Chereads / My Familiar Is The Strongest In The World (Webnovel Indonesia) / Chapter 15 - Chapter 14 : Akhirnya Aku Bisa Menggunakan Sihir Serangan!

Chapter 15 - Chapter 14 : Akhirnya Aku Bisa Menggunakan Sihir Serangan!

POV : Lilyana

"Red Herb berhasil di dapatkan!" Nadia berkata dengan nada seperti bukan manusia sambil mengangkat red herb di tangan kanannya. Suaranya terdengar sangat datar dan kulihat ekspresi wajah datarnya juga agak sedikit menyebalkan. Apa yang sedang dia lakukan?

"Apa sudah semua?"

"Ya, seperti yang Lily bilang. Tumbuhan ini beneran tumbuh di dekat pohon yang kering."

"Kita sangat beruntung karena bisa menemukan tumbuhan ini. Biasanya tumbuhan ini jarang sekali untuk tumbuh di daerah yang penuh dengan soul seperti ini."

"Kita beruntung? Bukannya semua karena sistem punya Lily?" Nadia bertanya sambil memicingkan matanya seakan menyindirku.

[Sistem Lucky 7 : Sistem yang memberikan stat luck +7 setiap kali level up. Pengguna juga jadi bisa dengan mudah menemukan item langka dan item yang sangat dibutuhkan oleh pengguna. Membuat musuh yang lebih kuat/tak bisa dikalahkan pengguna menjauh dan pengguna juga akan di hiraukan oleh mereka.]

Sistem Lucky 7, benar-benar penjelasan sistem yang panjang.

Seperti yang dikatakan Nadia, alasan kenapa kami dengan mudah menemukan tumbuhan yang kami butuhkan adalah karena sistem ini. Karena stat Luck-ku yang tinggi, waktu yang ku butuhkan untuk mengumpulkan tumbuhan-tumbuhan ini menjadi lebih cepat dari saat pertama kali aku melakukan misi mencari tumbuhan bersama Ramos.

Aku masih ingat bagaimana muka kesal dan malas Ramos saat mengerjakan pekerjaan mencari tanaman herbal. Berbanding terbalik dengan Ramos, Nadia terlihat sangat menikmati dan tersenyum setiap kali dia menemukan tanaman herbal yang jadi target pekerjaan. "Ini seperti permainan petak umpet!" katanya sambil tersenyum sangat lebar.

Dia benar-benar seperti anak kecil, walaupun umurnya lebih tua empat tahun dariku.

"Hey, Lily. Tanaman-tanaman ini akan di pakai untuk apa?" Nadia bertanya sambil memasukan tanaman berwarna merah itu ke dalam itembox miliknya.

"Hmm, aku juga tidak tahu dengan pasti, tapi kalau tidak salah yang hijau itu untuk bahan membuat potion. Yang kuning untuk membuat obat paralisis dan yang merah... Setahuku tanaman ini sangat beracun saat dimakan langsung, tapi dapat menjadi bahan untuk potion tingkat tinggi."

"Oh, begitu..." Nadia terlihat menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Aku jadi ingin membuat potion!" dia berkata tanpa berpikir apapun.

Dia mungkin tidak tahu kalau hanya Job Alchemist yang bisa membuat potion. Untuk saat ini lebih baik aku tidak mengatakan apapun, aku tidak ingin menurunkan semangatnya yang sedang tinggi-tinggintya.

"Sekarang tinggal misi membasmi monster." aku mengingatkan.

"Akhirnya, aku bisa bertarung juga!" Nadia tampak sangat bersemangat. "Ngomong-ngomong, goblin itu monster seperti apa?"

"Goblin adalah monster hijau yang memiliki ciri tubuh seperti manusia, hanya saja ukurannya lebih kecil dan menyeramkan. Sebagai tambahan, mereka semua jantan."

"Mereka jantan? Ke mana betina-nya?"

"Tidak ada."

"Terus bagaimana cara mereka bereproduksi?"

"Mereka menggunakan betina dari ras lain."

"Eeeeh, contohnya?"

"Manusia."

"Manusia? Betina dari ras manusia... Kita?! Kita adalah target perkembangbiakan mereka?!"

"Ya, mereka biasanya beramai-ramai menghamili wanita secara paksa."

"kita akan di G******g?!"

Apa maaf? aku tidak mengerti yang dia katakan, tapi ya sudahlah.

