Setelah mendeklarkan bahwa Ia termotivasi, Eideth maju untuk melayangkan serangan pertama. Itulah yang Paladin pikirkan tapi yang terjadi malah sebaliknya. Setelah memperkecil jarak, Eideth masih memegang tongkatnya di pinggangnya. Eideth menunggu Paladin untuk menyerang lebih awal agar Ia bisa melakukan serangan balasan. Menyadari hal itu, Paladin mengikuti Eideth memalingkan mata pedangnya ke belakang. Dengan bahunya yang kuat, Paladin mencoba mendorong Eideth menggunakan bahunya agar bisa melayangkan serangan lanjutan yang kuat.
Eideth menghindar ke arah samping, punggung mereka bersentuhan sesaat dan Eideth menggunakan sikunya mendorong Paladin dari samping. Paladin tidak terdorong begitu jauh tapi Ia bisa merasakan serangan tiba-tiba itu. Ia melihat Eideth tersenyum, namun senyumannya kali ini berbeda. Paladin merasa kebingungan di saat yang sama. Paladin sudah berkelana dengan Eideth selama beberapa hari dan ini bukan pertama kalinya mereka sparring. Paladin yang sudah terbiasa cara bertarung Eideth sebelumnya, perubahan tiba-tiba ini membuat penjagaannya turun.
Menyadari Eideth berhasil melancarkan serangan pertama, Paladin maju dengan pedangnya. Eideth menghindari serangan Paladin, dan menepis lintasan pedangnya jika perlu. Eideth tidak bodoh untuk menahan pedang Paladin dengan tongkatnya, walaupun Ia bisa mempercayai kekokohan tongkatnya, kekuatan Eideth sangat kecil di bandingkan dengan Paladin. Eideth mencoba memancing emosi Paladin dengan terus menghindar, tapi Paladin tetap tenang tak terpancing.
Eideth menyadari kecepatannya melambat, staminanya terkuras dengan cepat karena terus menghindar. Paladin bahkan tidak kehabisan nafas membuat Eideth semakin menyadari betapa lemah dirinya. Eideth mencoba menyerang balik melontarkan serangan beruntun dengan tongkatnya, tapi Paladin dengan mudah mengambil kendali. Menggunakan Greatsword miliknya, Paladin membelokkan pukulan Eideth dan merangkapnya masuk dalam jangkauan. Eideth bisa melihat mata pedang Paladin mendekati wajahnya, Ia merasa waktu melambat tapi tubuhnya tak bisa bergerak sesuai kemauannya.
"Sial, [Explode]" Eideth menggunakan Technique miliknya, memaksa otot punggungnya berkontraksi untuk menarik kepalanya keluar dari lintasan pedang Paladin. Dengan jarak yang begitu sempit, menggunakan momentum dari [Explode] miliknya, Eideth menyerang serangan beruntun pada Paladin kemudian mundur membentuk jarak. Eideth melihat Paladin tidak bergeming dengan serangannya.
"Ayolah, itu serangan telak, Kamu tidak menerima kerusakan apa-apa dari itu, apa Kamu punya [Hardened] juga" tanya Eideth tak percaya. Paladin menggelengkan kepalanya menjawab tidak. "Hmm… begitu, Aku terlalu terburu-buru dengan seranganku, pengeluaran kekuatannya jadi tidak efisien, terima kasih petunjuknya" ujar Eideth menerjemahkan niat Paladin. Vista kaget bagaimana Eideth bisa memahami semua itu karena Paladin tidak mengatakan apa-apa.
"Kalau begitu, ayo Kita lanjut lagi" ajaknya dengan semangat. Mereka beradu serangan seharian penuh, Eideth semakin kesulitan mengejar Paladin karena Ia mulai serius. Mereka bertukar serangan tanpa kenal lelah, Eideth terus mencoba melayangkan serangan kejutan cepat tapi refleks Paladin lebih baik darinya. Eideth tahu gaya bertarung memakai tongkat itu bukanlah senjata utamanya tapi Ia serius ingin melatih ini.
