Eideth melihat kearah Zatharna disisi lain meja, dengan raut wajah kompleks miliknya. Jujur saja Ia tak yakin, walau Talent miliknya, [Conceptualize: TTRPG], memperbolehkannya memakai [Wish], pengetahuan itu sangat mengganggunya. Dihadapkan begitu banyak kekuatan besar dapat memberikan seseorang sebuah tanggung jawab yang dipaksakan padanya. Eideth tahu pasti bahwa [Wish] bukanlah mantra biasa.
[Wish], sebuah pencapaian tertinggi yang bisa dilakukan oleh kelas penyihir, hanya dengan kata-katanya, mereka bisa merubah realitas sesuka mereka. Walau dalam TTRPG, [Wish] memerlukan persetujuan GM, kekuatannya tetap saja begitu besar. Eideth tahu kekuatan besar itu tidaklah gratis, dan berpikir mumpung ini preview pertama yang sah, lebih baik menunjukkan semuanya daripada sembunyi-sembunyi.
Eideth yang telah hidup di Artleya seumur hidupnya tahu, bahwa menyingkirkan menara Sixen tidak mungkin semudah itu. Namun dengan [Wish], semudah membuat permintaan. Pemikiran tentang konsekuensi dari tanggung jawab [Wish] membebani pikiran Eideth, alasan awal Ia memilih penyihir sebagai kelasnya adalah mantra itu.
Eideth terus menerus dihadapkan pada pilihan ini dalam pikirannya, mempertanyakan prinsipnya yang Ia gunakan selama ini dan akan terus Ia gunakan kedepannya. Haruskah Ia… 'tidak, Aku tidak akan melakukannya, Aku ingin hidup santai' pikirnya.
Eideth tidak ingin berurusan dengan masalah yang tidak Ia inginkan, dan lagipula Ia seorang bangsawan. Bangsawan lebih diplomatis dalam menghadapi masalah, Ia tak perlu mengeluarkan senjatanya setiap saat ada masalah. Eideth menyirup minumannya dan bersandar di kursi, Ia tetap teguh dengan pendiriannya. Ia tak mau menyusahkan dirinya, tidak sekarang maupun nanti.
"Zatharna, apa kita akan lanjut" tanya Eideth, Zatharna tergenang dalam pikirannya sekejap sebelum menjawab, "uh… apa… ah iya, ayo lanjut".
[Halq terjatuh ke tanah akibat kelelahan, Ia tidak apa, hanya saja tubuhnya terlalu terbebani merapal semua mantra itu dan mengaliri mana lewat tubuhnya. Halq, anehnya, merasa lega kemudian. Ia berpikir, rasanya seperti berolahraga, Ia mendorong tubuhnya ke titik tertinggi yang Ia bisa, dan ketika Ia beristirahat, rasanya begitu memuaskan.
"Oh… Aku rindu perasaan ini, mungkin Aku harus lebih banyak olahraga pulang nanti" ujarnya pada diri sendiri. Halq menoleh ke samping melihat Apostle masih terikat oleh mantra [Hold Person] miliknya. Wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan, Ia baru saja melihat, menara yang Ia pertahankan dengan susah payah, lenyap bagai debu ditiup angin.
Halq merasa misinya selesai masih menunggu pemberitahuan dari layar aneh itu, tapi tak kunjung diperbarui. "Halo, misiku telah selesai bukan" tanya Halq menghadap langit. Udara dan tanah tiba-tiba bergunjang, ekspresi gelisah Halq muncul kembali, memikirkan hal terburuk yang bisa terjadi. Halq melihat arah getaran itu datang, dan berdiri mempersiapkan diri.
Sebuah cahaya membentuk garis lurus melintang di udara, ruang bergetar dan garis itu melebar keatas membuka sebuah latar putih. Halq bingung apa yang terjadi tapi tak menurunkan kewaspadaannya. Sebuah mata besar muncul dan melihat kearah Halq.]
