Pada malam sebelumnya, setelah sesi baca buku bersama, Eideth mendapat panggilan dari GM. Eideth tak menyangka sudah waktunya diskusi bersama GM sudah tiba sekali lagi. Ini adalah perkumpulan kecil dimana Pemain dan GM berdiskusi tentang perkembangan permainan. Ini awalnya Cuma ketemuan dua orang (Zatharna dan Eideth), tapi sekarang adalah perkumpulan yang cukup resmi semenjak Fawn, Ryx, dan Deith bergabung.
Karena Eideth tidak bisa terus menerus masuk ke domain Zatharna, mereka mengadakan rapat kali ini dengan panggilan video menggunakan layar status (saran Eideth). "Apa Aku harus buat ini jadi formal" pikir Eideth ingin bersikap profesional, jika Ia tidak menunjukkan yang terbaik dari awal, itu akan jadi masalah kedepannya. Walau sedikit malas, Eideth harus tetap disiplin untuk kali ini dan kedepannya.
Begitu panggilan dimulai, semuanya mulai menyapa satu sama lain. "Hey semuanya, apa kabar" sapa Eideth, tanpa sadar Ia menggunakan basa basi dari dunia lamanya, karena Ia sudah lama tidak dapat panggilan video setiba didunia ini. 'Mau bagaimana lagi' pikirnya tak bisa membantah, mereka saling menyapa satu sama lain kemudian Zatharna mengambil kendali pembicaraan.
[Baiklah, ayo kita mulai rapat kali ini, ini rapat resmi pertama semenjak Kita punya anggota baru, tapi Kita tidak boleh bertele-tele, benar Fawn], [Benar Kak] jawab Fawn. [Kali ini Kita perlu membahas perkembangan k-konten?], [Eideth mengacungkan dua jempolnya], [berkat Eideth yang mengizinkan Kita memakai Smartphone miliknya untuk riset dan menambah wawasan, ada topik yang ingin Aku sarankan Kita coba] ucap Zatharna bersemangat.
Eideth awalnya sedikit ragu dengan ide "meminjamkan ponsel" nya pada GM. Bukannya Ia pelit, tapi memang itu adalah otoritas yang diberikan padanya sebagai imbalan atas kontraknya. Eideth tidak mau Dewi Artleya, terpengaruh dengan internet dunia lamanya, Ia tidak tahu apakah bisa mengendalikan pengaruhnya kedepannya. Disisi lain, jika Ia menunda terlalu lama, akan sulit berkomunikasi dengan GM karena asumsi "Eideth menyembunyikan sesuatu".
Lagipula menumpahkan semua pengetahuan tentang TTRPG secara langsung mungkin cukup berat. Eideth tidak meragukan kekuatan seorang Dewa dunia lain, tapi mengetahui fakta; mereka bersikap seperti anak-anak pada benda asing dari luar dunia mereka, membuat Eideth melihat kesempatan Ia bisa relate dengan Dewa-dewi Artleya. "Ini sempurna, mereka seperti teman kerja profesional ketika menyangkut pekerjaan, dan teman dekat saat bermain" pikirnya. Agar Ia bisa tenang, Eideth memberi izin pada GM untuk memakai ponselnya selama satu jam saja. Eideth berpikir itu adalah harga yang murah untuk menyelesaikan dua hal sekaligus.
[Begini… Saat pertama kali Eideth menulis lembar karakternya, ada satu bagian yang menarik perhatianku, yaitu bagian Character Alignment. Bisakah Kita mencoba yang satu ini, sebuah sesi yang fokus pada topik ini], [maksudmu sebuah Quest] tanya Eideth, [Benar] jawab Zatharna. [Aku menolak] potong Fawn, [bukannya Kita setuju, kalau hadiah Quest adalah kenaikan level, Eideth mengingatkan pada Kita untuk tidak menaikkan levelnya terlalu cepat agar Kita terbiasa dengan membawakan permainan ini terlebih dahulu] sambung Fawn.
