Pertandingan terus berjalan di dalam akademi. Satu persatu party berguguran, menyisakan party yang kuat saja. Cherry, Akane, Kurosaki, dan Reina terus memenangkan pertandingannya, dan membuat mereka lolos ke babak selanjutnya. Setelah pertandingan hari itu selesai, mereka beristirahat sebentar di ruang ganti.
"Yey! Itu tadi pertandingan terakhir kita untuk hari ini." Cherry melompat dengan senang.
Akane meletakkan tongkatnya di samping meja. "Kerja bagus semuanya."
Kurosaki mengangguk. "Strategi yang kita gunakan terbukti efektif."
Akane mengingat beberapa hal yang terjadi dalam pertandingan. "Kita masih belum mengeluarkan strategi khusus. Mereka masih bisa dijadikan sebagai kartu as dalam top 8 besok."
Cherry mengambil bangku dan duduk. "Benar juga. Sejauh ini kita hanya menggunakan skill dasar."
"Karena itulah kita sempat kesulitan beberapa kali."
Cherry tertawa. Ia mengingat beberapa kesalahan yang membuatnya kehabisan Health Points dalam beberapa pertandingan. "Ahaha ... Aku bahkan sampai mati beberapa kali."
Kurosaki menengok Reina. "Hanya Reina yang belum knock out sama sekali."
Reina tersipu mendengar ucapan Kurosaki. "Y-yah, itu karena kalian melindungiku dengan sangat baik."
Akane mengingat salah satu kejadian yang dialaminya. "Hah ... Aku tak menyangka kalau mereka akan menargetku."
Cherry tertawa. "Hahaha, kau diincar 2 kali, tapi untung kau berhasil melakukan serangan balik sebelum knock out di kedua pertandingannya."
Kurosaki ikut tertawa. "Yah, aku juga tidak menyangkanya. Kupikir mereka akan memilih untuk menyerangku atau Cherry lebih dulu, tapi ternyata mereka mengabaikanku. Hanya satu kali aku diincar sampai knock out."
Melihat teman-temannya tertawa, Reina ikut merasakan kesenangan dalam hatinya. "A-ah ... Jangan lupa kalau pertandingan sebenarnya baru akan dimulai besok."
Akane mengangguk. "Ya, ketiga party itu masih bertahan, dan masuk ke top 8 seperti kita."
"Kira-kira, lawan kita selanjutnya siapa ya?" Cherry melipat tangannya sambil berpikir.
Kurosaki memangku wajahnya di meja. "Mungkin kita akan langsung bertemu dengan salah satu dari mereka."
"Oh iya ..." Cherry melihat Akane.
"... Kita sudah punya strategi untuk Midnight Parade dan The Martial Arts kan?"
Akane mengangguk. "Iya."
"Bagaimana dengan The Archangel?"
"Aku sudah bilang kan? Aku akan mengalahkan mereka dalam 30 detik."
"Bagaimana caranya?" tanya Kurosaki.
Akane tersenyum. "Lihat saja nanti. Aku mempersiapkan ini sebagai kejutan untuk kalian juga."
Cherry memanjangkan tangannya di meja. "Ayolahhh, aku penasaran."
Akane menggoyangkan telunjuk kanannya. "Uh-huh, kalau kubilang nanti ya nanti."
Akane melipat tangannya. "Lagipula, ini kan sebuah kejutan. Kalau kuberitahu, maka tidak akan jadi kejutan lagi."
"Yah ... Benar juga sih."
Reina meletakkan jari telunjuk di pipinya dan mengingat sesuatu. "Hmm, belum ada bracketnya ya?"
Kurosaki menggelengkan kepalanya. "Belum. Bracket untuk top 8 akan diacak lagi besok."
Cherry menatap Kurosaki. Ia tidak mengetahui bahwa bracket akan diacak besok. "Eh, berarti kita tidak bisa menyiapkan strateginya dari sekarang?"
"Begitulah. Sepertinya memang itu yang diinginkan oleh papa Need."
Akane berjalan untuk mengambil tasnya. "Besok akan menjadi hari yang panjang. Kita pasti akan menggunakan skill modifikasi nanti."