"Ugh…" Eideth merasa kesakitan di tatap oleh mata itu, "Eideth kamu tidak apa" tanya Zatharna, Eideth meyakinkannya Ia baik-baik saja. "Itu, siapa dia, dia menatap kita barusan bukan" Eideth tahu mereka secara tidak langsung "sedang bermain" tapi ini diluar yang Ia perkirakan.
"Itu adalah salah satu dewa dunia lain, yang menciptakan Menara dan Domain Sixen" jawab Zatharna. Eideth tertegun mendengar yang Ia lihat adalah boss terakhir dari dari dunia lain yang mengancam dunianya saat ini. Eideth hanya tahu keberadaan mereka lewat cerita dan buku catatan yang sangat sedikit. Musuh Artleya yang mengancam Artleya, yang tidak bisa dikalahkan oleh pahlawan dalam legenda.
Eideth memperhatikan dengan baik lewat meja Zatharna apa yang akan terjadi selanjutnya dan membuat catatan sebanyak mungkin. Zatharna memutuskan untuk berhenti bermonolog dan membiarkan semuanya berjalan sendiri.
…
Lewah celah itu, mata dewa dunia lain menatap orang yang menghancurkan Menara miliknya secara paksa. Ia tak terlihat akan berbicara dan hanya diam disitu. Halq berdiri disana tak tahu harus melakukan apa, kali ini Ia berpikir dewasa dan tidak menembakkan [Fireball] miliknya sesuka hati. Apalagi [Hold Person] adalah mantra yang memerlukan konsentrasi, yang berarti mantranya akan lenyap begitu Ia merapal mantra lain.
"Maafkan saya, Tuan hamba, maafkan saya karena gagal" Apostle itu memohon ampun seketika, Ia hendak berlutut kalau bisa tapi masih tertahan oleh sihir Halq. Mata itu tak berkomentar sedikitpun, tapi siluet lain yang menggantikannya. Dari celah itu, muncul 5 siluet hitam yang tertawa dengan keras.
"Hahahaha, junior baru kita dikalahkan seorang manusia, Aku sudah duga dia itu tak berguna" ejek salah seorang dari mereka. "Tidak perlu menertawakannya, Ia sudah bukan bagian dari kita lagi" ujar seseorang dengan suara pria. "Apa…" teriak Apostle itu tak percaya, "Kamu mendengar apa yang kami katakan, Yang Mulia tidak membutuhkanmu lagi" balas mereka.
Mendengar hal itu, Apostle itu terdiam dan mulai putus asa. Melihat kegagalan rekannya, mereka semua tertawa dengan santai. Halq bingung tapi Ia semakin kesal mendengar itu, sebelum Ia buka suara, Halq mendengar bisikan kecil dari Apostle itu, "Aku mengerti, Aku sudah tidak berguna lagi, Aku akan membunuh diriku sekarang, setidaknya Aku bisa membunuh lawanku sebagai persembahan padamu".
Halq merasakan kekuatan besar dari tubuh Apostle itu, indra miliknya segera mengatakan bahwa Ia akan meledakkan dirinya dengan kekuatan besar itu. "Oh, tidak boleh" tolak Halq selagi Ia membatalkan apa yang coba Apostle itu lakukan dengan [Chronal Shift] terakhir yang Ia miliki.
Apostle itu hendak meledakkan dirinya, Ia menarik semua energi yang Ia bisa dan bersiap untuk mati. Namun Halq mengetuk tongkatnya ditanah, semua kekuatan itu hilang seketika, Ia tak mengerti apa yang terjadi. Ia semakin jatuh dalam keputusasaan ketika kematiannya pun direbut darinya.
Itu adalah pilihan dari Halq, Ia bisa saja membiarkan Apostle itu meledakkan diri dan menghalangi ledakannya dengan [Wall of Force] seperti yang Ia lakukan sebelumnya. Tapi hatinya tak membiarkannya melakukan itu, dari hati Ia merasa Iba padanya, entah itu perasaan egois dan munafik darinya, Ia tak bisa membiarkan Apostle itu, lawannya mati tidak layak.
