Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 34 - Social Adventure

Chapter 34 - Social Adventure

Setelah tiga puluh menit, Eideth yang tidur sejenak terbangun seperti tersadar akan waktu. Ia melihat dirinya di dalam kereta kuda, sedang dalam perjalanan ke kota Nous. Disebelahnya, dengan pakaian zirah lengkap miliknya. Paladin sadar Eideth terbangun bergeser sedikit dari tempat duduknya. Alban menyadari pergerakan itu, membungkuk ke depan dan menyapanya. "Kau sudah bangun Eideth…" entah kenapa Eideth merasakan sesuatu tentang perkataan itu, tapi Ia tidak sepenuhnya mengerti.

 

"Ahh… terima kasih sudah membiarkanku istirahat ringan, Aku merasa sedikit lebih baik, hmm, kenapa Kalian melihatku seperti itu" tanya Eideth. Ia melihat tatapan penuh penasaran, mereka coba menyembunyikannya sedikit tapi tetap ketahuan. "Maaf, Kami hanya terpukau kau tahu, ini benar-benar kejadian unik, luka-luka beratmu itu tertutup sangat cepat, Mana disekitarmu terasa…", "aneh" potong Eideth. "luar biasa" sambung Alban, Lin Yan dan Paladin mengangguk setuju bersamanya.

 

"Aww, jangan memujiku, ini hanya… Kau tahu, Talent" Eideth ingin, sangat sangat ingin menjelaskan tapi mereka sama-sama tahu peraturan sihir, Ia menahan dirinya dengan baik. "Tidak perlu Eideth, Kami tau, Kami hanya terkesima, dunia ini benar-benar luas ya" celetuknya. Eideth sedikit tersanjung, Ia bisa membawa pengalaman baru untuk orang lain, Ia menikmati raut wajah mereka yang jujur. "Hahaha…" Eideth tertawa tanpa alasan, namun tawanya segera menular ke yang lain. "Hahahaha" Lin Yan korban pertama, diikuti Alban dan Paladin yang tergigik tanpa suara. Mereka tertawa sedikit menyadari pengalaman aneh yang mereka alami ini, melepas kegelisahan dari pundak mereka.

 

"haha… haah, jujur pengalaman ini tidak pernah kusangka sebelumnya, Kami hanya ingin belajar disini, untuk membantu membangun desa Kami, pengetahuan… ternyata memiliki sisi yang tak terduga ini ya" cetus Lin Yan. "Aku yakin sihir di Rensha juga Istimewa, semua benua punya daerah istimewa sihir bukan begitu, Aku dengar Rensha punya kota istimewa khusus yang penduduknya memiliki sihir pengendali elemen" kata Eideth, Lin Yan terkejut pengetahuan itu diketahui diluar benua asalnya, Rensha. "Tuan Eideth… bagaimana Anda bisa tahu hal itu" tanya Lin Yan penasaran, Eideth sadar akan kesalahannya mengakui dan tidak menutupi apapun. "Oh, um… Aku membacanya dari buku, yah seperti itulah" Eideth beralasan.

"Wah, Tuan Eideth pasti seorang petualang berpengalaman ya" ujar Alban. "Itu tidak benar, Aku hanya tahu banyak hal karena membacanya di buku, atau diceritakan oleh kerabatku yang gemar berpetualang, sebenarnya ini petualangan pertamaku" jelasnya. "Apa…" mereka terkejut mendengar itu adalah pengalaman pertama Eideth, mereka setidaknya mengira dirinya adalah petualang profesional. Mereka mengetahui kemampuan dan pengetahuan Eideth tidak bisa dinilai sekilas, dan tahu jelas Ia menyembunyikan identitas aslinya dengan alasan "petualang".

 

 

"Karena Kita melewati perkenalan pertama Kita, bagaimana kalau Kita mulai ulang kembali, Aku Eideth, seorang petualang, Aku sedang dalam perjalanan menuju Lorogue karena sebuah urusan, salam kenal" Eideth memperkenalkan dirinya dengan formal. Lin Yan kemudian memperkenalkan dirinya kembali dengan salam ala daerah asalnya, mengepalkan kedua tangan didepan dadanya Ia berkata "salam kenal, namaku Lin Yan, Perempuan kemarin itu adalah adikku Lin Mei, Kami berdua dari Bunshou, di benua Rensha, tujuan Kami disini untuk belajar di Akademi Tarnum Nous".

