Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 23 - Chapter 18 - Persiapan Turnamen (2)

Chapter 23 - Chapter 18 - Persiapan Turnamen (2)

Pagi itu, Shiro yang selalu datang pagi sudah sampai di kedai serikat. Biasanya, ia selalu menjadi yang pertama sampai, tapi hari itu ada seseorang yang telah datang lebih dulu darinya.

"Oh, kau orang baru yang bergabung 3 hari lalu kan?" Shiro menghampiri Kirito yang sedang memperhatikan papan buletin.

Orang itu hanya diam sambil terus memperhatikan papan buletin.

Shiro mulai merasa tidak nyaman dengannya, tapi ia tetap mencoba untuk ramah. "Ah iya, namaku Shiro. Boleh ku tau siapa namamu?"

Orang itu tetap diam, mengabaikan Shiro.

"Sepertinya kau sangat tertarik dengan misi hari ini ya? Kalau begitu, aku akan duduk disana. Jangan sungkan untuk bertanya padaku."

Shiro menjauhi Kirito. Ia mendapat perasaan tidak enak yang akan terjadi dengan adanya dia di guild.

Fori kemudian datang menghampirinya. "Apakah ada yang ingin dipesan tuan Shiro?"

"Ah Fori, seperti biasa saja."

Fori mengangkat tangan kanannya, memberi hormat. "Laksanakan!"

Sebelum Fori pergi membuat pesanan Shiro, ia dipanggil olehnya. "Tunggu, Fori."

Shiro bertanya dengan suara kecil, sambil melirik ke arah Kirito. "Apakah sifatnya memang seperti itu?"

Fori melihat Kirito, dan mengangguk. "Sepertinya begitu. Ia juga tidak membalas sapaanku sebelumnya."

Shiro menghela nafasnya. "Hahhh ... Baiklah."

Fori kembali ke belakang untuk menyiapkan pesanan Shiro.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari Kirito yang mengambil selembar kertas misi. Shiro melirik kearahnya, dan melihatnya berjalan menuju pintu keluar. Disaat yang bersamaan, Army baru saja sampai di kedai. Ia masuk ke dalam, hampir menabrak Kirito yang akan keluar.

"Ups, maaf!" Army secara refleks menghentikan langkahnya, agar tidak bertabrakan.

"Tcih." Orang itu segera berjalan pergi, meninggalkan kedai tanpa berkata-kata lagi.

Army menjadi bingung dengan sikap. Ia menatap Shiro, seakan bertanya apa yang membuat Kirito bersikap seperti itu. Shiro hanya mengangkat bahunya, tidak bisa menjawab kebingungan Army.

Sementara itu, di lapangan akademi. Para murid sedang menyesuaikan diri dengan barrier yang telah disiapkan oleh Need. Seluruh murid yang datang langsung diberikan sebuah barrier, dan dipersilahkan untuk berlatih menggunakannya.

"Jadi ini barriernya." Cherry memperhatikan seluruh tubuhnya, mencoba melihat barrier yang menyelimuti tubuhnya.

"Fire Arrow!" Akane melepaskan sihir panah api kepada Cherry.

"Wahhh!!!" Cherry terkejut, dan berusaha menahan panah tersebut menggunakan tombaknya. Akan tetapi, Fire Arrow Akane tidak mengenai Cherry sama sekali berkat barrier Need.

"Akaneeee! Apa yang kau lakukan!?" Cherry berjalan mendekati Akane dengan kesal.

"Mencoba barriernya. Sepertinya mereka benar-benar aman."

Cherry memegang kedua bahu Akane dari depan, dan menatap mata Akane secara langsung. "Bagaimana jika tadi aku benar-benar kena!?"

Akane memalingkan pandangannya. "Ehe."

Cherry melepaskan genggamannya. "Hahhh ... Tapi berkat itu kita bisa tahu bahwa barriernya berfungsi dengan baik."

Kurosaki dan Reina berlari menghampiri mereka dari belakang.

Kurosaki melambaikan tangannya. "Pagi kalian!"

"Maaf kami sedikit terlambat." Reina berlari dibelakang Kurosaki.

Cherry menengok kearah mereka. "Oh, pagi juga Ku ..."

"Fire Arrow!" Akane kembali melepaskan Fire Arrow, kali ini pada Kurosaki dan Reina.