[Kamu tidak salah Fawn, Aku ada ide untuk tidak memberikan hadiah penyelesaian, tapi Aku pikir itu tidak adil untuk Eideth] ujar Zatharna. [Itu benar Zatharna, membuat sebuah konten tanpa hadiah hanya akan menurunkan minat pemain, apalagi jika hadiah itu Ia nilai tidak sebanding dengan usahanya] Ryx menambahkan argumen yang bagus. Walau semua pandangan mata di panggilan video itu menghadap kedepan, Eideth bisa merasa semua orang menatapnya khusus untuk yang satu itu.
[Pertama, Aku akan bocorkan sedikit, Aku ada ide untuk permasalahan membiasakan menjalankan permainan di masa depan, jadi kalian tidak perlu ragu-ragu dalam penilaian kalian] ungkap Eideth. "Kedua, untuk masalah saat ini, Aku ada saran, Kalian sudah dengar belum istilah Side-quest" tanya Eideth pada mereka. [Aku pernah melihatnya sedikit saat melakukan riset] kata Zatharna, "sederhananya, Side-quest adalah cara untuk GM mempersiapkan pemain untuk konten utama, cara ini bisa mempengaruhi konten utama yang membuatnya lebih menarik, tapi pemain tidak harus melakukannya jika tidak mau" jelasnya.
[Itu ide yang luar biasa Eideth, tapi… soal hadiahnya] Zatharna agak ragu. "Aku tidak akan memaksamu Zatharna, begini saja, Aku akan memperagakan beberapa Side-quest besok, dan Kamu bisa menilainya terlebih dahulu, lagipula Kamu bisa meriset sistem hadiah saat waktu riset besok bukan" saran Eideth. Sebenarnya Eideth bisa meminta hadiah yang Ia mau, Ia punya banyak pilihan dalam simpanannya. Tapi entah kenapa, Eideth merasa sedikit tertantang untuk melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri.
…
"Permisi Senior" sapa sebuah kelompok mendekati seseorang yang tengah membaca buku disebuah kafe. Ia menurunkan bukunya dan menyapa balik dengan ramah. "Oh, halo, apa yang bisa kubantu" tanya Eideth dengan senyuman. Kelompok itu kaget dengan balasan seperti itu. Eideth menunggu dengan sabar selagi mereka memproses pikiran mereka, Ia mencoba terlihat seramah mungkin untuk keberhasilan rencana miliknya.
"Senior, Kami ingin bertanya, apa Senior tahu tentang teka-teki pendaftaran tahun ini" tanya pemuda yang memimpin di depan. "Tentu saja Aku tahu, tapi Aku tidak diperbolehkan membantu Kalian mengerjakannya" Eideth beralasan, Ia tidak tahu apapun tentang itu karena Ia tidak berniat mendaftar ke Tarnum, tapi mereka tidak tahu hal itu. Mereka sedikit kecewa tapi nampaknya mereka sudah tahu hal ini dari awal.
"Tapi tidak ada yang bilang Aku tidak bisa menunjukkan kesalahan dan memberi saran penyelesaian" tambah Eideth. Raut wajah mereka segera berubah 180 derajat, mereka segera menunjukkan hasil pekerjaan mereka pada Eideth untuk diperiksa. Eideth mulai membaca perlahan persoalan tersebut, 'mereka benar-benar memberi soal seperti ini pada pendatang baru, kejam sekali, ini pelajaran yang diberikan pada bangsawan, dari mana mereka harus belajar hal ini sebelumnya' ujarnya dalam hati.
Untungnya Eideth tidak pernah melewati pelajaran sihir dari bibinya, Eziel seorang penyihir ternama. Semua pelajaran itu akhirnya membuahkan hasil, soal-soal itu terasa mudah sekarang. Eideth mulai menyarankan cara penyelesaian terbaik, Ia tidak bisa membagikan metode yang diajarkan Eziel padanya, bukan berarti Ia tidak bisa memberi pandangannya sendiri. Eideth menjelaskan supaya mereka semua mengerti dan memberi contoh berdasarkan soal mereka. Eideth tahu tugasnya disitu bukanlah memberi jawaban, tapi membuka wawasan mereka. 'Mengajar bukanlah pekerjaan memberi jawaban, tapi membuka pikiran orang lain agar mereka dapat melakukannya sendiri' Eideth mengutip perkataan bibinya.
