Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 20 - Chapter 15 - Surat Perintah

Chapter 20 - Chapter 15 - Surat Perintah

Siang hari di markas umum Fallen Orions, terlihat Rikka yang sedang berdiri diam di depan sebuah ruangan. Ia hendak memasuki ruangan tersebut, tapi seperti ada sesuatu yang menahannya untuk masuk.

"Hufff ..." Rikka menarik nafasnya dengan panjang.

"Hahhh ..." Ia menghembuskan kembali nafasnya.

Dengan kedua tangannya, ia membuka 2 pintu yang ada di depannya secara bersamaan.

"Neeeeeeeeeed!" Ia memanggil Need dengan sangat panjang dari depan pintu.

Need yang sedang mengurus dokumen di mejanya langsung tersentak kaget, karena Rikka datang secara tiba-tiba ke ruangannya. "Rikka ... Tolong jangan mengagetkanku seperti itu ..."

Rikka menutup kembali pintunya, dan berjalan menuju Need yang sedang duduk. "Hehe, maaf. Aku suka melihat reaksi kagetmu Need."

Need menghela nafasnya, bersabar dengan sifat Rikka yang sudah sangat ia kenali. "Hahhh... Jadi ada apa kesini?"

"Ini." Rikka meletakkan selembar kertas di hadapan Need.

Need mengambil kertas tersebut. "Apa ini?"

Rikka duduk diatas meja kerja Need dan melipat kakinya. "Baca saja."

Need kemudian membaca kertas tersebut dengan teliti.

"Apa!?" Need kembali terkejut saat membaca setengah dari kertasnya.

Need menatap Rikka. "Bisa jelaskan apa yang terjadi? Kenapa ini terjadi sangat mendadak?"

"Yah, ceritanya agak panjang." Rikka menatap langit-langit ruangan.

"Tak apa, ceritakan saja." Need meletakan kertas tersebut didepannya setelah selesai dibaca.

"Baiklah."

Pagi harinya, saat Ardent melakukan rapat dengan kesebelas anggota Fallen Orions yang menyelamatkannya dari parasit dimensi lain.

"Tunggu dulu!" Reol menggebrak meja.

Ia berdiri dari duduknya, dan menunjuk Ardent. "Kenapa kau memutuskannya dengan sepihak?! Kau tidak tahu bagaimana repotnya kami nanti jika kau pergi?"

Fuuko mencoba menenangkan Reol, dan membuatnya duduk kembali. "Papa, kurasa kau harus mempertimbangkan apa yang akan terjadi, jika kau melakukan itu."

Ardent mengangguk. "Ya, aku tahu bahwa kerajaan ini akan mendapat banyak serangan dari para penyusup."

"Lalu kenapa kau tetap bersikeras melakukannya?" Reol kembali bertanya dengan nada tinggi.

"Karena ini perlu dilakukan."

"Papa, kurasa itu bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Kami akan sangat kewalahan menghadapi mereka." Fuuko berusaha meredakan ketegangan diantara mereka.

"Fuuko benar! Jika kami saja sudah kewalahan, bagaimana dengan yang lainnya? Mengelilingi kerajaan sekali saja mereka pasti sudah kelelahan!"

Selagi Reol, Fuuko, dan Ardent memperdebatkan sesuatu, Shiro berbisik kepada Army yang berada di sebelah kirinya.

"Ar, bagaimana menurutmu?"

"Soal apa?"

"Keputusan papa untuk pergi."

Army melirik Shiro. "Aku sih tak masalah. Lagipula, alasannya cukup kuat kan? Kita bisa saja mendapat kejutan dari lawan yang kuat. Jika Ardent tidak bisa melawannya, maka kita pun akan tamat.

"Yah, kupikir juga begitu. Kita beruntung para Dimension Leaper itu bukanlah orang yang jahat."

Shiro melihat kearah Saki yang berada di sebelah Army. "Bagaimana denganmu Saki? Kau mendengar pembicaraanku dengan Army kan?"

