Malam hari, hujan sedang turun cukup deras diluar. Untuk menghangatkan diri, Cherry menyeduh secangkir teh, dan menikmatinya bersama beberapa potong kue kering. Ia memasukan setengah tubuhnya ke dalam kotatsu, dan membuat tubuhnya lebih hangat.
"Hahh ... Sebentar lagi kakak akan pulang."
Ia meregangkan tubuhnya, dan merebahkan dirinya di dalam kotatsu.
"Aku penasaran bagaimana pendapatnya tentang makan malam nanti."
Saat Cherry sedang melamun, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Siapa yang hujan-hujan datang kesini?"
Cherry segera bangun. Ia tau ketukan itu bukan berasal dari kakaknya. Ia meraih pintu, dan membukanya.
"Siapa?"
Terlihat Akane yang berada di depan pintu rumahnya. Ia menggunakan barrier yang menutupi tubuhnya dari air hujan, sehingga ia tidak basah sama sekali mesti diluar hujan deras.
"Akane?!" Cherry terkejut dan mempersilahkan Akane masuk.
Akane melepas sepatunya. "Cherry, apakah kakakmu ada dirumah?"
Cherry menggelengkan kepala dan berjalan ke dapur untuk membuatkan Akane teh. "Tidak. Mungkin sebentar lagi akan pulang."
Cherry melihat Akane yang masih berdiri di belakang pintu. "Ah, duduk saja di kotatsu. Aku akan membuatkan teh untukmu."
"Terimakasih." Akane duduk di kotatsu, dan menunggu Cherry sebelum berbicara lebih lanjut.
Cherry meletakan teh Akane dan duduk dihadapannya.
"Ada apa mencari kakak?"
Akane mencicipi sedikit tehnya sebelum menjawab. "Ada sesuatu yang terjadi."
"Apa itu?"
"Aku yakin kalau Shiro dan kakakmu menghilang."
"Hah?" Cherry berusaha memahami apa yang dibicarakan oleh Akane.
"Aku memberi kalung dengan sihir pada Shiro. Tadi sore, aku merasa bahwa sihirnya menghilang."
"Apakah kau yakin bahwa sihir itu benar-benar hilang?"
Akane mengangguk. "Ya."
"Bukan hanya karena rusak?"
Akane diam sesaat. "Bisa juga karena kalungnya rusak, tapi itu juga bukan pertanda baik. Terlebih lagi, mereka belum pulang sampai sekarang."
Cherry melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam. "Benar juga. Harusnya kakak sudah pulang."
Cherry kembali melihat Akane. "Jadi, apakah kau kesini hanya untuk menanyakan itu?"
"Aku ingin mencari dimana mereka, tapi markas Fallen Orions sangat tersembunyi. Aku sudah mengunjungi Kurosaki, tapi ia sendiri juga tidak tahu."
"Kenapa kau tidak langsung bertanya ke adiknya saja?"
"Kurosaki bilang bahwa Saki juga belum pulang ke rumah bibinya. Sekarang ia juga sedang sibuk sepertiku."
Mendengar Akane, Cherry diam dan berpikir.
Akane memperhatikan Cherry dan bertanya, "Kau memikirkan apa?"
"Memikirkan cara bagaimana menemukan mereka."
Akane merasa ada sesuatu yang aneh pada Cherry. "Tunggu dulu, kenapa kau sangat tenang? Sepertinya kau tidak terganggu dengan masalah ini."
"Aku juga khawatir, sama sepertimu ..." Cherry menatap cangkir tehnya.
"... Tapi aku tahu bahwa kakakku sedang baik-baik saja."
Ia tersenyum dan menatap Akane, mencoba membuatnya lebih tenang. "Jika kakakku baik-baik saja, maka aku yakin yang lainnya juga sama."
"Kenapa kau bisa begitu yakin?" Akane penasaran darimana asal kepercayaan diri Cherry hingga ia bisa berkata seperti itu.
Cherry hanya tertawa. Ia tidak menjawab pertanyaan Akane. "Hehe."
Akane menghela nafas. "Hah ... Setidaknya kita juga harus melakukan sesuatu untuk menemukan mereka."
"Memangnya kau tahu harus mencari kemana?
"Tidak, karena itulah aku menemuimu. Kurosaki sedang sibuk, dan Reina tidak mungkin kuajak untuk ini."