Sadar Ia takkan bisa mendaratkan satu serangan pun, Eideth mengganti kuda-kudanya. "Aku sudah termotivasi sejauh ini, kenapa tidak Kita keluarkan semuanya" Ia mencoba terlihat keren dengan berbicara sebagai orang ketiga. Eideth mengangkat tongkat itu seperti pedang didepannya. Paladin bingung kenapa perubahan tiba-tiba ini lagi, tapi Ia takkan menurunkan penjagaannya kali ini.
"May be the force be with you" guman Eideth sebelum maju. Eideth mulai mengayunkan tongkatnya dengan cara yang berbeda. Ia memastikan tongkatnya tidak beradu dengan bilah pedang Paladin. "Shii-cho" ayunan tongkatnya cukup sederhana namun cukup membingungkan di beberapa serangan. "Makeshi" Eideth mulai menyerang balik menggunakan tongkatnya seperti Ia punya kontrol penuh atas tongkat itu seperti tubuhnya sendiri.
Paladin hanya menyambut serangan Eideth sambil mendengar perkataan aneh yang keluar dari mulutnya. Lelah dicoba disudutkan terus menerus dengan fleksiblitas tongkat itu. Paladin melompat mundur menjaga jarak dan bersiap untuk serangan balasan. Eideth menyambut balasan Paladin dengan tangan terbuka, secara metaforis tentunya. "Bentuk tiga, Soresu" Eideth menepis serangan Paladin, Ia memastikan untuk menutup jarak agar Paladin tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatan pada tebasannya. Tahu tak bisa bertahan lama, Eideth menendang Paladin menjauh.
Setelah sekian lama, Eideth terengah-engah kehabisan nafas ditengah latihan. Sepanjang perjalanannya, Ia berfokus dengan serangan sihir dan belum mendorong tubuhnya sejauh itu setelah sekian lama. Eideth bahkan mengingat sesi latihannya bersama Vinesa yang lebih melelahkan dari latihannya ini. "Ayo kita selesaikan disini, bentuk lima, varian djem so" Eideth tak menyangka Ia berbicara seperti itu. Ia bahkan membuat dirinya sendiri jijik, tapi entah kenapa Ia senang bisa mengeluarkan hobi lama itu setelah sekian lama.
Eideth terpaksa melewati bentuk keempat, karena Ia terlalu lelah. Ia tak punya cukup stamina untuk melakukan gerakan agresif. Eideth sedang mengalami kerugian semakin lama sparring ini berjalan. Tongkat dan pedang bukanlah lawan yang sebanding, Eideth harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menepis pedang Paladin mengenai badan bilahnya. Ia lebih banyak menghindar dan serangan baliknya tak sepadan dengan usahanya yang berlebih. Baju zirah Paladin meredam momentum dari tongkatnya membuat Eideth dari awal tidak dapat menang dengan kemampuan fisik.
Eideth mulai bereksperimen dengan Teknik sihirnya. Ia mulai mengingat semua pelajaran miliknya, dan mencoba berimprovisasi sedikit. Serangannya mampu membuat Paladin bergeming sedikit tanda Ia berhasil melukainya. Eideth senang serangan dasarnya meningkat menggunakan Teknik sihir tapi Ia merasa Paladin terlalu pasif sampai sekarang. Entah karena kebiasaan ajaran bibinya, Eideth menyampaikan pikirannya tanpa ragu.
"Paladin, Aku tahu ini gila, tapi Aku ingin mencoba sesuatu, tolong gunakan serangan terkuatmu, gabungan teknik kemarin, tenang saja Aku tidak akan mati". Paladin diam saja mendengar permintaan itu. Paladin menolak permintaan itu dan menghentikan sparring mereka. Eideth tidak tahu apa permintaannya terlalu tidak realistis, tapi Eideth tetap membujuknya. Meskipun begitu, Paladin memberi penolakan tegas. Paladin mengabaikannya seharian penuh dan memutuskan untuk berlatih sendirian setelah itu.
