Apostle itu senang bisa melanjutkan kembali permainannya, tapi waktu satu menit belum juga habis. Masih ada beberapa detik tersisa dan Ia tak sabar untuk memerintahkan Naga itu untuk menyerang mereka. Eideth memakai [Stasis] diam-diam untuk mengganti kelasnya, menepuk pundak semua rekan-rekannya. "Aku percaya pada Kalian" ujarnya memasang mantra level 2 [Bless] pada mereka. [Bless] hanya bisa diberikan pada tiga orang, tapi Eideth menepuk mereka semua sebagai dorongan kepercayaan. Ia juga memperhatikan agar tidak menandai sebagian dari mereka agar Apostle itu tidak menyadari.
Mereka tahu, mereka tak cukup kuat untuk membunuh Naga itu kalaupun mereka mau. Naga adalah makhluk berumur panjang yang kuat. Mereka memiliki pengalaman dan pengetahuan hidup yang berlimpah, ditambah fisik mereka yang sudah kuat. Naga adalah makhluk yang melambangkan kekuatan dan kehancuran bukan tanpa sebab.
Tujuan mereka saat ini bukanlah membasmi naga, melainkan menyadarkan seorang teman. Kesulitannya sedikit menurun dari pandangan itu, tapi lebih mudah berkata daripada berbuat. "Zatharna, lihat baik-baik, ini adalah contoh misi yang baik" gumamnya pelan. Membunuh Naga masihlah terlalu cepat untuk karakter level 5 seperti dirinya, tapi kalau mengurangi HP miliknya itu masih wajar. Dalam TTRPG, tidak semua objektif tentang membunuh, tidak semua musuh bisa dibunuh dengan mudah. Karena itulah ada objektif unik seperti mengurangi HP lawan mencapai titik tertentu.
Eideth yakin, jika mereka bisa menghajar kesadaran itu kembali pada sang Naga, Ia bisa terlepas dari pengaruh Apostle dengan sendirinya. Masalahnya adalah seberapa keras mereka harus menghajar naga itu dan seberapa lama mereka bisa bertahan. Mereka juga harus memperhatikan simpanan Mana disekitar. Eideth berniat untuk menghabiskan semua Mana saat menyerang Naga, agar Ia tidak merapal sebuah mantra melawan mereka. Ini rencana beresiko tinggi dengan upaya tinggi tanpa garansi keselamatan nyawa mereka. "Win or Die" gumam Eideth pelan.
Apostle itu mulai menghitung mundur mengingatkan waktu mereka telah habis. "Tiga… dua… satu" tepat di hitungan terakhir, para vanguard sudah maju lebih dulu untuk memberikan serangan pertama. Mereka menghantam naga itu tepat di dadanya menggunakan tubuh mereka. Naga itu sedikit kehilangan keseimbangan dan para penyerang langsung mengambil kesempatan itu. Pemuda itu menyerang kakinya menggoyahkan keseimbangan sang Naga lebih jauh lagi.
Sementara bentrokan besar itu terjadi Eideth segera menghampiri Wyvern itu yang sudah berubah menjadi seorang Pelayan. Ia menyuapinya [Goodberry] untuk menyembuhkan luka-luka di tubuhnya. Eideth menahan mulut pria itu yang masih mengunyah beri di mulutnya, "diam, jangan banyak tanya, telan" suruh Eideth. Setelah menelan beri itu, rasa sakit pada lukanya sedikit mereda.
Pria itu menatap mata Eideth seperti menerawang jiwanya, "hentikan itu, Kita sedang sibuk disini, jadi telan" Eideth menyumpel lebih banyak beri. Bukan hanya Eideth yang sedang di observasi, Ia juga terpukau dengan makhluk didepan matanya. Seekor Wyvern yang dapat bertransformasi ke wujud manusia. Eideth tahu mantra [Polymorph] tapi melihat orang lain melakukannya sangat menakjubkan.
Eideth mengobservasi pria itu dan yakin, pria itu benar-benar Wyvern tadi dari bekas luka di tubuhnya. "Kumohon tolong Tuanku" minta Wyvern itu, Eideth hampir membuatnya tersedak saat menyuapi beri. "Aku punya rencana, jadi dengar Aku baik-baik, beritahu Aku…" Eideth menjelaskan rencananya pada Wyvern itu. Ini adalah kartu simpanan yang Ia punya. Mantra yang cocok untuk sebuah situasi, tepat seperti saat itu.