"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Aku akan pulang dan menunggu informasi lebih lanjut dari yang lain. Lagipula, tidak ada lagi yang bisa kulakukan sebelum menerima informasi lain."
Cherry meminum lagi tehnya. "Mereka juga bukanlah orang yang lemah. Berusaha mengejar sesuatu yang berada diluar kemampuan kita memang hal bagus, tapi menurutku bagus atau tidak itu tergantung pada resikonya."
"Huh? Kau terdengan seperti kakekku."
Akane menatap tehnya. Ia tahu bahwa apa yang diucapkan Cherry dan kakeknya adalah benar. "Kau memang benar. Kita tidak bisa gegabah, atau kita akan ditelan oleh kenyataan bahwa kita tidak bisa melakukan apapun."
Cherry tersenyum. Ia mengingat pembicaraan dengan kakaknya beberapa hari lalu.
Saat itu, Army sedang melatih Cherry untuk mengendalikan kekuatan kegelapannya yang agak unik. Disela-sela istirahatnya, Army dan Tofu selalu memberikan informasi penting kepada Cherry mengenai kekuatan kegelapan mereka.
Tofu melayang-layang di depan Cherry. "Hei, apakah kau tau bahwa aku juga bisa masuk ke tubuhmu?"
Cherry menggelengkan kepalanya.
"Selama Tofu 2 masih menempel padamu, aku bisa memindahkan seluruh kekuatanku, dan menjadikanmu sebagai inang yang baru."
Army kemudian menambahkan. "Tapi hanya saat keadaan darurat."
"Darurat seperti apa?" Cherry penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh mereka berdua.
Tofu menengok ke Army. "Misalnya, jika kakakmu tidak sadarkan diri. Aku bisa berpindah ke dirimu sampai ia mendapatkan kesadarannya kembali."
Army menjentikkan jarinya. "Oh, dan matamu akan berubah menjadi mata iblis sepertiku jika Tofu berpindah."
Tofu melayang keatas dan kebawah dengan cepat. "Ya, karena kau juga harus mengikuti cara yang sama jika aku berpindah ke tubuhmu."
"Jadi ini untuk berjaga-jaga ya?"
Army mengangguk. "Ya, dan jika suatu saat aku sudah tiada."
Mendengar kata-kata Army, Cherry menjadi cemberut. "Kakak, jangan mengatakan seperti itu."
Army tertawa. "Hahaha. Maaf, tapi ini memang perlu kau ketahui jika sesuatu yang buruk terjadi padaku."
Cherry melipat lengannya dan memalingkan wajahnya. "Tetap saja aku tidak suka mendengarnya!"
Army dan Tofu saling menatap dan tertawa kecil, karena respon Cherry yang mereka anggap lucu.
Kembali kepada Cherry dan Akane yang sedang membahas kemana perginya Army dan Shiro.
Akane melihat keluar jendela. "Hujannya sudah berhenti."
Cherry ikut melihat keluar jendela. "Ya, aku sudah tidak mendengar suaranya lagi."
Akane berdiri dan merapihkan kembali pakaiannya yang berlipat-lipat. "Sudah saatnya bagiku untuk pulang."
"Ehhh? Sudah mau pulang?"
Akane melihat jam dan mengangguk. "Besok kita perlu bangun pagi. Akademi kan tidak libur."
"Benar juga." Cherry ikut melihat jam dan menyadari bahwa hari sudah semakin malam.
Akane memakai sepatunya kembali. "Sepertinya aku tahu besok akan mencari kemana."
"Kemana?" Cherry membukakan pintu untuk Akane keluar.
"Kediaman Ardent. Mungkin kita bisa mengetahui sesuatu setelah bertemu dengannya."
"Hmm, sepertinya bukan ide yang buruk. Kita juga bisa pergi bersama Kurosaki kesana."
Setelah memakai sepatunya, Akane berdiri dan keluar. "Ya, kita juga bisa mengajak Reina jika ia mau."
Akane tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Cherry. "Sampai jumpa besok!"
Cherry melambai balik. "Sampai jumpa!"
Sementara itu, seluruh anggota Fallen Orions masih disibukkan dengan melawan monster.
Menggunakan Twin Stormnya, Rikka terus berlari menjauh dari monster itu. Ia melakukannya untuk membuat monster itu terus mengejarnya tanpa melakukan serangan aneh yang lainnya. Meski hanya mengejar, monster itu sesekali menyerang saat ia sudah dekat dengan Rikka.
