Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 29 - Chapter 24 - Final

Chapter 29 - Chapter 24 - Final

Di ruang ganti, Akane sedang mempersiapkan hatinya untuk pertandingan final. Ia menarik nafas dengan panjang, dan membuangnya kembali. Ia melakukan itu selama beberapa saat.

Akane kemudian berdiri. "Apakah kalian mengingat strategi kita kali ini?"

Cherry yang sedang duduk segera memakai penutup mata Kurosaki. "Tahan selama mungkin, dan jangan knock out."

Reina melepas pengaman pistolnya. "Jangan sampai knock out dengan cepat."

Kurosaki berdiri, dan membawa perisainya. "Buat pertandingan menjadi sangat lama."

Akane mengangguk. "Tepat sekali!"

Mereka semua segera berjalan menuju arena, bersiap menjalani pertandingan final.

Sayap sihir Akane muncul. Ia sudah mengalirkan energi sihirnya sambil berjalan menuju arena. "Saatnya kita perlihatkan siapa sang juaranya."

Saat kedua party sudah berada di arena, para penonton menyambut mereka dengan sangat meriah.

"Hadirin sekalian! Pertandingan final antara Slow Kill Party melawan The Martial Arts akan segera dimulai!"

"Bagi yang mendukung The Martial Arts silahkan bertepuk tangan!"

Para penonton yang mendukung segera bertepuk tangan secara bersamaan.

"Pendukung Slow Kill Party, tunjukkan dukungan kalian!"

Para penonton pendukung Slow Kill Party juga bertepuk tangan. Jumlah pendukung The Martial Arts dan Slow Kill Party seimbang.

Yuika menatap Slow Kill Party yang berada di seberangnya. "Kau siap, Wei?"

Wei mengambil kuda-kuda. "Lebih dari siap!"

Di sisi lain, Cherry berpindah menuju posisinya. "Semuanya. Kita harus menang!"

Akane, Kurosaki, dan Reina mengangguk secara bersamaan, dan menjawab. "Tentu saja!"

Wasit melihat kearah mereka berdua, memastikan bahwa kedua party sudah siap bertanding. Setelahnya, bendera pun diturunkan, dan pertandingan segera dimulai.

Secara bersamaan, Kurosaki dan Wei mengaktifkan Guardian. Mereka berdua sama sekali tidak melakukan interupsi di awal permainan. Berserk dan War Cry juga diaktifkan oleh mereka, membuat kondisi buff pada masing-masing party seimbang. Kecepatan gerak yang setara membuat mereka harus berhati-hati, atau mereka akan terkena interupsi sebelum sadar.

Cherry mengaktifkan God Speed, dan menerjang Alice yang sedang bergerak maju menggunakan Dragonic Charge. "Akulah lawanmu!"

Alice menahan serangan pertama Cherry dengan Zantei Sattetsu. "Tak masalah!" Ia terkena Freeze dari serangan Dragonic Charge elemen air.

Reina berjalan menghadapi Yuika yang maju secara perlahan.

Yuika sedikit terkejut dengan strategi Slow Kill Party. "Kupikir Cherry yang akan menghadapiku." Ia mengaktifkan charge Goliath Punch.

Reina mengaktifkan Twin Storm. "Aku akan segera melampaui ekspektasimu."

Wei berlari menuju Kurosaki sambil mengaktifkan Dual Shield. Kurosaki balik berlari menghampiri Wei, dan ikut mengaktifkan Dual Shieldnya.

"Halo." Wei melancarkan tinju pada Kurosaki, tapi berhasil tertahan oleh perisainya.

"Halo juga."

Kurosaki siap berhadapan dengan Wei. Mereka saling menahan satu sama lain, membuat keduanya tidak bisa melakukan interupsi. Meski begitu, Guardian keduanya bisa mencapai dpsnya masing-masing, sehingga semua dps sudah terlindung oleh reduksi luka Guardian.

Merespon Arrow Rain dari Mitsuji, Akane menghindar dengan Mirage Evasion sambil merapalkan manteranya. "Yah, sebenarnya tidak perlu menghindar juga sih ..."

Alice melirik Akane yang sedang merapalkan mantra. Dengan cepat, ia menyarungkan pedangnya, dan menggunakan Evasion beberapa kali untuk menjauh dari Cherry.

"Apa yang kau lakukan!?" Cherry bingung dengan hal yang dilakukan Alice.