Melihat upaya bunuh diri rekannya gagal, mereka menertawainya lebih keras lagi, "lihat pecundang itu, Ia sangat lemah sampai tidak bisa membunuh dirinya sendiri, hahahaha". Halq melihat kearah mereka dengan tatapan marah, Ia memastikan melirik kearah mata pada semua siluet itu.
Mereka jelas tidak senang melihat manusia menatap mereka dengan mata seperti itu, "beraninya manusia ini, akan kutaruh kau pada tempatmu, ditanah" geram salah satu dari mereka. Mereka seperti ingin memakai kekuatan mereka kepada Halq namun Ia memakai senjata terakhir miliknya, "[Convergent Future]" Halq melirik ke masa depan dan merubahnya seketika. Siluet yang hendak menyerangnya itu kehilangan kekuatannya sekejap, "apa yang…" Ia terkejut melihat kekuatannya dihentikan seperti itu, dan itu membuatnya semakin marah.
"Cukup, Tuan menyuruh kita untuk berhenti, Tuan tidak ingin kalian membuat keributan ini didepannya" tegas salah satu siluet, mereka pun akhirnya berhenti. Siluet itu perlahan menghilang hingga tersisa hanya mata itu. Butuh beberapa waktu hingga akhirnya Ia menghilang tanpa mengatakan apapun.
Semuanya terasa senyap setelah itu, tak ada suara sedikitpun dari seluruh penjuru hutan, bahkan angin seperti ikut berhenti. Halq berbalik pada Apostle itu mengetahui mantra [Hold Person] miliknya telah berakhir, waspada Ia akan mencoba meledakkan dirinya lagi. Ia hanya terdiam disana, berlutut dan menundukkan kepalanya ke bawah. Halq mencoba mendekat tanpa menurunkan kewaspadaannya, "hey, kamu masih bangun" tanya Halq sambil mengetuk kepala Apostle itu dengan ujung tongkatnya.
"Bunuhlah Aku manusia, Aku sudah tidak punya tujuan lagi, dewaku sudah meninggalkanku di dunia asing ini, menelantarkanku, cepat bunuh Aku" katanya hingga akhirnya Ia berteriak. Ekspresi marah dengan tatapan kosong tanpa kehidupan itu semakin melukai perasaannya, mempertimbangkan apa yang harus Ia lakukan.
"Baiklah, ku kabulkan keinginanmu, matilah, [Finger of Death]" energi negatif menjalar ke tubuh Apostle itu, membunuhnya dengan cepat tanpa rasa sakit sedikitpun. Selesai menghabisi lawannya, Halq mendapat notifikasi terakhir. [Misi selesai. Mengembalikan kesadaran] tertulis disitu.
Halq menoleh kepada penghuni hutan yang sebelumnya mendekatinya, yang terhenti dan membeku ketika mata itu muncul. Ia melambaikan tangannya dan tersenyum, "Selamat tinggal semuanya" ujarnya sebelum tumbang ke tanah.
…
"Baiklah, aku akhiri sampai disitu saja Preview ini" ujar Zatharna. Ia merapikan semua kertas dan catatan itu dan menaruhnya dipinggir meja, dengan sebuah jentikan jari, semua barang itu menghilang.
Kecanggungan memenuhi ruangan, Ia tidak mengira Zatharna memutuskan untuk menghentikannya sampai disitu, tapi Ia juga tidak bisa berkomentar. Ingatan tentang pertemuan singkat itu juga memenuhi pikirannya sekarang, untuk dewa dunia lain, ancaman terbesar Artleya, menemuinya secara langsung, dan bisa melihat melalui mata Halq memperhatikan Zatharna dan dirinya, seperti tahu dimana mereka berada.
"Yah, terima kasih sudah melakukan semua ini Zatharna, kamu benar-benar menyelamatkanku" puji Eideth, "tidak-tidak, ini adalah tugasku sebagai GM-mu, Aku tidak berbuat banyak" balas Zatharna. Eideth berdiri dari kursinya dan berdiri menjauhi meja, "dan kalau kamu tidak keberatan, tolong kembalikan Aku sekarang, terima kasih" pinta Eideth. Zatharna dengan mudah menjentikkan jarinya dan sekejap Eideth terjatuh kedalam lantai menghilang pergi.