 

"Oh, itu Akademi adalah ternama, benar juga, Kalian ingin belajar kemudian kembali untuk membangun desa Kalian, pilihan yang bagus karena Tarnum penuh dengan pendatang luar dan mudah membuat relasi yang besar disana, pemikiran yang strategis" puji Eideth. Lin Yan sedikit malu mendapat pujian tersebut, "sekarang giliran Tuan Alban" dorong Lin Yan. "Eh, Aku lagi, tapi Kalian sudah mengenalku" ucapnya, "Eideth belum mengenalmu, jadi Kamu harus melakukannya lagi" suruh Lin Yan. Paladin dan Eideth mengangguk mengiyakan, membuat Alban untuk memperkenalkan diri kembali.

 

"Ehem, Aku Alban Quinox, seorang Ksatria untuk Kuil Sphyx, singkatnya, perjalanan ini adalah misi rahasia pengangkatan jabatanku" jelas Alban singkat. "Tunggu, maksudnya, Tuan Alban akan segera diangkat menjadi Kapten Ksatria, selamat", "tidak secepat itu, ini hanyalah salah satu langkah yang harus ku tempuh, masih ada beberapa langkah lagi sebelum Aku mencapai posisi Kapten" potong Alban sebelum Eideth sempat mengucapkan selamat. Eideth menoleh kearah Paladin menunggu Ia memperkenalkan dirinya. 

 

Paladin tak merespon apa-apa, entah tak tau kodenya, tapi butuh beberapa waktu untuknya menyadari. Ia mengambil sesuatu dari kantungnya, sebuah buku lipat dengan lembaran yang bisa di balik. Ia menunjukkannya kepada Eideth dan mulai membalik lembaran itu perlahan-lahan, [Halo, Aku Paladin, Aku tidak bisa berbicara karena sumpahku, harap pengertiannya, Aku berkelana mencari seseorang] tertulis disana. Sepertinya Paladin sudah melakukan ini beberapa kali sebelumnya.

 

Anehnya, walau wajahnya tertutup helm, Ia sangat pandai menyampaikan niat dan perasaannya lewat gestur. Ia bisa berkomunikasi secara natural tanpa kata-kata dan orang lain tidak merasa aneh dengan itu. "Begitu… semoga Kamu segera bertemu dengannya, ngomong-ngomong, bagaimana dengan Vista, Dia tidak bersama kalian" Eideth tahu Vista takkan begitu peduli atau mungkin Ia percaya Eideth akan menyusul. Lin Yan segera menurunkan pandangannya, seperti harus memberitahunya sesuatu. "Eideth, tolong jangan marah tapi Vista…"

 

Sesampai di depan gerbang kota Nous, Ibukota pengetahuan di benua Arkin. Eideth melihat dari kejauhan, pemandangan yang terasa unik namun membawa nostalgia. Dinding tinggi yang mengelilingi kota itu berdiri dengan kokoh, diperkuat dengan berbagai plat besi yang membuatnya tak seperti kota di dunia fantasi. Gedung-gedung tinggi di balik dinding itu tampak lebih besar dan megah. Dengan arsitektur medieval bercampur dengan perkembangan modern dibeberapa tempat. Budaya dan teknologi berkembang bersama membuat percampuran mereka tidak terasa asing namun unik.

 

Budaya adalah kunci besar di Artleya, sama halnya dengan sihir. Bisa dibilang para artlean sangat cinta dengan budaya, dan menjunjung tinggi adalah sebuah keharusan. Walau semua orang selalu terkendala saat tiba ditempat dengan budaya baru, mereka akan dipandu oleh Masyarakat sekitar secara bertahap, walau tidak di semua tempat ini terjadi. Ada legenda mengatakan, sihir Artleya yang sangat beragam adalah karena budaya itu sendiri.

