Eziel memastikan untuk merekam semua yang terjadi. Eideth mulai mempresentasikan teori miliknya pada penonton, Ia bahkan menunjukkan rekaman dari eksperimen pengambilan data miliknya. Rekaman tersebut menunjukkan para siswa menggunakan sihir tanpa menggunakan Mana disekitar mereka, "kalian juga bisa lihat dari Manascope ini bahwa Mana disekitar tidak berkurang sama sekali saat semua siswa tersebut menggunakan sihir". Ia bahkan menunjukkan rekaman eksperimen tertutup dimana semua faktor luar tak dapat mengganggu eksperimen. Seorang siswa menggunakan sihir dalam ruangan kedap Mana di Akademi Tarnum.
"Sihir ini bukan tanpa kekurangannya sendiri, walau sihir tersebut tidak menguras Mana disekitar, Mana tetap dibutuhkan sebagai wadah sihir tersebut" Ia menunjukkan skema dasar dari sihirnya. Sihir Eideth tidak menguras Mana karena Ia tidak memerintahkan sihirnya secara langsung, dan menciptakan efek sihir dengan mengendalikan Mana tanpa memakai mereka. Eideth mengungkapkan bahwa menciptakan sihir level 0 ini untuk mengatasi masalah pendistribusian Mana di Artleya.
"Seperti yang Kalian semua tahu, semenjak Dewa dunia lain menjajah Artleya dan menanam Sixen untuk menarik semua aliran Mana, banyak daerah yang tertinggal dengan Mana yang sangat sedikit" ujarnya. Ia menyadari alasan sihir kurang berkembang karena komoditas Mana yang seharusnya menjadi hak semua orang menjadi sangat terbatas. Ia berniat membantu daerah-daerah yang kesulitan agar dapat menjaga diri mereka sendiri dari temuannya. "Penjelasan seterusnya akan dilanjutkan oleh Kanan" lanjut Eideth.
Kanan mulai mempresentasikan tesis miliknya, Ia menjelaskan materi miliknya dengan baik tanpa terbata-bata sedikitpun. Berkat latihan dan dukungan Eideth, Kanan bisa mengeluarkan semua potensi dan hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu terpendam. Selesai mempresentasikan bagiannya, Kanan menutup presentasi itu. "Apa ada yang ingin bertanya" Revnis membuka sesi pertanyaan.
Banyak sekali orang-orang yang ingin bertanya, Revnis menunjuk mereka satu per satu. "Berapa banyak mantra… maksud saya Cantrip yang sudah Tuan Eideth ciptakan dengan teori tersebut" tanya seorang penonton. Eideth membuka ponselnya dan menjawab, "ada total 46 Cantrip dan masih bertambah" jawabnya. Para penonton berbisik mendengar jawaban itu, untuk sihir tipe baru sudah ada 46 mantra cantrip yang dikembangkan. Mereka kemudian bertanya jenis apa saja mantra-mantra tersebut. "Ada beberapa sihir serangan elemental, sihir utilitas, sihir komunikasi, sihir pendukung, sihir efek kutukan, sangat berguna untuk para catalyst, saya juga mengembangkan sihir medis menggunakan teori tersebut" jawabnya.
"Bagaimana Tuan Eideth menciptakan mantra Cantrip tersebut, pasti butuh waktu yang sangat lama untuk menciptakan semuanya" tanya seseorang. Eideth sudah menunggu pertanyaan itu, Ia menekan sebuah tombol mengganti proyektor menunjukkan layar selanjutnya. Layar tersebut masih kosong, namun Ia melanjutkan dengan pidatonya. "Semuanya, Aku punya suatu hal untuk diungkapkan, Saya… tidak memanggil diri Saya seorang Wizard, Kalian semua tahu stereotipe itu bukan, pengetahuan seorang penyihir sangatlah berharga dan mereka merahasiakan mantra mereka dari publik, Saya tidak seperti itu, Saya adalah seorang Magician, seseorang yang mempelajari semua jenis sihir".
