Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 46 - Caught in Crossfire

Chapter 46 - Caught in Crossfire

Permukaan tanah terbelah dan banyak pepohonan hancur dimana-mana. Masih ada debu dan tanah beterbangan di udara. Eideth bisa melihat hasil dari pertarungan besar itu dari dekat membuatnya sangat terpukau. Eideth bisa melihat bekas itu masih sangatlah segar, mungkin pertarungan itu masih berlangsung selagi mereka berbicara. "Apa itu cakaran" Eideth memperhatikan bekas di tanah, Ia mulai mendeduksi hewan apa yang bisa menimbulkan kerusakan seperti itu. Tapi semua itu sia-sia karena pertanyaan mereka akan segera terjawab.

 

Sebuah raungan keras mengguncang udara membuat burung-burung beterbangan melarikan diri. Itu adalah raungan yang asing, tidak seperti hewan-hewan yang dikenal pada umumnya. Tapi secara insting, semua orang bisa tahu hewan apa yang menghasilkan suara itu. "Sebuah Naga" ujar Eideth pelan. Ia menggenggam tinjunya semakin erat, perasaan gundah dalam hatinya bingung membuat pilihan. Eideth melihat teman-temannya untuk kepastian, dan mereka mengangguk. "Ayo Kita lihat apa yang terjadi dari jarak aman" ajak Eideth.

 

Setelah mengamankan kereta mereka, Eideth dan Vista berbagi kuda yang sama sementara Paladin mengambil kuda yang lain. Mereka berkata tidak apa bagi mereka untuk berbagi karena Paladin sudah cukup berat dengan baju zirahnya itu. Eideth tidak mau mengambil resiko kuda mereka melambat jika sebuah naga tiba-tiba mengejar mereka. 

 

Dengan memastikan untuk tidak terburu-buru dan memperhatikan area dengan seksama. Ia memperkirakan jalur yang dilewati naga tersebut dan mengamati pergerakannya. Eideth segera menemukan jejak kaki manusia, "ada tiga atau empat orang sebelumnya disini bersama naga itu, semoga ini bukanlah yang kukira" ujarnya. Tak perlu waktu lama hingga Eideth menemukan bekas dari semburan nafas api naga, tumbuhan terbakar dengan mudah dihari yang kering tapi mereka semua hangus menjadi abu. 

 

Tanda seperti itu seharusnya sudah menjadi lampu merah untuk mereka, kembali dan tidak menghadap ke belakang adalah hal normal untuk terpikirkan oleh kepala. Tapi bukan Eideth, Ia ingin melihat lebih jauh. Rasa penasaran mengambil alih otaknya untuk mengabaikan indra dan insting lain yang sama pentingnya. Ia hanya terfokus pada satu tujuan yaitu untuk melihat seekor naga.

 

Dari balik bebatuan, Eideth bersama teman-temannya merayap mencoba membuat diri mereka seminimal mungkin untuk terdeteksi. Eideth bahkan tidak segan-segan untuk melumuri tubuh mereka semua dengan tanah untuk menutup bau tubuh mereka dari penciuman naga. Dua raungan keras segera terdengar, namun kedua suara itu berbeda dari satu sama lain. Mereka bisa membedakan itu adalah dua raungan yang berbeda, membuat mereka semakin penasaran apa yang terjadi.

 

Dua ekor kadal raksasa tengah bertarung dengan hebat, salah satu dari mereka hanya memiliki dua kaki dengan sayap sebagai tangan. Itu adalah seekor Wyvern tengah menahan seekor naga di bawah cakarnya. Wyvern itu menutup sayap sang Naga menahan pergerakannya agar Ia tak melarikan diri. Eideth tidak pernah melihat Wyvern sebesar itu, dari yang Ia tahu, besar Wyvern pada umumnya lebih kecil dari seekor naga. Membuat perkelahian itu lebih menarik lagi. Mengelilingi perkelahian antara dua makhluk buas itu ada sekelompok manusia berjumlah tiga orang seperti mencoba berbicara dengan sang Naga.

 

Eideth tidak bisa mendengar teriakan mereka dengan jelas tapi sepertinya mereka mencoba menghentikan naga itu. Eideth mencoba memikirkan ini dalam-dalam, haruskah Ia ikut campur kesana. Itu bukanlah urusannya, Ia tak punya alasan sedikitpun. Ia tidak mengenal mereka, nyawa dirinya dan teman-temannya bisa terancam. Eideth tahu Ia seorang bangsawan, Ia di didik untuk membantu orang lain, tapi Ia tidak bodoh.

