Setelah tidur selama 2 jam penuh, Kanan terbangun dengan wajah sedikit lebih cerah dibanding sebelumnya. Eideth duduk disebelahnya menunggu dengan sabar, sangat tidak sabar untuk mengucapkan kalimat ini, "hey, Kau sudah bangun". Ia tak menyangka ada lelucon di internet tentang itu dan ingin sekali mencobanya. "Ugh… dimana Aku, ah Tuan maafkan Aku, bajumu…" Kanan menyadari pakaian yang dipakainya sudah bersih, bahkan tubuhnya bersih tanpa noda.
"Bagaimana bisa" Kanan coba memikirkan apa yang terjadi, "tidak usah dipikirkan, Aku seorang penyihir, ini pekerjaanku" jelasnya santai. Kanan melihat Pria mengaku penyihir itu membuat catatan mengenai tesisnya, Ia menuliskan teori dan formula untuk menciptakan sebuah mantra level 0. Kanan terkesima melihat karya itu, hal yang Ia butuhkan untuk tesisnya. "Tuan Penyihir… darimana Anda mendapat semua ini, bukan untuk terdengar tidak sopan, tapi Anda terlihat sangat muda" tanya Kanan. Eideth tak begitu mempedulikannya dan segera mengeluarkan catatan lainnya.
"Nah," Eideth menyerahkan catatan penuhnya pada Kanan, "baca dan pahami, lalu selesaikan tesismu" suruhnya. Kanan mulai membaca catatan tersebut dan memperbaiki tesis miliknya, Ia tak punya waktu untuk memulai dari awal, jadi itu adalah langkah terbaik. Setelah beristirahat dan mendapat inspirasi juga referensi untuk tesisnya, kini wajah Kanan memiliki kehidupan setelah melihat sebuah harapan. Eideth menghabiskan minumannya dengan santai selagi memainkan ponselnya, menunggu Kanan selesai.
Setelah Kanan menyelesaikan lembar terakhir, Ia bersahut gembira. Eideth tidak menyangka Kanan mendapat harapan sebesar itu darinya. Lagi-lagi Ia melihat kesamaan dirinya pada Kanan, seseorang yang berjuang keras sangat lama, tanpa tahu akhir yang menunggu. Jalan itu penuh ketidakpastian, keputusasaan, dan yang menunggu diujungnya adalah keberhasilan atau pengulangan kembali. Eideth juga menyadari Ia menulis catatan untuk Kanan begitu sungguh-sungguh.
Ketika Eideth masih terkena Status Abnormal yang membuatnya "sensitif" terhadap Mana, Eideth mencoba sebaik mungkin menyembuhkan kondisinya dengan terapi. Hal itu tak berlangsung baik, tak peduli berapa lama Ia tetap tak kunjung sembuh. Eideth diberi sarung tangan yang diberi sihir khusus untuk melindungi kulitnya. Mendapati dirinya sangat menyedihkan, Eideth melatih tubuhnya dengan keras. Tak lama Zain ikut latihan bersamanya dan melampauinya dengan cepat berkat bakatnya.
Eideth tidak bisa tidak iri pada adiknya, bahkan hal sederhana seperti memakai sihir tak bisa Ia lakukan. Demi mengejar Zain, Eideth meminta Vinesa melatihnya Teknik sihir. Itu adalah ide bodoh mengingat Teknik sihir memerlukan Mana dan Ia sensitif terhadapnya. Tapi Eideth tetap mencoba, Ia bahkan meminta Vinesa untuk memasukkan Mana dengan paksa dalam tubuhnya.
Eideth tahu hal itu berbahaya jadi Ia meminta bibinya Eziel untuk mengawasi mereka latihan. Eziel sudah berkali-kali melarangnya, tapi Eideth memberinya alasan kuat untuk mengizinkannya. Berbekal nekat, Eideth siap untuk menginjeksi Mana dalam tubuhnya. Vinesa menyuruh Eideth bersiap, kemudian Ia memasukkan Mana lewat jantung Eideth. Itu adalah neraka pikir Eideth, sebuah aliran energi masuk dalam tubuhnya, rasanya setiap sel ditubuhnya terbakar bersamaan.
