Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 48 - You Can Cheat Death, Not Life

Chapter 48 - You Can Cheat Death, Not Life

Eideth merasa sesuatu yang aneh, kesadarannya mulai kabur karena kejadian itu terlalu cepat. Ia menoleh ke bawah dan melihat tubuhnya tertusuk oleh pasak runcing yang keluar dari tanah. Eideth segera memuntahkan darah tanda organ dalamnya terluka parah. Pandangannya mulai kabur sembari darah keluar deras dari tubuhnya. Eideth berpikir seketika, "apa ini saatnya Aku mati? Yasudahlah", kemudian pandangannya menjadi gelap.

 

"Ugh, Zatharna, apa-apaan itu" Eideth mengembalikan kesadarannya setelah keluar dari pengheliatan itu. [Itu adalah peringatan, hati-hati Eideth] tulisnya, Zatharna mulai khawatir. Semenjak pertarungan dengan Vista, Ia tidak bisa ikut campur terlalu jauh terkait masalah dengan makhluk dunia lain. Eideth tidak tahu apa yang Zatharna lakukan untuk memberinya peringatan itu tapi Ia hanya bisa membalas dengan pelan. "Bocoran seperti apa itu, itu adalah yang terburuk pada saat yang buruk seperti ini? Tapi makasih loh" bisiknya. Eideth mencoba untuk tidak terlihat aneh dan kembali fokus pada Apostle itu.

 

"Berani-beraninya Kalian… ugh…" Apostle itu terlihat kesal menahan sakit. Ia mengerang menahan jeritan dan emosinya. Mereka semua tahu mereka semua dalam bahaya sekarang, sedari tadi Apostle itu hanya bermain-main dengan mereka. Ia menatap mereka semua dengan tatapan penuh kebencian karena egonya hancur. Eideth dan rekan-rekannya tertegun sedikit gelisah dalam hati mereka. "Hehe, bercanda" Apostle itu mengganti topeng wajahnya seketika berhasil menakut-nakuti mereka. Penjagaan mereka semua seketika turun selagi melepas nafas tegang.

 

Apostle itu menutup lukanya dengan paksa, menggunakan kekuatan tangannya membelit otot di bahunya dengan mudah. Ia mengambil sebuah ranting pohon yang tergeletak di tanah, mengaliri kekuatannya kedalam ranting itu dan mengubahnya menjadi sebuah lengan. Ia menyambungkan lengan barunya itu menutup lukanya tanpa bekas. Eideth menyadari kekuatan Apostle itu, "yang benar saja, Transmutasi" cetusnya tanpa sadar. Apostle itu menyengir senang.

"Hoho, Kamu orang pertama yang menyadarinya" pujinya terkagum. "Hey, apa Kau ingin tangan ini kembali" tanya Eideth menawarkan lengan Apostle itu yang terputus. "Jangan pikir Aku tidak melihat Kamu masih menaruh kekuatanmu pada lenganku itu, Aku tidak akan terkena perangkap yang jelas," ujarnya, "ambil saja untukmu" sambungnya dengan santai. Eideth melihat kondisi lengan itu, walau sudah terkena kekuatan penuh dari Vista, kulitnya bahkan tidak tergores sedikitpun. Satu-satunya alasan tangan itu terputus adalah karena Ia memotongnya sendiri. 

 

Naga dibalik mereka mengerang kesakitan namun segera membaik dengan cepat, "argh… apa yang terjadi" rintihnya memegang kepalanya. "Claudias, Kamu sudah sadar" ujar Pemuda itu. "Reinhardt, dimana Kita, apa yang terjadi, bukannya kita—", "nanti Clau, Kita sedang sedikit sibuk karena Apostle itu" potong Reinhardt. Situasi jadi sedikit lebih ringan karena Naga itu tidak lagi memusuhi mereka. 

 

Apostle itu mendengar sebuah bisikan yang hanya bisa didengar olehnya, "Carmilla, Kamu membuat pertunjukan yang bagus, Aku izinkan Kamu untuk bermain juga". Mendapat izin tersebut, Carmilla tersenyum lebar. "Kalian tahu, Aku baru saja mendapat izin oleh Dewaku untuk bermain dengan Kalian" ujarnya dengan gembira. 

