Eideth melihat Gobbi dari kejauhan, Ia jadi teringat janji yang Ia buat sebelumnya. Tak terasa waktu berjalan sangat cepat ujarnya dalam hati.
"Um… Vista, Aku harus pergi mengajari Gobbi, kutinggalkan pekerjaan ini padamu ya, dadah…" Eideth pergi dengan cepat sebelum Vista sempat berkata-kata. Ia sadar Ia tak bisa menghentikannya jadi Ia memutuskan untuk kembali berlatih membiasakan diri dengan menggunakan sihir Mana itu.
Vista menggunakan kekuatannya, cakarnya pun memanjang. mereka cukup tajam untuk melewati pohon dan bebatuan seperti kertas. Namun Ia mendapat tantangan ketika melewati garis yang Eideth buat. Cakarnya menjadi lebih lemah dan butuh lebih banyak waktu untuk menggunakannya.
Eideth memperhatikan Vista dari jauh, Ia menyuruh Gobbi untuk memperhatikannya juga sebagai pelajaran hari itu. "Kamu lihat Gobbi, itu adalah sihir, semua orang memilikinya begitu juga denganmu, yang kutanyakan ini adalah hal rahasia yang tidak boleh kamu beritahu pada orang lain setelahnya jika tidak terpaksa mengerti" jelas Eideth pada Gobbi, pria kecil itu menganggukkan kepalanya.
"Apa kamu punya Talent, sihir khusus yang kamu miliki, atau yang dimiliki klan goblin, jika ada beritahukan padaku sekarang, Aku akan mengajarimu sesuatu" ujar Eideth. Gobbi sedikit ragu pada awalnya namun Ia akhirnya mengatakannya, "sebenarnya… sihir goblin…"
Mendengar penjelasan tersebut Eideth paham seberapa kritis hal ini, tapi tujuannya tidak berubah. Eideth ragu untuk melakukan ini, tapi sudah saatnya Ia terus terang. Gobbi membuka rahasianya kepada orang asing sepertinya, yang dilakukan Gobbi adalah hal yang dianggap sedikit tabu, jadi sekarang gilirannya untuk melanggar peraturan. "Terima kasih Gobbi karena sudah memberitahu rahasia kalian, sebagai balasannya, Aku akan membuka rahasiaku" ujarnya.
"Tidak usah Eideth, kamu tidak perlu melakukannya, kami… Aku membutuhkan ini untuk menjadi pemimpin" balas Gobbi. Eideth terkejut mendengar balasan itu, Ia tak menyangka omongan orang tentang goblin itu benar, 'walau terlihat kecil, goblin dewasa lebih cepat dari ras lain' kutip Eideth dalam hati.
"Tidak apa… ini termasuk alasan kenapa Aku membantu desa Goblin", Gobbi langsung tertarik. Ia memang sudah penasaran mengenai alasan bantuan Eideth selama ini, bantuannya selama ini sudah diluar batas simpati dan belas kasih. "Kamu penasaran bukan" Gobbi tak bisa berbohong dan mengangguk, Eideth mulai menjelaskan "agak sulit untuk menjelaskannya… tapi kalau disingkat, Aku ingin…"
"Hanya itu…" Gobbi tak percaya. "Terdengar aneh bukan, sekarang kita memegang rahasia masing-masing, Aku bisa percaya padamu bukan", "tentu Eideth, kami penghuni hutan ini semua berhutang padamu, kamu bisa percaya pada kami" mereka berjabat tangan menyelesaikan kesepakatan mereka.
Hari berlalu dengan cepat karena pembangunan desa yang baru, namun satu masalah yang Eideth hadapi. Suatu malam, Gobbi mengadakan rapat untuk seluruh penghuni hutan yang memutuskan untuk tinggal bersama. Di dalam balai desa yang baru, semua ras penghuni hutan berkumpul bersama duduk bersebelahan. Mereka tampak sangat akur sekarang dan lebih terbuka, tak lagi hanya duduk bersama grup mereka masing-masing.