"Wuih." Rikka melihat monster itu akan menyemburkan sesuatu dari mulutnya. Ia berhenti berlari dan fokus terhadap serangan yang akan datang.
Beberapa saat kemudian, monster itu menembakan proyektil energi padanya.
"Hebat." Rikka menahan proyektil tersebut dengan perisainya, dan membuatnya mengalami Guard Break kembali.
Meski kehilangan perisainya selama beberapa saat, Rikka tidak lagi khawatir akan hal itu. Ia sudah tahu bahwa monster itu tidak bisa menggunakan serangan proyektilnya secara beruntun. Saat monster itu melepaskan proyektilnya lagi, maka Rikka sudah siap untuk menahannya lagi menggunakan perisainya yang telah kembali.
"Berapa lama lagi?" Eevnyxz bertanya sambil menyerang dengan Magic Arrow.
"Sebentar lagi."
Reol kemudian berteriak kepada Rikka yang berada di depan. "Rikka! Berhenti sebentar. Aku perlu mengisi stack God Hand!"
Mendengar Reol, Rikka menghentikan langkahnya dan membuat monster itu mengeluarkan serangan dengan frekuensi yang lebih banyak.
Reol berpindah mendekati Rikka untuk menerima serangan monster yang akan ditahan menggunakan God Hand. "Terimakasih Rikka!"
Monster itu kemudian menyerang Rikka dan Reol yang ada di depannya. Rikka hanya menghindar dan menggunakan Perfect Defense untuk bertahan, sementara Reol terus mengisi Stack God Handnya sampai maksimal.
"Baiklah, sudah selesai!" Reol mengaktifkan charge Goliath Punch dan kembali ke belakang bersama yang lainnya.
Beberapa saat kemudian, Rikka mengetahui kalau Stun sudah bisa dilakukan kembali.
Ia berhenti berlari, dan mengambil posisi sebelum melempar perisainya. "Semuanya, siap!"
Seperti sebelumnya, mereka mendebuff monster itu dengan segala skill yang dimiliki sebelum Stum dilakukan.
"Sekarang!" Rikka menggunakan Shield Cannon, dan memberi Stun kepada sang monster.
Mereka segera melakukan serangan beruntun lagi seperti sebelumnya dengan Soul Hunter, Goliath Punch, Magic Cannon, Satellite Arrow, Vanquisher, dan Cross Fire.
"Kali ini benar-benar yang terakhir!" Vivien melompat, bersiap untuk melancarkan Divine Slash yang ia yakini akan menghabisi monster itu.
"Apa!?"
Seseorang tiba-tiba muncul dihadapannya dan menahan Divine Slash dengan satu tangan. Orang itu menggunakan baju zirah berwarna hitam dengan helm yang menutupi seluruh wajahnya. Meski menggunakan baju zirah, ia tidak terlihat membawa senjata apapun bersamanya.
Vivien yang kaget segera menendang orang itu sebelum menyentuh tanah. Ia menggunakan tendangannya untuk melompat mundur dan menarik pedangnya kembali.
"Siapa kau?!" Vivien memegang pedangnya dengan sangat erat, bersiap menggunakan Zantei untuk melakukan serangan balik jika ia diserang.
Saat semuanya terkejut dengan kedatangan orang misterius itu, tiba-tiba muncul kembali orang lainnya yang turun dari atas monster. Tidak ada yang mengetahui kapan atau bagaimana caranya ia bisa muncul. Dari penampilannya, jelas kalau ia adalah rekan dari orang misterius yang menahan Divine Slash Vivien. Baju yang mereka gunakan sama persis, dan keduanya sama-sama tidak terlihat membawa senjata.
"Siapa ka ..." Belum sempat Rikka bertanya, monster yang sebelumnya di Stun sudah sadar kembali.
Pertarungan yang sebelumnya hampir selesai menjadi lebih panjang, karena diganggu oleh kedatangan 2 orang misterius. Suasana menjadi tegang karena ada yang bisa menahan Divine Slash Vivien dengan sangat mudah. Mereka kemudian berubah posisi menjadi bertahan, karena mereka tidak tahu apakah serangan mereka bisa mengenainya atau tidak. Jika Divine Slash saja bisa ditahan maka serangan lainnya mungkin saja bisa ditahan. Mereka bisa kalah karena gegabah dalam menyerang.