Eziel dan Vinesa hanya berdiri disana melihat Eideth tersiksa sendirian, mulai menyesali pilihan mereka. Tapi walau tersiksa seperti itu Eideth tidak meminta pertolongan. Walau saat pertama Ia bahkan kesulitan mengendalikan diri karena rasa sakit, Ia perlahan mengatur nafas dan posisi duduknya. Eideth tidak dapat menahan air matanya keluar karena rasa sakit itu, takut membuat bibinya semakin khawatir, Eideth mencoba sebaik mungkin mengeluarkan senyuman.
Setelah beberapa menit menahan rasa sakit yang menyiksa, Eideth berhasil mengendalikan Mana dalam tubuhnya. Ia ingin mengeluarkan mereka secepatnya namun Ia melepas mereka perlahan-lahan, agar setiap sel dalam tubuhnya dapat mengingat perasaan itu. Vinesa dan Eziel tidak menyangka Eideth masih sadar setelahnya dan melepas nafas lega. Mereka bertanya bagaimana perasaan Eideth, dan Ia hanya membalas santai, "tidak terlalu berbeda dari sebelumnya, tapi Aku merasa lebih baik". Eideth coba memperagakan kemampuannya menarik Mana dan melepas mereka dari tubuhnya, walau masih terasa sakit, Ia berkomentar tidak seperih yang pertama kali.
Vinesa dan Eziel melepas tawa melihat betapa nekat keponakan mereka. "Darah Raziel masih tetap kental hingga generasi ini ya" komentar Vinesa, Eideth masih tidak tahu makna perkataan tersebut. Keesokan harinya setelah kejadian tersebut, Eideth masih tidak puas dengan perkembangannya dan menginginkan lebih. Ia meminta Eziel mengajarinya tentang Mantra sihir selagi Ia berlatih Teknik sihir. Walau Ia tak bisa memakai mereka, Ia setidaknya ingin mengetahui banyak pengetahuan tentangnya. Berkat itu, Eziel mengajari Eideth semua yang Ia tahu, sampai pembelajaran dengannya selesai.
"Tuan, Tuan, bangun" Kanan memanggil Eideth, memecah lamunannya. "Hmm! Huh, sudah lama Aku tidak melamun" ujarnya. Kanan memanggil Eideth karena Ia sudah selesai dengan tesisnya dan ingin meminta pendapat Eideth. Saat Eideth mulai membaca karyanya, Kanan bertanya, "ngomong-ngomong, boleh Saya tau nama Tuan, agar saya bisa mereferensi Anda".
Mengingat betapa pentingnya bagian referensi untuk mempadukan karya itu, Eideth mengungkapkan namanya, "Namaku Eideth Raziel". Kanan menunggu dengan sabar selagi Eideth membaca karyanya seperti para profesor di kelasnya. Eideth lanjut membaca dan Ia menemukan sebuah kelemahan, "Kanan… kenapa data disini kurang lengkap" tanya Eideth. "Oh itu… Maaf Tuan Eideth, seperti yang Anda tahu, belum ada Mantra yang mengimplikasi teori ini, maksud Saya, yang belum Saya temukan" jelasnya. Eideth tidak suka melihat itu, baginya, tesis ini akan gagal lagi jika ini dibiarkan. Walau ini sedikit melanggar aturan, Eideth harus melakukan lebih.
Eideth meminta izin kepada Pemilik kafe untuk merusak sebuah gelas, itu permintaan yang aneh tapi Ia mengizinkan mengetahui Eideth adalah penyihir yang hebat. Eideth dengan santai membanting sebuah gelas ke lantai, pecahannya terbang ke mana-mana. Eideth mengumpulkan pecahan tersebut menyajikannya di atas meja. "[Mending]" Eideth mulai merapal mantra, dan menyatukan pecahan gelas itu satu per satu.