Eideth dan Vista juga berada disana, "Eideth apakah kamu ingin ikut rapat dengan kami" tanya Gobbi, Eideth berkata mereka hanya duduk disana dan melihat-lihat, mereka bukanlah warga desa jadi tidak baik untuk mereka ikut campur, mereka akan membantu memberi nasihat jika dibutuhkan.
Gobbi mulai membahas semua rencana yang Ia buat lewat saran dari Eideth, membahas gagasan untuk pemasokan kebutuhan makanan tiap ras, evaluasi kegiatan pembangunan tempat tinggal, hingga bahasan yang terakhir tentang nama desa/kota mereka. "Ada yang punya saran untuk nama desa baru kita" ruangan itu menjadi sunyi, mereka tampak kesulitan memikirkan nama yang cocok untuk mewakili mereka semua tanpa terfokus pada satu grup.
Ide cemerlang melintas di depan kepala Gobbi dan Ia langsung menyarankannya, "bagaimana jika kita mengambil nama dari luar penghuni hutan, nama yang tidak akan memihak salah satu grup dan mewakili semuanya" Gobbi berhasil menarik perhatian semua orang pada idenya. "Desa Aliansi Eideth" pemilik nama itu menaikkan alisnya, "Aku tidak…", "SETUJU" semuanya segera memotong perkataan Eideth, suaranya kalah telak.
"Karena terlihat tidak adil untuk memaksakan ide ini begitu saja, bagaimana kalau kita ambil suara, siapa yang tidak setuju dengan nama Desa Aliansi Eideth, angkat tangan kalian" Gobbi membuka pungut suara. Eideth tidak mengangkat tangannya karena Ia sudah berkata tak ikut campur, dan segera menyesalinya ketika tak satupun orang mengangkat tangan.
"Siapa yang setuju dengan nama itu, angkat tangan" serentak semua orang mengangkat tangannya, bahkan Vista. Eideth melihat Vista dengan tatapan tak setuju, "apa… kamu yang bilang takkan ikut campur, bukan Aku" balasnya. Eideth masih sulit menerimanya, bisa terlihat dari raut wajahnya. Mereka mencoba menjelaskan pendapat mereka, "kamu itu penyelamat kami", "kamu juga membantu kami membangun desa, kamu sudah seperti bagian dari kami" dan berbagai pujian lainnya.
Ia menerima nasib itu dengan lapang dada, namun dalam hati Ia berharap 'semoga mereka menggantinya di masa depan'. Dengan begitu nama desa berhasil diputuskan.
Keesokan harinya, Eideth tidak menahan diri saat melatih Gobbi dan Vista, menunjukkan kekesalannya secara profesional, Ia melatih mereka layaknya Vinesa. Ia menambahkan pekerjaan rumah Gobbi, tidak banyak namun kesulitannya meningkat drastis. Ia juga membuat latihan baru untuk Vista.
"Eideth… kita mau kemana… ini sudah cukup jauh dari desa…" Vista menunjukkan kekhawatirannya, Ia tahu Eideth sedang ngambek karena kejadian waktu itu dan menjadi lebih pendiam. Ia membawanya sendiri ke belahan hutan yang terpencil, yang lebih mengerikannya lagi Eideth tidak membiarkannya bekerja seperti biasa mengumpulkan bahan bangunan, Ia tak melakukan apa-apa seharian penuh.
"Kita sampai" kata-kata pertama Eideth kepadanya hari ini. Mereka dibawah sebuah Lembah yang cukup kering, wajar berpikir daerah itu akan digenangi air karena tanahnya begitu rendah tapi tak satupun rumput tumbuh disana.
Eideth berbalik menghadap Vista dan menyimpan kembali Manascope miliknya. "Kita akan mulai latihan disini" Eideth segera bersiap. "Apa kamu marah" Vista mengatakannya, perasaan tidak tenang itu Ia keluarkan. "Marah… pftt… tentu saja tidak, Aku bukan anak-anak, Aku harus mempercepat semuanya karena Aku harus segera pergi, semakin lama Aku disini, akan semakin sulit Aku pergi nantinya, cukup basa basi" Eideth mengeluarkan tongkatnya. Menggunakan salah satu ujungnya yang agak lancip Ia mencoba menjelaskan latihan kalian ini dengan bantuan gambar.