"Aku tidak tahu terlalu banyak tentang sihir dengan spesifik, tapi Aku tahu cukup banyak" ujar Eideth. Ia mulai merapal mantra mempraktikkan kemampuan sihirnya. Eideth menggigit jari jempolnya hingga mengeluarkan darah, kemudian mengoleskannya ke telapak tangannya yang lain. Eideth melakukan segel tangan aneh didepan begitu banyak orang tanpa ragu. "Ayolah, Kuchiyose" Eideth menempelkan tangannya di lantai dan sekilas sebuah segel aneh tergambar. Luapan asap keluar entah dari mana, kemudian muncul sesosok siluet. Dari kabut asap tersebut keluar seorang dengan kulit pucat pasih. Lampu sorot segera tertuju padanya dan memperlihatkan Vista muncul entah dari mana. "Eideth… Kamu" Vista mencoba menahan kata-katanya. Seorang siswa bertepuk tangan membuat yang lain mengikuti.
Eideth kemudian merapal sebuah mantra dan menciptakan bola api kecil, bola itu berubah menjadi air, kemudian petir, dan terus berganti elemen sesuai dalam tabel mantra [Chromatic Orb]. Agar tidak tertembak ke mana-mana, Ia membatalkan mantra tersebut setelah mempraktikkannya. Para penonton bertepuk tangan tapi Eideth masih belum selesai. Ia mempraktikkan satu mantra lagi. Ia mengambil sebuah buah, menuliskan sesuatu pada kulitnya. Tanpa peringatan, Ia melempar buah itu kearah penonton. Saat melayang di udara, buah itu meledak menimbulkan bunga api kemudian turun sebagai hujan salju kecil.
"Kalian bisa lihat sihir yang ku praktikkan tidak ortodoks dibandinngkan dengan sihir umum di Arkin bukan" tanya Eideth menunggu respon anggukan dari mereka. "Sihir pemanggil tersebut adalah sihir dari benua timur Rensha, sedangkan sihir menggunakan buah tadi adalah sihir dari Calix yang memiliki masalah persediaan Mana, meskipun begitu mereka tidak berhenti mengembangkan sihir mereka, apa Kalian bangga menggunakan kembali mantra sihir yang sama yang digunakan para penyihir dari generasi sebelumnya, Saya tidak mengatakan mantra itu jelek, tidak… melainkan mantra itu tidak pernah dikembangkan, dan sekarang adalah tugas Kita untuk memperbaiki kesalahan ini". Eideth menekan tombol ditangannya untuk memunculkan layar selanjutnya.
"Pertama Saya akan menjelaskan bagaimana sihir bekerja" dengan tongkat penunjuk Ia mulai menjelaskan. [Harga X Efek] "Sihir adalah sebuah pertukaran, selama pengamatan Saya, Kita hanya menggunakan Mana dan rapalan sebagai harga untuk dibayar, selama ini Kita hanya mengikuti mantra yang diciptakan oleh penyihir terdahulu jadi itu bukan masalah namun pilihan Kita semakin tertutup karenanya, untuk itu Saya akan menunjukkan pada Kalian cara menciptakan mantra baru" jelas Eideth. [Tujuan] "Apa tujuan mantra Kalian tersebut, ambil sebuah ide, seremeh apapun itu, menambah kecepatan, menyembuhkan luka, ataupun sihir serangan, selama Kalian punya tujuan untuk mantra sihir itu, Kalian mampu melakukannya".
[Harga atau Batasan] "Bicara soal harga, Kalian semua pasti sudah tahu hal ini, Mana adalah kunci terpenting untuk mengaktifkan sihir, itulah batasan utamanya, sihir Kalian harus memiliki kunci besar itu, tanpa batasan atau harga yang perlu dibayar, sihir tersebut takkan pernah terwujud, batasan tersebut bisa sebuah rapalan yang kompleks, medium spesifik, material yang dikonsumsi oleh mantra tersebut, atau koreografi gerak tangan, bahkan ubah mantra itu menjadi sebuah ritual kalau perlu". Eideth juga memperhatikan dirinya untuk memberi contoh dengan mempraktikannya sendiri. Ia sadar bahwa efek visual dapat membantu meningkatkan penyerapan informasi.
[Kembangkan ulang] "Setelah selesai menciptakan mantra Kalian itu, selalu kembangkan, gunakan referensi dari prinsip dasar sihir ataupun mantra-mantra yang mirip, sebuah mantra dapat berkembang bahkan membentuk mantra baru dengan cukup usaha" jelasnya. Eideth mungkin akan mendapat kilas balik dari ini, pengetahuan ini adalah rahasia para bangsawan dengan segelintir yang tahu. Ia telah membongkar pengetahuan itu, dan yakin akan banyak bangsawan yang tidak menyukai dirinya. 'peduli amat' pikirnya, Eideth memang tidak berniat untuk berteman dengan mereka semua. "Ada pertanyaan" tanya Eideth balik.