Tidak percaya dengan matanya Kanan bertanya, "Tuan, bagaimana itu mungkin, tidak ada cukup Mana disekitar untuk menggunakan sihir". "Ehem," Eideth menunjuk ke arah catatan yang Ia buat. Tak sampai disitu, Eideth juga memakai [Mage Hand], untuk mengangkat gelas itu ke udara. "Apa ini cukup" tanya Eideth selagi Kanan mencatat yang Ia lihat, "kurang satu contoh lagi" ujarnya. Eideth kemudian membuat sebuah lencana kecil dengan motif keluarganya dengan [Prestidigitation]. "Woah, luar biasa… tunggu sebentar Tuan Eideth, [Prestidigitation], bukannya itu mantra yang Anda bilang Anda gunakan untuk membersihkan pakaian ini tadi… bagaimana bisa", "Ehem" potong Eideth menunjuk kembali pada catatannya.
Setelah menambahkan semua informasi tersebut, akhirnya tesis Kanan benar-benar selesai. Kanan bersandar di kursinya melepas penat, segera Ia tersadar dengan Eideth disampingnya masih menunggu dirinya selesai dari tadi. "Ah iya, terima kasih sekali lagi Tuan Eideth, berkat–", "tunggu disana anak muda" potong Eideth. "Aku tidak pernah bilang akan membantumu secara cuma-cuma… Aku butuh Kau untuk memenuhi rasa penasaranku, pertama, kenapa tubuhmu penuh luka-luka datang kemari" tanya Eideth.
Kanan mencoba diam tapi Eideth memaksanya lagi, "Aku sudah menyembuhkanmu dengan sihir penyembuh, santai saja, Aku tidak akan membocorkannya pada siapapun asal Kamu nurut" kata Eideth. "Aku akan memberitahu asal Tuan berjanji, tidak akan ikut campur lebih lanjut setelahnya" ujar Kanan, "anak ini, hey, Aku tuh bisa membaca pikiranku dengan paksa jika perlu, disini Aku yang bicara baik-baik" ungkap Eideth. Ia segera sadar Ia bertindak berlebihan, tapi itu sudah terlambat.
Kanan, mendapat ancaman tersebut, menunjukkan respon yang tidak Eideth duga. Kanan mengepalkan tinjunya, "memangnya apa yang Penyihir ketahui? Apa pentingnya bagimu, ini urusanku, Kau tidak tahu apa yang ku hadapi, Kau tidak tahu rasanya menjadi seorang penyesalan". Mendengar perkataan itu menusuk hatinya dalam-dalam, Eideth menyadari sesuatu. Ia tak menyangka hal ini sesensitif itu, tapi hatinya sekarang juga sudah terluka. Eideth segera menenangkan pikirannya sebelum Ia mengatakan sesuatu yang tidak perlu.
"Pertama, junior kecil, jaga perkataanmu, untung Aku memasang mantra peredam suara pada Pemiliki kafe supaya Ia tak mendengar perkataanmu, Kedua, Kau tidak tahu apapun tentangku, sama sepertiku yang tidak tahu keadaanmu, haah… dengar kawan…" Eideth menghentikan perkataannya coba merangkai kata. "Sebagai seorang penyihir, Kau dan Aku dalam perjalanan yang panjang untuk memenuhi rasa penasaran Kita, saran dariku untukmu ialah… jangan membuat… penyesalan, benda akan menghantui sangat lama, tak peduli sekecil apapun itu, sama seperti yang kulakukan saat ini, Aku ikut campur terlalu banyak bukan? Membantu pemuda yang tak kukenal hanya karena alasan pribadi, mungkin Aku berharap untuk memperbaiki kesalahanku sedikit… untuk mengurangi… maaf lupakan saja". Ia tanpa sadar meluapkan emosinya juga.
Eideth sedikit menyesal, mencoba membuka perasaannya pada orang lain. Ia tidak bisa menahannya, tak bisa pada saat Ia melihat bayangan dirinya pada pemuda lain. Sesuatu dalam hatinya, tak ingin membiarkan orang lain merasakan rasa sakit yang sama yang Ia alami. Ia tak menyangka dirinya yang memendam perasaannya dengan baik selama ini, malah membocorkan semuanya. Ia tak menyangka dirinya bersikap bodoh mencoba memperbaiki kesalahan yang telah lalu. Eideth coba meminum minumannya untuk menyembunyikan raut wajahnya.