"Tolong perhatikan baik-baik karena ini penting, jadi pada pelajaran terakhir Aku sudah menjelaskan padamu bagaimana energi Mana berbeda disetiap tempat bukan, ada 3 faktor yang mempengaruhi hal ini, pertama jenis afinitas Mana, kedua jumlah Mana, dan tingkat pemulihan Mana".
Eideth mulai menggambarkan beberapa gambar untuk melambangkan sebuah elemen. "Pertama, Jenis Afinitas Mana adalah jenis Mana yang berkaitan dengan elemen tertentu, semisal kita berada di gunung berapi, kemungkinan besar jenis Mana yang diproduksi disana adalah jenis Mana murni dan Mana Api dan Tanah, artinya, sihir jenis api atau tanah akan mendapat efek yang kuat disana, Mana murni dapat digunakan untuk apa saja, tapi jika kamu menggunakan sihir api maka sumber tenaga untuk sihir itu akan lebih kuat dan mudah dirapal, dan otomatis sihir angin ataupun air jadi lebih lemah, sampai disini mengerti" jelas Eideth.
Eideth mulai menggambar kembali, kali ini beberapa kolam berbagai ukuran. "Kedua, jumlah Mana, bayangkan setiap daerah tertentu memiliki kolam tak terlihat, jumlah air yang mereka tampung itu berbeda, ada batas berapa banyak Mana yang bisa disimpan di satu tempat, ini penting karena saat menggunakan Mana untuk bertarung melawan beberapa penyihir, kamu seperti mengambil air dari kolam itu, jika kamu tidak waspada Mana di kolam itu akan habis karena dipakai semua orang, jadi jenis Mantra dan Teknik akan sangat tergantung pada hal ini".
Eideth lanjut menggambar sebuah air mancur kecil dalam kolam, "Ketiga, tingkat pemulihan Mana, setiap kolam ini memiliki sistem pemulihan mereka sendiri, seperti air mancur yang mengaliri kolam, namun banyak Mana yang dikeluarkannya berbeda, tidak peduli seberapa banyak Mana diproduksi, kolam hanya akan menampung hingga batasnya, Ia tidak akan pernah meluap, paham" Vista mengangguk.
"Kamu pasti bertanya-tanya kenapa semua ini penting, saat bertarung kamu berbagi Mana disekitar dengan lawanmu, jika lawanmu mengambil semua untuk mantra tingkat tinggi, kamu tidak akan mendapat Mana sedikitpun, tapi dengan mengendalikan distribusi Mana, kamu bisa mengatur berapa banyak Mana yang didapat lawan dan membatasi Mantra sihir yang bisa mereka pakai" jelasnya.
Eideth menghunuskan kedua senjatanya, belati dan tongkat dikedua tangannya. Eideth mengambil jarak dan berkata, "karena kamu sudah latihan menggunakan Mana kemarin, kita akan latihan bertarung dan menggunakan Mana bersamaan, disini kita akan menguji semua yang kamu pelajari, kamu siap" ujar Eideth mengarahkan tongkatnya pada Vista.
Vista mengecek Lembah tempat mereka berada, tempat itu penuh dengan Mana. Vista masih belum terbiasa dengan sistem sihir ini tapi Ia paham dasarnya, Jenis Mana disekitar sana tidak terlalu penting karena Ia tidak terlalu tahu Mantra apa saja yang dimiliki Eideth, namun Ia bisa berjaga-jaga dengan sihir jenis air maupun pohon. Jumlah Mana di Lembah itu sangat berlimpah jadi tak perlu khawatir kehabisan, hal yang Ia waspadai hanya tingkat pemulihan Mana karena Ia masih belum memahami itu.
"Kamu ingin Aku bertarung dengan serius, Kamu tidak khawatir Aku akan membunuhmu" Vista menyerap Mana disekitar dan menggunakan kekuatannya membentuk cakar tajam. "Kita coba untuk tidak membunuh satu sama lain, bisa kan" Eideth gugup sedikit merasa Vista tidak bercanda dari ekspresi wajahnya.