Sparring mereka terhenti dengan canggung. Eideth menyadari maksud lain dari perkataannya barusan, itu lebih terdengar seperti "bunuh Aku" secara tidak langsung. Eideth kemudian meminta maaf pada Paladin dan bertanya apa Ia memaafkan dirinya, Eideth menunggu cukup lama sampai Paladin mengangguk. Eideth sedikit bingung apa sikap gegabahnya itu perngaruh dari Talent miliknya atau bukan. Eideth meminta izin untuk mengobservasi latihan Teknik sihir Paladin saja dibandingkan beradu senjata lagi dengannya. Paladin setuju dan Eideth menghabiskan waktu beberapa jam memperhatikan Paladin. Mereka berlatih satu hari penuh untuk menghabiskan persediaan Mana di tempat itu.
Eideth mencatat apa yang Ia pelajari hari ini di ponselnya sambil menyiapkan makan malam. Mereka tidak bisa menemukan hewan buruan di hutan itu, jadi Eideth mengumpulkan apa saja yang bisa dimakan. Untungnya Ia menemukan jamur cukup besar yang dapat dimakan. "Kau yakin Kita bisa makan itu" tanya Vista tidak percaya. "Ini adalah jamur Laetiporus, atau lebih dikenal sebagai jamur burung. Jika dipanen dan di masak dengan benar, jamur ini terasa seperti daging burung. Ini sesuatu yang kupelajari dari keluargaku yang sering berkemah di luar" ungkap Eideth.
Eideth menyajikan jamur itu dengan mewah dan menghidangkannya pada mereka. Paladin makan dengan perlahan, memasukkan potongan jamur itu satu persatu kedalam mulutnya tanpa melepas helmnya. Eideth disisi lain makan dengan lahap mencoba membuat Vista kesal sendirian. Vista mengangkat sendoknya dan menyuapi jamur itu kedalam mulutnya. Vista kaget jamur itu begitu lezat, Ia seketika lupa Eideth memancingnya barusan. Sambil makan, Eideth mengungkapkan rencana latihannya kepada mereka yang terdengar cukup absurd.
"Aku ingin berfokus pada Teknik sihir untuk sekarang" ujar Eideth. Ia berkata Ia terlalu berpegang pada Talent miliknya dan kemampuan bertarung jarak dekatnya mulai tertinggal. Walau Eideth tahu perkembangannya akan menjadi lebih lambat, hal ini penting untuk gaya bertarungnya. Ia berjanji hanya akan menggunakan Talent miliknya untuk sihir penyembuhan dan sihir pendukung. "Jadi Aku perlu Kamu di garis depan lebih sering kedepannya, Kamu bisa kan, Vista" tanya Eideth.
"Baiklah, karena Kamu meminta baik-baik seperti itu, Aku serahkan punggungku padamu" Eideth juga meminta hal yang sama pada Paladin, dimana Paladin setuju tanpa pikir panjang. Dengan semangat pembicaraan masih tinggi, Eideth menghidangkan porsi kedua jamur burung yang lezat pada semua orang. Mereka berpesta hingga perut mereka penuh kemudian tidur. Eideth tidur paling terakhir karena tugasnya membersihkan peralatan makan.
Ia memutuskan untuk jalan sebentar sebelum tidur. Hanya dengan cahaya dari dua bulan Artleya menyinari permukaan tanah melewati lebatnya pepohonan. Eideth merasa damai, walau hutan itu terasa sedikit menyeramkan di malam hari, Ia tak terganggu sama sekali. Angin malam berhembus dengan tenang membawa hawa dingin malam, Eideth merasa ingin latihan sebentar sebelum tidur. Ia duduk disebuah batu dan mengingat kembali ajaran dari bibinya tentang Mana dan Teknik sihir.
"Bibi, bagaimana Bibi merasakan Mana" tanya Eideth kecil yang sedang bermeditasi diperintahkan bibinya. "Kamu tidak mendengar ya penjelasan bibi tadi" Eziel marah dan mengetuk kepala Eideth dengan ringan menggunakan tongkatnya. "Cara orang merasakan Mana disekitar ada bermacam-macam, ada yang mencoba menggunakan sihir untuk memeriksa apakah area itu memiliki persediaan Mana, tapi itu tidak efisien, yang dilakukannya hanya membuang sumber daya itu secara percuma" jelas Eziel.