Saki berpikir sebentar. "Mungkin kita akan ikut ditugaskan di garis depan. Tapi, kurasa itu sebanding dengan papa yang menjadi lebih kuat."

Army mengangguk. "Seperti itulah. Selain itu, bertambah pekerjaan berarti kita akan digaji lebih. Digaji lebih berarti aku dapat membelikan Cherry lebih banyak barang!"

Shiro sudah menduga jawaban dari Army, jika ia membuka pembicaraan soal pekerjaan yang bertambah banyak. "Yah, kurasa pendapatan kita juga akan meningkat, sebanding dengan pekerjaan yang bertambah."

"Tetapi ... Kita akan memiliki semakin sedikit waktu senggang." Saki menjadi tidak bersemangat saat membahas pekerjaan.

Army menatap Saki dan tersenyum. "Jangan khawatir Saki. Akan selalu ada waktunya senggang untuk kita habiskan bersama."

Saki memalingkan pandangannya, menyembunyikan wajahnya yang memerah. "Jika senior yang berkata begitu ..."

Rikka kemudian memotong pembicaraan mereka. "Hei hei hei, kalian membicarakan apa tanpaku?"

Shiro memangku kepalanya di meja dengan salah satu tangan. "Kami sudah tahu bagaimana pendapatmu soal ini."

"Oh ya? Apa?"

"Kau akan sangat kesepian."

Jawaban Shiro tepat sasaran, dan membuat Rikka terdiam.

Army juga ikut menambahkan jawabannya. "Kau akan mati bosan jika tidak sedang bersama kami."

Saki menatap Rikka, melihat bagaimana ia terdiam dengan jawaban dari Army dan Shiro yang sangat tepat.

"Senior, jangan khawatir. Kita akan memiliki banyak pekerjaan, jadi kau tidak akan bosan."

Rikka menutup wajah dengan kedua tangannya, berpura-pura menangis. "Huaaa ... Kalian memang jahat!"

Tiba-tiba terdengar suara gebrakan meja dari arah Reol dan Fuuko.

"Sudah cukup! Jika kau tetap melakukannya, maka kami akan keluar dari sini!"

Reol berdiri, dan berjalan pergi meninggalkan ruangan.

Fuuko ikut berdiri dan menundukkan badannya. "Maaf papa, tapi kami benar-benar tidak senang dengan keputusan kali ini."

Reol dan Fuuko keluar dari ruangan. Ardent hanya bisa menyaksikan mereka sambil menghela nafasnya.

Kembali ke ruang kerja Need, dengan Rikka yang masih duduk diatas meja.

"Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?" Need masih penasaran dengan hasil rapat pagi tadi.

"Tak lama kemudian, rapat selesai dengan hasil Ardent yang akan pergi."

"Bagaimana dengan Reol dan Fuuko?"

"Mereka benar-benar keluar. Aku tidak bisa menghentikannya."

"Begitu ya ... Sangat disayangkan, karena mereka adalah orang yang sangat hebat."

"Mau bagaimana lagi? Keputusan Ardent ini jelas akan sangat mempersulit mereka. Wajar saja jika mereka ingin berhenti melakukannya."

"Yah, aku juga dapat memakluminya."

Need membaca kembali kertas dari Rikka. "Tapi, kenapa aku yang dipilih menggantikan Ardent? Bukankah ada banyak orang yang lebih cocok?"

Rikka menatap Need. "Kemampuanmu dalam administrasi jauh melebihi siapapun, jadi kau yang dipercayakan untuk ini."

"Haha ... Aku tidak bisa mengelak dari klaim itu ..." Need memalingkan pandangannya, menyadari bahwa tanggungjawab itu memang sangat tepat untuk diberikan kepadanya.