 

Itu adalah seekor naga setinggi lima meter, jika sayapnya terbentang lebar sejauh lima belas meter. Cakarnya yang bisa menembus besi dengan mudah, sisiknya yang keras tak dapat ditembus pedang. Ia bahkan tidak tahu jika naga itu menyemburkan nafas api. Dalam TTRPG, naga adalah bos terakhir yang paling sulit, mereka benar-benar tidak adil. Sebuah makhluk dengan jangka hidup yang panjang, mereka bisa saja mempelajari sihir. Butuh sebuah kelompok dari petualang berlevel tinggi untuk bisa mengalahkan satu naga, bahkan itu tidak menjamin nyawa mereka. 

 

"Ayo kita pergi, mereka pasti dapat mengurus naga itu sendirian, ayo jangan gegabah dan melanjutkan perjalanan kita" ajak Eideth. Ia cukup dewasa untuk tidak menyia-nyiakan hidupnya dengan konyol seperti itu. Eideth merayap mundur perlahan-lahan, masih menundukkan kepalanya supaya tidak ketahuan. Selagi Ia melarikan diri dari sana, pertarungan hebat di belakangnya berlangsung semakin hebat.

 

Wyvern itu menangkap tubuh sang Naga dan mengangkatnya ke udara. Ia membanting Naga itu ke tanah untuk mengalahkannya. Betapa beruntungnya Eideth dan teman-temannya, mereka menunduk cukup rendah dari arah lintasan lemparan itu. Naga itu segera berdiri dengan keempat kakinya, menarik nafas yang dalam. Eideth sadar gestur itu, segera menarik Vista dan Paladin untuk lari dari area semburan nafasnya.

 

Eideth tidak sempat melihat ke belakang untuk mengetahui apa yang terjadi pada orang-orang sebelumnya itu karena tegangnya situasi. Pohon-pohon kering mulai dimakan api panas dan menyebar dengan cepat. "Sial, kenapa harus Naga api" gerutu Eideth. Kini Ia punya lebih banyak masalah. Eideth bisa saja melarikan diri dari tengah pertarungan itu, tapi mereka akan terperangkap oleh hutan yang terbakar. Mau tidak mau, Ia harus bertindak. 

 

Disebalik mereka, kelompok orang yang tengah menenangkan Naga tadi sudah menyadari kehadiran mereka. Eideth tidak dapat melihat wajah mereka dengan jelas karena mereka membelakangi matahari. "Siapa Kalian" ujar pemuda ditengah. "Um… senang bertemu dengan Kalian, tapi Kita punya masalah yang lebih penting sekarang" Eideth memotong pemuda itu. Pria disebelahnya merasa perkataan Eideth itu menyinggung, segera menaikkan suaranya. "Beraninya Kamu—", "hentikan, itu bukan masalah Dia benar, Kalian berdua padamkan Api, Kalian bertiga ikuti Aku" potong pemuda itu. Ia segera memimpin semua orang dengan cemerlang, mengarahkan orang-orang dengan mudah berkat karisma dan kepemimpinannya.

 

Pemuda itu memimpin didepan mengejar sang Naga yang tengah melarikan diri. Eideth dapat mengejar teman-temannya untuk sementara waktu tapi Ia segera kelelahan karena fisiknya yang lemah. "Kalian duluan saja, Aku hanya memperlambat Kalian, bantu pemuda itu" seru Eideth mulai kehabisan nafas. Dengan begitu, teman-temannya meninggalkan Eideth mengikuti pemuda yang mereka baru saja temui semudah itu. Eideth memperlambat larinya kemudian berhenti sebentar untuk mengambil nafas.

 

Sebenarnya Eideth menyadari identitas pemuda itu, Ia bisa berpikir dengan tenang karena Ia mengenalnya. Atau sekiranya begitu, "kenapa harus dia" teriak Eideth dengan suara pelan. Eideth langsung memutar kepalanya membuat rencana karena perubahan tiba-tiba ini. "Di antara semua orang yang bisa kutemui, kenapa harus dia, tenang Eideth, fokus, dia tampak belum mengenaliku berarti masih ada kesempatan untuk lari setelah masalah ini selesai" gerutunya pada diri sendiri. 

 

Sebelum Ia selesai berpikir, Wyvern yang tadi bertarung dengan sang Naga menangkap Eideth dengan cakarnya. Seperti elang menangkap mangsa, Eideth di bawa ke udara dengan begitu cepat. Untung saja Wyvern itu tidak menguatkan cengkramannya atau rusuk Eideth akan remuk. "Hey, cepatlah naik" dua orang teman bersama dengan pemuda tadi memanggilnya, mereka dengan santai menunggangi Wyvern itu. Eideth segera memanjat lewat kaki Wyvern itu dan naik ke punggungnya. Ia berpegangan yang erat berharap penuh pada jari-jarinya.