 

"Oh sial, semuanya naik ke atas Naga dan lari, cepat" Eideth segera menyuruh semuanya untuk lari selagi Ia maju menghadapi Carmilla. Ia tahu mereka tak bisa menahan satu jari dari seorang Apostle dengan kondisi mereka sekarang, Ia harus coba mengulur waktu sebanyak mungkin. "Hey bodoh, apa yang Kau—", "cepatlah pergi" teriaknya. 

 

Mereka benar-benar terdorong mundur, secara harfiah. Vanguard yang bertugas menjaga pertarungan dibagian depan mulai lemah ditambah persediaan Mana yang sudah terkuras habis membuat Penyihir tak bisa merapal sebuah mantra. Menyadari kerugian besar dari lapangan pertarungan itu, Mereka segera naik ke atas Claudias dan terbang pergi. Eideth benar-benar bodoh melakukan ini tapi hanya itu dia yang bisa. 

 

Selagi terbang di udara, Vista menyampaikan pesan Eideth untuk menjelaskan sikapnya tadi. "Eideth sedang mengulur waktu untuk Kita membuat rencana, tolong Tuan," Vista berkata pada Pemuda itu, "Ia memintamu untuk memimpin". "Eideth huh, pantas saja Aku mengenal nama itu, Tuan Eideth dari keluarga Raziel, baiklah, fokus ke masalah didepan Kita, Claudias, apakah Kamu bisa melihat simpanan Mana disekitar sini" tanya Reinhardt pada temannya. 

 

"Hey, Kamu harus bermain denganku" Eideth mencoba memprovokasi Carmilla agar Ia tak mengejar rekan-rekannya. "Untuk apa, mereka tak punya apapun untuk mengancamku, tapi Kamu, Kamu bisa mengancam keberadaan Kami seluruhnya" kata Carmilla. "Aku, tidak mungkin, memangnya Aku si—", "jangan bercanda padaku, Kamu seseorang dari dunia lain juga bukan". Mendengar itu, Eideth tertegun tak tahu harus menjawab. 

 

"Ayolah, apa semengejutkan itu, Kamu mengetahui nama Dewaku, bukankah Aku harus membalas kejutanmu juga" ucap Carmilla dengan bangga. "Bagaimana Kamu menyimpulkan itu" tanya Eideth. "Hanya ada beberapa jenis orang yang mampu mengalahkan kami Apostle dari dunia lain, pertama adalah sang Pahlawan yang luar biasa yang diciptakan oleh Garis Takdir untuk melindungi dunia ini, orang-orang yang diberkati oleh Dewa menunggu datangnya sang Pahlawan, atau pengelana dunia lain seperti Kami" ungkapnya.

 

"Pertama, Aku tidak tahu mengapa Kamu menebak seperti itu, tapi sayangnya Kamu salah mengenai satu hal, Aku Lahir di dunia ini," Carmilla tidak menyangka tebakannya salah, "dan yang kedua, terima kasih untuk informasi itu, Kami mungkin bisa memakainya untuk melawanmu nanti" sambung Eideth. Carmilla mengangkat alisnya tak percaya Ia salah. Tidak, pandangan matanya lebih dari itu, Ia tahu Eideth berbohong. Ia bahkan melipat tangan di depan dadanya menunggu Eideth untuk mengaku. 

 

"Baiklah, baiklah, Aku mungkin sedikit istimewa, hanya sedikit tapi loh" ungkapnya dengan jujur. "Kalau begitu ayo Kita lihat seberapa istimewanya Kau" Carmilla maju dengan kecepatan yang luar biasa. Terlambat sedikit saja Eideth, bisa ada lubang di tubuhnya. Eideth sedikit waspada dengan serangan ke tubuh mengingat pengheliatan yang diberikan Zatharna. Ia benci melihat bocoran seperti itu terkadang, karena apapun pilihan yang Ia buat seakan-akan mendorong pengheliatan itu menjadi kenyataan. 