 

Begitu Eideth sampai lebih dekat dengan gerbang masuk itu, Ia ditampakkan dengan pemandangan unik lainnya. Sesuatu yang tidak pernah Ia kira akan jumpai di dunia lain. Disamping gerbang besar itu, semua orang tengah mengantri untuk masuk, kereta kuda, pejalan kaki, semua jenis orang dengan berbagai tujuan mereka masing-masing, berbondong-bondong ingin masuk ke dalam Nous. Beberapa pos tersedia didepan gerbang untuk mengatur semua pendatang itu. Tak bisa dipercaya sudah setengah hari berlalu dan antrian masih begitu panjang.

 

Ada tiga jenis jalan masuk di sana; jalur orang-orang tanpa surat izin dan identitas lengkap, mereka diharuskan untuk menjalani prosesi mendaftar dengan tertib. Jalur itu sangat padat, dan aneh menurutnya mereka sangat kondusif dan tertib. Berbagai ras, mau itu bangsawan ataupun rakyat biasa mengantri disana. "Aku tidak menyangka rakyat biasa dan bangsawan mengantri di garis yang sama" ujar Eideth kaget. 

 

"Itu hal yang wajar, bangsawan mengantri karena Nous sangat taat dengan aturan mereka, ini juga sebuah ujian yang harus mereka hadapi, karena rumor beredar pengawas Akademi telah memantau mereka sejak kali pertama menginjakkan kaki di Nous" jawab Alban. "Tapi Kamu tak perlu khawatir karena Kita akan lewat jalur lain" sambungnya.

 

Jalur kedua berjalan lebih cepat, karena mereka memiliki persyaratan masuk lengkap, kemungkinan mereka adalah penduduk asli atau orang-orang yang sudah pernah melewati jalur pertama. Jalur ketiga, sangat sepi karena hanya digunakan oleh orang-orang penting, seperti pemerintah ataupun pebisnis yang menjalankan kota besar itu. Eideth seketika gelisah karena mereka mendekati gerbang ketiga. Melihat keluar dari kereta, ratusan pasang mata menatap mereka dari balik jendela kaca itu. "Aduh…" ujar Eideth dalam hatinya, merasa tidak enak.

 

Sesampai di depan pos jalur ketiga, Eideth keluar, menampakkan dirinya dengan pakaian kotor berlumuran darah. Mereka tidak mendapat perlakuan istimewa melewati jalur ketiga dan perlu melakukan inspeksi seperti yang lain. "Aku senang tidak diistimewakan, tapi mereka semua menatap kemari" ujar Eideth. Eideth keluar lebih dulu mendapat cemooh kecewa dari penonton. Mereka tidak mengharapkan orang asing yang keluar dari kereta itu. "Mereka ini kenapa sih… sial Aku jadi malu padahal gak ada apa-apa" ucap Eideth dalam hati.

 

Ketika Alban keluar, dengan baju besi miliknya yang berlumuran darah, tak jauh berbeda dengan Eideth. Mendapat sorakan hangat dari orang-orang, "Uwoooh, Tuan Alban Kembali" teriak mereka. Eideth sangat kaget melihat kelompok orang yang bersorak itu, berubah seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengannya. Alban yang menyadari ekspresi Eideth, "maaf, Aku tak mengira mereka akan kemari" ujarnya malu. Eideth dengan wajah kesalnya berkata dengan nada sarkas, "ya… misi rahasia… Aku juga penasaran sekarang bagaimana Kamu bisa diserang seperti itu".

 

"Tuan Alban berlumuran darah, pasti Ia bertarung melawan penjahat sebelum kemari, ahh… Dia sangat keren" ujar seorang pendukung wanita. Eideth bisa mendengar obrolan dari kerumunan itu merasa sedikit jijik, bahkan bulu kuduknya merinding. Eideth tahu ada yang namanya penggemar, tapi entah melihatnya secara langsung terasa agak aneh. Itu adalah pandangannya terhadap orang-orang yang memakai cara bicara dan suara seperti itu. Setelah Eideth perhatikan lagi, kelompok penggemar itu hampir sepenuhnya Wanita dan gadis-gadis. Mereka bahkan bereaksi aneh saat merasa Alban menatap kearah mereka. "Apa pria ini setampan itu, sampai punya fanbase" pikir Eideth. 