Saat merasa sudah cukup jauh, ia melipat 3 jari tangan kirinya, menyisakan jari telunjuk bersama jari tengahnya yang berdiri dengan tegak.

"Karma Temple! (Kuil Karma)"

Tanah di sekeliling mereka bergetar. Sebuah kuil munjulang tinggi di lapangan luar arena, tepat di belakang party The Martial Arts. Ada semacam aura berwarna ungu yang menyelimuti kuil tersebut. Perhatian seluruh anggota Slow Kill Party tertuju pada kuil tersebut selama beberapa saat.

"Oohh! Apa ini? Muncul sebuah kuil di belakang The Martial Arts! Apakah ini adalah skill milik Alice!?"

Para penonton bersorak. Mereka sangat bersemangat melihat Karma Temple milik Alice.

Yuika menengok kearah Karma Temple. "Sudah dimulai ya."

Akane selesai merapal. "Fire Arrow!"

Akane menyadari sesuatu. Saat Fire Arrow melintasi Wei, ia malah menghindarinya, seakan sengaja agar panah tersebut mengenai Mitsuji yang ada di belakangnya.

Saat panah tersebut mengenai Mitsuji, sesuatu terjadi. Alice bergerak dengan sangat cepat menuju Akane, dan memberi serangan seperti counter attack Zantei Sattetsu. Serangan itu tidak memberi luka yang sebesar Zantei Sattetsu, tapi tetap memberi Armor Break pada Akane.

"Kecepatan macam apa itu!?" Cherry terkejut dengan kecepatan Alice yang sangat luar biasa.

Alice segera kembali mundur menggunakan Backstep untuk berhadapan dengan Chery.

"Kau bilang kau akan kalah jika berhadapan dengan Neo!" Cherry merasa ia telah dibohongi oleh Alice.

Alice bersiap menarik pedangnya. "Aku memang berkata seperti, dan itu benar ..."

Ia menyerang Cherry dengan Tenryu Ransei. "... Tapi aku tak pernah bilang bahwa aku tidak bisa melakukan ini!"

Cherry menghindari beberapa serangan Tenryu Ransei dengan Evasion. "Benar juga."

Akane yang terkejut menjadi tenang kembali. Ia mengetahui apa yang terjadi. "Jadi begitu cara kerjanya"

Akane melihat Reina dan Cherry yang sedang sibuk. "Hati-hati! Ia akan melakukan counter attack dengan cepat saat anggota partynya menerima luka!"

Akane dan Reina mendengar perkataan Akane, dan menahan serangan mereka sesaat.

Yuika menggunakan Goliath Punch, tepi Reina berhasil menghindarinya dengan Evasion. "Karena Karma Temple sudah keluar, maka ini saatnya aku mengeluarkannya."

Ia berlutut dengan tangan kanannya mengepal menyentuh arena. Pandangannya tetap fokus menatap Reina.

"Guiding Lantern! (Lentera Pembimbing)"

Dari dalam tanah, muncul 4 lentera di setiap sudut lapangan.

Reina menengok ke arah 4 lentera tersebut. "Lagi-lagi sesuatu yang berada diluar arena."

Ia menatap Yuika, dan melepaskan Vanquishernya.

"Hmm?" Reina bingung kenapa Yuika tidak menghindari Vanquishernya.

Setelah memperhatikannya dengan lebih teliti, Reina menyadari sesuatu. "H-health Pointsnya bertambah!"

Yuika kembali membentuk kuda-kudanya. "Terkejut?"

Reina mengaktifkan kembali Twin Stormnya. "Untuk satu detik, iya."

Sambil menghindari serangan Mitsuji, Akane terus berpikir. "Vanquishernya barusan tidak direspon oleh Alice. Apakah ada semacam cooldown? Atau ia memilih untuk tidak menyerang Reina?"

Akane melirik Reina sambil merapalkan mantra. "Lentera yang muncul juga bisa meregenerasi Health Points mereka. Meski sedikit demi sedikit, tapi luka yang mereka terima juga tidak besar."

Sambil menghindari Tenryu Ransei dari Alice, Cherry berteriak. "Akane! Gunakan Magic Cannon!"

Ia menggunakan Evasion beberapa kali untuk mundur. "Seperti ini!"

Ia menggunakan Buster Lance kearah lentera yang berada diluar arena. Akan tetapi, Buster Lance tidak memberikan kerusakan apa-apa.

"Tcih, terlalu jauh dan terlalu kuat." Cherry kembali fokus pada Alice, dan menghindari serangan yang datang.

