Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 39 - One of those days

Chapter 39 - One of those days

"Haaaah… Bagaimana bisa…" tanya Mystra kebingungan. Eideth masih saja merasa aneh walau sudah mengetahui hal ini. Dewa-dewi Artleya memiliki perspektif berbeda tentang dunia lain di luar sana. Saat di Artleya, mereka Maha tahu. Namun saat mereka saat berbicara atau berinteraksi tentang dunia lain, ada perasaan asing yang membuat mereka kaget seperti turis yang selalu terpukau saat jalan-jalan. Eideth selalu bertanya-tanya apa dewa maha tahu mengerti apa itu perasaan kaget.

 

Eideth mulai menjelaskan kontraknya, "sederhananya, karena Jiwaku bukan asli dari dunia ini, Aku akan kembali kedunia lamaku… mungkin, tapi Aku takkan ada disini". Mystra terkejut bukan main, Ia tidak diberitahu apapun tentang ini. Mengingat kerahasiaan kontrak Eideth, ini bukanlah hal yang aneh. Tapi tetap saja Eideth menahan tawa melihat ekspresi Mystra. 

 

"Maafkan Aku Eideth" Mystra merasa sangat sangat menyesal menjatuhkan hukuman itu pada Eideth. "Jadi… ini artinya Kamu sudah mengutukku bukan" tanya Eideth tentang cap pengasingan dari alam kematian Artleya, Ia tak merasa akan perbedaan apapun di tubuhnya. "Tidak juga, Cap itu hanya menahan Jiwamu masuk ke dalam Alam kematian, niatnya Kamu akan jadi arwah gentayangan setelah Kamu mati" jelasnya. Eideth tidak terlalu menangkap deskripsi itu dengan jelas tapi Ia dapat garis besarnya. Meskipun begitu Ia punya pertanyaan.

 

"Mystra, Aku ingin bertanya, apakah cap ini mempengaruhi jiwaku atau ada penalti lain, Aku dihantui atau semacamnya". "Tidak, tidak ada hal yang membahayakan seperti itu, mungkin kelebihannya adalah Kamu bisa mengenali orang lain yang mendapat kutukan tersebut" ungkap Mystra. "Tunggu, Kamu bilang, ada orang lain selain Aku yang pernah melakukan ini" Eideth menyadari tabu melanggar hukum kematian ini cukup banyak peminatnya. "Ya, ada beberapa dari mereka yang masih hidup hingga sekarang, dan satu hal lagi, Aku tidak tahu apakah ini termasuk bagian yang merugikan tapi… cap ini akan membuatmu merasakan kematian dari orang lain, membunuh atau melihat mayat orang lain akan memicu trauma kematian mereka padamu" tambah Mystra. 

 

Eideth tak tahu harus bereaksi seperti apa mengetahui hal itu, namun Ia segera tersadar dan memberi senyuman penenang. "Begitu… baguslah, Aku memang sedang memerlukan pengingat untuk misi besarku, terima kasih" daripada menyesali ataupun tidak terima, Eideth mencoba melihat hal dari sisi baiknya sebisa mungkin. Ia tak mau kepalanya dipenuhi pikiran negatif, hal itu bertentangan dengan tujuan hidupnya. Ia tak punya berniat untuk menyesali apa yang terjadi, Mystra melihat wajah Eideth yang datar menjadi khawatir. 

 

"Eideth, Kamu benar tidak apa-apa", "oh, Aku, tidak, Aku tidak apa-apa, tak perlu khawatir" balas Eideth tersenyum kembali. Mystra bingung harus melakukan apa, Ia tak menyangka pertemuan pertamanya dengan orang baru seperti ini. Ia tak bisa berkata Ia tidak merasa bersalah dalam hatinya mengutuk Eideth, Ia mau buka bicara tapi Eideth memotongnya. "Eits, berhenti disitu, Kau tak perlu mengatakan apapun Mystra, Kau tidak salah, dan Aku tidak menyesali pilihanku, Aku tidak akan pernah menyesali pilihan yang kubuat, makanya jangan merasa bersalah oke" pinta Eideth.