Zatharna duduk disitu sebentar dan terbenam dalam pikirannya, "bagaimana ini… Aku tidak tahu Eideth punya kekuatan seperti ini… apa yang harus kulakukan sekarang" Zatharna kebingungan, hal yang tak pernah Ia rasakan selama ini. Zatharna adalah Dewi Takdir Artleya, Ia jelas maha kuasa atas makhluk dan takdir Artleya, namun masalah tentang dunia lain adalah hal asing dan membingungkannya. "Ayah… Apa yang harus Aku lakukan, andai kamu bisa memberitahuku" ujarnya sambil mengingat ayahnya, dewa sesungguhnya dari Artleya.
"Apa yang kamu pikirkan Kak" ujar dua orang yang terlihat familiar oleh Zatharna, Zatharna menyambut saudari-saudarinya yang datang ke domain miliknya itu. Ia memeluk mereka dengan wajah kesulitan, tingkahnya itu membingungkan mereka berdua. Menyadari perubahan di domainnya mereka berkomentar, "kak, dia itu siapa" tanya mereka menunjuk pada siluet orang yang memunculkan dirinya entah dari mana. "Kamu…" Zatharna sama terkejut melihat wajah itu, Ia sendiri tak mengerti apa dan bagaimana itu terjadi. Ia menunjukkan dirinya bukanlah ancaman dan menyapa dengan senyum di wajahnya, "hai…" katanya dengan canggung.
…
Halq bisa merasakan kesadarannya menipis, rasanya seperti eksistensinya menghilang, kembali ke asalnya. Anehnya Ia tak merasa takut sedikitpun, entah karena merasa bahwa ini adalah mimpi atau hanya perasaan bodohnya. Pengalamannya selama dua puluh empat jam ini benar-benar gila, sihir yang Ia pakai dari permainannya menjadi kenyataan, bertemu makhluk fantasi seperti goblin, gnome, bahkan manusia serigala. "Eh tunggu, Aku bukan seorang karater bukan… ugh…" perkataannya terputus ketika Eideth mengambil alih kembali tubuh miliknya.
"Aduh… tubuhku sakit semua, aw…" Eideth mencoba untuk bangun dan duduk karena Ia tak punya tenaga untuk berdiri, Eideth mendapati dirinya di tengah semua bukit kecil, Ia segera menyadari bahwa itu adalah tempat dimana Menara Sixen berada sebelumnya. Ia yakin tanahnya datar sebelum ada menara, "apa ini terjadi ke tanah… karena menaranya menghilang ya" terkanya.
Eideth melihat tubuh dingin Apostle itu dan menegurnya, "hey bangunlah, Aku tahu kamu sudah bangun" ujarnya namun Apostle itu tetap diam. Eideth memegang tongkatnya yang diberi oleh Balak, menusuk-nusuk tubuhnya. Butuh tusukan di pinggang agar Apostle itu memberi respon kehidupan dan tertawa, "hey, bisakah kamu hentikan itu, Aku tidak tahu perasaan apa ini, tapi ini tidak menyenangkan" keluhnya balik pada Eideth.
Eideth berhenti dan menyimpan kembali tongkatnya, Apostle itu melihatnya dengan tatapan kebencian, Eideth yang tidak suka wajah tidak terima kasih itu, menanyakan masalahnya, "apa, Aku sudah menepati kata-kataku kok, kamu sudah mati tadi" ujarnya. "Apa kamu bodoh, kamu tidak lihat Aku ini masih berbicara padamu, apa yang kamu lakukan padaku… tubuhku merasa aneh" terangnya.
Eideth berbalik tak mau memandang wajahnya menjelaskan, "yah jelas lah, kamu itu sekarang seorang Zombie, secara teknis kamu sudah mati dan hidup kembali". Ia tak terima dan mencoba menyerang Eideth, Ia menarik kerah Eideth mencoba menghajar wajahnya untuk meluapkan kekesalannya, "berhenti" mendengar perintah Eideth tubuhnya membeku tak bisa bergerak.
