POV : Nadia
Gruu!
"Eh?!"
Tiba-tiba saja perutku keroncongan dan menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Tak tahu kenapa aku menjadi merasa malu karena perutku bunyi, padahal dulu aku tidak pernah merasa seperti ini.
Melihat aku yang tampak terganggu, Lily langsung tersenyum dan berkata. "Haruskah kita pulang sekarang?"
"Pulang?"
"Ya, ke Desa Donpapa!"
"Donpapa?" Nama yang aneh, tapi kalau dia bilang desa berarti di sana ada manusia dan juga makanan.
"Apa kamu mau ikut pergi ke sana?"
"Tentu saja, Aku 'kan Familiar-nya Lily!"
Akhirnya aku dan Lily pergi ke desa bernama Donpapa.
Setelah Lily selesai membereskan barangnya yang ada di ruangan pemanggilan, kami pun langsung pergi keluar dari ruangan itu. Di perjalanan di dalam reruntuhan, kami tidak menemukan satupun tengkorak dan karena itu perjalanan kami jadi lebih tenang. Namun aku sempat melihat Lily nampak kebingungan. Aku tidak bertanya apapun karena aku takut tidak sopan, jadi aku biarkan saja dia bertanya sendiri nanti.
Beberapa menit kemudian kami sampai di luar Reruntuhan.
Ternyata reruntuhan ini berada di dalam hutan yang cukup lebat dan ternyata reruntuhan itu berupa sebuah kastil abad pertengahan. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku baru saja berada di dalam sebuah kastil yang sangat besar.
"Oke, sekarang kita tinggal lewati hutan ini saja!" Ucap Lily sambil menunjuk ke arah jalan setapak yang dipenuhi oleh pepohonan yang rimbun.
Kami masuk ke dalam Hutan bersama-sama.
"Oh-iya, aku baru sadar!"
"Ada apa, Lily?"
"Seingatku, tadi banyak sekali monster skeleton di dalam reruntuhan, tapi sejak kita keluar dari ruangan pemanggilan, aku tidak melihat satupun. Kira-kira mereka ke mana ya?"
"Skeleton?"
Pasti yang dia maksud adalah monster tulang yang aku basmi sebelumnya. Aku tidak sadar kalau aku telah mengalahkan semuanya sekaligus. Lebih baik aku tidak usah bilang saja kalau aku yang mengalahkan mereka semua.
"Lebih baik kita segera pulang sebelum malam!" usul Lily dengan senyuman di bibirnya.
"Ba-baiklah..."
"Sebelum kita mulai masuk ke hutan... Teknik Penyamaran : Zero Presence!"
Tiba-tiba saja Lily mengunakan sihir padaku dan dirinya. Sihir itu berwarna terang dan menyelimuti sekujur tubuhku.
"Eh? Sihir apa itu?"
"Ini adalah sihir untuk menyamarkan keberadaan kita."
"Menyamarkan? Itu artinya kita tidak akan terlihat?"
"Ya, walau cuma untuk beberapa saat, tapi sepertinya cukup untuk kita sampai di desa."
"Oke, jadi kita tidak akan melawan apapun di perjalanan?"
"Kenapa kamu malah terlihat sedih seperti itu?"
"Tidak, tidak apa-apa."
"Oh, oke."
Sayang sekali, aku tidak sempat untuk menunjukan kebolehanku.
Setelah itu kami mulai masuk ke dalam hutan lebat itu. Ternyata teknik penyamaran Lily ini benar-benar ampuh, sepanjang perjalanan kami tidak di serang oleh apapun.
Sebenarnya di perjalan aku banyak sekali menemukan beberapa mahluk hijau aneh setinggi sekitar satu meter, dari mata iblisku aku bisa tahu kalau monster-monster itu bernama goblin. Dari yang kulihat levelnya hanya berkisar 3-10, jadi kalaupun kita melawannya, sepertinya tidak akan terlalu sulit. Namun aku menghargai keputusan Lily untuk tidak melawan mereka, lagipula aku sudah lapar jadi usulan-nya untuk cepat pulang adalah keputusan yang tepat.
30 menit setelah kami menjelajahi hutan, akhirnya kami keluar dari hutan itu dan menemukan jalan setapak terbuat dari tanah. Sihir penyamaran Lily sepertinya memiliki durasi yang sangat panjang, sudah 30 menit tapi efeknya masih tersisa sekitar 15 menit lagi. Sungguh sihir yang sangat hebat.
"Sekarang tinggal menyusuri jalan ini saja dan kita akan sampai di Donpapa!"
"Oke, kalau gitu kita percepat saja!"
"Aku setuju!"
Kami-pun mempercepat langkah kami dan akhirnya sepuluh menit kemudian, kami sampai di desa yang di maksud.
Dari jauh aku dapat melihat beberapa rumah kayu yang berjejer dan beberapa petak kebun. Aku tidak tahu tanaman apa yang di tanam di sana, tapi sepertinya desa ini tidak terlihat miskin.
Setelah beberapa menit melangkah, kami tiba di depan gerbang desa. Gerbang itu tidak terlalu besar, dan pengamanannya hanya berupa pagar batu yang tidak terlalu tinggi. Sepertinya Desa ini sangat aman sampai tidak membutuhkan pertahanan yang memadai. Di depan gerbang Desa berdiri seorang Pria tinggi kurus dengan rambut yang agak sedikit acak-acakan.