"Tuan… maaf karena bertindak tidak sopan padamu" Kanan menunduk meminta maaf. "Angkat kepalamu anak menyebalkan, sudah simpan saja ceritamu, Aku sudah tidak berniat mendengarkan" kata Eideth, "ingat saja, ini akan jadi salah satu penyesalanku karenamu" tambahnya menunjuk Kanan bersalah. "Tuan… tidak jadi, Aku akan segera mengumpulkan tesis ini, lalu memberi Tuan terima kasih yang benar" ujar Kanan berniat meminta maaf tapi segera sadar apa yang harus Ia lakukan. "Cepatlah pergi sana" suruh Eideth.
Sebuah ide melintasi kepala Eideth, menunjukkannya kesempatan yang tak boleh Ia lewatkan. "Kanan, tunggu" ketika Kanan ingin keluar dari kafe, Eideth menghentikannya. "Kamu bilang ingin berterima kasih denganku, tak perlu, Aku akan tagih sekarang, Aku ikut denganmu ke Tarnum, ayo tuntun Aku" ajak Eideth. Kanan tak percaya dengan apa yang didengarnya, mencoba menolak baik-baik, "maaf Penyihir, tapi orang luar tidak bisa masuk sembarangan kedalam lingkungan Tarnum". "Huh… Kita akan melakukan ini lagi ya, [Command], setuju" perintah Eideth sambil melakukan gerakan lengan layaknya psikis di film Perang Bintang. "Penyihir tidak bisa membuatku setuju begitu saja… baiklah Penyihir" jawab Kanan.
Mereka berpamitan dengan Pemilik kafe kemudian keluar menuju gerbang Tarnum. Sekitar 100 kaki dari gerbang, Kanan berhenti. Eideth yakin sihir [Command] masih berlaku padanya selagi perintahnya adalah perintah masuk akal dan tidak membahayakan diri. "Um… Penyihir, Aku tahu Kamu memerintahkanku untuk mengajakmu masuk, tapi Kita harus melewati para penjaga" Kanan menunjuk pada para penjaga yang tegas. "Tenang saja, Aku akan mengurusnya, masuk saja seperti Aku tidak ada disebelahmu" Eideth meyakinkan.
Saat Kanan masuk melewati gerbang, Ia langsung ditahan. "Hey berhenti disana… apa yang Kau–", "[Command] abaikan" potong Eideth. Seperti tak melihat apa-apa, para penjaga pergi menjaga kembali. Eideth senang, karena Ia menggunakan [Stasis] untuk merubah lembar karakternya, Ia sekarang seorang Cleric level 4 dengan Spell Slot tambahan. Sederhananya Eideth bisa menggunakan lebih banyak sihir.
Sesampai didalam, Eideth melihat banyaknya orang di halaman akademi. Sepertinya pendaftaran siswa baru masih belum selesai walau sudah beberapa jam berlalu. Eideth tahu setiap institusi ingin menyaring setiap individu, mengambil orang-orang terbaik yang dapat menguntungkan mereka, tapi Ia yakin semua orang disini setidaknya bisa dikatakan orang-orang yang pintar.
Eideth juga tidak bodoh masuk ke wilayah baru tanpa persiapan. Eideth mengganti pakaiannya dengan pengganti yang semirip mungkin dengan seragam Tarnum, sehingga penampilannya tidak terlalu menarik perhatian. "Kanan, Kita akan berpisah disini, semoga beruntung dengan tesismu, dadah" Eideth segera berpisah agar Ia bisa bersembunyi dalam kerumunan. Merasa yakin Ia akan terkena masalah menaikkan adrenalin di kepalanya, "yang penting tidak ketahuan" seru Eideth mengendap-ngendap di dalam kerumunan. Ia tak merasa aneh sedikitpun melakukannya, seperti sedang dalam Stealth mode. Tapi Ia tetap tak sepenuhnya lari dari masalahnya. Tak perlu waktu lama, Eideth bertemu dengan Uno, Dos, dan Tres.