 

"Bagaimana Kamu bisa berkata seperti itu, jika Kamu makhluk dari Artleya… Aku… Aku telah merenggut kematianmu Kau akan terkutuk hingga akhir waktu" tanya Mystra tak mengerti. "Akan berbohong Aku jika Aku mengatakan akibat dari pilihanku tidak berbuah penyesalan, tapi itu pilihanku, Aku tahu resikonya dengan baik, dan Aku tetap memilihnya, dan Kau tahu apa, pilihan itu menjadi bagian dari diriku sekarang" Eideth menyentuh dadanya tempat cap itu ditempatkan. Eideth menyadari itu dari lamunannya yang hanya sebentar, dan Ia terus mengingatkan dirinya lagi untuk kesekian kali. 'Akulah yang memilih hidup seperti apa yang kuinginkan, dan Aku akan mendapatkannya' tekadnya dalam hati.

 

Eideth bisa merasakan efek dari ritual sudah mulai hilang dan perlahan Ia mendapat kembali sensasi tubuhnya. Eideth mengucapkan sampai jumpa pada Mystra tahu Ia akan bertemu dengannya lagi untuk pelanggaran lain yang akan Ia lakukan di masa depan. "Eideth, satu hal lagi, bisakah Aku ikut bermain dengan kalian di masa depan" tanya Mystra. Sebelum kehadirannya disana menghilang Ia segera menjawab, "tentu saja, tapi nanti saat kukabari, Aku harus bicara pada Zatharna dulu" sampainya melambai pergi.

 

Eideth terbangun dari tempat tidurnya di pagi hari, Ia bahkan tak menanyakan bagaimana Ia langsung tertidur setelah kejadian semalam. Eideth segera pergi mandi dan mengganti pakaiannya, lalu keluar untuk pergi sarapan. Keluar dari kamarnya, Eideth bertabrakan dengan Vista. "Eh, maaf Vista, Aku gak sengaja" ujar Eideth, Vista hanya menatap wajahnya lalu pergi. Itu aneh pikirnya, Ia tak sempat bertanya karena Vista sudah pergi lebih dulu. 

 

Mereka pergi ke restoran bersama untuk makan, Eideth dan Vista bertemu yang lain disana. Saudara Lin, Paladin, bahkan Alban juga berada disana. "Eideth… disini" panggil Lin Yan, mereka meminta pelayan untuk menambahkan kursi untuk teman mereka yang baru datang. "Alban, Kamu disini, kupikir Kamu sibuk" sapa Eideth. "Ya, Aku berniat menyapa Kalian sebelum pergi ke Tarnum, Kami mendapat laporan mengenai seorang Senior misterius menyusup ke dalam Akademi semalam, para penjaga gerbang mengakui mereka kehilangan fokus saat waktu kejadian, Kami akan menginvestigasi lebih lanjut" jelas Alban. 

 

"Separah itu ya" tanya Lin Mei, "itu benar, pihak Akademi takut membahayakan siswa dan calon pendaftar mereka, Kami sampai sekarang tidak tahu apa ini tindakan terorisme atau tidak, pelakunya menggunakan para pendaftar sebagai penarik perhatian, pada waktu tertentu, para pendaftar yang lulus tes pertama tiba-tiba melonjak secara signifikan" terang Alban. Alban menerangkan temuan investigasi pada mereka, Eideth hanya duduk santai memakan makanannya. "Aku juga mendengar ada nama seorang senior yang dipanggil oleh pendaftar lain tapi Aku tidak menangkapnya dengan jelas" ujar Lin Yan, untungnya Lin Mei juga tidak mendengar nama Senior itu dengan jelas.

 

Eideth tahu kenapa Alban menemui mereka pagi ini, Ia tidak tahu apa ini campur tangan dari Zatharna tapi Eideth bisa melihat jalan kemana petunjuk ini. "Alban, apa Kamu meminta Kami untuk membantumu menginvestigasi" tunjuk Eideth, Alban tidak membantah dan mengungkapkan rencananya. "Itu benar, Kami menyadari bahwa penyusup ini adalah orang profesional, agar para siswa dan pendaftar tidak terancam dan panik, Kami ingin investigasi ini tetap dibalik layar sebaik mungkin, bisakah Kalian membantu Kami" minta Alban.

 

Mereka setuju tanpa banyak berpikir, mereka hampir membuat keributan menyahutkan iya. Selesai sarapan, Alban memberi mereka tumpangan ke Akademi Tarnum. Ia juga memberi Eideth, Vista, dan Paladin seragam Tarnum untuk menyamar. "Tenang saja, pakaian ini sudah diizinkan oleh Kepala Akademi" jelasnya. Saudara Lin itu menolak seragam mereka, mereka berniat menggali informasi dari pendaftar lain tentang Senior ini. Eideth tidak punya secuil rasa gugup dalam hatinya melakukan ini, Ia tak tahu sebesar apa masalahnya tapi selagi Ia tidak ditanyai itu cukup bagus.