 

Paladin dan Lin Yan keluar bergantian setelah Alban dan mereka masuk ke dalam pos untuk pemeriksaan. "Ayo Eideth masuklah, tenang saja, ini hanya inspeksi biasa" ajak Alban. Begitu Alban memegang lengannya, Ia bisa mendengar suara desahan gadis dari kelompok itu. Membayangkan diri mereka di posisinya, begitu histeris iri padanya. Eideth mendengar mereka, mendapat ide licik. Karakter Chaotic Netral miliknya keluar. Eideth merangkul tangan Alban dengan kedua tangannya, dan menatap kelompok penggemar Alban dengan wajah sombong miliknya, menjulurkan lidahnya keluar. 

 

"Bisa-bisanya di memegang tangan Tuan Alban seperti itu, Aku iri…" geraman iri padanya bisa terdengar keras walaupun jarak mereka berjauhan, Eideth suka sekali memanas-manasi mereka seperti itu. Ia seketika menarik Alban masuk kedalam pos membuat Lin Yan dan Paladin dengan bingung mengikuti mereka dibelakang. Sesampai di dalam pos, mereka berdua melihat Eideth tertawa terbahak-bahak hampir menangis, "Kau lihat wajah mereka, ahhahaha… phew, itu menyenangkan, ayo lakukan itu lagi lain kali" ujar Eideth. Alban menutupi kepalanya tak tahu harus berekspresi bagaimana.

 

"Jangan tegang begitu Alban, Aku melihat wajahmu barusan saat mereka menyorakimu, Aku yakin ini bukan kali pertama mereka mengganggumu, Aku tidak tahu Kamu figur publik seperti apa tapi bersenang-senanglah sedikit, jadi jahil sedikit juga hiburan" Eideth menepuk pundak Alban menenangkannya. Mengintip dari sela jarinya, Alban melihat wajah Eideth tersenyum. Senyum itu tertular padanya, memindahkan tangannya menutupi mulutnya. "Gitu dong, Kau masih muda kebanyakan berpikir terus, santai sedikitlah" ucap Eideth. "Kau berbicara seperti orang tau saja" balas Alban.

 

"Sudah, pergi mendaftar identitas sana, Kami akan menunggumu" dorong Alban. Eideth pergi sendirian tanpa ditemani, bersama para petugas Ia menyelesaikan semua prosedurnya. Mengambil foto, wawancara sedikit, pengisian formular, jadi lebih cepat, entah karena pengaruh Alban atau hal ini sudah dipersiapkan lebih dulu. Pos itu bahkan punya fasilitas mandi, dan selesai mandi mereka menyediakan pakaian yang bisa di pinjam oleh pengunjung. Tampaknya hal ini sudah pernah terjadi sebelumnya. 

 

Keluar dari gerbang masuk, Eideth mendapat kartu identitas sementara miliknya, juga karena Ia tidak berniat tinggal terlalu lama disana. Kartu itu memiliki foto, informasi identitas, dan nomor pengunjung sebagai ganti nomor penduduk. Kartu itu tampak di beri sihir khusus yang tak bisa Ia baca. Ia jadi mengingat kartu identitas dunia lamanya, yang hampir tak sebanding dengan kartu itu. Tapi konsepnya saja dipakai di dunia ini sangat mencengangkan. Ia tak menyangka dapat masuk lebih mudah dan mendapat perlakuan elit berkat seorang kenalan, Ia sedikit berterima kasih tidak harus mengantri sangat lama di jalur pertama berkatnya.