Vanguard sebaik mungkin menangkis serangan dari Naga untuk mengulur waktu. Strategi pertama mereka adalah menjatuhkan naga itu sebanyak mungkin dengan mengganggu keseimbangannya. Hal ini sangat beresiko karena satu masalah besar. Lelah dijatuhkan terus menerus, Naga itu membentangkan sayapnya dan mulai terbang ke udara. Hal ini terlihat sangat menyeramkan untuk mereka. Sebagian besar penyerang merupakan petarung jarak dekat. Penyihir mereka tidak bisa membantu karena sedang menyiapkan sebuah mantra.
Tepat saat naga itu mulai terbang tinggi, bala bantuan mereka datang untuk ronde dua. Wyvern menghambar sang Naga di udara menjatuhkannya dari langit. Wyvern itu masih saja mencoba berbicara dengan sang Naga yang tidak mendengarkan sama sekali. Dengan menghadang sayap naga itu untuk membentang, Ia menambahkan berat badannya untuk meningkatkan dampak benturan ketika jatuh.
"Ayo, ayo, ayo, Kalian pasti bisa" sorak Apostle itu. Ia tengah duduk santai menikmati pertunjukkan diatas sebuah dahan pohon. Ia begitu santai disana tidak memperdulikan dunia sedikitpun. Ia terlihat begitu bahagia seperti melihat sebuah film aksi di teater. "Hmm… benarkah" Apostle itu mulai berbicara sendiri, "jika Dewa berkata seperti itu, Aku yakin itu benar, pertunjukkan ini memang semakin seru semenjak mereka bergabung". Ia semakin penasaran dengan pemuda yang baru bergabung itu, "apa Dewa ingin mengajaknya bergabung".
Menyadari besar tubuhnya digunakan melawan dirinya, Naga itu merubah wujudnya. Ia menyemburkan nafas api untuk menjauhkan lawannya dan memberi waktu untuk berubah. Keluar dari kobaran api, sesosok manusia berwujud setengah naga melangkahkan kaki. Kedua tangan dan kakinya dilapisi sisik naga dengan cakar yang runcing. Wujud setengah naga itu lengkap dengan tanduk dikepalanya, dan sayap naga yang lebih ramping mengikuti tubuhnya.
Mulut Naga itu masih mengeluarkan asap, tatapan mata yang tajam menunjukkan niat membunuhnya. Eideth tahu Ia celaka jika berhadapan langsung dengan Naga itu. Setelah berubah pergerakan Naga itu jadi lebih cepat. Ia dengan mudah menambah kecepatan dengan mengepakkan sayapnya. Serangannya juga lebih tajam dan berbahaya. Tidak hanya cakarnya saja yang harus mereka perhatikan, serangan tiba-tiba dari ekor Naga itu sulit terprediksi.
Vanguard masih dapat menjaga serangannya tapi mereka mulai kewalahan. Sudah berkali-kali nyawa mereka terlintas di depan mata mereka jika mereka terlambat sedikit saja. Mereka hanya terselamatkan oleh kerja sama dan koordinasi mereka, tapi mereka harus bergerak cepat. "Penyihir, mana mantra itu, Aku bilang dua, ini sudah tiga menit" teriak Eideth, "tinggal sedikit lagi, Kita harus membuatnya diam di tempat" pintanya. Itu adalah permintaan yang hampir mustahil tapi Eideth bertekad untuk mewujudkannya.
"Wyvern" teriak Eideth memberi tanda rencana kedua. Wyvern itu, dengan wujud manusia, pergi menghadang sang Naga. Ia menangkap kedua pergelangan tangannya dan mereka terhenti sejenak. Eideth menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan rencana kedua. Ia mengambil nafas dalam, menggunakan mantra yang Ia sudah persiapkan. Eideth berteriak ke depan wajah Naga itu dengan bahasa naga. "[Command], Raghr…" katanya.