 

Berdiri didepan gerbang bersama, membuat kelompok investigasi itu jadi canggung. Eideth terlihat cukup tampan memakai seragam, tapi lampu sorot perhatian semua orang lebih mengarah ke Vista. Kulitnya yang putih pasih, rambutnya yang terurai, ditambah wajahnya yang tampan membuatnya seperti patung seni yang sempurna. Eideth sedikit iri namun Ia sadar dengan Vista menarik perhatian semua orang Ia dapat lebih bebas bergerak.

 

Mereka masuk ke dalam Tarnum menggunakan kartu pengenal khusus yang diberikan oleh Alban sebelumnya, kartu itu khusus untuk kegunaan pemerintahan di dalam Nous. Eideth menggesek kartunya pada alat pemindai tersebut dan mendapatkan izin masuk. Para penjaga itu melihat wajah Eideth dan mengingat sesuatu. Seketika Eideth mendengar dadu bergulir, Ia berharap semoga tak terjadi hal buruk. "Permisi Tuan" panggil salah seorang penjaga, "ya, ada yang bisa kubantu". 

 

Penjaga itu melihat Eideth dengan seksama, terutama wajahnya. [d20/13 (+2)] "Bukankah Tuan datang ke Tarnum kemarin" bisiknya. "Itu benar, maaf karena membobol masuk kemarin tuan-tuan, Aku mendapat info tentang "kabar itu" dan memutuskan untuk menginvestigasi lebih awal, sayang Aku tidak dapat menangkapnya kemarin" bisik Eideth pada mereka. 'ayolah… tolong berhasil' Eideth meminta agar percobaan tipuannya berhasil, nilai karisma yang Ia punya tidak rendah tapi Ia tidak yakin.

 

[d20/4 (+1)] "Aku tidak tahu tentang itu, jelas Kami tidak diberitahu lebih awal… jangan-jangan" penjaga itu mulai memikirkan sesuatu. 'Ayolah, masa penyamaranku sudah ketahuan di awal begini' ujar Eideth dalam hati, Ia memutar otak secepat mungkin memikirkan rencana tapi Ia benar-benar buntu. Teman-temannya disini tak bisa membantunya, dan penjaga satu itu terlihat sangat terpaku padanya dan cukup keras kepala. Eideth saat terdesak, intuisi aneh muncul dikepalanya, seperti membisikkan sesuatu.

 

"Ayo pukul dia" bisik intuisi itu. Eideth tak percaya apa yang didengarnya, Ia tak tahu mitos itu nyata. Ada sebuah lelucon klasik dalam TTRPG, kunci menyelesaikan semua masalah ataupun teka-teki yang diberikan oleh GM, adalah Kekerasan atau Penggodaan. Ada banyak jenis pemain TTRPG, baik pemula sampai profesional punya cara bermain mereka sendiri. Sebuah bisikan memintanya untuk memukul penjaga tersebut agar Ia pingsan, dan satu lagi membujuknya dengan uang atau hal lain agar Ia mau tutup mulut. Ia tak tahu apa itu insting, tapi Ia tak bisa berpikir jernih karena mereka.

 

Sebelum Eideth sempat bergerak, seseorang datang memotong pembicaraan mereka. "Ehem… Tuan-tuan, apa yang Kalian lakukan bersantai disini, bukankah Kalian sedang bekerja" ujar Pria itu. Para penjaga membeku dihadapan Pria itu, "apa yang Kalian tunggu, kembali bekerja" suruhnya. Dengan sigap para Penjaga kembali ke berpatroli agar tampak bekerja. Pria itu menghela nafas berat dan menyilangkan tangan didepan dadanya. 

 

Eideth melihat wajah Pria itu dan terpana seketika. Rambut hitam pendeknya terurai rapi secara alami. Ia punya mata sayu dengan pupil berwarna ungu terang. Wajah Pria itu sangat rupawan, kata cantik lebih cocok untuknya daripada tampan. Berhenti terpana akan wajahnya, Eideth memperhatikan karakteristiknya yang lain. Pria itu menggunakan jas rapi yang terlihat mahal, bahkan tanpa dasi penampilannya sudah sempurna. Eideth menarik pendapatnya kembali tentang Vista yang terlihat seperti karya seni, Pria itu lebih layak mendapat julukan itu.