Akane menatap Karma Temple. "Begitu ya. Sepertinya bisa dicoba!"

Akane menggunakan Qadal, dan mengaktifkan Magic Cannon yang mengarah pada Karma Temple. "Mari kita lihat hasilnya!"

Tiba-tiba, Mitsuji membalas dengan Cross Fire yang sangat besar. Cross Fire tersebut menabrak proyektil Magic Cannon, dan menggagalkan serangan Akane.

Akane memperhatikan Cross Fire Mitsuji yang berbeda. "Panahnya berubah."

Akane menengok kearah Mitsuji. Ia terlihat dikelilingi oleh aura berwarna emas. Busur dan panahnya juga terbakar oleh api emas, dan terlihat bentuknya sedikit berubah.

"Apa itu?" Kurosaki bertanya sambil menahan tinju Wei menggunakan perisainya.

Wei memajukan kakinya, agar Kurosaki tidak bisa berpindah tempat. "Itulah The True Sun God(Dewa Matahari Asli)."

"Pemirsa! Kita melihat 3 skill modifikasi secara beruntun dari The Martial Arts! Apakah mereka berencana untuk memenangkan pertandingan ini secepatnya?" Para penonton menjadi semakin heboh. Mereka sangat senang melihat penampilan dari ketiga skill modifikasi The Martial Arts.

"Satellite Rain!" Dengan cepat, Mitsuji mengeluarkan versi modifikasi Satellite Arrownya. Panah Satellite Arrow jatuh secara beruntun diatas Akane.

Akane menghindar, dan memperhatikan panah Mitsuji yang jatuh. "Sihir? Begitu rupanya. Panah itu sudah bukan panah biasa lagi."

Tiba-tiba, Alice kembali melesat dengan cepat menuju Reina.

Reina hendak menghindar, tapi Alice terlalu cepat. "Cepat sekali!" Ia menerima counter attack, dan Alice kembali mundur.

Cherry menabraknya menggunakan Dragonic Charge. "Counter attackmu sangat merepotkan!"

Alice menggunakan Zantei Sattetsu. "Kalau tidak mau kena, jangan menyerang."

"Tadi itu, peluru Twin Storm kan?" Akane bertanya dalam hati.

Ia menatap Mitsuji yang sedang menghujaninya dengan Satellite Rain. "Luka bukanlah penyebab utamanya."

Akane menggunakan Magic Arrow dan Magic Lance pada Mitsuji.

Disaat panah terakhir mengenai Mitsuji, Alice kembali bergerak dengan sangat cepat.

"Ini dia." Akane berusaha menghindar, tapi ia tidak bisa menghindarinya.

Alice kembali mundur, dan lanjut berhadapan dengan Cherry.

Disisi lain, Reina maju mundur menghindari Goliath Punch Yuika. Ia mengganti sub weaponnya menjadi dagger agar bisa melakukan Evasion lebih banyak.

Reina menembus Yuika menggunakan Arcane Strike, menghindari Goliath Punch. "Hampir."

Yuika menengok ke belakangnya. "Kau licin juga."

Sementara Reina terus menghindar dari Yuika, Cherry mengalami masalahnya sendiri.

Cherry menggunakan Dragonic Charge kembali. "Ini sih tak akan ada habisnya."

Alice menggunakan Zantei Sattetsu untuk kesekian kalinya, mereduksi luka pertama yang diterima dari Dragonic Charge.

Cherry melihat Health Points Alice yang perlahan terisi kembali. Serangannya seakan tidak ada artinya, sedangkan counter attack dari Zantei semakin menguras Health Pointsnya.

Alice membakar dirinya, dan melompat menggunakan Shadowless Slash. "Sebaiknya matikan saja Eternal Nightmare mu."

"Nanti juga mati sendiri." Cherry menggunakan Dive Impact untuk menghindari Divine Slash.

Kembali pada Akane yang terus sibuk menghindari serangan Satellite Rain dari Mitsuji.

"Aduh." Akane sedikit telat menggunakan Mirage Evasion.

Luka yang diterimanya lebih besar daripada terkena Satellite Arrow biasa. "Bahkan sudah tereduksi oleh Guardian ..."

"Jangan khawatir. Masih ada lagi!" Mitsuji melepaskan Cross Firenya.

"Ah, sial! Fire Wall!" Akane menciptakan dinding api untuk menahan Cross Fire Mitsuji.