"Senior, Senior" panggil Uno, Eideth kaget tak percaya seseorang langsung menyadari kehadirannya ditengah kerumunan yang ramai. Tak ingin menambah keributan, Eideth segera mengurus mereka. "Senior apa yang terjadi pada seragam Senior" Uno menanyakan perubahan penampilan Eideth. "Oh ini, ini pakaian cadanganku, seragamku terkena tumpahan kopi di kafe tadi" ungkap Eideth. Eideth segera menunduk mencoba berbisik sambil sembunyi-sembunyi.
"Hey, teman-teman, ingat apa yang kukatakan, Aku ingin tetap low profile kau tahu, berada dibawah radar" Eideth coba membuat pernyataan tapi–, "hai senior" sapa seorang pendaftar lainnya yang mengenalinya. "Oh hai, semoga beruntung dan tetap semangat" sapa Eideth balik. Ia sadar kesalahannya, dan menoleh kembali pada kelompok itu, "ini tidak berhasil bukan" tanya Eideth pada mereka. Mereka mengangguk setuju dengan sedikit rasa kasihan.
Eideth memang tidak diperhatikan oleh siswa Akademi Tarnum, namun para pendaftar disana mengenalnya sebagai senior baik yang menolong mereka. Ia salah memilih target penyamaran. Eideth membawa mereka ke tempat yang lebih teduh untuk berbicara. "Aku tidak akan panjang-panjang karena Kita punya urusan masing-masing, apa yang kalian punya untukku" tanya Eideth. Mereka mengeluarkan catatan kecil mereka.
Eideth mendengarkan baik-baik desas-desus yang mereka kumpulkan di dalam Tarnum. Namun tak semuanya mendekati petunjuk yang Ia inginkan. "Terima kasih sudah mengumpulkan semua ini, Aku akan cari Kalian nanti saat Aku butuh data tambahan" ujarnya hendak pergi. "Senior tunggu" henti Dos, Eideth berbalik dan suasana berubah jadi aneh. "Ya, kenapa" tanya Eideth canggung, "kenapa Senior berbohong pada Kami" ungkap Dos.
Eideth memasang wajah datar untuk menyembunyikan pikiran aslinya, 'apa Aku ketahuan… Apa Aku Ketahuan' teriaknya dalam hati. Eideth mencoba setenang mungkin membalas, "apa maksudmu". "Kami telah bertanya pada orang-orang bahkan para profesor disini, tidak ada siswa bernama Eideth" ungkap Dos. Eideth tidak menyangka anak suruhannya malah menginvestigasi dirinya. "Hey, tidak apa-apa bukan, Senior tidak ingin—", "Uno, jangan memotongku, Kita tidak tahu identitas asli "Senior" ini, jika Kita membantu orang asing yang berniat macam-macam dengan Akademi, jangankan menerima Kita masuk, Kita akan disangka bekerja untuk teroris atau semacamnya" potong Dos.
Uno tidak bisa membantah sedikitpun, malah Ia menatap kepada Eideth berharap bahwa asumsi Dos tidak benar. Eideth tidak bisa Ia mengatakan dirinya bukanlah pelanggar hukum setelah "secara teknis" menyusup kedalam Tarnum, tapi Ia juga tidak berniat jahat. 'Haruskah Aku menjadi penjahat untuk sekarang' pikirnya. Eideth membuat pergerakan dan kelompok itu menjadi semakin waspada. "Sangat observatif Dos, jika Aku profesor disini, Aku akan menerimamu tanpa pikir panjang" kata Eideth pada mereka.
Eideth sadar Ia sudah melampaui batas, tapi Ia ingin melihat seberapa jauh Ia bisa melangkah maju. "Aku menyerah," Eideth menyerahkan kedua tangannya ke depan, "Aku mengakui Aku orang luar yang menyusup ke dalam Tarnum, tangkaplah Aku dan serahkan Aku kepada penjaga, Aku yakin itu dapat menambah penghargaan Kalian supaya bisa mendaftar ke sini". Uno masih merasa tidak terima, walau terlihat naif, Ia masih membela Eideth.