 

"Um… Terima kasih Tuan–", "tidak apa Anak muda, tidak perlu memikirkannya, senang bertemu denganmu, Aku dengar dari Alban kalian orang-orang yang dipercayainya, kulihat seragam itu cocok untuk kalian" Pria itu segera memotong dan menjabat tangannya. "Oh, Anda yang menyediakan seragam ini untuk Kami, terima kasih atas bantuannya, Kami akan berusaha sebaik mungkin" Eideth segera mengetahui bahwa Pria itu dari dalam Akademi. Menilai dari penampilannya, kemungkinan besar Ia seorang profesor.

 

"Aku pergi dulu, banyak pekerjaan menantiku" ujarnya sebelum pergi. Eideth memperhatikan tangannya yang dijabat oleh Pria itu. Ia merasakan sensasi aneh barusan dan mengobservasi telapak tangannya dengan serius. Ia menemukan sesuatu dan tergigik kecil, menggertakkan rahangnya agar tak tertawa. Ia berbalik mencoba memperhatikan siluet Pria itu sekali lagi tapi Ia sudah menghilang. 

Eideth segera berkumpul dengan yang lain, saudara Lin dan Vista menunggunya dari tadi. "Maaf, membuat Kalian menunggu, Kita bisa pergi sekarang", "sudah waktunya, kenapa Kamu lama sekali…" tanya Mista. Mereka semua terbelanga melihat orang dibelakang Eideth. Paladin memakai seragam miliknya tapi ada sesuatu yang lebih mengejutkan. Ia mengenakan seragam Wanita, rok panjang itu mengatakan segalanya. "Paladin seorang Perempuan" teriak mereka kaget. "Tentu saja Paladin seorang Perempuan, Kalian tidak tahu itu" Eideth sudah mengetahuinya dari awal tapi Ia tak menyangka mereka semua tidak tahu, bahkan Vista.

 

Paladin terlihat sangat malu memakai seragam itu, Ia mencoba menutupi wajahnya padahal Ia masih mengenakan helmnya. Paladin tidak melepas helm itu karena sumpahnya, mengetahui hal itu Eideth menghormati keputusannya tanpa banyak tanya. Ia juga membantu menjelaskannya pada yang lain. Karena semuanya sudah siap menjalankan tugas mereka, Eideth dengan cepat mengambil kepemimpinan dalam operasi itu. "Ehem… semuanya, sebaiknya Kita berpencar untuk mengumpulkan informasi, Saudara Lin, Kalian berdua lebih baik pergi ke papan buletin pengumuman untuk melihat hasil tes Kalian, lebih baik bertanya dengan pendaftar lain disana" Eideth mengarahkan.

 

"Paladin, Kamu denganku saja, sudah semua bukan, ayo pergi" perintah Eideth. "Hey bagaimana denganku" tanya Vista tak mendapat tugas, "apa maksudmu, Kamu kan tampan, pergi bertanya dengan siswa perempuan sana, tanyakan pada mereka apa yang ku suruh padamu" suruhnya. Mereka berpisah untuk menginvestigasi dengan jalan masing-masing. Eideth sengaja membentuk bentuk tim seperti ini untuk menggunakan semua potensi rekan-rekannya. Eideth tahu Lin Yan dan Lin Mei akan segera mendapat petunjuk dari pendaftar lain. Vista dapat dengan mudah bertanya dengan siswa Tarnum dengan ketampanannya, para siswi akan luluh dihadapannya.

 

Paladin mengikuti Eideth dari belakang tanpa banyak bertanya, namun Eideth tampak tak mencoba bertanya pada siapapun. Ia mulai mempertanyakan apa yang Eideth ingin lakukan. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menepuk pundak Eideth. Ia menunjukkan buku catatan yang Ia gunakan untuk mengobrol. [Eideth, apa Kamu punya rencana?] Tanya Paladin, "oh, tidak Aku hanya ingin jalan-jalan" ungkapnya. [Bagaimana dengan pekerjaan Kita] tulisnya di kertas itu.

 

"Tenang saja, Aku sudah mempunyai informan di dalam Tarnum dari kemarin, Kita punya waktu bersantai sebentar, kau tahu, menikmati hidup sedikit" ajaknya. Mereka berdua berjalan-jalan mengelilingi Tarnum, menikmati pemandangan sebanyak mungkin. Eideth tidak memaksa apapun pada Paladin dan mencoba mengajak ketertarikannya. Ia melihat Paladin sebagai orang yang serius, selalu mengenakan baju zirahnya dimanapun mereka berjumpa. Eideth menghargai sumpahnya apapun itu, tapi Ia tak ingin melihat rekannya bersikap kaku seperti itu.