 

"Hey, kenapa Kita semakin naik" tanya Eideth. "Tu-, maksudku Wyvern ini sepertinya punya rencana sendiri, seperti yang Kau lihat" tunjuk si Pria. Mereka menunggangi Wyvern itu tapi tampaknya tak memegang kendali sedikitpun. Setelah mencapai ketinggian tertentu, Wyvern itu jatuh menukik kencang ke bawah. "Kau pasti bercanda denganku" Eideth tahu apa yang kadal bersayap ini pikirkan. Ia ingin mencoba menjatuhkan Naga itu dengan menyambarnya seperti elang.

 

 

Diatas tanah, ketiga petarung itu tengah menghalau sang Naga agar tidak melarikan diri lebih jauh. "Tidak perlu khawatir dan serang saja, kulit Naga itu keras, sulit untuk menembus mereka" Pemuda itu memerintahkan teman barunya untuk tidak menahan pukulan mereka. Pemuda itu dan Paladin menyerang menggunakan pedang mereka sementara Vista menggunakan tangan kosong. Melihat serangan mereka tak bergeming, mereka meningkatkan kekuatan mereka dengan Mana. Walau serangan mereka masih tak menimbulkan luka, upaya mereka lebih efektif dan dapat menarik perhatian Naga itu.

 

Mendengar erangan dari atas langit, pemuda itu langsung memahami tanda tersebut dan memerintahkan yang lain untuk mundur. Wyvern itu menghantam sang Naga dengan kuat dari atas langit mencoba mengekang tubuh Naga itu dengan beratnya. Tak jauh dari sana, terdengar suara ranting-ranting pohon patah dan seketika tiga orang jatuh. "Kalian benar-benar gila ya, melompat disaat-saat terakhir seperti itu" keluh Eideth. 

 

Tepat sebelum Wyvern itu menabrakkan dirinya, si Pria dengan tubuh besarnya menyuruh Eideth dan rekannya untuk berpegang yang erat. Eideth sudah tahu apa yang Ia rencanakan dan tahu mereka tak punya waktu untuk berdebat, ikut saja tanpa bertanya. Mereka menghantam beberapa dahan pohon untuk memperlambat jatuh mereka, untungnya mereka hanya mendapat beberapa memar.

 

Eideth memakai [Stasis] miliknya diam-diam dan mengganti kelasnya. Ia merapal sebuah mantra "[Goodberry]" dan sepuluh buah beri kecil muncul di tangannya. Eideth segera menyumbat mulut orang-orang yang jatuh bersamanya dengan satu buah beri. "Jangan banyak tanya dan telan" ujar Eideth dengan wajah seram, setelah menelan beri itu, cedera di tubuh mereka sedikit mereda. Efeknya bisa langsung terasa oleh mereka, mereka ingin kaget tapi Eideth masih menyumbat mulut mereka menyuruh mereka tetap diam.

 

Eideth sadar pemuda itu sekarang di belakangnya dan mencoba menyembunyikan wajahnya sebaik mungkin. "Hey, Kamu…" sebelum Ia selesai berbicara, pertarungan hebat di belakang mereka semakin meriah. Perhatian semua orang teralihkan tapi sama halnya dengan Eideth. Walau kekurangan dua kaki, Wyvern itu masih bisa mendominasi sang Naga. Saat Wyvern hampir berhasil mengalahkan lawannya, sang Naga memberontak melepaskan diri dari cengkraman Wyvern dan melawan balik.

 

Wyvern itu menerima semburan api tepat didepan wajahnya, Ia terhuyung mencoba memadamkan api yang membakar sayapnya. Ketika Naga itu akan melakukan serangan lanjutan, Pemuda itu menahan tebasan cakar Naga dengan pedangnya. Ia masih mencoba berbicara pada Naga itu, "Claudias, sadarlah Kawan, ini Aku" teriaknya.

 

Dengan satu hempasan, Pemuda itu terbang ke udara. Rekan-rekannya tentu saja mencoba menolongnya dengan menangkapnya. "Tuan baik-baik saja" tanya Pria kuat tadi, Ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Eideth melihat Wyvern yang terbakar itu mengeluarkan asap dari seluruh tubuhnya. Semburan asap yang besar menelan Wyvern itu dan seketika seorang Pelayan seusia pria paruh baya muncul. Ia menahan luka ditangannya sedikit merintih kesakitan.