Mereka bersiap diposisi masing-masing, ini pertarungan mereka yang kedua. Tapi kali ini mereka berdua berbeda, Eideth tidak lagi seorang penyihir tingkat tinggi, Vista bukan lagi Apostle dunia lain, mereka dalam kondisi terendah mereka. Vista yang menggunakan tubuh Zombie barunya, kemungkinan besar belum terbiasa dan masih memiliki kemampuan tersembunyi. Eideth disisi lain menggunakan perlengkapan yang berbeda, dan tak tampak berfokus menggunakan Mantra sihir sebagai serangan utama.
Mereka maju menyerbu satu sama lain, beradu serangan ketika senjata mereka bertabrakan. Cakar Vista terlihat kuat yang bisa memotong bebatuan dihalangi oleh belati Eideth di tangan kirinya, kekuatan fisik mereka tampak seimbang.
Tangan dominan Eideth memegang tongkatnya sebagai senjata utama, segera melontarkan serangan balasan, pukulan vertikal mengarah ke dagu Vista. Walau memiliki tubuh mayat hidup, fisik Vista cukup lincah menghindar serangan itu dari jarak dekat. Vista melontarkan serangan balasannya tanpa memberi Eideth waktu untuk bernafas. Eideth berhasil menghindar berkat gerak kaki yang Ia kuasai.
Eideth telah mengajari Vista cara menggunakan Mana untuk menguatkan tubuhnya, membuat tubuhnya bergerak lebih dari yang bisa mereka lakukan. Sebagai petarung jarak dekat, kemampuan itu sangat penting untuk Ia miliki. Dengan kekuatan murni, Vista berhasil mengejar kecepatan Eideth, menggores pipinya dengan salah satu cakarnya. Eideth segera mundur menjaga jarak setelah Vista berhasil melukainya.
"Ha… lihat, Aku sudah menguasai cara menggunakan Mana ini, Aku dapat mengejarmu sekarang, teknik melangkahmu itu takkan berguna lagi, sebaiknya kamu keluarkan seluruh kemampuanmu Eideth" gertak Vista. Eideth menyeringai melihat murid sombong itu.
"Apa ini… Aku mencium bau kesombongan, Vista apa kamu lupa ajaranku, Kamu tidak boleh memandang rendah lawanmu, karena mereka belum tentu mengeluarkan kemampuan mereka" ujarnya, sekejap Eideth berlari dan berada didepannya. Mata Vista tak cukup cepat menangkapnya, sebuah tongkat memukul kepalanya dengan keras dari samping, menghantam kepalanya hingga terlepas.
Kepala Vista yang melayang diudara mendapat pandangan orang ketiga, bagaikan penonton Ia melihat Eideth berada didepan tubuhnya. Vista masih bisa menggerakkan tubuhnya saat itu, menyerang Eideth dari dekat, meluncurkan cakarnya tepat di depan wajahnya. Eideth menyadari hal itu menangkap pergelangan tangan Vista kemudian membanting tubuhnya kebelakang ala judo.
Kepala Vista akhirnya terjatuh dan bergelinding ditanah, Ia tak mengeluarkan darah sedikit pun dari lehernya yang terpotong. Kepalanya terhenti tepat dengan wajahnya mencium tanah. Eideth jatuh terduduk ditanah kelelahan, walau hanya latihan ringan tubuhnya masih terlalu lemah.
Selesai mengambil nafas, Eideth mengangkat tubuh tanpa kepala Vista membantunya berdiri. Mereka berjalan kearah kepala Vista yang masih tergeletak ditanah, dan diam disana. "Apa yang kamu lihat hah, bantu Aku, kau tahu tubuhku masih tidak seimbang tanpa kepalaku" tubuh Vista bergerak sesuai perintah kepalanya memukul bahu Eideth.
"Iya iya, sebentar, makanya git gud" Eideth memungut kepala Vista dan membantu memasangkan ke badannya. Vista membersihkan wajahnya dari tanah, "pwah… apa kamu harus melakukan itu, menebas kepalaku terbang seperti itu, kamu bisa merusak otot dileherku" keluh Vista.