"Bisakah Tuan menjelaskan tentang medium sihir yang Tuan maksud itu" tanya seorang penonton. "Medium sihir adalah alat untuk mengalirkan sihir, namun secara garis besar, itu hanyalah sebuah konsep, tongkat sihir dan alat sihir lainnya, adalah medium sihir yang biasa Kita gunakan sehari-hari, ada salah prasangka bahwa Medium sihir tidaklah penting tapi itu tidak benar, banyak mantra dengan persyaratan medium sihir" ujarnya. "Maaf, hampir lupa, Talent juga dapat dijadikan sebagai medium sihir, bahkan pemilik sihir membuat mantra untuk meningkatkan Talent mereka" tambahnya. Eziel mencoba menahan tawanya melihat keponakannya membeberkan rahasia yang ditutupi para bangsawan.
Eziel sedikit iri pada keponakannya, karena Ia selalu ingin melakukan itu sendiri. Eziel tidak mengerti kenapa bangsawan menyembunyikan rahasia tersebut, pandangannya memang dipengaruhi didikan militer yang Ia dapatkan. Keluarganya, selama beberapa generasi, menjaga kerajaan di garis depan perbatasan antara kerajaan lain dan Menara Sixen. Ia berpikir apakah yang akan terjadi jika pengetahuan orang-orang akan sihir meningkat, apakah mereka bisa menyelesaikan krisis Sixen sejak lama.
Eideth menjawab semua pertanyaan yang diarahkan padanya, sama halnya dengan Kanan. Setelah semua selesai bertanya, Revnis mengambil alih kembali dan menutup acara itu. Eideth dan Kanan turun dari panggung selagi Revnis menutup acara itu. Dibelakang panggung Kanan melepas helaan berat, Ia terdengar sangat lega dan bangga. Eideth bisa melihat semangat masa muda di mata Kanan, hal itu membuatnya merasa jijik mengingat betapa tua dirinya. Eideth secara fisik masih muda, tapi tidak didalamnya. Ia sedang dalam fase transisi merasa sedikit lebih tua dari seharusnya.
Merasakan kerumunan orang akan berbondong berbicara padanya setelah semua beban presentasi tadi, Eideth memutuskan untuk melarikan diri meninggalkan Kanan dengan kata-kata bijaksana. "Kanan, Aku tidak lama lagi akan pergi dan tidak tahu apa bisa mengucapkan perpisahan dengan benar, tapi sekarang adalah waktu terbaik untuk memberitahumu, Kau bisa berkembang lebih jauh, Kamu sudah bekerja keras sampai sekarang, jangan terlalu bersantai-santai dan lanjutkan perjalananmu" ujar Eideth menepuk pundak Kanan. Eideth pergi kearah pintu keluar, melambai dan memberi salam perpisahan, "Kita akan berjumpa lagi, jadi jaga Mereka untukku". Eideth menutup pintu dibelakangnya dan segera berlari.
Kanan dibalik pintu, merasa terharu namun segera menyadari pesan tak langsung tersebut. "Mereka…" pikir Kanan, segerombolan murid datang menyerbu dirinya. Kanan di pojokkan ke pintu keluar yang sama yang Eideth pakai. Ia ingin sekali keluar tapi saat Ia bersandar di pintu itu dan memutar kenopnya, pintu itu perlu ditarik. Ia terjebak dalam kerumunan itu sampai tidak ada yang tahu kapan.
Eideth merasa kasihan dibalik pintu itu, Ia belum pergi sedari tadi. Ia menahan pintunya membuat Kanan berpikir pintu itu ditarik. Tidak begitu tega, "Aku tidak akan membiarkanmu begitu menderita, tapi Kamu harus menjalani ini sendiri" ujar Eideth. Ia segera mengganti kelasnya menggunakan [Stasis] dan memberi Kanan [Guidance] saat Ia sedikit panik. Vista bingung melihat masternya bertindak seperti itu dan membantunya menahan pintu sesuai perintahnya.
"Kau tidak akan mengkhianatiku seperti ini juga bukan" tanya Kanan. "Tentu saja tidak, Aku melakukan ini juga untuk Kanan, Ia terlalu penakut" dalih Eideth. "Jangan berbohong, Aku tahu Kamu tidak mau menghadapi kerumunan itu" balas Vista tak percaya. "Terserah apa katamu, tapi Aku tidak berbohong (secara teknis), memang caraku tidak etis Aku tahu, nanti Aku akan mentraktir Kanan sesuatu" Eideth masih mau tidak jujur dengan dirinya sendiri.