[Command] adalah mantra luar biasa dimana seorang bisa memberi perintah satu kata pada seseorang, dengan syarat mereka memahami bahasanya. Berkat bahasa Naga menggunakan auman, Eideth mendapat kosakata yang sempurna. Eideth berharap mantranya berhasil karena [Command] adalah mantra paksaan. Target mantra ini dapat melawan efeknya. Mantra ini memiliki begitu banyak persyaratan dengan imbalan yang begitu besar. Satu-satunya hal yang Ia khawatirkan adalah Kebijaksanaan Naga itu. Eideth tahu ini ide bodoh mengingat Naga adalah makhluk berumur panjang, tapi mereka tak punya pilihan, dan Eideth juga berpikir "yang penting keren".
Eideth juga mengatur statusnya lewat [Stasis], Ia menaikkan Wisdom miliknya setinggi mungkin. Dengan Wisdom +5, ditambah poin kemahiran, Naga itu harus menggulir dadu 15 atau lebih tinggi. [d20/ 2+1] Mendengar perintah itu, Naga itu membeku di tempat. Ia seketika berhenti melawan. Eideth langsung menyuruh Wyvern untuk melepas tangannya.
"Menarik, kekuatan apa itu" tanya Apostle itu penasaran. "Ayolah, apa yang Kamu lakukan padanya" bujuk Apostle itu ingin tahu apa yang terjadi. Ia bingung mengapa Naga itu berhenti bergerak hanya karena sebuah teriakan. Apostle itu menggunakan kekuatan yang Ia tanam untuk mengendalikan sang Naga, tapi Ia tak menemukan perubahan aneh sedikit pun. "Kau benar-benar ingin tahu apa yang terjadi" tanya Eideth balik padanya. Ia tersenyum lebar menggertakkan giginya. "Saatnya ronde dua sayang" teriaknya bangga.
Sebelumnya, saat berunding satu menit. "Dengar, Aku punya rencana, Kita akan menahan Naga itu selama mungkin hingga mantra pengekang penyihir selesai, jadi posisi Kita seperti ini…" jelas Eideth. "Aku yang akan menyerang Naga itu" Vista mengajukan diri. "Siapa yang memintamu melakukan itu, buang-buang tenaga saja, Kamu akan menyerang Wanita yang mengendalikan naga itu" sanggah Eideth. Vista terkejut Eideth bahkan berpikir kesana dengan buruknya situasi mereka saat ini. Tapi Ia mendengarkannya sampai selesai.
"Jadi untuk memberi waktu, Aku harus menangkap Claudias—", "bukan, Kamu akan menangkap Wanita itu juga" potong Eideth. Mereka seketika kaget tak menyangka apa yang Ia katakan. Ia meminta mereka untuk mengalihkan serangan kearah Apostle itu dan membuka punggung mereka pada sang Naga. "Aku tahu ini gila, tapi percaya padaku, kalau Kita melakukan ini dengan lancar, Kita bisa menyelamatkan teman Naga mu dan menangkap Wanita itu, mengerti, sekarang bersiap, tunggu pembukaan dariku" suruh Eideth.
Sang Naga seketika berbalik dan menyerang sang Apostle. "Apa yan—" Apostle itu bingung dengan apa yang terjadi mengingat sang Naga masih dalam pengaruhnya. Tebasan cakar naga yang tajam dengan mudah membelah pohon itu menjadi dua. Apostle itu melompat dari dahan melarikan diri, terkejut dengan perubahan tiba-tiba ini. Ia berhasil menghindar dengan jarak sehelai rambut tapi Ia benar-benar di jatuh ke area terbuka. Ia menggigit bibirnya dengan kesal, melihat hiburannya terputus sebelum selesai.
Mereka segera melawan balik kepadanya bahkan sebelum Ia mendarat ke tanah. "Ayolah, masa penonton diajak masuk ke dalam pertunjukkan" keluh Apostle itu. Ia mendarat di tanah dengan selamat tanpa luka sedikitpun, dan masih saja bersikap tak peduli. Namun seketika itu juga penjagaannya turun, sama seperti yang Eideth perkirakan.
Vista sedari tadi mengumpulkan semua Mana di sekitar untuk melancarkan serangan telak. Ia melompat tinggi ke udara dan menggunakan sihirnya. Di udara, Vista teringat kembali kenangan yang tak Ia inginkan ketika menarik kekuatannya keluar. Hubungannya dengan Dewa yang Ia ikuti dulu, Rhagul, terungkit kembali saat Ia mengumpulkan kekuatan. Ia mengingat perkataan Eideth tentang hal seperti ini.