"Pokoknya karena kita berdua adalah wanita, kita harus lebih hati-hati saat melawan mereka!"

"Baiklah, aku mengerti..." Nadia terlihat sedikit ragu, tapi dengan kemampuannya dan perbedaan level kita dengan para goblin pasti semuanya akan baik-baik saja.

"Ngomong-ngomong, Lily. Kamu pernah bilang kalau kamu gak bisa sihir menyerang 'kan?"

"Ya, aku tidak punya sistem pengendalian sihir selain elemen cahaya."

Tunggu dulu!

Sepertinya aku melewatkan sesuatu. Aku tidak sadar sampai Nadia berkata, "Bukannya kamu punya Sistem Pengendalian Elemen Air?".

Aku kembali membuka layar statusku dan benar saja di sana ada sistem yang dimaksud oleh Nadia.

[Nama : Lilyana Nevertari | Umur : 21 | Lv : 24 | Ras : Manusia | Elemen Dasar : Air dan Cahaya | Job 1 : Priestess | Job 2 : Summoner | Hp : 900 | Mp : 1135 | Atk : 75(+3 )| Def : 76(+15) | Spd 74 | Dex : 77 | MAtk : 123(+5) | MDef : 108(+15) | Lck : 373 | Sistem : Sistem Panji Pahlawan (Tersembunyi), Sistem Lucky Seven(Tersembunyi), Sistem Kontrak Mahluk Panggilan, Sistem Penguasaan Elemen Cahaya, Sistem Penguasaan Elemen Air | Sistem Berbagi: Sistem 2x Exp, Sistem perkembangan 2x, Sistem belajar 2x, Sistem Penguasaan Elemen Api, Sistem Pertahanan Elemen Kegelapan | Exp : 949 | Next Exp : 251]

Sejak kapan aku punya ini? Terakhir kali aku mengecek sistem milikku adalah sekitar enam bulan yang lalu bersamaan saat aku mengecek job baruku di Oracle kerajaan. Waktu itu aku ingat sekali kalau Oracle bilang kalau aku hanya memilki sistem pengendalian elemen cahaya dan sistem pemanggilan. Bahkan sistem panji pahlawan dan sistem Lucky 7 tidak disinggung pada waktu itu.

Apa mereka membohongiku?

Tapi tidak mungkin seorang oracle berbohong! Untuk apa juga dia berbohong tentang sistem yang aku miliki?

"Lily, ada apa?" Nadia menyadarkan ku dari lamunanku.

"Ah, itu..." aku menerangkan apa yang sebelumnya aku pikirkan tentang keganjilan sistem milikku.

"Hmm, aku mengerti. Untuk sistem Panji Pahlawan dan Lucky 7 kemungkinan karena ada tulisan (tersembunyi) di sampingnya, sistem itu benar-benar tidak bisa di lihat atau diketahui oleh orang lain."

"Jadi hanya kamu dan aku yang bisa melihat sistem itu?"

"Untuk saat ini sih seperti itu."

"Terus apa kamu tahu penyebab kenapa aku punya sistem pengendalian elemen air?"

"Aku gak tahu soal itu. Tapi apa kamu yakin Oracle itu gak ngebohongin kamu?"

"Pada dasarnya oracle bisa mengetahui sistem seseorang karena di beri tahu oleh dewa yang menampilkannya pada sebuah batu khusus. Jadi informasi sistem kita datang langsung dari Dewa, tidak mungkin seorang dewa berbohong."

"Lily," Nadia memanggilku dengan tatapan serius, "setahuku, di duniaku dulu, Dewa adalah sebuah entitas yang tidak bisa dipercaya. Mereka selalu melakukan apapun sesuka mereka dan nggak pernah memikirkan nasib para manusia. Intinya mereka adalah mahluk yang egois."

"Kamu tahu kata-katamu tadi benar-benar tidak sopan, Nadia!"

"Maaf, aku lupa kalau kamu adalah priestess. Bukannya aku meledek dewa di duniamu, tapi yang di sebut dewa di duniaku semuanya seperti itu." Nadia meminta maaf padaku, tapi entah kenapa dia tidak menurunkan nada suaranya.

"Aku memang Priestess, tapi aku tidak berafiliasi dengan kuil manapun, jadi aku tidak tersinggung. Namun untuk priest atau priestess lain mungkin kata-katamu agak sedikit kasar. Jadi jaga omonganmu."