 

"Hey, Eideth, Kamu sudah selesai, simpan kartu itu dengan baik, karena hampir semua hal yang Kau ingin lakukan di Nous memerlukan kartu itu" kata Alban. "Benarkah" tanya Eideth balik walaupun Ia sudah tahu. "Benar, akomodasi, transaksi, izin akses masuk ke tempat-tempat tertentu, memerlukan kartu itu, ini adalah sistem kebanggaan yang Kami bangun di Nous, berkatnya Kami dapat menjalankan kota seefisien mungkin" Alban menjelaskan dengan bangga.

 

Eideth tahu cerita itu, tapi mendengarnya langsung memang berbeda dari membacanya. Kota paling modern di Arkin, satu-satunya kenangan yang bisa membuatnya merasa dekat dengan dunia lamanya dulu. Walau tidak terasa sama, udara dan suasana nostalgia itu, terasa sangat nyaman. Eideth melihat pemandangan kota, Ia hampir merasa terharu melihatnya. 

 

Suara pacuan kereta kuda bersamaan dengan hentakan kaki mereka, suara para pemilik toko mencoba memanggil pelanggan, jalanan yang cukup ramai namun teratur. Ada jalur tersendiri untuk kereta kuda, jalur tersendiri untuk kereta tanpa kuda layaknya otomotif, bahkan ada kereta trem. Trotoar yang bersih dengan beberapa pohon di tanam untuk penghijauan. Masyarakat dari kumpulan ras hidup bersama dengan harmonis. Rasanya seperti melihat percampuran peradaban awal revolusi industry dan peradaban modern ditambah dengan sensasi dunia fantasi. Eideth mengepal tinjunya dengan erat, menahan air matanya keluar. Satu-satunya hal yang bisa mendekati perasaan dunia itu. Ia tahu mereka tidaklah sama, tapi hanya ini yang bisa mengisi kerinduan itu.

 

"Eideth, apa Kamu menangis" tanya Lin Yan menyadari pandangan matanya. "Huh, apa, tidak apa-apa" ujar Eideth sambil mengusap matanya, "ini indah, sangat indah" sambungnya. Eideth mengambil langkah pertama, dan pertama lagi untuk kedua dan ketiga kalinya. Menikmati perasaan itu perlahan-lahan sambil melewati orang-orang. Berputar seperti anak-anak tanpa mengingat umurnya, "hoo… betapa kenangan indah merubah orang jadi anak kecil kembali" ujar Eideth tanpa memperhatikan sekitarnya. Alban, Paladin, dan Lin Yan, tidak terlalu mempertanyakan lagi tingkah Eideth. Kemungkinan mereka berasumsi Eideth bertingkah seperti itu karena Talent miliknya. "okee, karena kita sudah masuk, ayo kita jenguk Vista" ajak Alban.

 

Dirumah sakit, Vista berbaring di atas ranjang pasien menutup matanya. Lin Mei disebelahnya menunggunya bangun dengan sabar. Eideth datang bersama yang lain secepat yang mereka bisa, dengan nafas tergesa-gesa. Mereka segera di tegur oleh perawat yang berjaga, "tolong jangan berlari di koridor, dan jaga suara kalian" tegasnya. Mereka meminta maaf dan segera mencari ruang pasien tempat Vista berada. Tak perlu waktu lama mereka menemukan Lin Mei bersama dengannya.

 

"Kakak… Eideth… Semuanya… maaf" ujar Lin Mei terseduh-seduh menahan tangisnya. Eideth dengan wajah tak percaya, mengepalkan tinjunya dengan erat. Berdiri di sebelah ranjang dimana Vista di baringkan, memegang rangka ranjang itu menatap ke wajah Vista. "V-Vis… Vista… Maafkan Aku, Aku seharusnya tidak menyuruhmu pergi sendirian," Eideth menutup mulutnya dengan haru. Alban dan Paladin mencoba menenankannya, menepuk pundak Eideth memberinya kenyamanan. "Maafkan Kami… ini semua salah Kami, karena Kalian ikut campur…", "tolong jangan… jangan berkata seperti itu, itu bukan salah Kalian, Aku yakin Vista tak mau Kalian menyalahkan diri sendiri" potong Eideth.