Setelah acara selesai, Eideth bertemu dengan Revnis sekali lagi untuk membicarakan kegiatan mereka di balik layar mempersiapkan konferensi ini. Didalam kantornya Revnis menyerahkan beberapa dokumen. "Ini ambillah, semua surat-surat hak paten dan saham dari penemuan Kamera milikmu" ujar Revnis. Selama 7 hari, telah banyak hal yang mereka berdua lakukan, Eideth mengemukakan paten miliknya tentang Kamera pada sebuah Perusahaan di Calix. Bukannya Kamera belum pernah ditemukan, hanya saja penemuan Kamera di dunia ini sedikit berbelok.
Cermin ajaib adalah alat sihir yang dibuat menggunakan kristal Mana. Hal itu membuatnya sangat sulit diproduksi karena Mana yang di kondensasi hingga membentuk kristal memerlukan Mana yang banyak dan proses yang lama untuk dibuat. Memiliki sebuah cermin ajaib adalah sebuah kemewahan. Kamera Eideth menggabungkan ilmu pengetahuan dan sihir, secara garis besar, cara kerjanya sama seperti kamera biasa, namun Eideth menggunakan sihir untuk sistem, penyimpanan, dan sumber energinya. Eideth melakukan ini karena Ia belum mengerti pemrograman, Ia bahkan tidak tahu bagaimana menulis program di dunia dengan sihir ini. Satunya-satunya perangkat dengan program adalah ponselnya, dan itupun Ia tidak mengerti.
Sihir sudah jadi bagian sehari-hari di Artleya, sehingga ilmu pengetahuan fisika cukup sulit berkembang. Eideth tahu penemuan kamera miliknya ini akan mendorong perubahan dan membantu Calix dari balik layar dengan krisis mereka, harapnya. Selagi Ia melakukan itu, Ia perlu uang. Eideth menerima surat-surat itu dan menyimpannya dalam otoritas miliknya.
"Apa itu sihir spasial" tanya Revnis, "no comment" Eideth tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Revnis tidak mengerti betapa banyak rahasia yang disimpan Eideth di baliknya. Bukannya Revnis lebih baik, sebagai seorang pendeta tinggi dalam Kuil Sphyx, ada banyak yang tidak bisa Ia bagikan. Ia sedikit iri Eideth bisa mencolok dengan cara yang begitu unik. "Rencana infrastruktur milikmu sudah didiskusikan oleh pemerintah di Calix, mereka setuju untuk membangunnya" ungkap Revnis.
"Baguslah, itu akan banyak membantu" ujarnya. Eideth juga mempersiapkan beberapa rencana lain. Calix sebagai benua teknologi maju sangat cocok untuk mengaplikasikannya. "Kamu bercanda Eideth, ini adalah revolusi besar, apa Kamu tahu potensi dari ini" Revnis merasa Eideth kurang semangat. "Aku tahu jelas, Aku sudah melihatnya sendiri, Aku tidak pernah ingin membagikan ini sebelumnya karena Aku tahu bahaya yang dibawanya, jika benda ini digunakan untuk peperangan, itu adalah hal yang berbahaya" jelas Eideth.
Revnis tidak menyangka Eideth sudah memikirkan hal itu. Ia tahu pengetahuan adalah pedang bermata dua yang bisa mengarah pada pemiliknya. "Sepertinya sudah saatnya Aku pergi" ujar Eideth pamit. Saat membuka pintu kantor Revnis, Ia segera menyadari sesuatu. "Eideth, apa yang Kamu maksud Kamu sudah melihatnya sendiri" tanya Revnis. Eideth berbalik dan menatap Revnis. Dari tatapan mata Eideth, Ia bisa melihat banyak perasaan rumit dan kelelahan, pandangan mata yang sangat tua. Respon seperti itu membuat identitas Eideth semakin misterius.