"Hampir sa ..."

Beberapa anak panah kecil menembus Fire Wall milik Akane. Ia berhasil menghindarinya, tapi fakta bahwa Cross Fire Mitsuji bisa menembus Fire Wall cukup mengejutkan Akane.

Akane menatap Mitsuji yang sedang menembakkan Satellite Rain. "Beberapa serangannya tidak dapat ditahan. Aku beruntung serangannya tidak bisa dipakai secara beruntun."

Ia melirik Guiding Lantern yang berada di luar arena. "Sepertinya sekarang sudah bisa."

Akane menghindari Satellite Rain, dan mengunakan Magic Cannon untuk menembak lentera yang ada di belakangnya. Mitsuji hanya bisa melihatnya, karena lentera yang di target berada di belakang Akane.

Cherry melirik kearah tembakan Magic Cannon. "Hancurkah?"

Salah satu Guiding Latern tersebut hancur setelah terkena Magic Cannon. "Berhasil!"

Saat mereka mulai mendapat harapan, tiba-tiba muncul lentera lain dari bawah tanah, menggantikan lentera yang telah hancur.

Kurosaki terkejut melihatnya. "Bisa muncul lagi ya?"

Wei menjawab sambil mengunci pergerakan Kurosaki. "Entahlah. Mungkin akan habis jika kalian terus menyerangnya."

"Tcih." Akane menengok kearah Yuika.

Yuika berkedip. "Hehe."

Pertandingan terus berjalan dengan seimbang selama beberapa saat. Beberapa kali Cherry membantu Reina dengan memberikan Fear pada Yuika, tapi hal itu tidak terlalu efektif. Yuika tidak melakukan serangan beruntun, sehingga Fear yang diberikan lebih jarang berdampak pada Yuika. Hal yang sama juga berlaku pada Alice. Ia tidak banyak melalukan serangan beruntun, tapi lebih sering menggunakan counter attack. Dibandingkan memberi Fear, ia lebih memilih menggunakan Dive Impact untuk menghindari Divine Slash.

"Pemirsa! Pertadingan final kali ini terus berjalan dengan sangat sengit! Meski begitu, jika kita melihat Health Points, maka Health Points Slow Kill Party terus menurun! Sedangkan di sisi lain, Health Points The Martial Arts terisi kembali seiring berjalannya waktu!"

Slow Kill Party memang bisa berhadapan secara seimbang dengan The Martial Arts, tapi Guiding Lantern dari Yuika membuat kondisi menjadi berat sebelah. Selain itu, Kurosaki juga ditahan oleh Wei, sehingga ia tidak bisa menggunakan Heal, atau skill sejenis yang bisa mengimbangi regenerasi Guiding Lantern.

Sosok The True Sun God milik Mitsuji juga cukup membuat Akane menjadi waspada. Kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh Satellite Rain dan Cross Firenya sangatlah besar, bahkan tidak bisa ditahan oleh pelindung yang diciptakan oleh Akane. Meski sama-sama menggunakan elemen api, panah Mitsuji seakan diperkuat oleh hal lain dan membuatnya tidak bisa dihentikan.

Hal yang merepotkan juga terdapat di Karma Temple milik Alice. Ia bisa melakukan counter attack dengan sangat cepat setiap anggota partynya menerima luka. Meski kerusakan yang ditimbulkan tidak sebesar counter attack dari Zantei Sattetsu, tapi ia bisa melakukan itu secara terus menerus, selama Karma Temple masih berdiri.

Akane menyadari Health Points Cherry dan Reina yang semakin menipis. "Jika mereka kalah, maka aku akan semakin sulit."

Ia terus menghindari serangan Mitsuji sambil berpikir. "Ini belum seperti harapanku, tapi sepertinya waktu kami tidak banyak."

Ia menengok kearah Cherry, memperhitungkan Health Pointsnya yang tersisa. "Ya, sepertinya sudah harus dimulai."

"Cherry!" Akane berteriak sambil mengeluarkan singgasananya.

Cherry menengok. "Mengerti!" Ia mundur menggunakan Backstep, meninggalkan Alice.

Wei, Alice, Mitsuji, dan Yuika terkejut dengan Akane yang sudah mengeluarkan singgasananya.

"Bukankah ini jauh lebih cepat dari kemarin!?" Wei tetap menjaga fokusnya dalam menahan Kurosaki, meski ia sangat terkejut saat melihat singgasana Akane dimunculkan.