 

Seorang Wanita seketika muncul dari balik rimbunnya pepohonan. Ia mengenakan pakaian paling mencolok yang bisa dibayangkan. Gaun merah yang ringan dengan beberapa perhiasan bagai kostum pesta. Ia tertawa namun terdengar sedikit kecewa dari suaranya. "Kerja bagus, itu pertunjukkan yang menarik, tapi ayolah… Kalian bisa berbuat lebih dari itu, bukankah Kalian ingin menyelamatkan naga ini, Aku akan membawa mainanku pergi jika Kalian berhenti bermain" ujar Wanita itu. "Jaga mulutmu Apostle dunia lain, Dia itu temanku" ujar si Pemuda. "Kalau begitu, tunjukkan kekuatan persahabatan yang Kau banggakan itu, apa hubungan pertemanan yang Kalian bangun selama beberapa generasi sebelumnya hanya sebatas itu, bangunkan Kawanmu, tidak sesulit itu bukan" ungkap Wanita itu.

 

Eideth punya banyak sekali pikiran dikepalanya hingga Ia perlu mencerna mereka satu per satu. 'Dia seorang Apostle dunia lain, orang-orang ini juga, aish… kepalaku' ucap Eideth dalam pikirannya. Eideth sedikit memahami apa yang terjadi, walau ini sebatas deduksinya saja. Ada sebuah pertemuan antara Pemuda itu dan sang Naga, namun Apostle dari dunia lain itu menghampiri mereka tiba-tiba. Karena Mereka terlihat tidak mencoba menyakiti Naga itu, artinya Ia sedang dikendalikan entah bagaimana.

 

Apostle wanita itu segera menyadari pemain baru yang masuk dalam permainannya. "Oh, Aku tidak sangka ada pendatang yang ingin bermain" Ia seketika muncul didepan Paladin. Ia memperhatikan Paladin dari dekat dengan penuh rasa penasaran, menyentuh baju zirah dan topengnya sambil terpukau. Ia tampak tak melihat Paladin sebagai ancaman dan dengan riang berkeliling memperhatikannya. Paladin mencoba menebas Wanita itu dengan pedangnya ketika Ia mendapat celah, tapi Apostle itu menghilang seperti asap. 

 

"Oh, Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini" Apostle itu mengenali wajah Vista dan menyapanya. "Aku dengar Dewamu meninggalkanmu pada seorang Manusia di dunia ini, Wanita itu menghilang kembali lalu muncul didepan Eideth, "dan Aku tebak itu dirimu" lanjut Wanita itu. Eideth tak bergeming sedikitpun dan menganalisa Wanita itu dengan seksama. "Menarik, Aku mencium bau yang spesial darimu, Kamu bahkan tidak mencoba menyerangku di jarak sedekat ini, Aku yakin Kamu lebih spesial dari teman ksatria dengan baju besi besarnya, Aku penasaran bagaimana Kamu mengalahkannya" tanya Wanita itu sambil melirik ke arah Vista.

 

"Apa Maumu" tanya Eideth terang-terangan, "ayolah, kenapa Kalian semua kaku seperti itu, ini hanya permainan kecil, Aku menemukan orang-orang ini tengah berkumpul dan Aku pikir, kenapa tidak bermain dan bersenang-senang sedikit, Aku juga harus melakukan pekerjaan untuk Dewaku kau tahu" ungkapnya. Eideth ingin sekali menggali informasi darinya tapi Ia tahu itu takkan mudah. Eideth mencoba memancing reaksi darinya tapi Ia tak tahu apa yang harus dikatakan. Vista adalah Apostle dari Rhagul, karena Ia mengenal Vista kemungkinan mereka dari dewa yang sama, 'tapi mereka tak terlihat sedekat itu, apa Aku harus memilih nama Dewa lain' pikir Eideth. Diantara lima nama dewa lainnya, Eideth mengambil.

 

"Jadi… Kamu ingin menyenangkan Varrak dengan berbuat seperti ini" Eideth menebak. Apostle itu tertegun mendengar perkataan Eideth, sepertinya Ia menebak dengan benar. Menyadari ekspresinya rusak, Ia membuat gestur menutup mulut dengan tangannya mencoba terlihat imut atau elegan, Eideth sendiri tidak yakin. "Jadi Kamu tau, Aku yakin dia memberitahumu sedikit, tidak boleh seperti ini, Aku harus menjadi wasit yang baik" Apostle itu menghilang dan memunculkan dirinya di punggung Naga itu.