"Itu adalah sebuah Talent" ujarnya pada Vista. "Sebuah Talent, bagaimana bisa…" Vista tak percaya kekuatannya adalah sebuah Talent, sebuah konsep kekuatan dari dunia yang berbeda dari yang Ia ketahui. "Begini, Kami juga sampai sekarang belum mengerti sepenuhnya tentang Talent, masih sedikit penelitian yang tercatat tentangnya, mungkin saja itu termanifestasi karena pengalaman hidupmu" jelasnya. Vista menjadi memikirkan arti dari kekuatannya itu.
Ia mengira Ia terlepas dari ikatan dengan Dewanya, Rhagul meninggalkannya begitu saja. Untuknya masih memiliki kekuatan yang serupa dengan berkah lamanya, Ia tidak yakin apa Ia benar-benar ditinggal atau bukan. Ia tahu Ia hanyalah alat dari Rhagul selama ini, dan Ia menerima kenyataan itu saat mengabdi padanya. Ketika Ia dibuang, Ia benar-benar hancur dan hidup tanpa tujuan. Ia membenci Eideth yang mencurangi kematiannya, menjadikannya seorang zombie ketika Ia ingin mati dengan terhormat.
Ia mengingat balasan Eideth ketika Ia telah dibangkitkan menjadi seorang zombie. "Tidak ada yang namanya kehormatan dalam kematian, Kau hanya mati sendiri, kehormatan itu ada dalam hidup" ujarnya waktu itu. Vista merasa kesal tapi terus memikirkan perkataannya itu, hingga saat ini. Ia terus mempertanyakan dirinya lagi dan lagi tentang hidupnya saat ini, menginginkan sebuah jawaban yang dapat memenuhi keinginannya.
Semua kekesalan itu terkumpul pada kekuatan Vista, Ia menciptakan sebuah kepalan tinju raksasa disebelahnya menggunakan semua Mana yang Ia bisa kumpulkan. Tubuhnya mengeluarkan aura yang meluap-luap membentuk sebuah baju zirah yang kokoh. Sebuah armor dari Mana yang dibentuk dengan Teknik sihir. Ia melayangkan tinjunya itu pada Apostle yang tengah lengah, menarik perhatian penuhnya pada serangan besar itu. Apostle itu terlihat yakin bisa menahan serangan besar itu, Ia bahkan tak ragu untuk melarikan diri. Tapi Ia segera menyadari kesalahan besarnya, orang yang paling menarik perhatiannya hilang dari pandangan seketika itu juga.
Dengan refleknya yang cepat, Ia berbalik dan menemukan Pemuda yang membuat semuanya jadi seperti ini. Dewanya, Varrak juga telah memperhatikan pria itu semenjak kedatangannya. Entah kenapa Ia tidak memperingati Apostlenya itu akan marabahaya dibelakangnya. Ia mungkin hanya melihat kejadian ini adalah salah satu pertunjukan yang dipersembahkan padanya. Melihat kejadian seru akan terjadi, tidak mungkin baginya untuk membocorkan itu, bahkan untuk pengikutnya sekalipun.
Eideth sudah siap ingin menusuk Apostle itu, kali ini menggunakan belati kesayangannya, ingin memberi serangan fatal. Walau cara itu sedikit tidak terhormat, Ia tidak peduli dengan kehormatan saat Ia melawan seorang Apostle dari Dewa dunia lain yang dapat membunuh mereka kapan saja. Eideth mengaliri belati itu dengan Mana dan [Stasis], semua itu berkat hasil latihannya.
Eideth menyadari Ia belum bisa melihat atau merasakan Mana dengan jelas tanpa menguji sebuah mantra. Kelemahan itu sangatlah fatal dalam pertarungan dimana Ia tidak bisa terus-terusan membuka Manascope dan membuat perhitungan untuk banyak Mana yang bisa dipakai untuk sihir. Karena Ia kasus spesial yang terikat dengan dua jenis peraturan sihir, Ia memutar otak mencari cara untuk menutupi kelemahannya itu, hingga Ia bisa melihat Mana.
Ketika itu, Ia mencoba bereksperimen dengan Talent pinjaman kontrak [Warlock] yang dimilikinya. Eideth memakai [Stasis] dan membentuk sebuah sebuah bilah cahaya biru. [Stasis] adalah caranya untuk menulis ulang sementara lembar karakter miliknya, dengan begitu Ia bisa mengganti Kelas dan Mantra yang Ia miliki dengan mudah kapanpun Ia mau. Eideth sangat terkejut melihat [Stasis] tidak memerlukan sebuah persyaratan atau apapun semacam itu.