Eideth keluar dari kantor Revnis, Ia hendak segera pulang ke hotelnya dan istirahat. "Siap pergi" tanya Vista, Ia sedari tadi menunggu di luar. "Senangnya punya rekan yang menungguku di luar, apa Kau merindukanku" Eideth mencoba bercanda tapi segera didorong oleh Vista. Koridor itu sangat sepi membuatnya tidak tega meninggalkan Vista di luar, tapi Ia tidak masalah. "Aku suka ketenangan seperti ini, rasanya damai" komentar Vista. Saat mereka hendak balik, ketenangan itu segera pecah oleh sebuah teriakan familiar. "EIDETH" teriak Eziel, Ia menggunakan jimat pengeras suara yang dibagikan saat seminar tadi untuk mengeraskan suaranya.
"Bibi" Eideth kaget bibinya bisa berada disini, mengenal Ia yang suka menyendiri bereksperimen sihir. Eziel langsung melompat memberinya pelukan. "Kapan bibi datang, jangan bilang bibi tahu Aku ada disini" tanya Eideth dalam pelukan bibinya. "Tidak, Bibi ke sini sendirian, Tuan Muda, Kamu punya banyak hal untuk diceritakan" kata Eziel. Mendengar suara ribut diluar, Revnis keluar dari kantornya untuk memeriksa. "Eideth, apa ada masalah…" tanya Revnis.
Eideth melihat Revnis menatap bibinya lumayan lama, begitu juga dengan Eziel. "Eh, halo" Eideth memanggil mereka berdua tapi tetap saja tidak sadar. Vista hanya bersandar disana melihat semua yang terjadi, Ia sangat senang Eideth menoleh ke arahnya untuk mengabaikan kode darinya. "Hey, Aku serius ini" kata Eideth, Vista hanya mengangkat bahunya. "Bibi Eziel, kenalkan ini Revnis, Ia Wakil Kepala Akademi Tarnum, Revnis, ini bibiku Eziel, salah satu Penyihir Kekaisaran" Eideth bahkan perlu memaksa tangan mereka berjabat tangan.
"Halo…", "Hai…" mereka tak berkata apa-apa setelah itu. "Ayolah, Kalian membuat ini jadi canggung untuk diri Kalian sendiri" keluh Eideth. Ia tidak mengira ketika dua penyendiri bertemu akan jadi seperti ini. Eziel lebih dulu yang tersadar dan beranjak pergi karena malu. "Senang bertemu dengan Anda, Tuan Revnis, semoga Kita bisa berjumpa lagi, Saya perlu berbicara dengan keponakan saya" pamit Eziel menarik Eideth pergi, Kanan juga pamit mengikuti Tuannya.
Eziel dan Eideth berbincang mengejar kabar satu sama lain. Eideth menjelaskan apa yang terjadi di Desa Aliansi Gobbi, disana Ia bertemu Vista. Eideth memang harus memotong beberapa bagian penting dimana Vista adalah Apostle dari Dewa dunia lain. Ia bercerita bagaimana Ia dapat bertemu dengan Revnis karena masalah kecil. Eziel tertawa mendengar cerita itu, keponakannya sudah berubah banyak tapi masih orang yang sama ketika Ia pergi.
"Apa kabar Zain dan Irena Bi" tanya Eideth, lebih tepatnya bagaimana perkembangan mereka sekarang. Eideth tidak mau terlalu tertinggal dengan kedua adiknya. "Irena belajar banyak dari Kak Vinesa, sama sepertimu dan Zain, Ia keras kepala soal latihan, kalau Zain, penguasaan Talent miliknya semakin meningkat, Ia mulai menggabungkan Teknik dan Mantra sihir untuk mengembangkan Talent miliknya, bibi mengira Kamu berkata seperti itu tadi karena Kamu sudah tahu" ujar Eziel.
Mengetahui bibinya mendengarkan presentasinya dari awal sampai akhir, Ia tak bisa menyembunyikan apapun dihadapannya. "Eideth, cepat katakan, apa yang mengganggumu, bibi tahu pandangan mata itu" suruh Eziel. Ia tidak menyangka bibinya tahu pikirannya, apa keluarganya ini psikis yang bisa membaca pikiran, atau mereka mudah sekali dibaca. Eideth terus terang, Ia mengaku sejak mendapat Talent miliknya, tubuhnya berubah menjadi lebih lemah.
"Semenjak itu, Aku tidak merasa sensitif lagi terhadap Mana, dan luka dalam bekas latihan dengan bibi Vinesa juga hilang, tapi tubuhku jadi lemah, semua hasil latihan itu hilang, Aku mencoba sekuat tenaga agar tidak terlihat lemah didepan kalian semua" jelasnya. Eziel berkata Ia mengerti, Ia mengakui itu ide yang cukup cerdas untuk mengembangkan Talent miliknya. Eideth menjelaskan Ia tidak melonggarkan latihan dan terus mengasah kemampuannya, tapi Ia merasa kehilangan arah. Ia tak tahu harus berfokus pada yang mana.