 

"Ayo Kita mulai dari awal kembali karena ada pendatang baru, ehem, Kalian harus menghentikan Naga ini, tapi karena ada pemain baru bergabung, Aku harus menaikkan kesulitannya" ujarnya. Ia mengelus kepala Naga itu dan Ia seketika mengamuk. "Sekarang kadal besar ini akan mencoba untuk benar-benar membunuh Kalian, jadi Kalau Kalian tidak serius atau menahan diri, Ia takkan berhenti" ungkapnya. "Jadi, Ayo… Mu—", "berhenti" Eideth memotong.

 

"Apalagi sih" tanya Apostle itu, "biarkan Kami berdiskusi membuat rencana, Kamu menaikkan kesulitannya tiba-tiba, tentu Kami harus membicarakan ini" sanggah Eideth. Apostle itu berpikir untuk sesaat dan melanjutkan, "benar juga, Kalian harus membuat strategi terlebih dahulu, Aku penasaran bagaimana Kalian akan melakukannya, cepatlah, kuberi waktu satu menit" balasnya. Walau satu menit begitu sedikit, tapi mereka menerima itu. Mereka berkumpul lalu menunduk berdiskusi bersama, berbisik agar Apostle itu tidak mendengar.

 

"Baiklah, Aku punya rencana," Eideth mengeluarkan Manascope miliknya dan menaruhnya di tanah, "Kalian semua tahu istilah subjugasi bukan, Kau pria besar, tolong jadi Vanguard untukku, tahan semua serangan besaar semampu yang Kau bisa" suruh Eideth. Pria itu melihat kearah Pemuda itu, Ia mengangguk mengizinkan kemudian Ia setuju dengan perintah itu. "Paladin, Aku akan memintamu untuk membantunya menjaga garis depan, bisakah Kau membantu" pinta Eideth, Ia mendapat balasan dari Paladin seketika tanpa menunggu banyak waktu.

 

"Nona, apa Kau punya sihir pengekang atau semacamnya" tanya Eideth pada rekannya yang lain. "Aku punya satu" balasnya, "berapa lama dan berapa banyak Mana yang Kamu butuhkan" Eideth menunjuk pada Manascope miliknya. "Sekitar 3 menit, dan itu akan memakan 20% Mana disekitar" balasnya dengan sigap, penyihir wanita itu melakukan semua perhitungan itu dengan cepat. Eideth senang banyak orang profesional disekitarnya pada saat ini. "Dua menit, Kami hanya bisa bertahan selama itu, jadi tolong cepat" Eideth tahu Ia meminta terlalu banyak tapi penyihir itu tak masalah dengannya.

 

"Kau," tunjuk Eideth pada Pemuda itu, "apa Kau bisa menyadarkan Naga itu dengan seranganmu, Kita punya satu kesempatan, jika Kamu ragu sesaat, Kita semua bisa mati" ungkapnya. Pemuda itu sedikit syok tapi Ia sadar apa yang harus Ia lakukan. "Ba—", "biar Aku saja" potong Vista. "Naga itu kawanmu bukan, Kau akan menahan kekuatanmu tanpa sadar, lebih baik Aku saja" lanjutnya, Pemuda itu tak menyanggah ucapan Vista tanda Ia masih sedikit ragu dalam hatinya. "Aku berjanji takkan membunuh Naga itu, Tuanku pasti punya rencananya sendiri" Vista menambahkan perkataannya.

 

Eideth sedikit kesal pada Vista karena membawa-bawa namanya, padahal Ia ingin sebisa mungkin menyembunyikan identitasnya dari Pemuda itu. Ia segera mengalihkan pembicaraan dan menjelaskan rencananya. Rencana itu terbuat dengan tergesa-gesa, tapi hanya itu yang mereka miliki saat ini. Selesai berunding, mereka bersiap untuk menghadapi Naga itu kembali. Eideth menelan ludahnya memikirkan semua kemungkinan mereka gagal dalam rencana itu. Mereka hanya punya satu kesempatan, jika mereka gagal mereka akan mati. 

 

Didepan sebuah taruhan besar itu, Eideth tak dapat menahan semangatnya. Jantungnya berdetak dengan cepat, Ia hampir kesulitan untuk mengendalikan nafasnya. Walau semua kemungkinan itu menahannya untuk berpikir positif, pikirannya hanya terfokus pada jalan untuk menang. Dihadapan lawan yang sangat kuat, Ia tak mau kalah walau tanpa bantuan dari Dewi sedikitpun. Ini adalah pertarungannya.