 

"Apa-apaan…" Vista yang asli masuk ke ruangannya sehabis ke kamar mandi dan melihat Eideth bersama yang lain masuk lebih dulu di kejauhan. Ketika Ia masuk, Vista melihat semua orang berkumpul mengelilingi ranjangnya. Anehnya, ada dirinya disana berbaring tak sadarkan diri seperti Ia sudah mati disana. Semua orang mulai menangis dan mulai mengucapkan kata-kata penyesalan. "Hey, Aku disini" teriaknya tapi tak seorangpun mendengarnya, mengabaikan dirinya layaknya hantu. 

 

"Eideth, Kau bisa mendengarku bukan" tanya Vista, Ia mulai memukul dada Eideth coba menyadarkannya. "Ugh… Hatiku sakit sekali, Vista, apa Kau disana, kuharap Kau bisa mendengarku" ungkap Eideth menahan rasa sakit di dadanya dengan tangannya. "Lin Mei, tadi kan kubilang Aku ke toilet sebentar" teriak Vista didepan wajah Lin Mei, seberapa keras Vista memanggil tak seorangpun dapat mendengar suaranya. Lewat depresi, Ia menggoyangkan ranjang itu mencoba menyadarkan mereka.

 

Setelah menggoyangkan ranjang tersebut, Vista mendapat respon dari mereka. "Lihat itu… ranjangnya bergoyang, Vista… Kamu coba memanggil Kami? Tolong istirahat lah dengan tenang di alam sana, Kami takkan melupakanmu kawan" ujar Eideth melebih-lebihkan. "Oh, Ayolah…" geram Vista. Dan sesuatu menarik perhatian matanya, ketika Ia menggoyangkan ranjang itu sekali lagi, tubuhnya di ranjang itu tak bergoyang. Malah melayang sedikit di atas ranjang. 

 

Dengan rasa penasaran, Vista menyentuh tubuhnya di ranjang itu. Seketika berubah menjadi tembus pandang lewat sentuhan jarinya. Menyadari apa yang terjadi, pikirannya langsung mengarah pada Eideth. Menyadari Vista menyentuh ilusi mayatnya di atas ranjang, semua orang tetap melanjutkan akting mereka, coba tak memandang mata Vista secara langsung. "Hey, Eideth… berhentilah… Kau sudah ketahuan" tegur Vista. Eideth pura-pura tak melihatnya tanpa berpaling, fokus dengan aktingnya. "Maafkan Aku Vista…" Ia masih pura-pura menangis.

 

"Dasar brengsek, berhentilah" Vista mentackle Eideth, bergular dengannya di lantai dengan marah. Mencekik lehernya sampai Ia benar-benar berhenti, "Humph… o-oke… Aku menyerah, sudah lepaskan" minta Eideth hampir kehabisan nafas. Yang lain pun melepas topeng akting mereka, menahan tawa mereka sedikit melihat kelakuan mereka berdua. Eideth dan Vista bangun dari lantai, "sudah kubilang Aku tidak suka candaan seperti ini" keluh Vista. "Kamu sih yang gak mau ikut saat Aku mengajak, jangan terlalu Kaku gitu dong (don't be so dead serious), bersenang-senanglah sedikit (live a little)" Eideth masih coba berlelucon dengan permainan kata. Vista menyadari dirinya seorang Zombie tak menghiraukannya.

 

Vista naik ke atas ranjangnya dan berbaring disana, walau candaan mereka sudah selesai Ia tetap berbaring. "Vista, Kami sudah tidak berakting lagi…" kata Eideth, "Aku tahu, Kalian masih berhutang menjenguk diriku yang sakit" ngambeknya. Eideth tidak bisa membantah itu, dan mengambil kursi untuk dirinya duduk. Ia coba membuka pembicaraan setelah suasana sebelumnya, terasa agak sulit. "Ehem… Vista, bagaimana keadaan di sisi Kalian tadi" Eideth sengaja tidak meminta penjelasan dari Lin Mei, bukan karena Ia tak mempercayai cerita disisinya. Tapi Ia tengah mengajari Zatharna "Social-life Event", menunjukkannya cara mengendalikan permainan saat fokus tidak dalam bertarung. 'TTRPG itu permainan tentang bercerita dan berakting tau' kutip Eideth dalam hati, kalimat yang sama yang Ia katakan pada Zatharna.