"Terima kasih banyak Senior, tak seperti rumor…" cetus Pemuda yang bertanya padanya. "Hey, jangan bicara seperti itu" tegur temannya, "Dia tidak salah Kau tahu, karena Aku juga memerlukan bantuan Kalian" potong Eideth. Mereka sudah tahu tidak akan semudah itu dan perkiraan mereka benar. "Dengar, Aku punya tugas tentang statistik," Eideth melihat ekspresi bingung itu mengganti perkataannya, "Aku perlu mengumpulkan data, ini tugas yang sulit sendirian dan Aku membutuhkan bantuan Kalian, apa Kalian mau membantuku" tanya Eideth.
Mereka melihat satu sama lain seperti bertelepati, "serahkan pada Kami Senior, apa yang bisa Kami bantu" mereka setuju dengan mudah. "Aku ingin tahu berapa banyak kabar soal Tarnum yang sudah keluar diketahui umum, seperti siapa orang paling terkenal dari Tarnum atau kabar lainnya, Aku tidak punya tenggat waktu jadi Kalian bisa mencariku kembali saat Kalian sudah selesai masuk ke dalam" jelas Eideth. Mereka mulai berdiskusi, tak percaya betapa pentingnya tugas dari Senior mereka. "Baik Senior, Kami akan melapor secepatnya" jawab Pemuda terdepan.
Sebelum mereka hendak pergi, salah seorang dari mereka berkata. "Tunggu sebentar, Kami belum memperkenal diri Kami, perkenalkan Aku–" Eideth memotongnya dengan cepat–, "berhenti disana, Aku tidak ingin mengetahui nama asli kalian agar Aku tidak ditanyai oleh para professor, sebagai gantinya Aku akan memberi Kalian nama panggilan, Kamu Uno, Kamu Dos, dan terakhir Kamu Tres" tunjuk Eideth satu persatu. Pemuda yang terdepan mendapat nama Uno, pemuda lain disebelahnya mendapat nama Dos, dan terakhir si Gadis mendapat nama Tres. Cukup sederhana pikir Eideth, itu adalah angka satu, dua, dan tiga dari bahasa dunia lamanya.
"Aku Uno… oh, Kita dapat nama samaran" seru Uno bersemangat. "Aku akan memanggil Kalian dengan nama itu untuk sementara, ehem… sampai Kalian diterima ke Tarnum dengan resmi, ada pertanyaan" ucap Eideth. Tres mengangkat tangannya, "Kami harus memanggil senior dengan nama apa". Ini bagian yang Eideth tunggu, "nama asliku Eideth, Kalian bebas memberitahu yang lain tentangku, tapi jangan lupa dengan tugas Kalian" jawab Eideth. Dos terlihat mencatat semuanya di catatan kecilnya, walaupun pendiam dia sangat observatif. Benar-benar kelompok yang unik pikir Eideth.
Mereka segera kembali mengantri menunggu giliran masuk seperti yang lain. Eideth menunggu dengan sabar orang-orang suruhannya masuk kedalam setelah menyelesaikan teka-teki mereka. Menyadari kelompok itu masuk setelah mendapat bantuan dari seorang Senior, yang lain dengan cepat mengikuti jejak mereka. Sebagian dari mereka berpisah dari barisan untuk mengantri ke Kafe tempat Eideth duduk.
Eideth meminta izin dari Pemilik kafe dan ingin memberinya kompensasi karena sedikit mengganggu bisnisnya, tapi Pemilik Kafe itu tak sungkan. Ia senang kafenya dikerumuni calon pengunjung, bahkan antrian itu menjadi promosi untuk kafenya secara tidak langsung. Merasa semuanya baik-baik saja, Eideth menjalankan tugasnya sebagai "Senior" yang baik dari Tarnum.
Dari yang Eideth lihat, antrian calon pendaftar di depannya kebanyakan rakyat biasa dan beberapa ras lain. Walaupun Eideth memperkirakan akan terjadi sedikit keributan, mereka berbaris dengan tertib menunggu giliran mereka tanpa memandang remeh ras lain. Melihat kesolidaritas ini, Eideth mulai (membantu) dengan semangat. Karena Ia sudah punya anak buah untuk mengumpulkan informasi, Eideth bertanya apa alasan mereka ingin belajar di Tarnum sebagai balasan.