Ini memang terlalu ikut campur, tapi hal itu mempengaruhinya. Eideth tak bisa mengabaikannya, Ia cukup egois untuk tahu Ia juga ingin orang disekitarnya untuk senang bersamanya. 'Inilah yang Kau dapat saat membuka hatimu pada seseorang, mengenal mereka sedikit saja, Kamu sudah mengira membentuk pertemanan, mulai membentuk perasaan pada mereka, tak ingin mereka sedih, sakit, murung' renung Eideth sambil jalan-jalan. Eideth bersyukur Paladin tidak bisa mendengar perkataan dalam hatinya.

 

Tak terasa hari sudah siang dan matahari berdiri di titik tertinggi. Eideth mengajak Paladin untuk mengambil makan siang di kantin. Ia ingin tahu seberapa mujur seragam yang mereka kenakan ini. Ia berniat mencari seseorang sebelum mereka bertemu dengan informan juniornya. Mereka masuk dari pintu depan tanpa ragu, orang-orang langsung memperhatikan Paladin dan tak menghiraukannya. Mereka mulai berbisik menertawakan Perempuan yang memakai helm itu.

 

Eideth jadi mengkhawatirkan pilihannya, Ia lupa memikirkan pendapat Paladin tentang ini. Paladin dengan percaya dirinya masuk ke dalam seperti biasa. Ia tetap kuat dan tenang seperti dirinya yang biasa tanpa terpengaruh oleh apa yang orang lain katakan. Eideth menggosok hidungnya, sedikit malu Ia bersikap khawatir seperti itu. [Siapa orang yang Eideth cari] tulis Paladin. "Oh, Dia, Aku punya kenalan disini, seorang murid bisa dibilang" jelas Eideth singkat.

 

Eideth mencoba mencari wajah yang Ia kenal di sepanjang ruangan itu, bahkan ngespam percobaan observasi menggunakan Talent miliknya. Akhirnya Eideth mengenali Kanan dari semua wajah itu dan mata mereka segera bertemu, "Tuan Eideth disini" teriak Kanan memanggil. Mereka berdua segera duduk dan Eideth memperkenalkan Paladin pada Kanan, begitu pula sebaliknya. Eideth menceritakan kisah bagaimana mereka berdua bisa berkenalan sambil memotong bahwa informasi itu kejadian kemarin.

 

Kanan segera memberitahukan kabar baik, Tesisnya akhirnya diterima oleh para profesor, Ia dapat lulus tahun ini. Kanan ingin mentraktir Eideth dan teman Paladinnya, tapi mereka berdua menolak. Kanan coba memaksa tapi Eideth menunda itu, "kalau Kamu ingin mentraktir, lakukan nanti setelah Kamu lulus, Kamu juga berhutang dengan Pemilik kafe bukan, ajak Dia makan malam". Kanan mengira Eideth bercanda tapi Eideth berkata Ia melihat hubungan mereka cukup dekat, Ia menyarankan Kanan untuk memprioritaskan dirinya dulu.

 

Ketika mereka menyantap makan siang, sebuah wajah yang Ia tak sangka jumpai melintasi pandangan matanya. Selayaknya Kanan memanggil dirinya tadi, Ia berteriak memanggil Wanita itu juga. "Yuna, disini" panggil Eideth. Kanan seketika panik melihat Eideth memanggil seorang profesor dengan begitu tidak sopan, dan lebih mengejutkan lagi profesor itu datang mendekati mereka.

"Halo Tuan Eideth, lama tak berjumpa" Yuna menundukkan kepalanya memberi salam. Para siswa-siswi tak percaya mata mereka, seorang profesor memberi salam seperti itu. Yuna minta izin numbrung ke pertemuan mereka seperti itu. Eideth menjelaskan kisahnya dengan Yuna agar Kanan menutup mulutnya yang terbelanga. Seperti biasa, Ia memotong informasi yang kurang penting, seperti kebangsawanannya, dan seambigu mungkin berkata jujur dalam ceritanya. Yuna paham maksud Eideth bercerita seperti itu dan menghargai keputusannya.