"halah, jangan manja, kalau kamu bertemu musuh alamimu seperti seorang Paladin atau Cleric, tubuhmu akan lenyap jadi debu" balas Eideth. Beberapa hari lalu, Eideth dan Vista mendapat penemuan baru. Tubuh Vista, sebuah mayat hidup (zombie), memiliki dua inti secara alami, di kepala dan di bagian jantungnya.
Akibatnya, Vista dapat menghindari kematian instan tidak seperti mayat hidup lainnya yang akan mati jika inti mereka dihancurkan. Tidak semua mayat hidup memiliki inti, namun dengan inti tersebut, mayat hidup itu menjadi lebih kuat walau memiliki kelemahan fatal.
Dan jikalau, tubuh Vista hancur dan hanya tersisa kepalanya. Yang Ia harus lakukan adalah mencari tubuh baru dan memasang kepalanya, sebuah kemampuan tersembunyi yang hebat. Mendapat pengetahuan itu mendorong egonya semakin tinggi, Vista sedikit lebih sombong, namun latihan penuh kasih sayang membuatnya rendah diri kembali.
Mereka lanjut sparring hingga beberapa ronde, mendapat pengetahuan tentang taktik Eideth membuatnya lebih berhati-hati dan berhasil mendapat dua kemenangan. Tak ingin tertinggal Eideth merubah taktiknya sedikit dan menyamakan skor mereka berdua.
"Haa… aneh, tidak kusangka tubuh ini bisa capek juga" kata Vista berbaring di tanah. "Ini bukan capek biasa kau tahu, hanya saja melelahkan mengumpulkan Mana terus-menerus seperti ini setiap kali konsentrasiku hilang dan cakarku kembali seperti semula" jelasnya. "Itu wajar tau, Kamu akan terus merasa seperti itu saat latihan sihir, haah…" balas Eideth yang sama kelelahan.
Selesai mengatur nafas, mereka berdiri kembali. "Ronde terakhir" tanya Vista, "ronde terakhir, hey, bagaimana kalau kita buat taruhan, apa yang ingin kamu minta terlebih dahulu" ucap Eideth membiarkan Vista memasang taruhan. "Menarik, Aku akan minta… bagaimana cara membunuhmu" balasnya, Eideth tidak yakin apa itu candaan, tapi Ia tak bisa berhenti menyeringai.
"Ide yang bagus, kalau begitu Aku akan minta… sebuah permintaan padamu, kamu harus mengabulkannya jika Aku menang, cukup adil bukan" gagasnya. "Deal" Vista menyetujui dengan cepat, Ia segera bersiap diposisinya mengumpulkan Mana. "Aku punya usulan tambahan" kata Vista, "satu serangan, yang pertama kena yang menang, kita buat ini cepat" tambahnya, Eideth tanpa ragu mengangguk setuju.
Vista terlihat mengumpulkan semua Mana yang Ia bisa, tak membiarkan Eideth menarik mereka sedikitpun. Seringai besar itu menunjukkan kepercayaan dirinya, disisi lain Eideth hanya bersiap dengan tenang disana, menyiapkan taktiknya.
Sudah menjadi aturan didunia ini, untuk tidak memberi tahu kemampuan diri sendiri kepada orang lain. Jika melanggar tabu ini, akan mengurangi kekuatan dari kemampuan itu pada yang mengetahui, akibatnya seperti membuka kelemahan kepada lawan. Selama ini, Eideth hanya mengajarkan pengetahuan dasar pada Gobbi dan Vista, sambil menyimpan rahasianya sendiri, mereka pun begitu terhadapnya.
Saat Eideth meminta Gobbi memberitahu sihir Goblin padanya, Eideth menyuruhnya agar tidak terlalu menjelaskannya dengan rinci, agar tabu itu tidak terlanggar. Selagi seseorang tidak mengetahui dengan jelas kemampuan dari orang lain, maka mereka tetap aman dari sanksi tabu tersebut.
Eideth juga bukan dirinya yang dulu, saat tubuhnya masih terkena efek penolakan, Ia bahkan tak bisa menyentuh benda apapun tanpa perlindungan. Ia tetap belajar bertarung walau dengan kondisi tersebut, mendorong dirinya sampai batasnya. Ia melatih berbagai keterampilan yang dapat membantunya bertarung, untuk menangani kekurangan yang tak Ia miliki.