Eideth melanjutkan perkataannya dengan wajah datar didepan wajahnya, "lihat, kamu harus menuruti perintahku sekarang, tidak ada gunanya melawan, Akulah tuanmu sekarang, mau kamu terima atau tidak" Eideth melepaskan tangan Apostle itu dari kerahnya. Ia terlihat begitu keras menolak kenyataannya sekarang, Eideth tidak memasalahkannya karena Ia juga mengerti perasaan itu, perasaan terpaksa itu masih teringat jelas olehnya sampai sekarang. Walau Ia tidak ingin berempati pada lawannya, tapi setidaknya Ia mencoba menjadi lebih baik.
"Dengar, kamu sudah tidak bisa kembali pada dewamu, kamu juga terdampar di dunia ini sekarang, setidaknya "ikutilah" Aku" ajaknya mengulurkan tangannya. Ia terlihat enggan tapi menerima tangan Eideth dengan ketidakpuasan, "baiklah Tuan" jawabnya sambil dibantu bangun. Eideth merasa tidak enak dengan kata itu dan meminta, "tidak perlu panggil Aku Tuan, panggil saja Aku Eideth em… siapa namamu" tanya nya balik.
"namaku… namaku…" butuh beberapa saat agar Ia bisa mengingat kembali namanya, "Aku Vista" jawabnya, Eideth tidak tahu apa itu benar namanya atau Ia baru saja membuatnya, tapi yang penting sekarang Ia punya nama panggilan pikir Eideth. "Senang berkenalan denganmu Vista" sahut Eideth pada rekan barunya.
Eideth tahu Ia terlalu cepat mengambil seorang rekan tapi Ia tidak mempermasalahkannya, Eideth tahu pasti Vista menerima ajakannya hanya untuk menusuknya dari belakang, itu adalah tantangan unik dari mantra [Finger of Death] yang Ia sangat pahami.
[Finger of Death], energi negatif merasuki makhluk yang ditargetkan mantra ini, jika makhluk humanoid mati menerima serangan dari mantra ini, Ia akan dihidupkan kembali menjadi Zombie yang secara permanen dibawah kendali perapal mantranya, Ia akan melakukan perintah tuannya itu semampu yang Ia bisa. Itulah deskripsi mantranya, disana tidak pernah tertulis bahwa sang Zombie tidak bisa mengkhianati tuannya, walau tuannya bisa memerintahkannya untuk tak mengkhianatinya, Ia masih bisa mencoba. Tapi Vista tidak tahu itu.
Mendengar hentakan kaki besar yang mendekatinya, Eideth menyuruh Vista untuk bertingkah normal, "diam saja dan ikuti perkataanku mengerti" perintahnya. Vista sangat ingin membangkang tapi tubuhnya tak mau mendengarnya, seperti mulutnya terjahit sama sekali tidak mau terbuka. Eideth mempersiapkan dirinya dengan memikirkan sejuta alasan yang bisa Ia katakan.
Perwakilan penghuni hutan menghampirinya, dengan wajah campur aduk mereka, bahkan Eideth tak bisa menjelaskannya dengan baik. Lega, gembira, ketakutan, kebingungan, semua bergabung menjadi satu. Mereka memiliki prioritas masing-masing di kepala mereka, selagi pertanyaan beruntun dilontarkan kepadanya.
"Halq apa yang terjadi", "apa itu tadi mata yang aneh", "Halq, semuanya sudah selesai bukan", Eideth menunggu semuanya selesai berbicara baru Ia buka suara, Vista disana menutup telinganya menyelamatkan gendang telinganya. "Aku akan menjawab pertanyaan kalian semua nanti, tapi yang paling penting terlebih dahulu, ehem… Menaranya sudah diselesaikan, hutannya sudah aman, dan kedua panggil saja Aku Eideth, Halq sudah pergi" sahutnya, butuh beberapa saat untuk kepala mereka mencerna apa yang Eideth katakana, tapi teriak kebahagiaan berangsur pecah.