"Uahhh!" Kurosaki yang terkejut tidak sempat meraih perisainya. Ia berusaha menahan panah tersebut menggunakan tubuhnya langsung, agar tidak mengenai Reina di belakangnya.

Sama seperti sebelumnya, Fire Arrow tersebut tidak menembus barrier Need.

Cherry menarik kedua pipi Akane. "Akaneee! Apa yang kau lakukan lagi!?"

"Mencoba barriernya."

Cherry menarik pipi Akane dengan lebih keras. "Tadi kan sudah!"

Akane melirik Kurosaki dan Reina yang masih terkejut. "Maaf."

Cherry melepaskan pipi Akane, dan menghampiri Kurosaki. "Maaf Kurosaki, Reina. Akane sedang mencoba memastikan barriernya bekerja dengan baik."

Kurosaki mengusah dahinya. "Fiuh ... Untung saja barriernya bekerja."

Reina bersembunyi dibalik Kurosaki, berlindung jika Akane melepaskan Fire Arrow lagi "Akane ... Itu berbahaya ..."

Akane tertawa, tapi ia tau bahwa ia salah. "Maaf maaf, aku tidak akan melakukannya lagi."

Cherry kembali melihat sekeliling tubuhnya. "Jadi seperti ini barriernya. Aku benar-benar tidak merasa sedang terlindung."

Kurosaki menyentuh bahu Cherry. "Kau bahkan bisa menyentuh orang lain dengan biasa."

Reina keluar dari belakang Kurosaki. "Sepertinya barrier ini hanya menahan serangan yang datang."

Akane mengangguk. "Sepertinya begitu. Ia bisa mengenali mana yang berupa serangan atau bukan."

Cherry berpikir sebentar. "Biasanya, kita akan latihan dengan melawan monster kan? Sekarang kita akan berlatih satu sama lain secara langsung. Aku merasa sedikit aneh."

"Ya," jawab Kurosaki. "Kurasa itu akan perlu pembiasaan yang lebih lama."

Akane menyiapkan tongkat sihirnya. "Kalau begitu, inilah saatnya kita membiasakan diri."

Sayap sihir Akane mulai tercipta akibat adanya sihir yang mengalir di tubuhnya. "Karena kita masih di lapangan, sebaiknya kita jangan mempertunjukkan strategi dan skill rahasia yang telah kita siapkan."

Kembali pada Army dan Shiro di kedai. Mereka berdua sedang mengobrol sambil menunggu Saki dan Rikka datang.

"Shiro, kau tau kalau akademi mengadakan sebuah turnamen?"

Shiro mengangguk. "Ya, Akane menceritakannya padaku beberapa hari lalu."

Army tertawa. "Hahaha, Need memang sulit diduga. Siapa yang menyangka kalau ia sudah memiliki rencana seperti itu."

"Aku juga tidak menyangkanya. Tapi jujur saja, aku ingin mencoba ikut."

"Sayang sekali, kita bukanlah murid akademi."

Shiro menghela nafasnya. "Hah... Memang sangat disayangkan. Padahal turnamen itu pasti akan sangat seru."

"Tak apa. Setidaknya kita bisa membantu Cherry dan Akane yang berjuang untuk memenangkannya."

Shiro memangku wajahnya. "Yah, kurasa tidak ada yang bisa kulakukan selain sedikit mengajarkan Akane bagaimana cara melawan sesama manusia."

"Bagaimana denganmu Ar? Apa yang kau lakukan untuk membantu adikmu?"

Army berpikir sebentar. "Hmm ... Yang kulakukan agak sedikit merepotkan."

"Oh ya? Apa itu?"

"Ia memintaku melatih kekuatan kegelapannya."

"Bukannya itu bagus? Kau menyukai itu kan?"

Army mengangguk. "Tentu saja, tapi sekarang kita menjadi lebih sibuk. Aku khawatir kalau apa yang kuajarkan belum cukup untuknya."

Shiro menepuk bahu Army. "Tenang saja! Ia adalah adikmu, jadi percayalah padanya. Aku yakin ia akan sangat mahir hanya dalam beberapa hari."

"Kuharap juga begitu."

Tiba-tiba, sesuatu terlintas dalam pikiran Shiro. "Hmm, mungkin aku juga bisa membantu mengajarkannya sesuatu. Sebagai sesama pengguna Halberd, ada sesuatu yang ingin kuajarkan padanya."