"Kalau itu yang Lily mau, aku gak bakal omongin tentang dewa lagi." Dia mengalah. Syukurlah, aku tidak mau sampai dia membuat masalah dengan salah satu kuil dewa, akan gawat kalau itu terjadi.

"Sekarang kita lupakan tentang yang sebelumnya, yang lebih penting sekarang adalah sistem elemen air milik Lily! Kenapa kamu gak coba keluarin sihir air?"

"Sihir elemen air? Eh, aku gak bisa!"

"Bisa! Kalau belum di coba siapa yang tahu!"

"Hueeh, benar juga, tapi aku tidak yakin kalau aku bisa."

"Jangan pesimis duluan, coba aja kamu bayangin dulu sebuah bola air di ujung tongkat kamu!"

"Baiklah, akan aku coba."

Aku menutup mataku dan mencoba membayangkan sebuah bola air kecil muncul di atas tongkat sihir murahanku. Untuk beberapa saat aku merasa soulku tertarik keluar mengalir menuju ujung tongkatku.

"Lily, kamu berhasil!" aku dikagetkan oleh suara teriakan Nadia. Perlahan aku membuka mata dan di ujung tongkatku aku melihat sebuah bola air mengambang.

Aku membayangkan bola itu melayang ke arah sebuah batang pohon dan bola air itupun meluncur cepat menembus pohon tersebut.

[ telah di dapatkan!]

Akhirnya... Aku mendapatkan sihir serangan pertamaku!

Aku menutup mulutku dengan tangan kiriku saking tidak percayanya dengan apa yang aku . lakukan tanpa ku sadari juga sesuatu yang basah dan hangat mulai meluncur turun membelah kedua pipiku.

"Lily, kamu hebat!" Aku melihat Nadia tersenyum sangat lebar seperti anak kecil. Tanpa aku sadari beberapa detik kemudian sebuah tangan mungil dan lembut mengusap ubun-ubun kepalaku.

Tangan itu adalah tangan milik Nadia. Dia seperti seorang ibu yang bangga dengan anaknya. Dia terus mengusap kepalaku dan perasaan aneh mulai muncul dalam dadaku.

Aku tidak tahu bagaimana bersaksi di saat seperti ini. Karena ini kali pertama seseorang memujiku dengan kata-kata sederhana namun sangat berarti. Dia saat ini layaknya Kakak perempuan yang sangat aku butuhkan sebagai tempat aku bersandar. Walaupun dia lebih pendek dan terlihat lebih muda dariku, dia tetaplah seorang Kakak karena dia lebih tua dariku.

Dia terus membelai kepalaku sambil berkata "Cup, cup! Lily, imut banget!"

Bukannya aku tidak suka dengan apa yang dia lakukan, aku hanya sedikit malu dan kemudian meraih lengan tangan kanan Nadia.

Seraya mengangkatnya menjauh dari kepalaku aku berkata, "Terima kasih, tapi jangan perlakukan aku seperti anak kecil! Umurku sudah 21 tahun."

"Aku tahu itu. Aku cuman reflek aja kayak gitu karena lihat Lily imut banget."

"Aku gak imut!"

"Haha, iya, iya..." dia tertawa dengan apa yang aku katakan, tapi aku tidak merasa dia sedang mentertawakanku. dia lanjut berkata, "Kalau kamu belum puas, Kakak cantik ini akan membiarkanmu menangis sepuasnya!" dengan tangan terbuka lebar memberikanku izin untuk memeluknya.

Terserahlah!

Peluk!

Aku langsung tanpa pikir panjang membenamkan wajahku pada dada Nadia yang lembut. Dari dada Nadia yang lebih besar dariku itu tercium aroma sitrus yang menggelitik indra penciumanku. Aku juga bisa mencium aroma keringat tubuh Nadia yang entah kenapa membuatku tenang.

Aku menyukai dada lembut ini sampai di mana aku tidak ingin melepaskannya. Karena itulah aku melingkarkan tanganku ke punggung Nadia dan memeluknya lebih erat. Nadia pun semakin membenamkan kepalaku dalam pelukannya dan memelukku balik seraya kembali mengusap belakang kepalaku dengan tangannya.

Aku tidak ingin terpisahkan, aku ingin seperti ini untuk selamanya. Mungkin terdengar sangat aneh, tapi dada Nadia adalah tempat ternyaman di Dunia.

Kamipun terus berpelukan seperti itu sampai aku berhenti menangis.