Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 31 - This little world of ours

Chapter 31 - This little world of ours

Eideth menyadarinya, tapi butuh waktu hingga sekarang, untuknya mengakui. Dewa dunia lain adalah sumber masalah yang akan terus mengganggu hidupnya. Ia selalu menjauhi mereka, mencoba terus tidak tahu, agar Ia tak mendapat tanggung jawab dari pengetahuan tersebut. 

Seperti pepatah, ketidaktahuan adalah berkah, tapi tidak tahu akan merugikannya lebih besar kedepannya. Ia belum membuat permusuhan dengan Dewa dunia lain manapun (mungkin?), tapi mendapat informasi tentang mereka adalah yang terpenting saat ini.

Vista melihat Eideth dengan curiga, Ia berpikir mengapa Eideth membuang permintaannya hanya untuk itu. Eideth tidak pernah peduli sebelumnya dengan hal ini, namun perubahan tiba-tiba ini membuatnya berteori. 

"Kenapa … baru sekarang …" tanya Vista dengan curiga. Eideth dengan spontan menjawab, "ya … bagaimana Aku menjelaskan ini, saat Aku bermeditasi pagi tadi, Aku mendengar suara panggilan, yang mengatakan dirinya Dewa dunia lain–", "tunggu maksudmu … Kamu menantangku Sparring, untuk mempromosikan dirimu" potong Vista.

"Tidak, tentu saja tidak … tunggu, apa maksudmu mempromosikan diriku" Eideth menyadari Vista membeberkan sesuatu. Ia mencoba diam tapi Eideth tidak membiarkannya, "jangan coba-coba diam atau mengganti pembicaraan, katakan dengan jelas" Eideth memaksa.

"Oke oke, Aku akan bicara, haah … Dewa dunia lain sudah memperhatikanmu, karena mereka sudah mulai mencoba menghubungimu berarti mereka punya rencana untukmu, pilihanmu sekarang hanya dua, menyerahkan diri kepada mereka, atau–" Vista menelan ludahnya–, "menolak permintaan mereka" sambungnya.

Eideth menjadi termenung mendengar jawaban tersebut, memikirkan rencananya selanjutnya. "Apa yang Kau katakan pada mereka" tanya Vista penasaran, "oh, Aku hanya bilang Aku meminta waktu untuk memikirkannya, dan mereka berpesan, Aku harus mencari cara menghubungi mereka kembali" jawab Eideth.

Vista menutup mukanya menyembunyikan kekecewaan, "untung saja … Kamu tidak dikutuk oleh mereka atau semacamnya" ucapnya dengan kecewa. "Hey, apa maksudnya itu" ucap Eideth kesal.

"Aku penasaran Kau tahu, siapa dewa dari enam Dewa dunia lain yang menghubungiku, karena itu Aku memintamu untuk menceritakan tentang mereka semua, agar Aku memiliki info tentang mereka" minta Eideth. Vista memikirkan jawabannya dengan dalam, "tidak cukup waktu untuk menceritakan semuanya dalam semalam, Kita akan mulai besok" itulah balasan Vista sebelum Ia membalikkan pandangannya dan mencoba tidur.

Eideth setuju untuk menghabiskan harinya dengan santai, beristirahat sekali-sekali. Eideth memutuskan untuk meluruskan kepalanya, Ia akan menuntaskan masalah yang didepannya terlebih dahulu. 

Setelah membuat dan menyetujui peraturan [Pemain dan GM], Ia harus melakukan banyak kerja kasar. Ia membuka ponselnya berharap mendapat pencerahan, dan lanjut memainkan ponselnya seperti biasa. Eideth tidak bisa menyalahkan dirinya, Ia tak punya petunjuk untuk melakukan apapun.

"Eideth, Kamu tidak bisa mengambil jalan pintas lagi, Kamu harus mengikuti dua peraturan ini, Kamu harus mengadaptasi Mantra sihir TTRPG dengan Mantra sihir Artleya" tegas Fawn.

"Tunggu, maksudnya … Aku harus menulis ulang semua mantra ini", GM mengangguk padanya. "I–itu … cukup adil sih sebenarnya, tapi semua …" Eideth sedikit ragu dengan ini, "Kami melakukan ini untuk memudahkanmu, Aku bebas mengubah mereka sesuai yang kamu mau, tapi Kami ingin Kamu mengalihbahasakan mereka semirip mungkin dengan sihir dunia ini, apa kamu bisa melakukannya" tanya Zatharna.