Melihat Akane berjalan menuju tasnya, Cherry juga ikut mengambil tasnya. "Kau benar. Aku masih perlu melatih 'itu' lagi. Kuharap kakak bisa pulang cepat malam ini."
Kurosaki mengangkat tasnya. "Semangat latihannya Cherry."
Reina memasukkan pistol kedalam tas khusus pistolnya. "Aku juga akan berjuang untuk besok!"
"Kalau begitu, mari kita tos lagi untuk mengakhiri hari!" Cherry bersiap mengangkat tangannya.
Mereka berempat saling mendekat, dan melompat secara bersamaan. "Yey!" Tos tersebut menandakan akhir dari hari pertama turnamen. Seluruh peserta yang lulus akan bertanding besok, dalam pertandingan yang lebih meriah, dan disaksikan langsung oleh Need.
Saat mereka berjalan melintasi kelas 1-D, ada seseorang yang mendadak muncul dihadapan mereka.
"Kalian tahu? Aku ..."
Cherry menabrak orang tersebut. Tabrakannya tidak membuat orang itu jatuh, tapi 2 box buku yang dibawa terjatuh akibat guncangannya.
"Waduh." Orang itu hanya bisa melihat bukunya yang jatuh, karena tangannya penuh oleh box lain.
"Wei!? Maaf, aku tak melihatmu!" Cherry segera membantu merapihkan tumpukan buku yang jatuh dari box.
Wei meletakkan 2 box yang masih ia pegang, dan ikut mengumpulkan buku yang berserakan. "Tak apa, aku juga tidak melihat-lihat saat membawanya."
Akane, Kurosaki, dan Reina pun ikut membantu membereskan buku yang berserakan.
Setelah selesai, Wei mengelus dahinya. "Fiuh, semuanya sudah kembali."
Ia menatap para anggota Slow Kill Party, dan menundukkan tubuhnya. "Terimakasih atas bantuannya."
Cherry agak heran dengan Wei yang membawa keluar box buku dari kelasnya. "Kenapa kau membawa box-box itu?"
"Wali kelas kita menyuruh beberapa orang untuk memindahkan barang milik kelas sebelumnya ke gudang..."
Ia melihat sekitar yang sepi. " ...Tapi sepertinya mereka semua lari dari tugas itu." Ia menunjukkan 4 box lagi yang masih berada di dalam kelas.
Mereka berempat mengintip kedalam.
"Wah, kau butuh bantuan?" Tanya Kurosaki.
Wei tertawa. "Hahaha, yah, jika kalian ingin membantu, maka aku akan menerimanya."
"Tentu saja!" Kurosaki menumpuk 2 box menjadi satu, dan mengangkatnya.
Cherry dan Akane masing-masing mengambil satu box.
"Ah, tidak ada yang tersisa untukku ..." Reina merasa sedikit sedih, karena ia tidak bisa ikut membantu.
"Oh, kau bisa membawakan koper itu." Wei menunjuk ke koper yang berada di ujung belakang kelas.
"Katanya, itu berisi peralatan yang digunakan oleh kelas sebelumnya, dan itu juga harus dibawa."
"Baiklah!" Reina berlari ke belakang kelas, dan membawa koper yang ditunjuk oleh Wei.
Sambil berjalan menuju gudang, Cherry memulai pembicaraan dengan Wei.
"Bagaimana turnamenmu Wei? Kalian lulus ke top 8 kan?"
"Ya, party kami berhasil lolos."
"Kalau begitu, kita bisa bertemu nanti!"
Wei tertawa. 'Haha, aku juga berharap begitu, tapi kuharap kita tidak bertemu dengan cepat."
Cherry menjadi bingung. "Kenapa?"
"Karena aku ingin melawan kalian di final saja."
Akane kemudian menyahut. "Oh, kau percaya diri sekali bisa sampai di final."
Wei menengok kebelakang untuk melihat Akane dan tertawa lagi. "Hahaha, bukankah kalian juga percaya diri?"