 

Eideth melompat ke belakang beberapa langkah mencoba membuat jarak. "Hey, Apostle, tidakkah sebaiknya Kita berkenalan dulu, Aku Eideth" sapanya. "Baiklah kalau begitu, Aku Carmilla, sudah kan" Carmilla lanjut menyerang Eideth kembali. Karena terlalu banyak menghindar menghabiskan staminanya begitu cepat, Eideth mengganti strategi miliknya. Ia menggunakan Otoritas yang diberikan kepadanya untuk mengambil sebuah item.

 

[Shovel, for digging dirt], Eideth mengeluarkan sebuah sekop dari Otoritasnya. Carmilla sedikit takjub melihat Eideth menciptakan sesuatu dari udara begitu saja, "hey, apa itu semacam kekuatan penciptaan" tanya Carmilla. "Pikir aja sendiri" Eideth menahan sebuah tusukan mengarah ke perut menggunakan sisi bawah sekop tersebut. "Eh?" Carmilla kaget betapa kerasnya wajan itu, tusukan dari tangannya yang dapat dengan mudah melubangi batu raksasa tertahan. Lebih anehnya lagi Ia tak merasakan sakit sedikitpun pada tangannya membuat kejadian itu sulit dipahami.

 

Menerima serangan itu, Eideth terpental jauh ke belakang. Ia berhasil menggunakan kekuatan Carmilla untuk membuat jarak dan mengulur waktu. Alasan mengapa Eideth menggunakan wajan tersebut adalah karena Ia terdesak. Tongkatnya, Flatline, memiliki permukaan yang terlalu kecil sehingga sulit menangkis melawan tusukan lewat celah tajam. Sekop itu adalah hadiah dari sistem gacha Otoritas miliknya. Benda itu tidak bisa digunakan sebagai senjata, alhasil sekeras apapun Eideth memukul menggunakan sekop itu, Ia tak bisa melukai siapapun dengannya. Tapi bukan itu yang Eideth tuju, melainkan fitur curang lainnya.

 

[Authority of MODERN AGE

Kekuasaan anda memperbolehkan anda untuk mengambil barang dari dunia lama anda ke dunia ini. Anda memiliki kuasa penuh atas barang-barang yang anda miliki. Barang dalam kuasa anda memiliki kemampuan;

Tidak dapat habis,

Tidak dapat rusak,]

 

Sekop yang sebelumnya Ia gunakan untuk menggali di pembangunan Desa Gobbi kini Ia gunakan sebagai perisai improvisasi. Ia memegang sekop itu di tangan kirinya sementara tongkat kepercayaannya, Flatline di sebelah kanan. Walau berfokus dalam bertahan, Eideth mencoba menantang dirinya untuk membalas serangan Carmilla walau sedikit. 

 

Ia dapat menghindari serangan fatal yang ditujukan ke organ vitalnya dan menepis serangan tidak berbahaya semampu mungkin. Ia mau tak mau mengkhawatirkan serangan yang mengarah ke tubuhnya secara insting mengetahui informasi masa depan itu. 'inilah kenapa Aku benci spoiler' keluhnya dalam hati. Eideth semakin kelelahan semakin lama pertarungan satu sisi ini, Ia masih menunggu tanda atau apapun dimana Ia bisa lari dari sana. 

 

Sebuah erangan keras terdengar di udara, Eideth dan Carmilla menoleh ke arah suara itu. Seekor Wyvern terbang menukik ke bawah mencoba menerkam mereka. Carmilla, mengira sambaran itu di targetkan padanya, Ia menghidar ke samping. "Kenapa Kau menghindar, dasar Wanita angkuh" Wyvern itu menangkap Eideth dan membawanya pergi. 

 

Kini pertanyaan besar naik ke permukaan. Apakah Eideth sebuah ancaman sebesar itu pada Pasukan Dewa dunia lain. Mereka bisa saja lari dari sana karena Carmilla melepas mereka, walau persiapan yang disiapkan oleh rekannya jadi sia-sia, sudah saatnya mereka pergi dan menerima kekalahan ini. Eideth tidak melihat ada pergerakan apapun dari udara tapi Ia masih tidak bisa tenang karena pengheliatan masa depan itu.