"humhumhum… bagaimana pendapatku …, Aku punya usulan, karena Kita melakukan ini untuk cerita petualangan yang bagus, Aku meminta, Mantra apapun yang kuterjemahkan, berarti kuperoleh dengan adil bukan, Aku tidak perlu naik level untuk mendapat mantra apapun dari kalian bukan begitu" Eideth ingin memastikan pendapatnya.

"Hahaha… ya tentu saja, Aku bekerja keras untuk membuatnya menjadi nyata, itu hadiah yang layak untukmu, seberapa banyak Mantra yang kamu peroleh dengan cara itu, mereka semua milikmu" jawab Ryx, Zatharna segera menambahkan idenya sebelum Eideth mencatat hal itu diperaturan, "ini juga berlaku untuk Kelas ya, Kami ingin tahu bagaimana Kamu mematerialisasikan Kelas-kelas TTRPG ini dalam dunia kami" tegasnya.

"Yah … Aku tidak punya ide bagaimana mewujudkan itu, tapi hey, Aku tidak akan menolak tantangan yang bagus" ungkap Eideth selagi menulis usulan tersebut pada lembar buku peraturan. Eideth baru tersadar setelah menuliskannya bertanya, "eits… bagaimana Aku menggunakan Mantra itu kalau Aku tidak punya Spell Slot untuknya, bukannya jadi sia-sia" jelasnya.

Semua GM terdiam, tak menyadari permasalahan besar itu, Eideth juga sudah menuliskannya dalam peraturan, "uh oh—" keheningan panjang tak terelakkan karena kecerobohan mereka. Eideth lah yang tampak paling kecewa dari mereka semua, Zatharna mencoba menghibur Eideth menyarankannya untuk menghapus peraturan itu terlebih dahulu selagi mereka memikirkan alternatifnya.

"Tidak usah, terima kasih Zatharna, Aku juga suka dan setuju dengan rencana ini, biarkan Aku yang memikirkannya oke" jawab Eideth.

Hari sudah larut malam dan Eideth masih tak mendapat solusi dari permasalahannya, memainkan ponselnya selama beberapa jam pun tak membuahkan hasil. Ia mulai berbicara sendiri untuk membantu dirinya berpikir, "hmm… apa ada cara untuk mencurangi Spell Slot untuk mantra level tinggi" cetusnya. 

"AHA" sebuah ide terlintas lewat kepala Eideth, teringat sesuatu … sebuah peraturan khusus dalam kepalanya. Eideth segera membuka soft file buku-buku dalam ponselnya untuk memastikan, dan Ia menemukannya, cara mencurangi Spell Slot. Eideth segera mengambil peta dan mulai membuat rencana.

"Ayo otak berpikirlah, Aku harus melakukan ini dan itu… cara apa yang terbaik" Ia mencoba menentukan destinasi perjalanannya agar menyelesaikan masalah itu seefisien mungkin. "Ini dia, Aku harus kesini" ujar Eideth menunjuk sebuah kota di peta, tempat itu tak terlalu jauh dari kemahnya saat ini, dan kesempatan sempurna untuk menyelesaikan semua masalahnya. "Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui" Eideth tak dapat menahan antusiasnya untuk petualangan kali ini.

"Aku datang, Kota pengetahuan, Nous, bwaahhaha…" Eideth tertawa terbahak-bahak sampai Ia puas kemudian pergi tidur karena kelelahan. "Haa… sepertinya besok akan jadi hari melelahkan lagi, hoam... Aku tidak ... sabar" ujarnya sebelum tertidur.

Suara keras terdengar memecahkan keheningan, Eideth yang setengah tersadar dibungkam mulutnya membuatnya hampir panik. "Shuush diam, ada seseorang disini" ujar Vista, Eideth langsung meluruskan pikirannya dan bersiap.

Hari masih malam, hanya cahaya remang-remang dari dua bulan Artleya yang memberi pencahayaan untuk matanya. Api unggun telah lama mati dan angin malam yang dingin membuat tubuhnya menggigil. Eideth segera mengambil senjatanya dan bersiap untuk apapun. 

Eideth hampir tidak bisa melihat apa-apa, tidak seperti Vista. Seorang Zombie memiliki pengheliatan malam sejauh 60 kaki, kegelapan itu tak berefek padanya. Eideth memegang bahu Vista dan mengikutinya dari belakang, tak butuh waktu lama hingga mereka menemukan sumber suara itu.