Akane tersenyum dengan bangga. "Tentu saja."
Wei kembali mengadap depan. "Yah, tapi ada satu yang aku khawatirkan soal match up nanti."
Dari belakang, Reina bertanya, "Apakah soal Midnight Parade."
"Ya. Aku khawatir jika bertemu dengan mereka lebih dulu sebelum bertemu kalian."
"Apakah kau tidak yakin bisa menang melawan mereka?" tanya Kurosaki.
"Begitulah. Kami tidak sekuat itu untuk menganggap Midnight Parade adalah lawan yang mudah."
Akane menghela nafasnya. "Hahhh ... Kukira kalian akan percaya diri melawan mereka."
Wei berpikir sebentar. "Hmm, sepertinya tugas untuk melawan Midnight Parade kuserahkan saja kepada kalian."
Cherry terkejut mendengarnya. "Bukannya bracket belum diumumkan?"
"Memang belum. Itu hanyalah harapanku supaya kita bisa bertemu di final."
Wei berhenti berjalan setelah sampai di depan gudang. "Ah, kita sudah sampai."
Ia meletakkan boxnya di depan gudang. "Letakkan disini saja, nanti akan ada guru yang merapihkannya."
Mereka berempat meletakkan barang-barang yang dibawa di depan pintu gudang.
"Baiklah, aku perlu kembali ke ruang ganti untuk mengambil tas." Wei memberikan kepalan tangannya kepada Cherry, memulai tanda persahabatan party mereka. "Terimakasih atas bantuan kalian."
Cherry membalas kepalan tangan Wei, menerima ajakan persahabatan darinya. "Tak masalah!"
"Aku tak sabar untuk melihat Dragonic Chargemu secara langsung."
"Tenang saja, kau tidak hanya akan melihat itu nanti!"
"Aku menantikannya."
Wei melihat kearah Akane, Kurosaki, dan Reina. Ia juga mengajak mereka tos sebelum berpisah. "Sampai jumpa besok, kalian!"
Kurosaki melambai pada Wei. "Sampai jumpa."
Wei berjalan kembali untuk mengambil tasnya. Seluruh anggota Slow Kill Party pun lanjut berjalan pulang.
Akane menatap Cherry. "Kau sepertinya sangat dekat dengannya."
"Tentu saja. Setelah ujian praktek kemarin, kami menjadi lebih akrab setelah mengetahui kemampuan masing-masing."
"Begitu ya."
"Begitulah. Lagipula, Wei juga orang yang asik untuk diajak berbicara, jadi aku mudah berinteraksi dengannya."
Akane tersenyum dan menggoda Cherry. "Hehhh ... Kupikir kau menyukainya."
Dengan santai, Cherry menjawab. "Memang."
"Hah?" Mereka bertiga yang mendengarnya terkejut. Tapi, sebelum mereka berkata-kata, Cherry melanjutkan perkataannya.
"Aku juga menyukai kalian kok. Ada banyak hal yang kusukai di kota ini!"
Akane menjadi tidak bersemangat. "Yah, bukan begitu maksudku."
"Lalu?"
Akane kembali menghadap depan. "Lupakan saja. Kurasa agak sulit membahasnya dengan seorang brocon."
Cherry melirik Akane. "Eh? Aku tidak sejauh itu kok."
Kurosaki tertawa dan meletakan kedua tangan di belakang kepalanya. "Haha, jadi ingat saat melihatmu ujian bersama Wei."
Reina mengangguk. "Ya, itu sangat keren. Kalian seperti naga kembar yang sangat indah untuk disaksikan."
"Julukan The Double Dragon kurasa cocok diberikan pada mereka."
Akane menengok kearah Reina di belakang sebentar, dan kembali melihat kedepan. "Itu memang benar. Ia juga adalah lawan yang menarik untuk dihadapi. Aku jadi tak sabar untuk besok."
Cherry menatap Akane. "Memang menarik, tapi bukan berarti kita tak bisa menang dari mereka."
Akane mengangguk. "Ya. Posisi pertama hanya bisa diisi oleh satu party, dan kitalah yang akan mengisinya."