 

Carmilla di atas tanah berhenti sejenak memikirkan keputusan selanjutnya. 'Yang Agung, haruskah Saya mengejar mereka' tanya Carmilla meminta petunjuk pada Dewanya Varrak. Tidak ada yang tahu balasan apa yang diterima tapi Carmilla terlihat kesal. Tidak, perasaannya itu bukanlah sesuatu yang kekanak-kanakan seperti itu. Itu adalah emosi kompleks dari seseorang yang hidupnya hanya menjalankan perintah, mengabdikan diri pada entitas yang tidak dapat dikomprehensi makhluk fana sepertinya.

 

Eideth masih saja gelisah, Carmilla tidak membuat pergerakan apa-apa yang membuatnya semakin aneh. Pertama, Ia tidak yakin apakah Ia benar-benar sebuah ancaman bagi Apostle dewa dunia lain, yang bisa membuatnya ditargetkan oleh mereka. Kedua, Ia tidak tahu hubungan Carmilla dengan Pemuda itu ataupun konflik di antara mereka. Kesempatan mereka melarikan diri dari pertarungan berkelanjutan tidak terlihat baik. 

 

Begitu Eideth berpikir Ia salah dan bisa pergi melarikan diri, Carmilla melompat ke udara mengejar mereka dengan satu lompatan, tidak hanya itu Ia membawa sebuah hadiah. Ditangan kanannya, Carmilla memegang sebuah pohon cemara yang cukup besar. Itu baru saja Ia cabut dari tanah dan dibawanya melompat hanya dengan kekuatan fisik. Eideth tidak pernah mengira pemandangan seperti itu nyata dan begitu menakutkan. 

 

Carmilla mencoba menusuk mereka tapi pohon itu tidak cukup untuk meraih mereka. Sebelum Eideth bisa melepas nafas lega, Carmilla menggunakan kekuatan Transmutasi miliknya untuk merubah bentuk pohon itu. Daun cemara itu seketika berguguran dan rantingnya mulai meregang dan memanjang dengan ujung runcingnya. 'Yang benar saja, Ia mengumpulkan Mana sebanyak itu hanya dengan melompat ke udara' ujar Eideth dalam hatinya. Batang pohon cemara itu semakin menyusut selagi Ia meregang menjadi puluhan jarum kayu yang tajam mengejar Eideth dan Wyvern. 

 

Eideth melihat kekuatan itu merasa seperti kenyataan adalah omong kosong. Betapa curangnya kemampuan lawan mereka dan Ia hanya level 4. Sebuah keajaiban Ia masih belum mati selama ini dan Ia melawan Naga sebelumnya. Eideth meminta Wyvern itu berubah ke wujud manusia saja karena tubuh besarnya lebih mudah ditargetkan oleh serangan itu. Mereka berdua tahu itu pilihan yang gila tapi lebih rasional lagi jika mereka menghemat energi dan mengurangi cedera sebaik mungkin. 

 

Wyvern itu berubah kembali ke wujud aslinya beberapa saat sebelum mereka jatuh untuk mengurangi hantaman. Mereka tidak berpindah begitu jauh, hanya tiga ratus meter dari tempat pertarungan sebelumnya. Entah bagaimana, rekannya berhasil menemukan lapangan rumput dengan deposit Mana yang cukup berlimpah. Itu adalah lapangan bertarung yang sempurna.

 

"Kalian baik-baik saja" tanya Reinhardt kepada mereka berdua, Ia bahkan mengulurkan tangan. Eideth menerima bantuan itu kemudian berdiri dengan kedua kakinya. Akhirnya Ia dan Reinhardt bertatap-tatapan mengenali wajah satu sama lain dengan baik. Reinhardt seperti memperhatikan wajah Eideth dengan jelas membuatnya yakin Ia sudah dikenali. Meskipun begitu, Ia tetap berprasangka baik dan pura-pura tidak kenal. "Vista, Paladin, bagaimana rencananya" Eideth ingin tau apa yang sudah mereka rencanakan. Ia sudah capek-capek di bully oleh Carmilla, Ia ingin mendengar sebuah rencana yang bagus. 