Ia tahu itu bukan pertanda yang baik, sebuah kekuatan pasti memiliki harga untuk dibayar. Eideth tak tahu apa yang Deith rencanakan dengan membiarkannya menggunakan [Stasis] semudah ini. Ia selalu mencoba waspada tapi Ia harus mengambil resiko untuk melatih Talent ini. [Stasis] adalah jalan keluar dari masalah kritis yang dimiliki Talent Eideth [Conceptualize: TTRPG]. Pada dasarnya, sebuah karakter dalam permainan TTRPG disarankan mengambil satu Kelas. Karena kejadian tidak terduga, Eideth terpaksa mengambil Kelas ganda dengan kombinasi paling buruk yang pernah ada, Wizard X Barbarian.
Dari sudut pandang Talent miliknya, Eideth bukanlah pemain melainkan seorang karakter. Keputusan yang Ia buat itu permanen dan telah menghancurkan masa depan miliknya. [Stasis] berguna untuk memperbaiki kesalahan itu sementara waktu, bahkan lebih dari itu. Ia memperbolehkan Eideth untuk memainkan semua kelas yang Ia punya dalam potensi penuh mereka, atau menggabungkan kombinasi yang Ia inginkan. Singkatnya, [Stasis] mengizinkan Eideth Memainkan [TTRPG] seperti yang Ia inginkan. Kombinasi kedua Talent itu sangatlah mengerikan. Kini Eideth tidak perlu lagi takut mengambil kelas dan malah terdorong untuk mengumpulkan semua Kelas yang Ia mau.
Selagi berlatih bersama Vista dan Paladin, Eideth menyadari kegunaan lain dari [Stasis], lebih tepatnya Vista yang menunjukkannya. "Hey, Eideth, coba lakukan itu lagi," Vista menyadari tubuh Eideth seperti berkedip untuk sesaat saat Ia memakai [Stasis], "Kau benar" Eideth baru menyadarinya juga. Eideth mencoba memakai [Stasis] miliknya pada orang lain tapi Vista menolak untuk jadi relawan uji coba. Paladin dengan mudah mengajukan diri tapi Eideth tidak mungkin menguji [Stasis] padanya. Alhasil, Ia memutuskan mengujinya pada hewan buruan.
Ketika berburu makan malam, Eideth mencoba menangkap sebuah kelinci. Dengan membaluri sebuah batu dengan Mana dan [Stasis], Ia menembakkan batu itu menggunakan ketapel tali miliknya. Setelah terhempas oleh tembakkan batu itu, Eideth mengira kelinci itu langsung mati seketika seperti biasa, tapi Kelinci itu masih hidup namun membeku ditempat. Eideth menyadari bahwa Stasis, seperti arti dari nama Talent itu, kondisi terhenti. Ia masih tidak mengerti kenapa Ia bisa mengganti Kelasnya dengan itu, tapi informasi tambahan itu sangat berguna.
Eideth membalur belatinya dengan [Stasis] yang mengeluarkan kilau biru yang berkelip. Ia memegang gagang belati itu dengan kedua tangannya mencoba menusuk Apostle itu mengunci pergerakannya. Eideth bukanlah penyerang utama dalam rencana ini, Ia hanya sebuah garansi agar serangan Vista bisa mengenai Apostle itu. Bukan hanya itu garansi yang Eideth persiapkan. Sesuai tanda dari Eideth, Penyihir telah siap merapal mantra pengekang pada Apostle itu. Mereka tahu seorang Apostle sangat sulit untuk dikalahkan, jadi usaha seperti ini sangat dibutuhkan.
Sebuah rantai putih terbuat dari Mana keluar dari tanah dan mulai melilit tubuh Apostle. Dengan cepat, seluruh bagian tubuh Apostle itu dijerat oleh rantai kuat mengikatnya dengan tanah. Untuk sebentar, wajah Apostle itu terkejut dengan penuh rasa terpukau. Ekspektasinya terpatahkan lagi dan lagi. Sebelumnya, Ia merasa pertunjukkan yang Ia persembahkan untuk Dewanya, Varrak, menjadi persembahan yang biasa-biasa saja. Walau pada awalnya kecewa, Ia senang bisa melihat perubahan seperti ini.