Eziel berkata itu adalah hal yang wajar, semua orang akan merasa seperti itu saat mereka melakukan dua pekerjaan di saat yang sama. Kata-kata tersebut masih tidak cukup untuk membuat Eideth yakin. Bibinya itu memberinya saran terakhir yang bisa Ia berikan. "Eideth, jalanmu berbeda dari orang-orang, kalau Kamu ragu itu artinya Kamu harus berjuang lebih keras lagi, semua yang Kamu pelajari takkan sia-sia, jika Kamu ingin menapaki kedua jalan itu, Kamu harus berjuang dua kali lebih keras dari orang lain".
"Terima kasih Bi" walau jawaban itu tidak menjawab semua keraguannya, tapi Ia senang mendapat apa yang butuh Ia dengar. Ia punya ide apa yang ingin Ia lakukan dalam perjalanannya nanti. Bahkan Ia ingin menantang dirinya sendiri, sebuah side-quest mandiri tanpa imbalan dari GM. Ia mencoba memikirkan konsekuensi jika Ia mengabaikan pesan GM selama beberapa hari, 'tidak akan menimbulkan masalah, kan' pikirnya. Mereka lanjut berbincang seperti biasa seterusnya.
…
"Hati-hati di jalan Bi", "Kamu juga". Eideth mengantar Eziel kembali ke kereta kudanya. Sebagai salah satu Penyihir Kekaisaran, Ia selalu sibuk dengan tugas dari Kekaisaran. Terkadang Ia bertanya-tanya apa pekerjaan bibinya saat Ia tidak menyelesaikan Menara Sixen. Ia tak percaya Ia memiliki pertanyaan anak kecil seperti itu di kehidupan ini. Karena bibinya sudah pergi, saatnya Ia melanjutkan perjalanannya.
Eziel duduk di dalam kereta kuda memutuskan untuk membaca buku sihir yang dibawanya untuk melewati waktu. Saat Ia membuka tasnya, Ia menemukan ponsel dua ponsel Eideth dalam tasnya. Kedua benda itu sangat identik kecuali pita kecil di ponsel yang lain, dibelakang ponsel itu tertulis. [Ponsel untuk bibi Eziel, kembalikan ponsel Ayah ya Bibi] Eziel tidak menyangka Ia di tegur oleh keponakannya.
Eziel mengingat Agareth dan Lucia mendapat penjelasan memakai ponsel tersebut saat mereka mendapatkannya dari Eideth. Eziel menekan tombol untuk menghidupkannya dan sebuah video penjelasan dengan suara Eideth terdengar. "Bibi Eziel, ini adalah sebuah rekaman video, Aku akan menjelaskan ini hanya satu kali, jadi dengarkan baik-baik" ujar Eideth mini dalam ponsel itu. Ia menjelaskan apa itu telepon dan kamera, beberapa aplikasi lain seperti catatan, kalender, serta kalkulator.
Eziel senang mendapat pengalaman itu sendiri, Ia jadi semakin bersemangat untuk mempelajari cara menggunakan ponsel tersebut. Ia membuka aplikasi telepon dan melihat kontak siapa saja yang Ia miliki. Ia terkejut menemukan nama Revnis di ponsel barunya. Setelah mengetahui cara mengirim pesan dan menelpon, Eziel bingung harus memakai yang mana untuk menyapa Revnis. "Ah kepencet" Eziel tak sengaja menekan telepon.
Revnis berada di kantornya, duduk di meja kerjanya menyelesaikan semua dokumen untuk meluruskan pikirannya. Ia berusaha keras untuk fokus karena pikirannya selalu terbawa memikirkan pertemuan memalukannya tadi. 'Kenapa Aku diam saja… pasti Aku membuatnya tidak nyaman' Revnis menerima ini dengan sangat berat. Ia tak pernah merasa seperti itu saat berbicara pada seorang Wanita sebelumnya. Wajah Wanita yang baru ditemuinya itu sedang berlarian bebas dalam pikirannya.