Kini Talent miliknya sudah bangkit, dan tubuhnya telah sembuh dari kondisi tersebut. Walau hasil kerja kerasnya di reset akibat kebangkitan Talentnya, Eideth tak berhenti melatih tubuhnya. Saat Talent miliknya aktif, Eideth mendapat perlindungan serta kemampuan memakai sihir. Tapi itu tak membuatnya lupa dengan kerja kerasnya selama ini, gaya bertarung yang Ia kembangkan tanpa teknik sihir, kini bisa berkembang lebih jauh lagi setelah Ia berhasil merasakan Mana.
'Kumpulkan di satu titik, padatkan, kemudian…' Eideth mengingat kembali ajaran itu dan mengimprovisasinya. Selama sparring ini, Eideth terus mengumpulkan Mana dan menggunakannya seminimal mungkin, menyimpan sebagian besar Mana dalam tubuhnya. Ia berniat mengeluarkan seluruh kemampuannya di ronde terakhir ini, tapi sebuah kejutan datang. Sehingga Ia hanya perlu memfokuskan kekuatannya dalam satu serangan.
"Kau siap" tanya Vista dari kejauhan, tubuhnya mengeluarkan hawa panas seperti mendidihkan udara disekitarnya, ototnya terlihat lebih membengkak dan cakarnya terlihat lebih kokoh. "Kau bisa mulai kapan saja" balas Eideth.
Mendengar itu, Vista mengeluarkan seluruh kemampuannya saat itu juga. Menggunakan Mana untuk menguatkan fisiknya, cakarnya, dan mempercepat langkahnya. Ia mendekati Eideth begitu cepat bersiap dengan segala serangan balasan.
'[Explode], plus teknik original [Pinpoint Bash]', tepat ketika Vista didepan wajahnya, Eideth meledakkan semua tenaga yang Ia simpan, untuk satu serangan dengan tongkatnya itu, sebuah pukulan vertikal sederhana. Vista sudah bersiap dengan itu, membalas serangannya dengan uppercut menggunakan cakarnya.
Kedua senjata itu beradu menimbulkan bunyi yang keras, tapi pemenangnya sudah terlihat. Cakar Vista patah karena kekurangan Mana untuk mempertahankannya, Ia melihat tongkat itu mendekati wajahnya tapi tak bisa menghindar.
Ia menerimanya dengan jantan sambil membuka mata, begitu tongkat Eideth mengenai dahinya, benda itu terhenti. Sekejap sebuah dorongan menjatuhkan kepala dan tubuhnya ke bawah, menghantam tanah dengan keras hingga debu terangkat ke udara. Kepala Vista yang terlepas melihat ke langit dan siluet lawannya menghalangi cahaya, "sudah, Aku menang bukan, hehee…" Vista merasa senyumnya itu sedikit mengesalkan.
…
Vista duduk di tanah memikirkan bagaimana Ia kalah. Eideth tahu wajah setelah sparring itu, "itu karena kamu kekurangan Mana", "darimana Kau pikir Aku kekurangan Mana" Vista sudah geram dengan penjelasan setengah-setengah itu.
"Coba lihat lembah ini dan rasakan Mana disekitarnya", Vista melakukan seperti yang diarahkan dan mendapati tempat itu benar-benar kosong. Mana berlimpah tadi sudah lenyap tak tersisa, "ada banyak tipe sihir di Artleya, yang kuperhatikan, cakarmu itu memerlukan Mana untuk tetap aktif, saat Mana di lembah ini habis kau serap sendirian, cakarmu kehilangan kekuatan mereka" jelasnya.
"Terus bagaimana denganmu, pukulan macam apa tadi itu" tanya Vista, "itu adalah Teknik sihir, cara menggunakan Mana dengan efisien untuk meningkatkan performa fisik, Aku sedari awal mengumpulkan Mana perlahan-lahan saat kamu menghabiskan semuanya, sudah kubilang, tingkat pemulihan Mana tiap tempat itu berbeda, jika kita bertarung di Menara Sixen, kamu tidak akan pernah kehabisan Mana, tapi disini dan di berbagai tempat lainnya, semua harus diperhitungkan dengan hati-hati" jelas Eideth.