Kurosaki menjawab, "Siapa bilang ia butuh waktu yang lama?"

Akane duduk di singgasana. Duduk seperti seorang raja, dan melipat kakinya. Saat Cherry mendekat, ia mengulurkan tangan kanannya dengan sangat anggun.

"Laksanakan!" Cherry meraih tangan Akane menggunakan tangan kirinya. Ia berdiri disebelah kanan Akane, menghadap para anggota The Martial Arts.

"Crimson Reality -..."

Barrier merah transparan kembali muncul. Barrier tersebut berukuran sangat besar, hingga menutupi seluruh akademi.

Cherry membuka penutup matanya, memperlihatkan kedua mata iblisnya.

"... Hell Trials!"

Banyak patung prajurit berbaju zirah hitam muncul berderet di pinggir arena. Dari dalamnya, terlihat api yang menyembur keluar. Beberapa tiang obor juga muncul di dalam dan di luar arena, sedikit menerangi kondisi di dalam barrier yang sangat gelap.

Matahari yang tadinya masih terlihat dari dalam barrier, berubah menjadi bulan yang berwarna merah darah. Suasana menjadi sangat mencekam, karena kegelapan yang hanya diterangi oleh api dan cahaya bulan merah. Perasaan penuh teror dirasakan oleh para penonton yang sedang duduk di kursinya.

Tak lama setelah barrier muncul, Cherry merasakan sesuatu yang menusuk jiwanya. Ia mendapatkan perasaan yang tidak nyaman, dan membuatnya kehilangan fokus sesaat.

"A-apa itu barusan?"

Cherry bertanya dalam hati. Karena ia tidak mengerti, dan ditambah dengan perasaan tadi yang hanya terasa sesaat, ia berasumsi bahwa itu adalah efek samping pengguna mata iblis secara massal.

Akane menatap para anggota The Martial Arts. "Rantai mereka."

Beberapa saat kemudian, muncul sebuah rantai dari bawah kaki mereka. Rantai tersebut bergerak sendiri, dan mengincar tangan mereka.

"Semuanya, awas!" Wei berusaha menghindar dengan mundur ke belakang.

Alice hendak menggunakan Evasion, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. "Fear!?"

Yuika dan Mitsuji juga mencoba melakukan hal yang sama.

"Aku mau Evasion loh!" Tangan Yuika akhirnya terjerat.

"Sepertinya, ini bukanlah Fear biasa." Mitsuji juga ikut terjerat.

Setelah berusaha menghindar beberapa kali, Wei pun akhirnya terjerat. "Sial!"

Mereka yang terjerat berdiri menggunakan lututnya. Kedua tangannya ditahan oleh rantai dari bawah arena, membuat mereka tidak bisa melakukan apapun. Ditambah dengan Fear absolut, mereka bertiga tidak bisa bergerak atau berbicara sama sekali. Rasa penuh teror yang sangat tidak nyaman akibat terkena Fear, dirasakan oleh mereka.

Para penonton tidak bisa berkata-kata. Perasaan bingung, kaget, dan teror yang mereka rasakan tercampur aduk. Hanya ada segelintir orang yang sanggup untuk bergerak ataupun berbicara.

"Pemirsa! Apakah ini!? Barrier merah kembali diciptakan oleh Slow Kill Party! Apa yang akan mereka lakukan selanjutnya!?"

Meski guru komentator tetap bisa membawakan pertandingan dengan sangat baik, para penonton tidak bisa merespon sama sekali. Mereka semua seakan tertahan oleh sesuatu, kecuali para tank yang mendapat resistensi status buruk dari barrier Need.

Reina melihat sekitarnya dengan sangat takjub. "Ini dia! Crimson Reality - Hell Trials!"

Kurosaki juga ikut memperhatikan sekitarnya. "Ya! Hasil amplifikasi Crimson Reality dan kekuatan kegelapan Cherry!"

Reina melihat ke arah bangku penonton. "Bahkan mereka tidak bergerak sama sekali."

Kurosaki melihat kearah yang sama dengan Reina. "Mereka semua terkena Fear absolut. Aku yakin mereka juga tidak bisa berbicara sekarang."

Reina menatap Kurosaki. "Kecuali tank dan para guru yang berpengalaman."

Kurosaki mengangguk. "Ya, kecuali mereka, dan beberapa orang tertentu lainnya."

Setelah barrier tercipta dengan sempurna, Cherry melepas genggaman tangannya. "Akane."