"Argh… Aku… ingin membantu kawananku" ujar seorang manusia serigala terbata-bata. "Bagus, bagus, belajarlah dengan semangat, dan buat kawananmu bangga, Aku pernah tinggal dengan kawanan serigala lain jadi Aku tahu maksudmu, kawanan adalah segalanya" balas Eideth. Manusia serigala itu menjadi riang Ia tidak di diskriminasi karena penampilannya, "terima kasih dorongannya senior, argh… Aku tahu Senior orang yang baik ketika Aku mencium bau manusia serigala dari Senior" ujarnya.
Eideth tidak tahu Ia masih memiliki bau manusia serigala di tubuhnya, namun Ia berpikir mungkin Ia mendapatnya saat berada di Desa Aliansi Gobbi (Eideth masih tidak mau mengakui namanya) dan tidur bersama kawanan manusia serigala. Eideth memberi salam tinju pada manusia serigala itu mendoakannya semoga beruntung sebelum pergi. "Selanjutnya" panggil Eideth.
"Nya… Senior, tolong bantu Kami" sapa kumpulan Manusia kucing yang mengantri di belakang manusia serigala. Eideth kaget melihat mereka begitu akur dalam barisan, membuatnya memiliki harapan untuk kemanusiaan di dunia ini. "BroNya… apa yang bisa kubantu kawan kecil" sapa Eideth balik. "NYA! Senior tahu bahasa Kami" kumpulan manusia kucing itu kaget, "Aku tahu sedikit Nya" balas Eideth dengan ramah. Tak hanya kedua ras itu, Eideth bertemu banyak ras lain yang ingin mendaftar ke Tarnum dengan berbagai latar belakang dan alasan. Perlakuan ramah miliknya mendapat respon baik, membuat mereka jadi antusias dan mendengarkan baik-baik nasihatnya. Tak lama, antrian panjang didepan gerbang Akademi Tarnum berkurang dengan signifikan.
"Ugh… Pekerjaanku akhirnya selesai" ujar Eideth sambil meregangkan tubuhnya. "Zatharna, Kamu lihat itu, itulah yang dinamakan Side-quest, mengerti artinya sekarang, Aku tidak perlu mencari tahu tentang pemuda misterius yang mengambil ponselku dari Alban, karena Aku juga akan bertemu dengannya cepat atau lambat, tapi dengan melakukan ini, Aku bisa mempengaruhi pertemuan itu nanti" jelas Eideth. [Oh begitu… Aku mengerti] jawab Zatharna, entah kenapa jawaban sederhana itu tak sesuai perkiraannya, Ia sedikit ingin respon yang lebih.
Eideth bersandar di kursinya berpikir semuannya telah selesai sampai Ia teringat, "kemana orang itu membawa bajuku ya" tanya Eideth. Ia mengingat bahwa pemuda itu berniat mencuci pakaiannya dan mengembalikannya dengan cepat, tapi itu sudah berjam-jam yang lalu. Eideth berpikir untuk kembali saja ke hotel, mengganti pakaiannya dan menitipkan seragam itu pada pemilik Kafe jika pemuda itu datang. Lagi-lagi Eideth dihadapkan pilihan, untuk melakukan pekerjaan tambahan atau bersantai.
Tak bisa memilih, Eideth mengeluarkan koin yang diberi Gerard, melemparnya keatas kemudian menangkapnya. Eideth mengintip perlahan-lahan, hasil mana yang keluar. "Haah… ya sudahlah" ujarnya, meski berat hati Ia sudah membiarkan koin itu menentukan pilihannya. Eideth masuk ke dalam kafe dan mencoba bertanya pada Pemilik kafe jika Ia tahu Pemuda spesifik itu.
"Hm… Pemuda itu… namanya Kanan, Ia seorang pelajar abadi bisa dibilang, dia kesulitan membuat tesisnya diterima oleh para profesor dan tahun ini adalah kesempatan terakhirnya, Pemuda yang malang, Ia selalu memesan kopi… Aku sedikit khawatir dengannya" pemilik kafe terlihat benar-benar khawatir. Ia tidak tahu hubungan mereka berdua tapi tampaknya mereka cukup dekat. Eideth melihat meja diujung ruangan tempat catatan Kanan menumpuk berserakan. "Bolehkah Aku…", "silahkan, Aku izinkan" jawab Pemilik kafe.