Vista melihat tangannya, dan mengevaluasi kesalahannya tersebut. Ia harus menyadarkan dirinya terus menerus bahwa Ia sekarang seseorang yang lemah dan harus berjuang lebih kuat lagi. Pelajaran itu tak menurunkan semangatnya namun memperkuatnya lebih dari sebelumnya.
"Perhatikan itu" suruh Eideth, Ia membuka Manascopenya dan menunjuk ke sebuah titik. Vista bisa merasakan aliran Mana keluar dengan perlahan dari situ. "Inilah yang kugambarkan seperti air mancur itu, kamu bisa melihatnya Mana mengalir keluar perlahan-lahan, tempat ini membutuhkan beberapa bulan untuk terisi penuh kembali oleh Mana karena pemulihannya yang lambat"
"Kami, orang Artleya, walau bisa membawa Mana dalam tubuh kami, Kami tidak bisa menyimpannya untuk waktu yang lama, karena mereka keluar bersamaan dengan nafas, kami sudah mencoba teknik mengurangi nafas untuk waktu yang lama tapi mereka tetap keluar lewat kulit, karena kulit juga bernafas kau tahu" tambahnya.
"Tapi itu sangat tidak masuk akal, energi itu tak dapat hilang, mereka hanya berubah, bukankah Mana juga begitu" Vista mengutip konsep dunia lamanya. Eideth kenal dengan konsep itu dan menambahkan, "Aku paham apa yang kau maksud, tapi coba pikirkan seperti ini, Mana adalah sumber daya energi yang digunakan untuk sihir, hal yang umum di dunia ini, saat menggunakan sihir Mana tersebut terkuras dan lelah, mereka perlu disegarkan kembali lewat Artleya dari dalam tanah, itulah caraku memberi nalar tentang hal itu".
"Sudah jangan dipikir terlalu keras, tidak tahu itu berkah" Eideth menepuk pundak Vista. "Tidak perlu menghiburku, apa permintaanmu" Vista melepas tangan itu dari pundaknya, "Aku akan menyimpannya untuk nanti, tidak perlu terburu-buru begitu".
Mereka memutuskan untuk pulang kembali ke desa, dan melanjutkan hari seperti biasa, berlatih sambil mengumpulkan bahan bangunan yang diperlukan. Eideth terus mengajari Gobbi berbagai pengetahuan yang harus Ia ketahui sebagai pemimpin, memberinya saran ketika diminta, betapa pentingnya memenuhi kebutuhan tiap ras yang memiliki budaya berbeda dari mereka.
Gobbi pun menjalankan pembangunan yang sudah Ia rencanakan berkat semua pengetahuan yang Ia pelajari, daerah penuh pohon untuk ras Dryad karena mereka tinggal dalam pohon, rumah dengan bentuk sesuai keinginan Gnome, rumah-rumah untuk para humanoid seperti ras Manusia serigala dan Goblin. Walau mereka seperti memisahkan diri satu sama lain, memenuhi kebutuhan itu penting untuk kenyamanan bersama.
Tak terasa dari dua minggu menetap di desa Goblin bertambah menjadi tiga bulan total Ia menetap di hutan itu. Eideth tidak bisa menetap lebih lama lagi dari ini atau Ia takkan pernah sampai ke akademi, Ia masih belum melepaskan niatnya untuk berpetualang. Mendapati waktunya telah tiba, Gobbi dan penghuni hutan lain menerima kabar itu dengan baik. "Setidaknya biarkan kami mengantarmu pergi" minta Gobbi, Eideth tahu untuk tak melukai hati mereka lebih baik dari apapun, Ia tak berpikir untuk kabur sedikitpun.
Pagi itu mereka semua berkumpul didepan gerbang yang baru selesai dibangun untuk mengucapkan selamat jalan. Berbagai ekspresi ada disana, para goblin yang manja terlihat sedih, para manusia serigala yang mencoba terlihat gagah dan keren disaat terakhir, dryad yang masih coba menggoda Eideth untuk tetap tinggal.