"Dengar, Kalian semua, Mana adalah sumber energi tak kasat, Kalian tidak benar-benar dapat melihatnya namun Kalian menggunakan semua indra kalian untuk membayangkan wujudnya, bibi akan beri Kalian contoh". Eziel merapalkan sebuah Mantra dan Ia mengarahkan tongkatnya, Eziel menyiapkan mantra itu tapi tak kunjung Ia tembakkan. "Bisa Kalian rasakan Mana mulai berkumpul ke tongkat bibi, sekarang coba bayangkan Mana itu dengan imajinasi Kalian" suruh Eziel. Kedua adiknya, Zain dan Irena dengan mudah melakukan apa yang diperintahkan Eziel dan bisa melihat Mana yang berkumpul ke tongkat sihirnya. Eideth disisi lain, tak mendapat apa-apa. Yang Ia lihat hanyalah saat sihir itu di tembakkan, sebuah pasak dari es terbentuk seketika dan meluncur dengan cepat keluar dari tongkat Eziel.
Eideth bisa membayangkan apa yang terjadi tapi Ia tak mendapat gambaran yang Eziel ajarkan padanya. "Bi, apa memang gunanya Kita bisa melihat Mana, Kita juga akan terus berada didekat Menara Sixen dan mendapat persediaan Mana, bukannya ini sia-si—aduh", kali ini Vinesa yang memukul kepalanya. "Bagaimana, Kamu sudah tahu apa yang bibi ajarkan barusan" tanya Vinesa membuat wajah jahat di mata Eideth. "Kalau Kamu bisa melihat Mana, Kamu bisa merasakan pukulan bibi karena tinju bibi penuh dengan Mana" jelasnya.
"Terkadang Kamu tidak cukup cepat bereaksi menggunakan matamu, tapi dengan merasakan Mana, Kamu seperti bisa membaca niat mereka" ungkap Vinesa. Eideth mempelajari pelajaran itu dengan keras, dan selalu berlatih keras untuk mencapai level itu. Sampai sekarang tetap saja Ia belum bisa. Tapi kali ini Eideth mengganti mindsetnya. Eideth membuka Manascope miliknya, mengukur Mana disekitar.
"Oke, ada Mana, ayolah, semoga ini berhasil" Eideth menutup Manascopenya dan mulai bermeditasi. Ia mencoba mengumpulkan Mana dengan Tekniknya. "Explode adalah kombinasi dari tiga teknik lain karena penciptanya adalah orang biasa yang tidak bisa menyempurnakan satu teknik dan memiliki bakat rata-rata, sebuah teknik untuk orang biasa sepertiku" kutip Eideth. Ia merasa ironis dan senang disaat yang sama, merasakan momen punya kesamaan.
Ia perlahan mulai memisahkan teknik [Explode] itu satu per satu. "Flow, Teknik berfokus pada aliran Mana, digunakan untuk membantu menyerap Mana dari luar tubuh, ayo… kumpulkan lagi" seru Eideth. Ia mencoba menggambarkan perasaan hangat itu sambil mengumpulkan Mana. Seperti namanya, Flow adalah teknik yang mempelajari dan menggunakan aliran Mana dalam praktiknya. Makhluk hidup dapat mengambil Mana dengan bernafas dan teknik ini meningkatkan input itu menjadi 5 kali lipat dengan menggunakan seluruh tubuh sebagai paru-parunya.
Eideth bisa merasakan sensasi hangat itu di pusat tubuhnya dan mulai menyebarkannya keseluruh tubuh. Ia melakukan itu sampai tubuhnya kepenuhan Mana, "Aku kesulitan bernafas, umf…" rintihnya. Eideth mengeluarkan Mana itu lewat telapak tangannya bagaikan sebuah keran air yang menyala. Eideth bisa merasakan aliran Mana keluar dari tubuhnya seperti ada sebuah tekanan. "Tunggu, tekanan, jangan-jangan", Eideth langsung menguji teorinya tersebut sampai akhirnya Ia berhasil. Eideth berteriak dengan bangga namun sadar dirinya ditengah hutan Ia menahan suaranya.