Mereka mengangkat Eideth dan melemparnya ke udara, menyoraki namanya. Di udara, Eideth melihat wajah tidak senang Vista, mencoba tak memperdulikannya, hatinya sedang senang saat ini, tak punya ruang untuk menaruh iba secara terbuka. Mereka semua kembali ke gua tempat semua orang menunggu untuk menyambutnya.
Mereka semua tahu, operasi mereka sukses dan hutan sekarang aman dari ancaman. Eideth menjelaskan pada penghuni hutan yang bersembunyi apa yang terjadi dengan memotong beberapa bagian rahasia. "Ingat, Aku bukan lagi Halq, Ia sudah pulang" jelas Eideth pada anak-anak, mereka mengangguk mengerti dengan penjelasan tersebut. Tapi seorang peri menyadari seorang pendatang baru, "Eideth siapa itu" tunjuknya pada Zombie yang berdiri bersandar di dinding gua mengawasi dengan tatapan seram.
"Em… itu Vista, teman Zombie yang Aku panggil untuk membantu, Ia agak seram tapi orangnya baik loh" jelas Eideth menyembunyikan sebelah sisi wajahnya yang mengancam Vista untuk bersikap ramah. Ia menghela nafas dan melambai sambil membuang wajahnya ke samping. Walau kurang, Eideth mencoba puas dengan hasil tersebut, anak-anak juga terlihat tidak masalah.
"Apa yang terjadi pada Halq" pertanyaan itu keluar dari seorang peri kecil yang mendekati wajah Eideth mencurigai sesuatu. Eideth menjelaskan semua sihir yang Ia pakai sebelumnya berkat Halq merasukinya, dan karena Halq sudah pergi, semua mantra itu hilang. "Jadi Halq itu hantu" tanya seorang manusia serigala, "itu tidak salah namun tidak juga benar, em… maaf, ini sangat sulit untuk dijelaskan" mereka paham bahwa hal ini terkait kemampuan Talent Eideth. Mengenal bahwa ini topik yang sensitif, mereka berhenti menanyainya lebih lanjut.
Setelah hutan bebas dari monster dari tower, mereka mulai menggunakan waktu untuk mengumpulkan makanan selagi matahari masih tinggi di angkasa. Eideth tidak bisa menggunakan [Wish] lagi untuk meminta makanan, jadi yang bisa Ia lakukan adalah membantu.
"Eits… apa yang kamu lakukan Eideth" tanya Gobbi menghalangi jalannya. "Kenapa… Aku hanya ingin membantu" jelasnya, Gobbi menatapnya seperti seorang ayah memarahi anaknya. "Kamu itu sehabis bertarung seharian, istirahat saja di dalam, biar kami saja yang bekerja" ujar Gobbi, "ayolah, lihat Aku baik-baik saja, emph…" dada Eideth kram tiba-tiba diwaktu yang tidak tepat.
Gobbi menatap Eideth dengan pandangan "KAN?!", Gobbi melirik ke arah Vista meminta tolong kepadanya, "Tuan Vista, bisakah kamu membawa Eideth kedalam, jangan biarkan Ia keluar walau terjadi apapun, dengan kekerasan kalau perlu" pintanya. Vista tersenyum senang didepan Gobbi dan menghadap Eideth dengan senyum sinisnya, Eideth tertegun. Sebelumnya Ia memerintahkan Vista untuk mendengarkan permintaan penghuni hutan, Ia boleh tidak melakukannya jika Ia tidak mau.
Eideth mencoba menggocek dan melewati Gobbi, berlari menuruni bukit.Vista, walau belum terbiasa dengan tubuh zombie miliknya, berlari mengejar Eideth. Menangkapnya dan membawanya dengan mengapit Eideth menggunakan lengan dan bahunya, Ia secara sengaja menekannya sedikit kuat, menyiksa Eideth dan menguncinya. Vista berjalan dengan santai mendaki bukit melambai kepada Gobbi yang berjalan kearah berlawanan kembali bekerja.