Eideth tak lupa meninggalkan beberapa hal penting lainnya, "Gobbi, ambil ini, jika ada orang luar datang dan bertanya apapun tentang Menara, tunjukkan ini pada mereka, dan ini hadiah untukmu, jika terjadi apa-apa dan kamu butuh bantuan, buka kotak ini" Eideth menyerahkan hadiah-hadiah itu.
Eideth melihat ke arah Vista, "jadi, apa kamu akan tetap tinggal disini". "Aku sudah memikirkan jawabanku waktu itu, Aku akan mengikutimu sementara waktu, ada sesuatu yang Aku ingin ku pastikan" Vista membawa sebuah tas yang cukup besar entah darimana. "Darimana kau mendapat itu" Eideth tak percaya yang dilihatnya. "Mereka menyiapkan ini untukku, baik hati sekali mereka" tak seperti Eideth yang hanya coba dilirik, para dryad merayu Vista seperti… Eideth hanya terbelanga melihatnya. 'Apa Aku se-tidakmenarik itu' pikirnya.
Mengabaikan Vista yang jadi ikut dengannya, Eideth memberi Gobbi pesan terakhir. "ini bukan selamat tinggal, ini sampai jumpa lagi, sampai saat itu, jangan menyerah kawan, semuanya akan terasa semakin sulit, tapi Aku percaya kamu bisa melakukannya" Eideth memegang pundak kecilnya itu. Gobbi sekarang punya mata yang dewasa dan mengerti apa yang Eideth maksudkan, Ia mengangkat tinjunya pada Eideth. Paham gestur ajakan itu, Eideth membalasnya, sebuah salam tinju pertama mereka.
Selesai mengucapkan perpisahan Eideth berbalik dan bersiap melanjutkan perjalanannya. Ia menaiki kudanya, yang sudah tiga bulan menunggu untuk melanjutkan perjalanan, kudanya meringik, "ya kawan, maaf sudah membuatmu menunggu sambil bekerja selama ini, kita akan kembali lagi ke jalan sekarang, dan Aku punya teman baru" tunjuk Eideth menarik tali kekang agar kudanya bisa melihat Vista.
"Lihat… dia teman baruku… sepertinya, jadi jangan menendangnya terlalu keras jika Ia berbuat jahat" kata Eideth pada kudanya, "hey" teriaknya kesal mendengar pendapat itu. "Apa yang kamu tunggu, cepat naik" Vista mencoba naik membuat keseimbangan mereka goyang, tapi Eideth dengan handal mengendalikan kudanya. "santai sedikit bisa kan", "mudah mengatakannya, kamu masih belum mengajariku tentang ini" Vista beralasan.
Eideth masih belum bisa pergi dan berbalik melihat mereka terakhir kali, Ia mengakui kalau Ia sudah membangun hubungan yang cukup dalam dengan mereka. Berburu, makan, hingga tidur bersama. Walau mereka dari ras yang berbeda, Ia tak merasa seperti itu, rasanya seperti bergaul dengan manusia lain. Eideth memastikan untuk tersenyum sehingga kenangan yang mereka miliki padanya adalah ingatan yang menyenangkan.
"Semuanya, kalian jangan bermalas-malasan ketika Aku pergi oke" teriaknya. "Lihat saja, kami akan jadi orang yang berbeda ketika kita bertemu lagi, kamu yang jangan bermain-main terus" balas mereka. Eideth tidak menyangka akan di counter seperti itu, Ia melambai selagi pergi, semakin menjauh sampai siluetnya tidak tampak lagi.
"Dia sudah pergi ya" ujar Gobbi, masih sulit menerima kejadian itu. Gobbi menampar mukanya, mengingatkan kembali dirinya akan tanggung jawab dan kepercayaan yang Eideth serahkan padanya. "Semuanya, ayo kembali bekerja, ingat kita punya ingatan untuk Eideth saat Ia kembali nanti, okay" ajak Gobbi, semuanya menjawab ya dengan semangat dan mereka berpisah kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.