 

"Aku penasaran bagaimana Louis dan Fritz sekarang" celetuk Yuna tanpa sadar, Ia merindukan rekan perjalanannya. Hal ini sangat biasa terjadi pada para petualang, saat mereka berpisah sangat sulit untuk menjaga kontak. Tanpa peringatan apapun, ponsel Eideth berbunyi tanpa memandang waktu. Suara nada deringnya yang keras membuat perhatian semua orang di kantin semakin memperhatikan mereka. Agar dirinya sedikit mendapat privasi, Eideth menggunakan [Stasis] di bawah meja dan menusuk kakinya. 

 

Eideth mulai merapal mantra di bawah meja, tanpa mempedulikan ruang kantin tersebut memiliki Mana yang sangat sedikit. Ia memasang kubah [Silence] mengelilingi mereka. Seharusnya suara tak bisa terdengar dalam kubah itu tapi Eideth sudah menguasai mantra tersebut untuk mengubahnya semaunya. Untungnya Zatharna mengizinkan hal tersebut setelah Eideth menerjemahkan banyak sekali mantra. 

 

Yuna terkejut bukan main bagaimana Eideth bisa merapal sebuah Mantra dengan Mana yang sangat sedikit. Kanan dan Paladin untuk alasan mereka masing-masing, mereka sudah lelah terpukau olehnya. "Halo Ayah Ibu, apa kabar" Eideth menekan tombol kamera memunculkan video wajah mereka. Agareth dan Lucia sama terkejutnya dengan orang-orang disebelah Eideth. Orang tua Eideth sangat riang berbicara, Eideth segera menunjukkan dirinya tidak sendiri dan sudah membuat teman. 

 

"Ada Yuna juga disana" suara seorang Wanita yang familiar muncul, Eziel memunculkan kepalanya tertampak oleh kamera. "Nona Eziel apa kabar, lama tak jumpa" sapa Yuna. Mereka mulai mengobrol, Agareth dan Lucia awalnya berniat menelpon menanyakan keadaan Eideth. Mereka masih khawatir tapi Eideth mengatakan Ia sudah merasa lebih baik. Tak lama obrolan tersebut semakin ramai, Vinesa memaksa Louis untuk ikut bergabung didorong oleh Irena dan Zain dibelakangnya.

 

"Kakak sudah semakin kuat ya" kata Zain melihat perubahan Eideth yang drastis menjadi sedikit iri. "Benarkah, Aku tidak merasa berbeda" balasnya santai. Vinesa seketika nimbrung memberitahu sesuatu. "Jangan pura-pura tidak tahu Eideth, Kami sudah dengar apa yang Kamu lakukan pada Desa Aliansi Eideth, Kamu menyelesaikan Menara Sixen seorang diri, temanmu Gobbi titip salam" kata Vinesa tertawa. Eideth sudah menyangka keluarganya akan tahu cepat atau lambat tentang pencapaiannya itu. Ia tidak berdalih lagi dan mengakuinya.

 

"Tuan Eideth menyelesaikan Menara Sixen seorang diri" teriak Kanan tak percaya. Untung saja Eideth sudah memasang kubah [Silence], kalau tidak perhatian semua orang akan semakin terpaku padanya. Eideth mencoba tetap rendah diri tapi Kanan malah semakin memujinya. Inilah hal yang Eideth tidak suka, orang-orang selalu meributkan hal seperti ini, padahal Ia hanya ingin hidup santai. Ia tidak ingin orang-orang berharap banyak padanya, itu adalah tanggungan yang berat pikir Eideth. 

 

Eideth tidak berpikir pencapaian tersebut adaah hal yang besar, karena Ia tahu pemandangan yang lebih besar. Menara Sixen hanyalah bencana kecil di depan malapetaka yang lebih besar. Ia mendapat pengetahuan itu dari kontraknya, Ia bisa menjelaskan pada mereka tapi belum waktunya untuk itu pikirnya. Hal itu adalah tanggung jawabnya sang [Pahlawan], hingga Klien yang Ia tunggu memunculkan diri mereka.

 

Eideth memberi ponsel itu pada Yuna agar Ia bisa berbincang sedikit dengan Louis. Keluarga Eideth dengan mudah memaksanya disisi seberang. Yuna tidak enak mencoba menolak, tapi Eideth sama memaksanya seperti keluarganya. Mengetahui sikap keras kepala mereka, Yuna dan Louis menerima ponsel tersebut dan mulai berbincang pribadi. Eideth melepas konsentrasi pada mantra sihirnya, dan mereka bisa mendengar suara dari luar lagi. Ia memberi Yuna kubah sendiri agar Ia bisa berbicara bebas.