Eideth berbaring di dalam gua mencoba menahan rasa sakit di rusuknya, mengeram sambil menutup wajahnya. "Oh ayolah… Aku tidak menekannya sekuat itu" dalih Vista, Eideth tahu itu hanya bualan tapi tak mau menghibur Vista lebih jauh. Eideth mencoba mengatur nafasnya, mengendalikan rasa sakit itu. Eideth tidak terlalu khawatir dengan cedera karena kemampuan yang sering dianggap remeh miliknya. Ia menerima bahwa Ia tak perlu bekerja dan bisa bersantai-santai, walau batinnya menolak memakan hasil kerja orang lain, Ia tahu kapan membuat pengecualian.
Eideth memanggil layar otoritas miliknya dan mengambil ponselnya, bermain untuk melupakan ketidaknyamanannya. Vista disana melihat hal itu, mengerutkan dahinya tak percaya, Eideth mengambil sebuah alat aneh dari udara semudah itu. "Eideth, kamu itu sebenarnya apa" tanya Vista tanpa sebab, Eideth menoleh kearahnya dengan menjawab dengan remeh-temeh, "ya… secara teknis Aku juga makhluk dunia lain sepertimu".
Mendapat pengetahuan itu, Vista seketika murka, Ia menarik kerah Eideth dan menuntut penjelasan, "apa maksudmu makhluk dunia lain, cepat jelaskan" pekiknya. Eideth melepas tangan Vista, tangannya tercopot begitu mudah dari lengannya dan tetap menggenggam erat pakaiannya. Mereka jadi canggung seketika tapi Vista masih bersikeras, walaupun terputus lengan itu menarik-narik pakaiannya seperti telekinesis.
"Untuk apa Aku menjelaskan itu padamu, kita bukan teman, Aku yakin setelah kamu berhasil membunuhku entah bagaimana, kamu akan kembali lagi pada dewamu" ujarnya, Vista tak bisa membantah itu. Eideth mengembalikan tangan Vista kembali padanya, layaknya sihir tangan itu tersambung dengan mudah dengan lengannya tanpa perlu di jahit.
Eideth kembali memainkan ponselnya, tapi Vista tak berhenti mengganggunya mencoba menggali informasi dari Eideth, Ia melakukannya secara tidak langsung dan bertingkah semenyebalkan mungkin. Eideth mencoba bersabar menghadapi tingkah lakunya, Ia sudah mencoba memerintahkan Vista untuk diam, tapi itu tak berhasil karena Vista lanjut mengganggunya secara fisik. Mengganggu permainannya, menyenggolnya saat bermain, membuat keributan dengan berlari-lari, secara tidak teknis Ia tetap diam tidak berkata-kata.
Kesabarannya pun habis, Ia tidak menyangka Vista masih bisa mengganggunya bermain visual novel. "Apa yang ingin kamu tahu" tanya Eideth, Vista langsung menghentikan sikap kekanak-kanakannya, dan duduk menghadap Eideth dengan serius. "Apa yang ingin kamu minta" balasnya, Vista tahu Eideth tidak akan memberikan informasi itu secara gratis semudah itu.
"Yah, karena kamu sudah tahu, mari kita buat peraturan terlebih dahulu, Aku menyarankan aturan satu kebenaran satu kebohongan, kita hanya bisa menanyakan dua pertanyaan, jika pertanyaan pertama kamu berbohong, kamu harus menjawab dengan jujur pertanyaan selanjutnya, tidak ada yang akan tahu jika kamu berbohong keduanya tapi itulah keseruannya" jelas Eideth, Vista mendengar itu tak percaya dan membalas, "kamu percaya Aku akan mengikuti aturan itu".
"Aku… yah… gitu", "jawaban apa itu" keluh Vista. "Baiklah tanyakan pertanyaanmu" Eideth memberikan kesempatan pertama pada Vista, Vista memikirkan pertanyaannya. "Apa kamu berpihak dengan dewa dunia ini" Vista langsung menanyakan hal yang paling penting, "Aku… tidak memihak siapapun, keinginanku hanyalah memastikan keluarga dan temanku aman, siapapun yang mengganggu itu adalah musuhku"
Vista menerimanya dengan baik dan menunggu pertanyaan Eideth, "giliranku ya, apa tujuan kalian, Ras Tinggi yang memanggil kalian sudah hilang semenjak perang ratusan tahun lalu, untuk apa kalian melanjutkan semua ini", "kamu mungkin tidak mengerti, tapi setiap dewa memiliki tujuannya mereka sendiri, itulah sumber kekuatan dan alasan eksistensi mereka, tujuan mereka telah selesai di dunia sebelumnya, namun setelah dipanggil ke dunia ini mereka mendapat tujuan mereka kembali, dan mereka akan menyelesaikan tujuan mereka" jawabnya menyilangkan tangannya.