Cherry merahasiakan sesuatu yang barusan ia rasakan dari Akane, karena ia tidak menganggap hal itu penting.

Akane mengangguk. "Aku mengerti."

Akane memangku wajahnya, sambil menatap Karma Temple dengan tatapan yang dingin.

"Tak ada mereka dalam realitasku."

Secara tiba-tiba, Karma Temple dan Guiding Lantern terbakar dengan sangat hebat. Hanya dalam beberapa detik, Karma Temple menjadi abu dan runtuh. Seluruh struktur yang diciptakan oleh Alice dan Yuika telah dihancurkan oleh Akane.

Wei melihat seluruh anggota partynya, dan menyadari bahwa pertandingan telah berakhir.

Ia tertawa. "Hahaha, sepertinya kami sudah kalah."

Akane menatapnya dan tersenyum. "Tentu saja."

Wei menghela nafas. "Hah ... Kami kira kami bisa mengatasinya, jika bisa mengakhiri pertandingan dengan cepat."

Akane memalingkan pandangan. "Yah, sebenarnya aku bisa langsung menggunakannya sejak awal."

Wei menatap Akane dengan bingung. "Lalu, kenapa tidak langsung digunakan?"

Akane tertawa kecil. Ia merubah posisi pangkuan wajahnya. "Karena butuh waktu jika ingin menutupi seluruh Akademi."

Akane melanjutkan kata-katanya. "Memperlihatkan kemampuan dengan cantik, adalah hal yang harus dilakukan dalam pertandingan final."

Wei menundukkan pandangannya. Ia mengerti bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk menang sejak awal. "Begitu ya ..."

Ia menatap Akane lagi. "Kalau begitu, aku menantikan penghakimanku, wahai sang Crimson Flame."

Akane tersenyum. Ia menyukai sifat Wei yang seperti itu.

"Baiklah, tapi ini mungkin akan sedikit sakit."

Wei balik tersenyum. "Rasa sakit itu akan setimpal dengan apa yang akan kusaksikan."

Akane duduk dengan tegak di singgasananya. "Seharusnya, ini akan melelehkan tubuh kalian."

Akane menjentikkan jarinya.

Wei bersiap dengan rasa sakit yang dikatakan oleh Akane. Akan tetapi, hal itu tak kunjung ia rasakan. Yang ia ketahui hanyalah Health Points ia dan yang lainnya menurun dengan sangat cepat. Alice, Mitsuji, dan Yuika diteleport kembali secara bergantian. Wei juga menyusul belakangan, karena Health Pointsnya paling banyak diantara mereka.

Cherry menatap Akane. "Sudah?"

Akane mengangguk. "Ya, sudah selesai."

Barrier merah transparan menghilang, bersamaan dengan mata Cherry yang menjadi normal kembali, dan singgasana Akane yang menghilang. Seluruh efek Fear absolut yang dirasakan oleh para penonton juga ikut menghilang. Mereka bisa bergerak dan berbicara seperti biasa lagi.

Seluruh anggota Slow Kill Party saling mendekat.

"Yey!" Mereka melompat dan bertepuk tangan secara bersamaan.

Wasit kemudian mengangkat bendera, menandakan kalau pertandingan final telah berakhir.

"Pemirsa! Setelah pertandingan yang sangat sangat mengejutkan, inilah juara kita pada turnamen kali ini! Slow Kill Party!"

Untuk sesaat, tidak ada respon apapun dari para penonton. Kemudian, muncul suara tepukan tangan dan sorakan yang perlahan semakin ramai. Meski telah terkena Fear absolut, mereka tidak bisa mengabaikan fakta bahwa itu adalah hal yang sangat mengejutkan, dan harus di apresiasi.

Cherry menahan tangisnya. Ia terharu karena partynya bisa memenangkan turnamen. "Kita melakukannya ..."

Reina berjinjit, dan meraih kepala Cherry untuk mengelusnya. "Yosh yosh, gadis manis sudah bekerja keras hari ini."

Kurosaki meletakkan kedua tangannya di pinggang, dan tersenyum dengan bahagia.

"Semuanya, terimakasih!"

Akane mengangguk. "Ya, terimakasih telah ..."

Tiba-tiba, sesuatu melesat kearah mereka dari atas.

"Oh, halo."

Kirito mendarat di samping Slow Kill Party, bersama dengan seekor naga yang seluruh tubuhnya dipenuhi kristal hitam.