Sebuah kereta kuda memiliki roda tersangkut dalam sebuah lubang, pemilik kereta kuda itu menyalakan lenteranya dan keluar dari kereta melihat keadaannya, "tuan sepertinya roda kita tersang—" sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, sebuah pisau menyayat leher pelayan itu membunuhnya dengan sekejap.

Kumpulan bandit keluar dari persembunyian mereka dan mulai menjarah kereta itu, "hahahaha… jarah semuanya anak-anak" teriak pemimpin bandit itu. Penumpang kereta itu keluar mencoba mempertahankan muatan dan penumpang lain bersamanya.

"Beraninya kalian menyerang Gereja Sphyx, atas nama Dewi, akan kuhabisi kalian" ujar seorang kesatria. Ia mulai menebas para bandit dengan mudah, melukai bandit-bandit itu dengan santai. Ia menunjukkan kehebatannya namun itu tak bertahan lama, pemimpin bandit dengan mudah mendominasi dengan kekuatannya. 

"Pftt… penganut Sphyx hanya omongan belaka, tak satupun dari kalian ugh—" Ia berhenti berbicara ketika Vista melayangkan dropkick ke wajahnya. Eideth melihat dari pinggir menyorakinya, "Ayo Vista, Kamu pasti bisa, hajar mereka" Eideth menaruh aggro pada Vista membuatnya dikepung para bandit.

Eideth belum bisa bertarung, Ia belum menyelesaikan istirahat panjang delapan jam miliknya. Secara teknis, Ia belum pulih benar dan Spell Slot miliknya masih kosong. Eideth meminta Vista untuk mengalihkan perhatian mereka selama delapan menit hingga Ia bisa bertarung lagi.

Eideth dengan santai berjalan mengelilingi kerumunan dan membiarkan Vista bertarung sekuat tenaga, Eideth bahkan menyatu dengan kerumunan begitu baik. Seorang bandit terdorong kearahnya, Eideth menangkapnya sebelum jatuh dan membantunya tegak, "bung, kau baik-baik saja, jangan memaksakan dirimu, kembalilah ke sana" ujarnya.

Eideth mendapat guliran baik untuk uji kemampuan karisma, dia tak bisa tersentuh. Para bandit bahkan berterima kasih karena bantuan dan dukungannya, tak tersadar dengan kehadirannya. Karena perhatian mereka terganggu, Eideth pergi mengecek kereta kuda tersebut. 

Ia mengingatkan dirinya untuk menyapa dan tersenyum, menjelaskan dirinya bukanlah ancaman. "Halo semuanya, kalian semua baik-baik saja—" Eideth menghentikan perkataannya begitu mata pedang diarahkan padanya. Di ujung pedang itu, ada seorang Ksatria menggunakan baju zirah pelindung penuh, melindungi penumpang lain di belakangnya. "Angkat tanganmu dan berhenti berbicara dasar bandit" ancamnya.

"Tenang, Kamu bisa menurunkan pedangmu, Aku bukan bandit" ujar Eideth, "Kau pikir Aku bodoh, siapa yang akan mempercayaimu" ujarnya. Eideth melihat Ia tak bisa berunding dengannya. Eideth mengambil ponselnya dan melihat jam, Ia sudah menyelesaikan istirahat panjangnya. "Syukurlah sudah selesai," Eideth menyimpan ponselnya kembali dan melemparkan belati dan Flatline ke dalam kereta, "kutinggalkan mereka disini, Aku akan kembali setelah menetralisir kumpulan bandit itu" ujarnya pada Wanita itu sebelum menutup pintu itu kembali.

"Nona, siapa dia, apa dia musuh" tanya penumpang lain. "Aku tidak tahu, dia jelas orang yang bodoh, Aku akan keluar membantu Alban, kalian tetap bersembunyi di dalam" ujar Wanita itu sebelum pergi keluar, Ia tak lupa membawa senjata pria asing yang baru saja Ia temui itu. 

Eideth melompat dalam kerumunan seperti orang gila, semuanya bingung ketika Ia masuk ke tengah kerumunan bersama seorang Zombie dan seorang Kesatria. "Kalian tampak baik-baik saja" sapa Eideth, "Kamu sempat bersarkasme sekarang, kenapa Kamu lama sekali" ujar Vista.