"Senior itu tidak benar bukan, ini pasti sebuah tes, tidak mungkin jika Senior seorang penjahat akan menyerahkan diri dengan mudah seperti ini" bela Uno. Ia berdiri ditengah keduanya, menghalangi Dos dan mengekspos punggungnya pada Eideth. "Dasar bodoh" Eideth menjitak kepala Uno selembut yang Ia bisa sambil memberinya pelajaran, "bisa-bisanya Kau mengkhianati temanmu semudah itu dan memberi punggungmu pada orang tak dikenal, Aku tahu Kamu naif, tapi jangan bebal, bagaimana jika Aku menangkapmu menjadi tawanan, teman-temanmu akan kesulitan karena aksi heroik mu itu" terang Eideth.
Melihat itu, Dos dan Tres menurunkan kewaspadaan mereka. Eideth tidak mengambil kesempatan itu dan memberi pelajaran pada Uno. "Lihat bukan, Senior tidak melakukan apapun padaku, Senior bukanlah penjahat" ungkap Uno, "anak ini dibilangin, itu belum membuktikan apa-apa" Eideth memberinya pukulan tambahan. "Aw… Senior…" cetus Uno kesakitan, Ia jadi bingung apa Eideth penjahat beneran atau bukan. Eideth bingung harus mulai dari mana.
"Tunggu…" kata Eideth, "Aku tidak harus menjelaskan apa-apa pada Kalian". Wajah mereka langsung kebingungan namun mereka segera menyadari satu per satu. "Secara teknis… Kalian semua para pendaftar, mengerjakan ujian teka-teki secara sah, namun jika… kuulangi jika Aku diserahkan pada pihak akademi, pendaftaran ini akan ditunda…". Eideth membuat ekspresi kaget dilebih-lebihkan, "atau lebih buruk, akan dicurigai ada kecurangan, sebagai Akedemi dengan prestise baik, mereka tak mau kabar ini keluar ke publik dan akan menangani semua orang yang terlibat di balik layar" ungkapnya.
Walau sudah tau kemana Eideth membawa pembicaraan ini, mereka masih mengikutinya karena tak bisa menahan tawa mereka melihat ekspresi lucunya itu. "Jadi…" tutur Tres, "jadi… demi keuntungan semua orang, bukankah lebih baik untuk tidak menangkapku" jelas Eideth. Itu adalah pemikiran yang masuk akal, Eideth tidak berniat melakukan kejahatan yang berarti Ia bukan ancaman, juga berkat dirinya sebagian besar pendaftar menyelesaikan tes pertama pendaftaran masuk. Itu adalah praktis sederhana dari pertukaran yang adil, dimana semua orang diuntungkan.
Ketegangan mereka segera pecah dengan tawa bebas. Entah humor mereka terlalu tinggi atau rendah, mereka tak memperdulikannya lagi. Setelah capek tertawa, mereka mengatur nafas dan mengembalikan pikiran mereka. "Senior, Aku dari tadi penasaran, apa alasan Senior melakukan semua ini, bukankah semua ini terlalu melelahkan untuk mengacaukan Akademi" tanya Uno. Eideth mulai menceritakan kisahnya, cerita Ia ingin mendapat keadilan untuk temannya yang baru Ia kenal selama sehari, dibully oleh orang misterius dari Tarnum. Petunjuk yang Ia punya adalah orang itu adalah orang terkenal dan berpengaruh dalam Akademi Tarnum.
"Tunggu, apa petunjuknya hanya itu, tidak mungkin hanya itu, beri Kami petunjuk lain" tegur Dos. Eideth baru saja ingin memikirkan petunjuk lain tapi Ia mendapat tanda itu, "tunggu, kalian ingin membantuku". Mereka melepas helaan berat seperti tanda itu kurang jelas. Eideth memberitahu asumsinya pada mereka agar mereka punya alat untuk menyaring informasi. Setelah semua permainan itu, mereka akhirnya setuju untuk pergi melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing.