 

Setelah perbicangan itu, Eideth berhasil menutup panggilan setelah berjanji akan menelpon mereka lebih sering kedepannya. Kanan merasa sedikit iri dalam hatinya melihat keakraban keluar Eideth, "Tuan Eideth punya keluarga yang ramai ya" gerutunya dengan nada sedih. Kanan belum menyadari tapi semua orang mendengar itu, Eideth tidak tahu harus berkata apa untuk memecah kecanggungan itu. "Ah, maaf, Aku membuat semuanya jadi canggung", "tak perlu meminta maaf Kanan, Kamu juga harus bersiap untuk presentasimu, lepaskan saja semua ketegangan itu" Eideth mengerti rasa gugupnya itu, jika dugaannya itu benar. 

 

Eideth tidak tahu kondisi Kanan sedikitpun dan mencoba menghormatinya sebaik mungkin. Ia tak punya hak untuk ikut campur lebih jauh lagi dari yang sudah Ia lakukan. Kanan harus menyelesaikan masalahnya seorang diri, itu adalah urusan pribadi. Eideth melakukan sesuatu ke tangannya, "oh lihat waktunya, sudah saatnya Kami kembali bekerja, sampai jumpa lagi Yuna, Kanan" Eideth melambai pergi dengan Paladin di belakangnya. 

 

Kanan sedikit penasaran bagaimana Yuna mengenal Eideth, begitu pula sebaliknya. Mereka hendak mulai bercerita, namun mereka di datangi orang yang tak mereka duga. Mereka tak menyadari kantin menjadi tenang karena kehadirannya. "Halo, maaf mengganggu, bisakah Aku duduk bersama Kalian" seorang profesor mendekati mereka.

 

"Profesor…", "ah, Kanan, Aku sudah membaca tesismu, kerja bagus, Aku bahkan sudah menguji teori itu sendiri, hasilnya sangat memuaskan, Aku berharap bisa bertemu dengan penemu teori itu" puji profesor itu. Kanan tidak menyangka profesor itu mengenali dirinya bahkan mengetahui namanya. "Oh, Dia baru saja disini tadi" kata Kanan, "benarkah, sayang sekali, Aku yakin Aku akan bertemu dengannya" profesor itu merasa kecewa. "Apa Kamu mengenalnya juga Yuna, dari ekspresimu Kamu mengenal orang ini" profesor itu sangat jeli, Yuna tak tahu apa Ia kelihatan aneh sebelumnya tapi profesor itu seperti membaca pikirannya.

 

Dengan karisma luar biasa miliknya, Ia berhasil membuat mereka menceritakan apa yang mereka tahu tentang Eideth. Yuna memberi lebih banyak informasi tentang latar belakangnya yang seorang bangsawan. Kanan terkejut karena Ia tidak tahu sedikitpun tentang itu, itu wajar karena Ia baru mengenal Eideth selama sehari. Profesor malah lebih terkejut dengan cerita Kanan. Yuna belum pernah melihat sihir Eideth secara langsung, tapi Kanan sebaliknya. Tesisnya malah menjadi kenyataan berkat bantuannya. Mereka berbincang lebih lama setelah itu.

 

Eideth pergi ke buletin pengumuman bersama Paladin, [kenapa papan buletin] tanya Paladin menggunakan buku tulisnya. "Shhh… nanti Kamu juga tahu, Aku punya sebuah kejutan" jelas Eideth. Mereka bisa melihat kerumunan besar mengelilingi papan pengumuman mencari nama mereka. "Ugh…" jiwa introvert mereka berdua sedikit lemas mencoba menerima pikiran harus berkumpul dengan orang-orang sebanyak itu. Jawabannya adalah tidak, mereka berdua tidak mau. Tepat setelahnya, unit informannya keluar dari kerumunan itu membawa kabar baik.

 

"Senior… Senior, Kami lulus" ujar Uno dengan gembira. Dos dan Tres mencoba menghentikannya bersikap malu-maluin. Untungnya kerumunan pendaftar itu lebih berisik dan tidak mendengar panggilan itu. Paladin mendengar panggilan itu dengan jelas, tak berbicara apapun dan terus mendengarkan mereka lebih jauh. "Benarkah, selamat" Eideth menepuk kepala Uno, membalas sikap kekanak-kanakannya itu.