 

Dari dalam domainnya, Zatharna tengah mencatat semua yang Ia lihat itu dengan konsentrasi penuh. Banyak sekali yang Ia pelajari, tumpukan buku dan kertas catatan bertebaran dimana-mana di atas meja miliknya. Fawn dan Ryx disebelahnya juga menikmati tontonan tersebut, dan jadi tahu lebih banyak soal permainan itu. Deith disisi lain, tengah bingung, menahan dirinya untuk mengungkapkan sesuatu, dan mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya. Ia bahkan menyiapkan skrip sendiri yang mau Ia baca saking gugupnya. Tapi Eideth tidak tahu itu.

 

"Um…" Vista mencoba mengumpulkan kata-kata, guliran dadu terdengar dalam kepala Eideth. [d20/4] "Kau tahu, Aku hanya mengendarai kuda seperti yang Kamu suruh, lalu Kami disergap oleh bandit, Dia memakai sihir, jadi Aku mengalahkannya sedikit berbeda dari biasa, Aku tahu Kamu bilang jangan membunuhnya, Aku tidak membunuh mereka, tapi anak buahnya tak terlihat baik" jelas Vista. Mereka bingung apa yang terjadi dan Eideth pertama meminta maaf. "Maaf, ini salahku, coba ceritakan lagi, Aku sudah menonaktifkan Talentku" ucap Eideth sedikit malu.

 

"Apa, Aku sudah menceritakannya capek-capek, enggak ah…" keluh Vista. Eideth bingung kenapa Vista seperti ini padahal Talent miliknya sudah dinonaktifkan. 'Maksudmu tadi itu "one-time dialogue", itu tidak adil' ujar Eideth dalam hati. Eideth mencoba meminta dengan baik untuk kedua kalinya, "kumohon…" Eideth memelas dengan tangan memohon. Vista hanya menggelengkan kepalanya tak mengeluarkan suara. Saat itu Eideth tahu ini sia-sia, dan merelakan rasa penasarannya.

 

"Oh, oke kalau begitu… tidak masalah, Lin Mei bisakah Kamu…" Eideth melihat Lin Mei dan Ia segera menutup rapat mulutnya, memalingkan pandangannya dari tatapan Eideth. Ia melihat kearah Lin Yan dan Stevan yang pergi bersama Vista sebelumnya bertindak sama. "Oh begitu… pintar juga Kau Vista, Kau membuat Mereka berjanji untuk merahasiakan sesuatu dariku, tampaknya Kau ada kejutan untukku, hmm… menarik, tunggu saja saat latihan nanti" balas Eideth. Mereka tidak menyangka Eideth membaca mereka dengan mudah, sedangkan Alban dan Paladin tidak mengerti sedikitpun.

 

"Kurasa masanya Kita berpisah bukan" ungkap Eideth. Ia sadar Alban harus segera kembali melapor dan melaksanakan tugasnya. Lin Yan dan Lin Mei juga harus segera mendaftar ke Akademi Tarnum. Tidak terasa kelompok barunya akan segera merintis jalan mereka masing-masing. "Apa rencana Kalian setelah ini, maksudku beneran setelah ini langsung" jelasnya. "Aku dan adikku ingin cari penginapan terlebih dahulu, bagaimana kalau Kita pergi bersama" ajak Lin Yan, "itu akan menyenangkan" jawab Eideth menerima ajakan. 

 

Alban tampak memiliki sesuatu untuk disampaikan tapi merasa sedikit tidak enak. Eideth yang berinisiatif menanyakannya terlebih dahulu, "apa ada masalah Alban". "Tidak, mencari penginapan bersama adalah ide yang bagus, hanya saja… Aku ingin Kalian tetap bersama sementara waktu karena Kuil akan menginterogasi Kalian setelah Aku membuat laporan Kau tahu, ini prosedur biasa" ungkapnya. Mereka tidak kaget dengan ide itu dan menerimanya dengan baik. 