 

 Mendengar mereka tidak menyiapkan sesuatu yang spesial, Eideth sedikit kecewa namun mengerti alasannya. Tidak mudah membuat rencana untuk melawan monster seperti itu, menyiapkan persiapan untuk mengurangi dampak pertarungan saja sudah lebih dari cukup. Meskipun begitu, Eideth masih tidak tenang dengan persiapan seperti ini. Ia harus turun tangan lagi dan bekerja keras menggunakan semua kemampuannya. 

 

Pertama, Eideth bertanya pada mereka berapa sisa Goodberry yang mereka punya. Semenjak Eideth mendapat kelas Cleric, Ia menghabiskan semua mantra yang Ia punya untuk membuat puluhan Goodberry. Karena Goodberry dapat bertahan selama dua puluh empat jam, mereka memiliki persediaan pelit paling tahan lama yang bisa didapatkan. Goodberry dapat menghilangkan rasa lapar dan menyembuhkan luka dengan cukup baik, untuk orang pelit hemat seperti dirinya, itu adalah kesepakatan yang bagus.

 

Setelah mendapat jarak yang cukup, Eideth memanggil Zatharna meminta bantuan darinya. Ia tidak mau kejadian dewa dunia lain seperti pertarungan dengan Vista. Eideth menjelaskan rencananya pada Zatharna dan mengeluh sedikit, "…, dan Zatharna, jangan lakukan itu lagi walaupun Kamu khawatir padaku, Aku jadi deg-degan setiap saat memikirkannya" keluhnya mengenai pengheliatan itu. Eideth tahu banyak cerita dari dunia lamanya tentang ramalan masa depan, sebagian besar tidak berakhir baik.

 

Eideth mengganti kelasnya menjadi Divination Wizard. Itu adalah pilihan paling logis untuk situasi ini. Eideth hanya punya satu mantra level 2 yang tersisa untuk dipakai bertarung, tapi Ia masih punya Portent. Sebuah kemampuan curang untuk meramal masa depan dan merubahnya karena guliran dadu memperbolehkan. Eideth menggulir dua d20 berharap untuk mendapat guliran terbaik, "ayolah, Aku gak minta terlalu banyak, Cuma dua Nat 20 tolong" ujarnya sebelum menggulir.

 

Carmilla datang dari balik hutan, membawa senyum paling menyeramkan seperti pembunuh mengejar korbannya. Ia melihat mereka dari kejauhan bersiap-siap untuk melakukan perlawanan sia-sia. Ia berjalan mendekati mereka tanpa takut namun segera menyadari perangkap yang sudah disiapkan untuknya. Rekan penyihir Reinhardt merapal puluhan mantra ledakan di tanah sebagai ranjau untuk menghalanginya. Mereka semua bersiap untuk pertarungan jarak dekat jika Carmilla dapat melewati itu semua.

 

Carmilla benar-benar kecewa dengan persiapan sebatas ini. Mengingat lengannya masih terbuat dari dahan pohon, Carmilla menggunakan kekuatan Transmutasinya dan menghentakkan kaki ke tanah. Dengan sekejap, akar-akar pohon keluar dari mengaktifkan ranjau sihir yang sudah dipasang. Mereka semua tak percaya, Carmilla menghancurkan rencana mereka hanya dengan memamerkan skala asli kekuatannya. 

 

Tak berhenti sampai disitu, akar-akar itu menyebar dan menyerang mereka keluar dari tempat yang tidak mereka perkirakan. "Semuanya cepat menghindar" perintah Reinhardt, walau mereka terluka dan kelelahan, semangat mereka untuk hidup memberi mereka ledakan energi. Carmilla melangkah maju dengan santai selagi semua orang mencoba menghindar dari akar-akar itu. 

 

"Apa yang—", "paw…" Carmilla memukul Reinhardt yang tidak menyadari keberadaannya. Ia masih tidak menganggap lawannya dengan serius. Carmilla bermain-main dengan lawannya sambil menahan kekuatan penuh agar tidak membunuh mereka dalam satu pukulan. Claudias sang Naga menghembuskan nafas apinya ke tanah membakar semua akar itu menjadi abu. Rekan-rekan Reinhardt memperhatikan sekitar mereka agar tidak terkena semburan nafas itu lalu berpindah tempat menjauhi akar menjalar yang menahan mereka. 