Army menengok. "Oh ya? Seluruh bantuan untuk melatih Cherry akan kuterima dengan senang hati."

Shiro menunjuk diri sendiri dengan jempolnya. "Serahkan padaku!"

Waktu terus berjalan, hingga sore hari tiba. Setelah sepanjang hari latihan, Cherry, Akane, Kurosaki, dan Reina memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum pulang. Mereka pergi ke pinggir lapangan, dan duduk di bangku kosong yang tersedia disana.

Cherry menghela nafas. "Hahhh ... Sepertinya cukup untuk hari ini."

Sayap sihir Akane menghilang, bersamaan dengan berhentinya aliran sihir di tubuhnya. "Ya. Kita juga sudah cukup terbiasa dengan barriernya."

Kurosaki meletakan pedang dan perisai dibawah kakinya. "Sisanya tinggal latihan lebih banyak, dan memikirkan strategi apa yang akan kita gunakan."

Cherry memangku wajahnya dan berpikir. "Hmm ... Ini akan sedikit sulit. Kita perlu memikirkan keuntungan dan kelebihan berbagai job saat melawan job tertentu."

Akane menyahut. "Seperti job long range yang kesulitan melawan job dengan kecepatan gerak yang tinggi?"

Cherry mengangguk. "Ya, seperti itu."

Kurosaki mulai membayangkan bagaimana pertandingan berjalan. "Jika dps seperti halberd atau knuck maju, maka aku akan maju untuk menahannya. Jika dps long mereka menyerangku, maka Cherry akan maju untuk mengalihkan mereka. Lalu, jika Cherry dihadang oleh tank lawan, maka Akane dan Reina akan menyerang tank tersebut."

Akane mengambil botol minumnya. "Yah, mungkin pertandingan nanti akan berjalan seperti itu. Kita harus benar-benar kompak agar formasinya tidak mudah hancur."

"Bagaimana jika kita tidak memakai strategi?" Ucapan Reina membuat semuanya bingung. Mereka bertiga menatap Reina yang duduk di paling kiri.

"Maksudku bukan benar-benar tanpa strategi, tapi kita akan menggunakan strategi rumit seperti itu."

Akane tertarik dengan ucapan Reina. "Bisa kau jelaskan?"

"Jika menggunakan sistem formasi, kurasa itu hanya akan mempersulit kita."

Reina mengangkat telunjuk kirinya. "Apa kalian tahu soal sebuah kekaisaran besar, yang tak terkalahkan dalam peperangan?"

Mereka bertiga menggelengkan kepala.

"Aku pernah membaca kisah tentang mereka, tapi aku lupa nama kekaisarannya. Mereka adalah kekaisaran yang sangat luas. Mereka sangat ditakuti, bahkan oleh kerajaan yang dikenal sangat kuat sekalipun. Setelah membaca kisahnya, aku menyadari faktor kemenangan mereka adalah ..."

Mereka bertiga penasaran dengan kelanjutan cerita Reina.

"... Strategi yang fleksibel."

"Benarkah? Seperti apa itu?" tanya Kurosaki.

"Sebenarnya tidak hanya itu, tapi ada banyak faktor yang menjadi alasannya. Secara umum, mereka membentuk pasukannya untuk bertempur sebagai apapun. Mereka memang memiliki peran untuk tiap jenis pasukannya, tapi mereka tidak terikat oleh peran yang sangat spesifik."

Reina memperagakan contohnya dengan kedua tangan. "Misalnya, ada tim yang maju untuk memancing, dan jika lawannya terpancing, maka akan ada tim yang bertugas untuk menyergap lawannya. Mereka diberi kebebasan untuk melakukannya, selama tugas memancing dan menyergapnya tetap dijalankan."

"Wahhh ..." Mereka bertiga terkesima dengan cerita yang dibawakan oleh Reina.

"Keunggulan lain mereka juga terletak pada individu pasukannya yang multi peran. Jika pasukan pada umumnya dibagi menjadi infantri, kavaleri, dan pemanah, maka tiap pasukan mereka adalah ketiganya."

"Bagaimana caranya?" tanya Akane lagi.

"Seluruh pasukannya bisa berkuda, memanah dari kuda, dan jika terjatuh dari kuda, maka mereka siap bertempur menggunakan pedang, atau tombak yang dibawa. Mereka bahkan juga bisa menggunakan tombak sambil berkuda."