Setelah selesai merayakan keberhasilan kecilnya itu, Eideth hendak kembali ke kemah. "Mungkin Aku coba latihan [Harden] sedikit selagi tubuhku masih hangat" Eideth beralasan. Ia pikir bukan waktunya beristirahat saat Ia masih bersemangat untuk latihan, Ia ingin mengembangkan bara api itu. Tidak sampai Ia terhambat dengan [Overflow] sampai akhirnya Eideth memutuskan untuk tidur.
Kembali ke tempat tidurnya, Eideth bangga dengan perkembangannya hari itu dan merasa Ia harus menghadiahkan tubuhnya istirahat yang layak. Eideth mencuci mukanya untuk menurunkan suhu tubuh, kemudian mengambil posisi yang nyaman di lantai hutan di samping teman-temannya yang lain. Bara hangat dari api unggun yang sudah padam membuat temperaturnya sempurna agar pikirannya dapat tidur beristirahat.
"Hey, bangun pemalas, hari sudah siang" teriak Vista sambil menendang-nendang Eideth. Pemuda kelelahan itu mengangkat ponselnya dan memberinya pada Vista. Disana sebuah video sedang dimainkan, "Vista, kalau Kamu mendengar ini, itu artinya Aku melakukan kesalahan, Aku tidak menyangka harus memakai video ini tapi Aku pasti sangat capek waktu itu, tolong bantu Aku dengan biarkan Aku istirahat kumohon, sampai Aku bangun dengan sendirinya, kuserahkan semua padamu, untuk hadiahnya… Kamu kuberi dua kesempatan untuk mencoba membunuhku, bagaimana adil bukan, tolong ya". Video itu berhenti setelahnya, Vista melihat wajah Eideth yang sedang tertidur pulas tersenyum membuatnya lebih kesal.
Vista mengangkat tubuh Eideth dan meletakkannya kedalam kereta. "Vista… Kamu sudah makan…" Eideth berbicara dalam tidurnya tahu Vista akan pergi. "Aku akan mencari hewan untuk diburu, Kamu tunggu saja disini" balas Vista. "Hey, bawwaaa iniii," Eideth melempar kembali ponselnya pada Vista, "gunakan itu sebagai panduan, selamat berburu" gumamnya sebelum kembali tidur. Vista melihat ponsel Eideth, disana ada buku panduan tentang benda apa saja yang dapat dimakan di dalam hutan. Vista melirik Eideth memastikan apa Ia benar-benar tidur atau bukan, apa ini semacam lelucon pikirnya.
Berkat hubungan spesial yang dimiliki mereka berdua, Vista bisa merasakan bahwa Eideth tidak bermain-main. Vista bisa melihat kondisi Tuannya, Ia bisa melihat Eideth baru tidur selama 2 jam dan sangat kelelahan baik fisik dan mental. Ia bergadang melatih Teknik sihirnya karena Ia mendapat banyak inspirasi. Ini pertama kalinya Vista melihat Eideth berlatih begitu keras, Ia menghormati hal itu.
Setelah menaruh Eideth kedalam kereta, Vista dihalangi Paladin. "Ada apa" tanya Vista, [Kamu tidak benar-benar akan membunuh Eideth bukan] tanya Paladin menggunakan buku tulisnya. "Mungkin saja, orang gila seperti dirinya itu pasti akan memintaku untuk membunuhnya begitu Ia punya rencana aneh lagi, anggap saja itu sebagai candaan jika Kamu khawatir" jawab Vista. Masih belum teryakinkan, Paladin mencoba menulis pertanyaan lanjutan tapi Vista keburu pergi.
Vista pergi berburu sementara Paladin menjaga kemah. Paladin masuk ke dalam kereta mencoba mengecek Eideth, disana Ia terbaring diatas punggungnya tertidur pulas. Paladin memperhatikan tubuh Eideth dan Ia bisa melihat perubahan yang dialaminya. Walau caranya mengobservasi berbeda dengan Vista, Paladin dapat melihat Eideth melatih dirinya begitu keras, dan mendapat kelelahan sihir yang lebih dari yang bisa Ia tanggung. Paladin terkagum dengan perkembangan Eideth, walau tampaknya Ia belum mendapat perubahan langsung, pemahamannya pasti sudah berkembang lebih jauh pikir Paladin.