 

Semua orang mengeluarkan segenap kemampuan mereka untuk mendaratkan sebuah serangan pada Carmilla, hanya untuk ditepis kesamping tanpa dipandang mata. Saat itulah Eideth menembakkan Magic Missile tepat di titik butanya. Carmilla tertegun sedikit tak menyangka Ia menerima luka dari serangan itu, Ia melihat darah keluar dari bibirnya mencoba memproses kenyataan. Lelah dengan semua gangguan itu, Ia melumpuhkan mereka semua selagi berjalan menuju Eideth. 

 

Eideth tertinggal seorang diri menghadapi seorang monster yang hendak membunuhnya hanya karena Ia bisa menjadi sebuah ancaman. Ia sudah tidak punya Spell Slot lagi untuk dipakai, dan hanya berbekal tongkat dan belatinya. Meskipun begitu, Eideth tidak terlihat takut dan bersiap menghadapi Carmilla. "Kamu tidak takut, Aku akan membunuhmu loh" tanya Carmilla dengan santai sehabis melumpuhkan semua temannya. "Untuk apa Aku takut, Aku tahu Aku mungkin akan mati, memangnya kenapa, Kamu akan memukulmu untuk yang terakhir kali walau nyawaku di ujung tanduk" balas Eideth percaya diri.

 

Eideth menghindari serangan Carmilla sebaik mungkin, sembari memperhatikan serangan dari akar-akar yang menancap keluar dari tanah. Eideth juga mencoba menyerang balik dengan melemparkan belatinya. Carmilla menghindari serangan yang jelas itu, membelokkan kepalanya. Eideth mendapati dirinya terkepung oleh akar-akar milik Carmilla.

 

Carmilla memanfaatkan penjagaan Eideth yang turun untuk menusuknya menggunakan lengan kanannya. Eideth merasakan tangan itu perlahan-lahan menembus kulit dan ototnya, merobek beberapa organ dalam lalu keluar melalui punggungnya. Eideth tidak berteriak, mencoba menghemat nafasnya. Mereka bertatap-tatapan untuk sejenak, menunjukkan hormat pada satu sama lain. 

 

Carmilla melihat Eideth tak memiliki kebencian sedikitpun di matanya, Ia kemudian bertanya. "Kamu tidak membenciku" Carmilla pasti sudah membunuh cukup banyak dan melihat banyak tatapan-tatapan dalam maut seseorang. "Untuk apa… Ak-Aku membencimu, Aku juga akan berbuat sama ketika melihat ancaman pada keluarga-ku… Kau benar, Aku memang ancaman untuk kalian" Eideth sedikit terbata-bata menjawab. Ia mencoba fokus mengendalikan nafas untuk terakhir kali.

 

Dengan kekuatan nafas terakhirnya, "hargh…" Eideth menggenggam tangan Carmilla dengan erat agar Ia tidak melepaskannya. "Apa yang– kgh…" Carmilla tertusuk dari belakang menggunakan sebuah belati. Reinhardt memegang belati itu dengan erat menyadari tanda yang diberi Eideth padanya. Eideth tidak melempar belatinya untuk mengenai Carmilla melainkan memberi tugas pada Reinhardt. 

 

Belati yang dilumuri dengan [Stasis] itu seketika melumpuhkan tubuh Carmilla, Ia tak bisa bergerak sama sekali. Carmilla sebelumnya sudah menyadari keberadaan dari Stasis. Saat penyerangan pertama oleh Eideth, Ia bisa merasakan bahaya dari kekuatan aneh yang disalurkan oleh belati itu. Tepat sebelum Eideth menusuk telapak tangannya, Carmilla melepas rantai pengekang di tubuhnya lalu memotong lengannya agar bisa melarikan diri. Walaupun tangannya terputus waktu itu, Ia bisa merasakan dengan jelas bahaya dari kekuatan Eideth.

 

Ia juga masih berhati-hati dengan lemparan belati itu, tak disangkanya itu hanyalah sebuah tipuan. Carmilla tidak bisa menyesali kecerobohannya, setidaknya Ia berhasil melayangkan serangan pembunuh pada pemilik sihir itu. Ia akan menunggu Eideth mati hingga sihirnya hilang dan menghabisi yang lain. Beberapa detik berlalu dan lawan di tangannya masih belum mati. 