Dengan semua ketegangan itu, Apostle itu masih tidak terganggu dan bersikap tenang seperti biasa. Ia kagum dengan kerja keras mereka walau mereka tahu tak satupun dari mereka bisa menyentuhnya. Ia menjulurkan tangan kirinya yang terikat dengan rantai itu kepada Eideth, ingin menerima usahanya untuk menusuk menggunakan belati kecil itu. Eideth tidak tahu apakah perubahan gestur Apostle itu bentuk dari kesombongan atau menyerahkan diri, tapi Ia takkan melepas kesempatan itu.
Dengan belati kesayangannya, diberkati dengan [Stasis], Ia menusuk telapak tangan Apostle itu. Betapa terkejutnya Eideth ketika orang didepannya menghilang sekejap mata meninggalkan sepotong lengan di udara yang tertusuk oleh belatinya. Apostle itu meninggalkannya ditengah serangan Vista yang sudah tidak bisa dihentikan kembali. Eideth menerima serangan telak itu tanpa menghindar menghasilkan sebuah ledakan besar.
Debu dan kerikil berterbangan di udara mulai jatuh perlahan-lahan. Hasil ledakan itu menimbulkan lubang besar di tanah. Semua orang mengira mereka berhasil, tapi mereka segera tersadar hanya ada Eideth ditengah lubang itu. Eideth hampir tidak terluka sama sekali berkat Ia mengganti kelasnya menjadi Wizard dan merapal [Barrier]. Untungnya AC miliknya cukup tinggi agar tidak terkena friendly fire dari Vista. Eideth masih tidak habis pikir serangan mereka gagal karena lawan mereka terlalu kuat.
Eideth hampir tak percaya dengan matanya. Ketika Ia hendak menusuk belatinya ke tangan Apostle itu yang sudah terkekang oleh rantai. Apostle itu menyadari bahaya dari belati Eideth yang sudah dibubuhi [Stasis]. Ia seketika memotong lengannya tanpa ragu dan melepaskan diri dari belenggu rantai sihir. Sebuah pertunjukan kecepatan dan reflek yang luar biasa.
Ia menyadari perbedaan besar kekuatan mereka dibanding dengan Apostle itu. Ia sedari tadi menahan kekuatannya dan menganggap enteng musuhnya bukan tanpa sebab. Mereka bahkan tidak bisa menyentuh rambutnya jika Ia mau dan dapat membunuh mereka seketika dengan kecepatan luar biasa itu. Eideth takut Ia sudah membuatnya marah, jika Apostle itu serius, Ia tak punya rencana cadangan untuk menghadapi lawan dengan kekuatan sebesar itu.
Setelah menghindar, Apostle itu tidak melarikan diri malah menghadapi mereka. Ia menahan luka itu dengan tangan kanannya, menahan rasa sakit selagi darahnya bercucur keluar. Mereka semua melihat darah berdarah hitam itu mengalir tanda Ia adalah Makhluk asing dari dunia lain. Eideth bahkan harus mengecek dengan menggores lengannya sedikit memakai belati melihat darahnya berwarna merah.
"Berani-beraninya Kalian… ugh…" Apostle itu terlihat kesal menahan sakit. Ia mengerang menahan jeritan dan emosinya. Mereka semua tahu mereka semua dalam bahaya sekarang, sedari tadi Apostle itu hanya bermain-main dengan mereka. Ia menatap mereka semua dengan tatapan penuh kebencian karena egonya hancur. Eideth dan rekan-rekannya tertegun sedikit gelisah dalam hati mereka. "Hehe, bercanda" Apostle itu mengganti topeng wajahnya seketika berhasil menakut-nakuti mereka. Penjagaan mereka semua seketika turun selagi melepas nafas tegang.
Eideth merasa sesuatu yang aneh, kesadarannya mulai kabur karena kejadian itu terlalu cepat. Ia menoleh ke bawah dan melihat tubuhnya tertusuk oleh pasak runcing yang keluar dari tanah. Eideth segera memuntahkan darah tanda organ dalamnya terluka parah. Pandangannya mulai kabur sembari darah keluar deras dari tubuhnya. Eideth berpikir seketika, "apa ini saatnya Aku mati? Yasudahlah".