Eideth tidak merasakan keraguan dari perkataannya, "ayo, giliranmu", "kekuatanmu itu, saat melawanku, Aku merasakan kekuatan dewa darimu, apa kamu seorang pahlawan" Vista menyembunyikan tangannya, Eideth tak merasa terancam sama sekali dan menjawab, "ya, Aku pahlawan, Aku yakin kamu juga sudah mendengar ramalan pahlawan akan datang untuk melawan pasukan dari dunia lain, Akulah pahlawan itu".
Vista menahan dirinya tapi Ia segera mengingat peraturan permainan mereka, "Aku lagi, apa kamu akan mengkhianatiku jika kamu diberi kesempatan untuk kembali lagi oleh dewamu", Eideth merasa pertanyaannya tepat sasaran melihat ekspresi Vista. Tergantung jawabannya, Eideth bisa tahu bagian mana yang merupakan kebohongan.
"T-tentu saja tidak, Aku tidak akan pernah… sudah selesai bukan" Vista memalingkan wajahnya dan beranjak pergi, mengingat Ia tidak boleh membiarkan Eideth membantu yang lain, Ia malah menjaga pintu masuk gua agar Eideth tak bisa keluar. Eideth akhirnya ditinggal sendirian, "itu cukup mudah… jadi tujuan dewa dunia lain adalah… walau Vista bisa saja berbohong tentang bagian itu… hmm… yah, bukan urusanku juga, yang penting kamu sudah mendengarnya kan, Zatharna" Eideth melihat ke atas, tahu Zatharna masih mengawasinya.
Anehnya kali ini Ia tak langsung membalas, [Zatharna berkata Ia berterima kasih, tapi Ia mendapat sedikit masalah, Ia takkan bisa dihubungi untuk beberapa waktu]. Eideth tidak tahu apa yang terjadi, apakah terjadi sesuatu setelah preview sebelumnya. Apakah konsekuensi [Wish] separah itu, Eideth tak merasa ada yang aneh, tapi hatinya jadi tidak tenang.
"Tunggu, tidak mungkin bukan… hadiahku ditunda… yah…" sungutnya. Zatharna berniat menaikkan levelnya sebagai hadiah untuk preview sebelumnya. Banyak yang bisa Eideth lakukan, menaikkan level penyihirnya agar Ia bisa menambah slot mantra, mungkin melihat kombinasi kelas ganda lain.
Eideth membuat catatan di ponselnya, yang tidak bisa dibuka oleh orang lain, adalah tempat teraman dimana Ia bisa mendapat privasi penuh. Tapi itu tak meringankan masalah yang Ia punya, seperti yang Eideth jelaskan pada Zatharna, mengetahui lebih banyak takkan membantu dan hanya membuat masalah, apalagi TTRPG bukanlah elemen dari dunia ini, sebagian besar monster dari TTRPG tidak ada di Artleya, informasi yang Ia punya tidaklah berguna. Secara tidak langsung, Artleya adalah permainan khusus yang dijalankan Zatharna, buku yang Ia punya hanyalah panduan semata.
Melihat daftar panjang rencana kelas ganda di ponselnya, sangat tidak membantu. Pendiriannya digoyahkan dengan sikap pilih-pilih miliknya, begitu banyak pertimbangan yang akan mempengaruhi pilihannya dimasa depan. "Aku tidak bisa seperti ini… lebih baik Aku lanjut baca manga" Ia menunda dulu keputusan penting ini saat pikirannya lebih tenang, "ARGH… belum ada update…" teriaknya kesal.