 

Eideth tertawa sambil menggenggam erat Flatline, tongkat kesayangannya. "Bukankah sudah k-kubilang tadi, Aku akan memukulmu jika itu hal terakhir yang kulakukan" teriaknya. Eideth mengangkat tangannya setinggi mungkin dan memukul Carmilla di kepalanya dengan sekuat tenaga. Eideth seharusnya tidak punya kekuatan dalam pukulannya, posisi dan bentuk tubuhnya yang memiliki banyak kesalahan. Tapi Eideth tidak khawatir karena itu adalah pukulan dengan sebuah garansi. "[Portent]" [d20/20] Eideth mengganti guliran dadu untuk pukulannya, melayangkan pukulan terkuat yang bisa Ia layangkan tanpa teknik apapun. 

Pukulan itu adalah pukulan dari jarak dekat, Carmilla menerima semua kekuatan dari pukulan itu tanpa terkecuali. Seharusnya pukulan biasa tak bisa melukainya, tapi pukulan Eideth bukan pukulan biasa. Pukulan itu sangat keras hingga mematahkan Flatline menjadi pecahan kecil. Kesadaran Carmilla mulai hilang setelah menerima pukulan kuat itu, terlihat Ia sangat kesakitan selagi berlutut jatuh.

 

Eideth mundur melepaskan dirinya dari tusukan maut itu, melepaskan tekanan dari perutnya membuat darah mengalir keluar. Sebuah lubang besar terbentuk di perut Eideth dan kematiannya mulai dekat. Semua orang segera menghampiri Eideth, mencoba menolongnya semampu mereka. "Tolong ja-jahit lubang di tubuh kh-ku" Eideth meminta tolong tapi kesulitan bernafas karena diafragma perutnya sudah hilang.

 

Reinhardt segera memerintahkan rekannya untuk menjahit perut Eideth. Selagi menjahit, mereka sedikit merasa putus asa karena begitu banyak darahnya hilang. "Jangan rewel dan cepat jahit" suruh Vista selagi Ia mengeluarkan sebuah ramuan. Di Artleya, ramuan penyembuh adalah benda yang di produksi besar-besaran untuk menunjang kebutuhan masyarakat dan militer. Ramuan penyembuh dapat menutup luka dan mengembalikan darah yang hilang dengan syarat rasa sakit yang luar biasa tergantung parahnya luka. 

 

Eideth menahan jeritan rasa sakit yang luar biasa selagi organ perutnya dijahit dan disiram dengan ramuan penyembuh untuk menutup lukanya. Ia tetap tenang agar Penyihir itu dapat menjahit lukanya dengan rapi walau Ia tidak diberi anestesi sedikitpun. "Luar biasa" ujar Reinhardt kagum, "rumor Raziel tidak menjerit rasa sakit ternyata benar" sambungnya. Operasi itu berlangsung selama tiga puluh menit dan menghabiskan tiga botol ramuan penyembuh. 

 

Eideth mencoba duduk setelah otot perutnya diregenerasi paksa dengan ramuan penyembuh. "Hey tenanglah, biarkan Aku membalutmu dengan perban" ujar Penyihir itu. Setelah perban itu terikat kencang, Eideth mengembalikan fokusnya pada Carmilla yang masih lumpuh di tempat. Ia melepas sedikit [Stasis] pada mulutnya agar Ia bisa bicara. "Selamat, Kamu tidak jadi mati, kukira Aku benar-benar mendapatmu tadi…" ujarnya melepas ketegangan.

 

Carmilla hanya bisa melihat dari sana selagi semua orang mengelilinginya hendak menghabisinya mengungkapkan kekesalan mereka. Claudias dan Wyvern berdiri disana dengan tatapan kebencian, sama seperti Reinhardt dan rekannya, namun mereka menunggu respon Eideth. Tanpa berkata-kata, Eideth berlutut agar pandangan mata mereka searah menghadap Carmilla. Eideth memikirkan dalam-dalam apa yang ingin Ia lakukan padanya.