Revnis menyadari ada sesuatu yang berbeda di meja kerjanya, sebuah kotak yang tidak ada disitu sebelumnya dan Ia tak bisa memperkirakan sudah berapa lama Ia disana. Revnis mengambil kotak itu dan membukanya, didalamnya ada sebuah surat. [Jangan ganggu ponsel Alban lagi, nih punya mu, gunakan dengan bijaksana, Eideth Raziel] tertulis disana. Revnis mendapat ponselnya sendiri dari Eideth, sesuatu yang sedikit tidak berani Ia ungkit tapi malah datang padanya sendiri.
Ia menonton video tutorial itu dan mulai mempelajari fitur apa saja yang ada didalamnya. Ia segera menyadari kenapa kamera smartphone itu berbeda dari rancangan Kamera yang Eideth buat. Kamera pada ponsel hanya sebuah fitur diantara banyak fitur lain dalam ponsel itu, sebagai alat serba guna jelas peforma dari ponsel tidak sebanding dengan alat yang fokus pada satu hal. Ia masih terkagum dengan ponsel itu hingga sekarang, Ia bisa melihat perkembangan pengetahuan yang bisa didorong oleh alat itu.
[Panggilan Eziel Raziel, Angkat/Tolak] Revnis kaget mendapat panggilan tiba-tiba itu. Tanpa sengaja karena panik, Ia menjawab panggilan itu dan segera menyesalinya. Mengingat pengalaman pertamanya di telpon oleh Eideth, Ia yakin orang diujung panggilan benar-benar Eziel Raziel dari nama kontaknya. Karena Ia yang membuat hal menjadi canggung pada pertemuan pertama, Revnis bertekad memperbaikinya dengan menyapa lebih dulu. Dengan keberanian penuh, Ia menyapa, "halo, Nona Eziel".
…
Eideth memainkan ponselnya sembari berjalan menuju hotel dengan Vista. Ia bisa melihat Riwayat panggilan dari semua ponsel yang Ia bagikan. Smartphone Eideth itu adalah materialisasi dari [Otoritas] dari kontrak miliknya. Ia dapat dengan bebas membagikan ponsel itu pada siapa saja bahkan mengatur koneksi internetnya. Orang-orang yang mendapat ponsel dari Eideth adalah; ayahnya Agareth, Gobbi, Alban, Revnis, Eziel, dan para gm. Ia berniat membagikan ponsel itu pada keluarga dan teman dekatnya agar bisa tetap berbagi kabar walau berpisah. Ia benar-benar mengeksploitasi [Otoritas] kontraktor interdimensi yang Ia punya. Selagi Ia tidak melanggar peraturan, semua eksploitasi itu sah untuknya.
Eideth tidak merasa bersalah sedikitpun dengan monopolisasi internet itu, hanya Gm yang dapat melihat internet, itupun dikendalikan dengan ketat olehnya. Eideth tahu betapa berbahayanya internet, Ia tahu karena Ia sudah melihat pekerjaan tidak untuk dibawah umur, jika Ia tidak cukup kuat mungkin Ia bisa kecanduan. Bahkan setelah ke dunia lain, hasrat duniawi masih mengikutinya. Eideth tidak menolak hal itu dan mengapresiasinya dengan batas yang … cukup wajar.
Ditambah internet dipenuhi dengan ide-ide aneh abad 21 saat ini sangat tidak masuk akal untuknya. Ia tak mau kemurnian Artleya dirusak oleh pengaruh ideologi dunia lamanya. Ia ingin Artleya berkembang sendiri dengan arah dan lajunya. Untuk itu Ia harus menanggung beban pengetahuan itu sendiri. Bukannya Eideth tega membiarkan dunia lamanya seperti itu. Tapi karena Ia bukan lagi penduduk dunia itu, Ia lebih memilih mengabaikannya saja dan teguh pada prinsipnya yang sudah ada.
"Oh, Bibi menelpon Revnis, kerja bagus Bi" Eideth senang melihat Eziel mengambil inisiatif duluan. Sejujurnya Ia sedikit khawatir dengan kedua bibinya, Mereka berdua sudah, secara hormat, melewati masa matang mereka namun masih belum mendapat pasangan. Ia mendapat kekhawatiran ini lewat menguping perbincangan Ayah dan Ibunya saat masih kecil. Sebuah kutukan ditimpa kepada keluarganya, 'seorang Raziel hanya memiliki satu orang jodoh… apa yang ujungnya' Eideth tidak bisa mengingat seluruhnya. Ia akan mencari tahu tentang keluarganya lebih jauh nanti.