Cherry memangku kepalanya dengan kedua tangan. "Berarti pasukannya sangat hebat ya, sampai bisa menguasai semuanya."

Reina mengangguk. "Ya. Untuk mendominasi pertempuran, kita tidak perlu menggunakan strategi yang rumit. Strategi yang simpel sekalipun akan menjadi sangat berbahaya, jika kemampuan individu, kedisiplinan, pengetahuan tentang lawan, dan kerjasamanya sangat baik."

Reina menatap mereka bertiga. "Kita sudah cukup kompak sebagai sebuah tim, dan kemampuan individu kita juga tidak perlu dipertanyakan. Sisanya hanyalah mencaritahu lebih jauh tentang lawan yang akan kita hadapi. Ini adalah strategi yang cocok untuk kita gunakan!"

Reina menatap Kurosaki. "Kurosaki, dengan kemampuanmu, kau bisa mengantisipasi berbagai serangan yang akan datang. Kau tidak perlu berpikir dua kali untuk melakukannya. Antisipasi saja semua yang datang. Dengan kecepatan gerakmu, aku yakin kau juga bisa melakukan interupsi dengan sangat cepat, dan mengendalikan pertempuran dengan mudah."

"Ahaha ... Kurasa kau terlalu memujiku Reina."

Reina menatap Cherry. "Cherry, kau adalah yang paling cepat diantara kita. Kau bisa dengan cepat menembus lawan, dan mengacak-acak formasi mereka dari dalam, selagi kami menyerang dari luar. Dengan tombakmu yang bisa berganti elemen, aku yakin mereka akan kesulitan melawannya. Serang semua yang bisa kau serang, dan hindari segala serangan balik yang mereka lakukan. Buatlah kerusakan pada formasi mereka sebanyak mungkin."

Cherry mengacungkan jempolnya. "Tentu saja aku akan melakukannya!"

Reina menatap Akane. "Dan terakhir, Akane. Kau adalah yang paling kuat diantara kita. Aku yakin kau bisa melakukan segalanya, jika kau dibiarkan untuk bebas melakukan apapun. Jika bisa kau hancurkan, maka hancurkanlah. Jika kau bisa menggagalkan sebuah serangan, maka gagalkanlah. Jangan mengkhawatirkan hal apapun, selain yang bisa membawa kita pada kemenangan."

Akane bertanya balik. "Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

"Sama seperti kalian, aku juga akan melakukan segala hal yang ku bisa. Mencari celah, memancing pergerakan lawan, atau menjadi pengalih perhatian. Apapun yang kita butuhkan, aku pasti bisa melakukannya."

Reina berdiri sambil mengepalkan kedua tangan di depannya. Ia menjadi berapi-api saat berbicara. "Ad lib! Improvisasi! Kebebasan! Kita melakukan apapun tanpa ada batasan yang namanya peran, selama yang kita lakukan mengarah pada kemenangan!"

Reina melihat keatas sambil mengangkat tangan kirinya yang masih mengepal. "Dengan kekompakan dan kekuatan masing-masing dari kita, aku yakin bahwa kita akan bisa memenangkan turnamen ini!"

Kurosaki tersenyum melihat Reina yang berapi-api dalam mengeluarkan isi pikirannya. "Ternyata kau bisa seperti itu juga Reina."

Cherry bertepuk tangan setelah Reina berhenti berbicara. "Itu sangat bagus Reina!"

Akane bersender pada bangku. "Siapa sangka Reina bisa menjadi sangat bersemangat seperti ini."

Reina menyadari bahwa ia terlalu semangat saat menjelaskannya. "Ah, maaf! Aku terlalu bersemangat" Ia menutup wajahnya karena malu, dan kembali duduk.

Akane tertawa. "Haha, tak apa Reina. Rencanamu itu tidak buruk juga "

Cherry merespon dengan positif. "Justru itulah yang membuat kami yakin dengan rencanamu Reina!"

Kurosaki juga ikut merespon dengan positif. "Aku setuju dengan mereka. Bertarung dengan bebas selama kita terus menuju kemenangan. Kurasa itu adalah yang paling cocok untuk party kita."

Akane melipat tangannya dan tertawa. "Hahaha ..."

Cherry menengok Akane yang mendadak bertingkah aneh. "Ada apa Akane?"

Akane melirik Cherry sambil tersenyum. "Aku tau strategi seperti apa yang akan kita gunakan nanti!"