Kelompok itu tertawa memikirkan kejadian paling aneh yang mereka hadapi di hari pertama mereka. "Senior itu orang yang aneh ya" komentar Uno, "memangnya siswa di Tarnum ada yang tidak, semua genius disini pasti punya sisi aneh mereka" balas Tres. Dos hanya tertawa kecil dan menjatuhkan komentarnya sendiri. "Senior itu… Ia seperti memakai topeng untuk menutupi dirinya yang asli, tapi anehnya, Aku juga merasa topeng itu wajah aslinya, Aku tak tau yang mana yang asli" pendapat Dos.
"Iya bukan, Aku juga merasa seperti itu" sambung yang lain. Mereka hanya tahu pria yang tak mereka kenal itu adalah orang yang baik, walau Ia membuat dirinya seperti buku, terasa banyak rahasia tersimpan dibaliknya. Namun dibalik semua itu, Ia punya sifat yang membuatnya sulit ditolak, dan mereka mengagumi hal itu, terutama Uno yang paling positif diantara mereka bertiga. "Sudahlah, ayo Kita pergi menyelesaikan tes Kita yang selanjutnya" ajak Uno diikuti teman-temannya di belakangnya.
Setelah berpisah dengan "junior-junior" itu, Eideth bingung harus melakukan apa sekarang. Ia pada awalnya ingin menyusup ke dalam Tarnum, membaca buku sihir di perpustakaan mereka, kemudian pergi setelah juniornya mengumpulkan cukup informasi tentang pria misterius itu. Tapi Ia sudah ketahuan, niatnya sudah berkurang drastis dari sebelumnya. "Tunggu, itu dia" Eideth mendapat ide menarik yang mungkin bisa menyelematkannya. Ide ini bisa menjadi pedang bermata dua tapi keduanya bergantung pada nasib. Eideth suka kesempatan itu, peluang keberhasilannya bukan 0%.
Eideth pergi mencari siswa di Tarnum yang terlihat paling sibuk dengan urusan mereka, dan menyerahkan dirinya. "Hey, Kamu disana, Aku seorang penyusup, tangkap Aku" umbarnya. Eideth mendapat respon-respon yang menarik dari mereka, ada yang panik dan melarikan diri, ada yang tidak menghiraukannya, dan ada mengira hal itu adalah lelucon. Eideth merekam semua itu dengan ponselnya sebagai bukti, ditambah Ia mencatat semua hasil pengujian itu dengan detail. Membuat sebuah kumpulan data statistik.
Ide Eideth adalah membuat eksperimen sosial pada siswa-siswa di Tarnum. Akademi ternama ini terkenal dengan siswa-siswa genius mereka, namun bukan berarti masalah tak pernah terjadi disana. Jika Ia dapat membuat alibi yang dapat dipercayai seperti eksperimen sosial, Ia mungkin bisa lari dari hukuman. Yah, semua ini hanya "mungkin" dalam pikiran Eideth. "Ini semua untuk Side-quest" dalihnya.
Disisi lain, Zatharna belajar banyak hal. Ia mencatat semua penjelasan Eideth mengenai Character Alignment, dan mendapat contoh langsung ketika Ia kebingungan tentang sesuatu. Eideth tidak masalah melakukan semua ini, dan mencoba sebaik mungkin untuk tidak mengharap imbalan. 'Eideth, Kamu harus sabar, semua ini adalah investasi jangka panjang, akan waktu kamu menuai semua kerja keras ini' ujarnya dalam hati. Banyak sekali yang bisa Ia minta namun semuanya perlu waktu, Ia tidak bisa melakukannya terburu-buru atau Ia akan kehilangan semua kesenangan yang dibangunnya sekarang. 'ini adalah sebuah perlombaan dimana yang paling sabar akan menang' lanjutnya dengan sinis. Eideth masih memiliki rencana dibalik tawa histerisnya.