 

Mereka menanyakan informasi apa yang Eideth perlukan dari mereka. Eideth mulai menjelaskan seorang profesor yang Ia penasaran, deskripsinya berlebihan tapi mereka langsung tahu siapa orang yang dimaksud. "Mata ungu sayu, rambut panjang terurai, tampan, iya itu benar dia" Dos membenarkan. Mereka mulai menjelaskan semua kabar yang mereka tahu tentang pria tersebut. "Ia juga baru pulang dari perjalanan penelitiannya ke Calix, Ia tidak pernah menetap di satu tempat begitu lama, karena… yah… Genius memang sulit di mengerti, sama seperti Senior" Tres menjelaskan berita yang Ia tahu. 

 

Paladin masih tidak mengerti kenapa mereka memanggil Eideth sebagai "Senior". Apalagi ketika mereka sedang menyelidiki seorang penyusup yang memanggil dirinya Senior. Eideth berterima kasih pada mereka bertiga, Ia memberi tepukan kepala pada Uno dan langsung membuat temannya iri. Mereka juga menuntut perlakuan yang sama sebagai imbalan mereka. "Kita sudah selesai disini, ayo kita ke bagian klimaks" ajak Eideth.

 

Eideth mengajak Paladin untuk pergi ke kerumunan itu, disana Lin Yan segera menyadari kehadirannya. Karena Ia bersebelahan langsung dengan kerumunan itu, panggilannya terdengar lebih jelas. "Eideth disini…", para pendaftar lain segera terpicu mendengar nama itu dan berbalik ke belakang. "SENIOR EIDETH" teriak mereka. Lin Yan terkejut melihat itu, pendaftar lain segera mengerumuninya seperti semut tertarik oleh gula. 

 

"Hey Kalian semua, bagaimana hasilnya, Kalian lulus" tanya Eideth. Mereka segera berterima kasih atas bantuan yang Eideth berikan, Ia bahkan mendapat bentuk apresiasi yang tidak disangka-sangka. Seorang manusia serigala yang lulus ingin sekali memeluknya dan Eideth merangkulnya lebih dulu, Ia menepuk pundaknya dan memberinya ucapan selamat. Bahkan ras manusia kucing yang takut dengan manusia serigala ingin ikut memeluknya. Setelah pelukan hangat tersebut, tubuh Eideth ditutupi bulu. "Seragam senior…" mereka merasa bersalah meminta pelukan tersebut jadinya.

 

Eideth menggoyangkan tubuhnya melepas semua bulu itu dari pakaiannya, bertingkah seperti manusia hewan didepan umum. "Tidak masalah, lihat sudah lepas semua" Eideth mengelus kepala mereka meyakinkan mereka tidak salah. Ia bahkan berkomentar agar seragam untuk manusia hewan dibuat dengan kain yang spesial untuk bulu mereka. Eideth bersikap ramah dengan semua orang, tapi tak semuanya merespon baik. 

 

Banyak pendaftar yang juga gagal dengan tes mereka, kekecewaan mereka terlihat jelas. Pandangan iri mereka tak bisa ikut merayakan keberhasilan bersama teman mereka, mulai menyalahkan diri mereka sendiri. Eideth pergi ke sana dan mencoba menghibur mereka. Tak semua ras lain yang mendaftar lulus, mereka sedang berpikir apa yang harus berkata apa pada keluarga mereka saat kembali. Ia berkata pada mereka semua untuk menemuinya di kafe tempat mereka bertemu kemarin. Ia ingin memberi hadiah perpisahan sebelum mereka pulang.

 

Lin Yan melewati kerumunan itu untuk mendekati Eideth, meminta penjelasan darinya. Ia punya banyak sekali pertanyaan dan kepalanya tak bisa menemukan titik terang. "Tuan Eideth, apa maksudnya ini…" tanya Lin Yan. Eideth menenangkan Lin Yan menggunakan auranya yang damai. "Tenang Lin Yan, Aku bisa menjawab semua pertanyaanmu, namun yang pertama, tentu saja Aku sudah tahu siapa penyusup tersebut, Dia itu Aku" Eideth mengaku. "Apaaaa…" teriak Lin Yan dan Lin Mei. 

 

Wajah mereka tak percaya, mereka melakukan kejar-kejaran tak berguna ini. Wajah mereka seperti sudah menduga Eideth mungkin terkait dengan pelaku atau tahu sesuatu. Namun untuk pelakunya adalah dia, mereka lebih merasa kecewa daripada terkejut. Paladin disebelah mereka sedang menulis perkataan yang mau Ia sampaikan sebelum bergabung bersama mereka dalam keterkejutan. [APAAAA] tulisnya dengan huruf kapital.