Eideth mulai melihat catatan tersebut dan merasa ide Kanan cukup menarik, Ia hanya mendapat masalah dalam merealisasikan tesisnya. "Teori sihir level 0, sihir tanpa resiko kelelahan magis, ini bisa berhasil…" ujar Eideth kagum dengan kerja keras Kanan. Lonceng pintu berdering tanda seorang pelanggan masuk, itu Kanan mengenakan pakaian Eideth yang lebih kotor dari sebelumnya. Ia diselimuti debu dan terdapat noda lumpur besar di dadanya. Wajahnya sangat rumit, Ia dipenuhi kegelisahan dan keputusasaan seperti sudah menyerah dengan hidup. Eideth merasa simpati padanya, Ia tahu kesulitan yang Kanan hadapi tapi Ia tak pernah mengira akan seburuk itu.
"Kanan… Kau baik-baik saja" tanya Eideth, Ia bahkan tak menyadari Eideth mengetahui namanya. "Jawab Aku Kanan, apa yang terjadi" Pemilik kafe juga khawatir. "Maafkan Aku, Aku tidak berguna… semua yang kulakukan sia-sia, Aku bahkan tidak bisa memperbaiki kesalahanku sendiri… apa gunanya Aku hidup" rengek Kanan putus asa. Eideth tak tahu apa yang terjadi saat Kanan pergi tapi Ia tak bisa melihat hal ini lebih lama, Ia membenci sikap lemah seperti itu. Walau Eideth mengerti dan sudah merasakannya sendiri, Ia tak punya hak mengeluarkan pendapatnya. Fokus dalam kepalanya hanya satu, menunjukkan pilihan yang benar dan membantu Kanan maju sebaik yang Ia bisa.
"Zatharna, Aku ingin meminta kelas baru" pinta Eideth. [Zatharna menyetujui permintaan Anda] tulisnya. "Aku ingin minta kelas Cleric" ujar Eideth tanpa pikir panjang, [Cleric adalah kelas… bagaimana Kau akan mendapatkannya, apa Kamu akan memuja seorang dewa] tanya Zatharna. Fawn dan Ryx jadi sedikit antusias, [pilih Aku] tulis Fawn, [tidak, pilih Aku saja] tulis Ryx tidak mau kalah. "Siapa bilang Aku akan memilih Kalian, Aku sudah punya kepercayaanku sendiri sejak lama" balas Eideth. Talent miliknya mendengar jawaban tersebut bekerja dengan sendirinya.
GM tampaknya tak bisa mengganggu pilihan Eideth, dan hanya bisa menerimanya. Eideth tidak peduli bagaimana itu bisa terjadi, yang penting Ia mendapatkan yang Ia mau. Terlalu memikirkan hal yang diluar kemampuannya takkan membuahkan hasil, malah menambah beban pikiran untuknya. Para GM tidak berkomentar lebih lanjut karena sistem Talent tidak menunjukkan kesalahan apapun. Eideth masih mengikuti peraturan dan GM tidak perlu ikut campur.
"[Stasis]" Eideth memanggil kekuatan sihir dari Talent nya, memanggil bilah cahaya kecil dan menancapkannya ke dadanya tanpa ragu. Eideth mengganti statusnya menjadi yang Ia inginkan, menentukan hasil yang Ia inginkan adalah sasaran terpenting. Eideth bisa merasakan dirinya terpisah dari dunia saat [Stasis] menusuknya. Perasaan aneh itu masih tidak bisa Ia jelaskan sampai sekarang, tapi itu tak penting saat ini.
[Eideth Raziel, Life Cleric 4], Eideth mengganti pekerjaannya menjadi penyihir menggunakan keempat levelnya. Perubahan ini sementara, tapi hukum sihir akan terus sama walaupun dirinya berubah. Eideth juga mengganti daftar sihir yang Ia ketahui dan sudah persiapkan. Ada batasan untuk kelas ganda dalam TTRPG, karena tidak seperti dalam permainan lainnya. Level maksimal yang dimiliki seorang Karakter adalah level 20. Ia hanya bisa merubah kelasnya dengan berbagai kombinasi dengan batas tersebut.
