.

"Libur?"

Army menganggukan kepalanya sambil memperhatikan Rikka. "Pantas saja kau berpakaian seperti itu."

"Ya! Ardent memberi kita libur 3 hari sebagai permintaan maaf, karena telah merepotkan kita!"

Shiro tertawa kecil. Ia mengetahui kenapa mereka bisa mendapatkan libur. "Pasti kau yang memaksanya memberi kita libur kan?"

Rikka memalingkan pandangannya keatas. "Ehe."

"Hah ... Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Shiro menengok kearah Army dan Saki, penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan di hari libur.

Army berpikir sebentar. "Hmm, mungkin aku akan ber ..."

"Ah." Army menengok kearah Saki di sampingnya. "Apakah kau mau pergi bersamaku, Saki?"

Saki terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Army mengatakan hal tersebut. "Eh ... Jika senior yang mengajak ..."

"Kau tidak sibuk kan?"

Saki menggelengkan kepalanya. "Tidak, senior."

Army tersenyum. "Kalau begitu, sudah ditentukan."

Shiro menengok kearah Rikka, tidak ingin mengganggu percakapan Army dan Saki. "Omong-omong Rikka, bagaimana kabar Ardent?"

Rikka menjawab sambil berjalan untuk duduk bersama mereka. "Baik-baik saja. Ia telah berlatih sangat keras bersama petapa agung di Foreign Land."

Mendengar kata Foreign Land, Army menengok. "Kudengar disana ada berbagai ujian yang sangat sulit untuk dilakukan?"

Rikka mengangguk. "Ya, ia menceritakan semua latihannya yang sangat berat itu padaku semalam."

Rikka meletakkan wajahnya di meja dan menghela nafasnya. "Hah ... Membayangkannya saja sudah membuatku merasa lelah."

Saki menengok kearah Rikka. "Ujian seperti apa yang papa jalankan?"

Rikka mencoba mengingat kembali apa yang Ardent ceritakan semalam. "Hmm, ada terlalu banyak ujian yang ia lakukan."

Ia mengangkat kembali kepalanya. "Tapi ada yang aku ingat, yaitu saat ia melawan monster secara terus menerus tanpa henti, selama 3 hari."

"Wah ..." Army, Shiro, dan Saki memberikan respon yang saya, yaitu respon orang yang terkagum.

"Perlu diingat, itu hanyalah salah satu ujiannya. Masih banyak yang jauh lebih berat daripada itu."

Tiba-tiba, Rikka mengingat sesuatu.

"Ah!" Ia berdiri dengan cepat.

"Ada sesuatu yang perlu kulakukan. Kalian sudah paham kalau kita sedang libur kan?"

Mereka bertiga mengangguk.

"Baiklah, kalau begitu sampai jumpa! Aku mau menikmati liburan ini semaksimal mungkin!"

Rikka melambai pada mereka, dan pergi keluar dari guild bar, berusaha menikmati hari liburnya.

Setelah Rikka keluar, Army menatap Shiro. "Jadi, apa yang akan kau lakukan nanti?"

"Malas-malasan di rumah."

Army tertawa. "Haha, itu sangat seperti dirimu."

"Sepertinya kami akan duluan." Army melihat jam yang menunjukkan hari masih pagi.

"Kemana?" tanya Shiro.

"Jalan-jalan. Menikmati liburan, dan mencari sesuatu untuk Cherry."

Army berdiri, dan menengok kearah Saki. "Kau mau ikut, Saki?"

"Ya." Saki mengangguk dan ikut berdiri.

"Baiklah Shiro, kami duluan!"

"Sampai nanti, senior Shiro."

Shiro melambaikan tangannya pada mereka.

"Hmm, sebaiknya apa yang kulakukan ya?"

Sementara itu, di istana kerajaan. Ada seseorang yang sedang berlutut dihadapan sang raja. Suasana disana sangat tegang, seakan ada sebuah berita buruk yang akan mereka dengar.

Sang raja menatapnya, dan mulai bertanya. "Jadi, ada berita apa yang perlu kau sampaikan, Raidil si pengintai?"

Raidil mengangkat kepalanya, dan menatap sang raja dengan tatapan yang sangat serius. Terukir dari wajahnya, bahwa berita yang ia bawa bukanlah berita baik.

"Para monster seperti iblis sedang menyerang, yang mulia."

Raja serta seluruh orang ada di ruangan kaget mendengar berita tersebut. Suasana tegang menjadi semakin gaduh. Mereka mulai saling berbisik satu sama lain.

"Semuanya, diam!" Sang raja mengayunkan tangannya, menenangkan semua orang yang mulai berisik.

Setelah suasana menjadi tenang, sang raja kembali berbicara pada Raidil. "Lanjutkan."

Raidil mengangguk. "Satu kota telah rata dengan tanah akibat serangan mereka, dan mereka sedang bergerak menuju kota lainnya."

"Apa yang mereka inginkan?"

"Sejauh yang kutahu, mereka mencari seseorang bernama Ardent."