"Oh, nona Priestess! Selamat datang kembali!"
"Terima kasih tuan penjaga." Jawab Lily.
"Tunggu, siapa ini? Temanmu?" Dia menunjuk ke arahku.
"Ya, dia temanku." Lily berkata.
Teman? Bukannya aku hanya mahluk panggilan?
"Eh, begitu rupanya." dia berkata sambil menatap ke arahku dengan tatapan yang membuatku sebal.
Dia menatapku seperti aku hanya sebuah objek. Ingin sekali aku menebasnya, tapi aku tahu Lily pasti akan mencegahku, jadi aku urungkan niatku.
"Kalau begitu selamat datang di desa Donpapa!"
Setelah penjaga itu berkata kami pun dengan segera masuk ke dalam desa. Baru beberapa langkah Lily langsung menatapku dan berkata.
"Kamu pasti bertanya kenapa aku tidak menyebutmu mahluk panggilan?"
"Ah, sepertinya kamu udah tahu."
"Maaf, bukannya aku tidak mau mengatakannya tapi akan aneh kalau aku menyebutmu mahluk panggilan."
"Kenapa begitu?"
"Eh... Nanti aku jelaskan saat kita sudah sampai di penginapan."
"Baiklah." Aku tidak membantahnya. Lagipula aku lebih senang jika dia menyebutku temannya.
"Oh ya, pakaianmu! Apa kamu ingin aku membelikanmu baju baru?"
"Baju baru?"
"Ya, pakaian mu terlihat tidak terlalu baik untuk seseorang seperti Nadia."
"Benarkah? Ku rasa ini tidak terlalu buruk."
"Tidak, tidak! Nadia itu cantik, jadi harus memakai pakaian yang cantik juga!"
Dia meremas pundakku dengan kedua tangannya dan menatapku dengan intens memuatku tidak nyaman.
"Ca-cantik?! Berhenti bercanda seperti itu!"
"Tidak, aku tidak bercanda! Nadia emang cantik!" balasnya dengan ketus.
"O-oke, makasih..." entah kenapa aku merasa malu saat ini.
"Jadi, ayo kita pergi ke toko baju!" dia menarik tanganku, tapi...
"Tu-tunggu sebentar!"
Aku menghentikannya dan dia mulai memandang ke arahku dengan penuh rasa penasaran.
"Ada apa lagi?"
Aku mulai mendekatkan wajahku ke arah kuping kanannya dan lalu kemudian membisikan sesuatu ke telinganya. Sesuatu yang sedari awal ingin aku katakan dan tidak bisa aku katakan dengan lantang. Jadi akupun hanya bisa membisikan pertanyaan ini ke telinganya.
"Oh, kamu tidak memakainya?" tanyanya balik terkejut. Jawabanku hanya anggukan cepat. Jujur aku terlalu malu untuk menjawabnya saat ini.
"Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang!"
Kamipun pergi ke toko pakaian terdekat dan membeli beberapa pakaian. Ternyata di dunia ini sudah memiliki konsep pakaian dalam, jadi aku tidak terlalu kesulitan untuk mendapatkannya. Yang membuatnya sulit adalah fakta kalau aku sebelumnya adalah pria, jadi aku kesulitan untuk memakai pakaian perempuan. Namun pada akhirnya aku dapat memakainya dengan baik.
Selain itu Lily juga membelikanku beberapa perlengkapan pakaian, hanya saja...
"KENAPA AKU PAKAI ROK PENDEK?!"
"Heh? Itu tidak terlalu pendek."
"Tidak, rok pendek selutut ini terlalu pendek untukku!"
"Terlalu pendek bagaimana, itu adalah pakaian yang sangat cocok bagi Nadia."
"Cocok dari mana?"
"Sangat cocok, Nadia saat ini terlihat seperti tuan putri!"
"Tu-tuan puteri!?"
"Ya, sangat imut dan cantik!"
"A-apa?"
"Sudah lihatlah kearah cermin!"
Aku melihat pantulanku sendiri di dalam cermin dan aku dapat melihat seorang wanita cantik dengan pakaian yang imut. Pakaian yang aku pakai saat ini adalah sebuah kemeja putih lengan pendek, lalu sebuah rok tempur pendek selutut berwarna kemerahan dan sepatu boots kulit yang tinggi sampai menutupi hampir seluruh betis ku. Di tambah bando dengan hiasan bunga mawar berwarna merah membuat rambutku terlihat lebih rapih.
Sial, wanita ini sangat cantik!
Aku hampir jatuh cinta dengan diriku sendiri.
"Gimana, cantik bukan?"
"Y-ya... Terimakasih."
"Kalau gitu kita ke penginapan sekarang!"
Lily kembali menarik tanganku dan kami pergi meninggalkan toko pakaian itu dengan terburu-buru.
Kami tiba di sebuah penginapan yang cukup besar di desa kecil itu dan tanpa banyak waktu langsung memesan makanan karena kami berdua sama-sama lapar. Diluar dugaan masakan di penginapan ini cukup enak dan mengenyangkan, walau aku tidak bisa mendapatkan nasi sebagai makanan pokok, tapi sup rebusan daging dan rotinya cukup mengenyangkan.
Akhirnya hari pertamaku bertemu dengan Lily, seorang yang memanggilku ke dunia ini berakhir.
Aku penasaran, petualangan apa yang menunggu kami ke depannya.