"[Command], Sleep (tidurlah)" perintah Eideth pada Kanan, menenangkan dirinya dengan paksa. "Apa yang Kau lakukan" tanya Pemilik kafe, "Kanan baik-baik saja, Aku hanya membuatnya tidur" jawab Eideth. Setelah Kanan tertidur pulas, Eideth sadar Ia tidak harus menggunakan level yang Ia miliki untuk mengambil kelas baru. Tapi setelah Eideth membuka ponselnya dan mengecek lewat buku pemain. Pilihannya tidak salah, cuma kelas [Paladin] dan [Cleric] yang memiliki mantra [Command]. Eideth juga bisa lupa karena Ia hanya manusia biasa (yang tak sempurna… dan kadang salah).
Eideth memperhatikan dengan baik waktu penggunaan [Stasis] karena sebuah aksi dalam TTRPG berkisar 6 detik. Jadi Eideth bisa menetapkan waktu istirahat [Stasis] sependek mungkin agar bisa menggunakannya lagi. Eideth segera kembali ke status awalnya dan menggunakan [Prestidigitation] untuk membersihkan Kanan dari debu dan kotoran lainnya. Ia juga membuat Kanan duduk di kursi favoritnya di ujung ruangan dibantu oleh Pemilik kafe.
Eideth kemudian menyiapkan bahan-bahan yang bisa membantu Kanan mengerjakan tesisnya. Pemilik kafe juga membantunya dengan menyediakan minuman, "ini gratis, tolong ambil lah" pintanya. Eideth dapat melihat dari pandangan mata Pemilik kafe, Ia sudah punya banyak alasan agar Eideth mau menerimanya. "Terima kasih" tutur Eideth kemudian meminum minuman itu agar Pemilik kafe pergi. Eideth kaget merasakan susu kocok didunia ini untuk pertama kalinya, membuatnya tak bisa mencari perbedaan antara dunia ini dan dunia lamanya.
Setelah otaknya mendapat asupan gula, Eideth mencoba berpikir mengapa Ia membantu pemuda ini. Ia tak menemukan satupun alasan untuknya menolong seseorang tanpa imbalan apapun. "Kenapa" tanya Eideth pada dirinya sendiri dengan pelan. Kenapa Ia hidup seperti ini, ini bukan keinginannya pikirnya. Ia ingin hidup santai, tapi kenapa Ia terdorong untuk bekerja seperti ini. Pekerjaan tanpa imbalan, ikut campur urusan yang tak menyangkut dirinya, mempertanyakan apa yang Ia lakukan selama ini benar atau salah.
Eideth berdiri dari kursinya dan merenung sambil melihat pemandangan lewat jendela. Walau Ia merasa dikelilingi orang-orang, dirinya merasa sepi mengingat apa dan siapa dirinya. Ia melihat orang-orang berinteraksi dan menanyakan kenapa mereka… apa alasan mereka melukis senyuman lebar di wajah mereka itu. Eideth tahu kebenaran dunia dan tidak naif menghadapinya, apa yang akan terjadi di penghujung hari, Ia merasa siap untuk saat itu. Tapi semua itu tak memberinya petunjuk sedikitpun mengapa Ia melakukan hal yang tidak rasional itu.
Disana, tanpa tanda apapun, Eideth menemukan jawaban yang Ia cari. Jawaban sederhana yang bisa Ia pakai sebagai pondasi dari semua niatnya. "Aku ini bodoh atau apa…" komentarnya, tak percaya Ia merasa yakin semudah itu tapi mau bagaimana lagi. "Karena Aku sudah memperagakan sikap baik, sekarang Aku akan menunjukkan sikap netral atau Chaotic lebih dulu ya" serunya. Eideth berniat memperagakan semua Character Alignment selagi melakukan Side-quest. Ia punya 4 sikap lagi yang perlu Ia peragakan; Netral, Lawful, Chaotic, dan Evil. Ia tak tahu tentang yang terakhir, bagaimana Ia akan melakukannya. "Aku berpikir untuk membuangnya, tapi Kita lihat saja nanti ya" ujar Eideth pada GM.