 

"Oke, Kami akan berada di penginapan jika Kamu mencari Kami, oh ya, dan ambil ini" Eideth mengeluarkan ponselnya dari tasnya, mematahkannya menjadi dua seperti ranting. Dengan ajaib, Eideth mengeluskan tangannya pada layar ponsel itu dan memperbaikinya kembali seperti semula. Kini Eideth punya dua ponsel ditangannya dan memberikan satu pada Alban. "Kalau Kamu mencari Kami, tekan saja tombol pada cermin itu dan Kamu bisa memanggil Kami lewatnya" pesan Eideth. Ia sengaja melepar ponselnya agar mereka tak mendapati asumsi aneh dan mengira itu adalah sihir. Jujur saja Eideth sangat suka sistem sihir Artleya yang tidak masuk akal dan semua orang menghormati mereka selayaknya itu. Jadinya orang-orang tak begitu bertanya-tanya dan secara logis berpikir "oh, itu sihir".

 

"Oh, sebuah cermin pemanggil, terima kasih, Aku akan jaga ini dengan baik" ucap Alban berterima kasih. "Oooh, tunggu dulu jagoan, biar kubantu Kau sedikit, Kita tidak bisa membiarkan Tuan Populer keluar seperti ini" Eideth segera merapalkan mantra pada Alban, walau terkejut Ia tidak menunjukkan penolakan sedikitpun. Ia benar-benar mempercayai Eideth sebanyak itu. Ketika selesai, "[Prestidigitation]" sebuah bau harum keluar dari tubuh Alban, wanginya seperti parfum berkelas yang mahal. Eideth juga membersihkan baju zirah Alban dari noda kotor yang tidak dapat dibersihkan dari Pos penjaga tadi. 

 

Alban baru ingin bertanya tapi Eideth menutup mulutnya dengan jari telunjuk, "shhh… ini rahasia penyihir, sudah, pergi sana, tidak baik membiarkan atasanmu menunggu lebih lama lagi" suruh Eideth. Alban menunjukkan apresiasi dan membungkuk hormat pada mereka semua lalu pamit pergi, diikuti Stevan di belakangnya. "Phew, karena Alban sudah… oh…" Eideth segera menyadari kecanggungan yang pecah dalam ruangan itu. Semuanya memperhatikan satu sama lain tanpa berkata apapun, pemimpin mereka sudah pergi meninggalkan mereka dan sekarang mereka tak tahu harus melakukan apa.

 

Suasana ruangan jadi mencekam karena kecanggungan. Karena tak ada yang berani untuk mengajak yang lain pergi lebih dulu. Eideth paham perang dingin ini dengan baik, siapapun yang mulai mengajak terlebih dahulu akan menjadi pemimpin grup mereka secara otomatis. Paladin dan Vista tampak tak begitu peduli namun mereka tetap diam memperhatikan suasana. Lin Mei otomatis mengikuti kakaknya, sehingga yang tersisa hanya Lin Yan dengan Eideth. Untuk para introvert di kelompok itu, kedamaian ini terasa sedikit nyaman untuk beberapa alasan. Tapi itu tak berlaku untuk semua orang. Eideth benar-benar tidak mau jadi pemimpin karena tanggung jawab besar yang dipikul oleh tugas itu. [Zatharna "meminta" Eideth untuk membawa kelompok itu pergi, sudah 3 menit ceritanya tak melakukan apa-apa] tulis Zatharna.

 

Setelah mendapat desakan terus menerus dari GM, Eideth yang lebih dulu menyerah. Ia menghela nafas berat, mengeluarkan koin dari sakunya yang mengagetkan kelompok itu. Ia melemparnya ke udara dan menangkapnya. Tangannya gemetaran melihat hasilnya, namun nafas berat lanjutan menunjukkan jawaban jelas. "Haaah… Ayo semua, Kita cari penginapan untuk istirahat" ajak Eideth. "Ayo…" sahut mereka bersemangat, lega tidak terkena tanggung jawab yang mereka semua tahu.