Kemampuan Need dalam bagian administrasi sangatlah diandalkan. Ia mengurus segala hal yang berkaitan dengan Fallen Orions dalam bagian administrasinya. Pendaftaran anggota baru, perkenalan anggota baru dengan anggota lama, membantu menyusun acara, pembagian tim, dan pembagian tugas. Semua hal itu dikendalikan oleh Need, sebelum mendapat persetujuan akhir dari Ardent.

Surat-surat, izin, dokumen, dan berbagai keperluan lainnya yang berkaitan dengan Fallen Orions diurusnya dengan sangat baik. Seluruh orang yang memiliki urusan dengan Fallen Orions memuji kemampuan Need dalam menjadi perantaranya. Pihak kerajaan juga menghormati Need sebagai orang yang sangat cerdas, bahkan beberapa dari mereka sering meminta pendapat darinya untuk mengurus administrasi kerajaan.

"Apakah kau sudah siap untuk menerimanya?"

Need melipat tangannya dan berpikir sebentar. "Aku tidak memiliki pilihan untuk menolak disini. Lagipula, pekerjaan yang dilimpahkan kepadaku merupakan bagian yang ku kuasai."

"Tentu saja. Meski kau akan menjadi ketua sementara, tapi kau hanya perlu menjadi wakil Ardent. Seperti menjadi kepala akademi, menjadi pemimpin acara serikat, dan beberapa hal lain yang biasa Ardent lakukan."

Need berpikir sebentar. "Mejadi kepala akademi ya ... Kurasa itu layak untuk dicoba."

Rikka tersenyum. "Tentu saja. Kau belum pernah melakukannya kan? Ada baiknya kau mengerjakan administrasi yang tidak hanya seputar Fallen Orions."

Need tertawa. "Hahaha, kurasa kau benar. Memikirkan tentang para murid tentu saja akan berbeda dengan memikirkan para anggota serikat."

Need melihat kembali kertasnya, berusaha mencari tahu tentang sesuatu. "Kira-kira, berapa lama Ardent akan pergi? Ia tidak mencatumkannya disini."

"Hmm ..." Rikka meletakkan jari telunjuk di pipinya, mencoba mengingat kata-kata Ardent padanya.

"Katanya, paling cepat satu bulan. Ia tidak mencantumkannya, karena ia sendiri tidak tahu berapa lama ia akan pergi."

"Begitu rupanya ..."

"Oh iya, satu lagi."

"Apa itu?"

"Ardent sudah pergi sebelum aku datang kesini, jadi kau bisa memulai pekerjaan barumu sekarang."

"Begitu ya. Meski aku tidak akan sebaik Ardent dalam mengurusnya, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin!"

Rikka menjentikkan jarinya. "Itu dia Need yang ku kenal!"

"Karena kau sudah mendapatkan perintahnya, sekarang saatnya aku untuk kembali. Ada pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan." Rikka turun dari meja.

Saat hendak berjalan keluar, Rikka teringat sesuatu yang belum ia katakan. "Ah iya Need."

"Ada apa lagi?"

"Kalau butuh bantuan, jangan segan-segan untuk memintanya padaku ya. Meski sedikit, tapi aku tahu beberapa tugas yang biasa Ardent lakukan."

"Tentu saja. Terimakasih, Rikka."

Rikka membuka pintu, dan keluar dari ruang kerja Need.

Need mengambil kertas tadi, dan meletakan kertas tersebut di dalam laci meja kerjanya. Ia berdiri dari tempat duduknya, dan berjalan ke jendela di belakangnya. Ia menatap langit diatas, sambil memikirkan sesuatu.

"Menjadi kepala akademi ya ..."

Beberapa hal sedang di proses di dalam kepalanya. Ia sepertinya memiliki sebuah ide yang selama ini ia pendam.

"Sudah lama aku ingin menyarankan ini pada Ardent, tapi sepertinya akulah yang harus melakukannya."

Ia tersenyum, dan tertawa kecil. "Aku penasan, apakah para murid akan suka dengan sebuah permainan?"