"Halo, Dia pasti temanmu Tuan Zombie, halo Tuan, Aku Alban, hamba Sphyx–", "ya, ya, tunda perkenalannya untuk nanti, Kita sedang sibuk disini" sela Vista sambil menghajar bandit di depannya. "Senang berkenalan denganmu Alban, Aku Eideth, sepertinya temanmu akan datang bergabung dengan kita" ujarnya dengan ramah.

Ksatria itu datang bergabung dengan mereka, memecahkan kerumunan hanya dengan melewati mereka. Alban menyapa Ksatria dengan nama panggilannya, "Paladin, untung saja Kamu datang membantu, karena Kamu sudah disini, Aku bisa membalaskan nyawa Stevan dengan tenang" ucap Alban pergi meninggalkan mereka. Ksatria itu bahkan belum sempat menjelaskan keadaan Stevan, Alban sudah pergi menyerang pemimpin bandit itu.

Ksatria itu mencoba mengembalikan senjata Eideth tapi Ia menolak, "Aku masih seorang bandit katamu bukan, Aku titipkan padamu dulu" balasnya. Alban melakukan perlawanan yang cukup baik, namun Ia kesulitan dengan para bandit yang mengganggu, memecah konsentrasinya dan membuatnya terjatuh.

Mereka bertiga yang masih memperhatikan Alban menyadari situasti buruk yang terjadi padanya. "Jadi… siapa yang ingin membantunya" tanya Eideth, Ksatria hanya diam dan mengejar Alban dibelakangnya, menghalau para bandit yang mengeroyoknya.

Ditengah pertarungan Eideth melihat Ksatria menggunakan teknik sihir miliknya, lengan dan kakinya mengeluarkan Mana seperti berasap. Semua Mana itu membalut perisai dan pedangnya, dan kekuatan serangannya meningkat drastis. Dengan tebasan pedangnya menghasilkan pancaran energi berbentuk sabit, menghalau bandit-bandit yang lebih lemah.

"Itu [Overflow] … sial, Aku iri, kemampuannya luar biasa" puji Eideth sambil menghajar seorang bandit bersebelahan Vista. Melihat anak buahnya kewalahan pemimpin bandit turun tangan, Ia mengumpulkan Mana dan menguatkan tubuhnya, kemungkinan besar dengan [Harden]. 

Pemimpin bandit itu mencoba menyerang si Ksatria dengan serangan yang kuat, namun Ksatria mengganti tekniknya dan membalikkan serangan dengan cara tak terduga. Ksatria itu menepis serangan itu dengan pedangnya, berputar dan menggunakan kekuatan lawan untuk memperkuat serangan balasan.

Pemimpin bandit itu tak sempat menghindar dan menerima serangan itu tepat ke wajahnya, hingga menimbulkan ledakan keras. Ksatria mengira Ia sudah mengakhiri pemimpin bandit itu tapi pedangnya tersangkut, "wah, wah, praktisi ganda, sayang sekali bakatmu terhalang dengan dirimu sendiri" ujarnya dengan pedang Ksatria ditahan dengan jarinya.

Ia melepas pedang Ksatria dengan santai karena tak melihat ancaman darinya, atau meremehkan lawannya. "Kenapa dia …" Vista tak mengerti kenapa pemimpin bandit melakukan itu, Eideth mengerti dari raut wajahnya, setelah cukup lama, matanya sudah beradaptasi sedikit. "Itu pemikiran yang wajar Kau tahu, seseorang yang melatih dua teknik sekaligus tidak bisa secepat menguasai satu teknik secara sempurna, tapi pengguna [Overflow] dan [Wave]" jelas Eideth.

Kalau [Overflow] adalah teknik yang berfokus melepaskan Mana dengan tekanan penuh, [Wave] berfokus dengan manipulasi aliran Mana milik diri sendiri dan lawan, memanfaatkan kekuatan lawan untuk menyerang balik. Berbagai teknik memiliki spesialisasi masing-masing, yang juga menjadi tantangan tersulit untuk menguasainya. Untuk mempelajari dua, adalah bakat yang luar biasa. 

Itu adalah kali pertama mereka melihat praktisi [Overflow] dan [Wave], Vista memperlajari [Harden] dengan sendirinya, Eideth bertahun berlatih [Explode]. Dalam hati mereka, dipenuhi rasa iri dan takjub, bersemangat untuk mempelajari hal baru, dan penasaran bagaimana melawan musuh yang mereka tidak ketahui kemampuannya. Tapi Eideth dan Vista kembali fokus ke misi mereka, memastikan Ksatria dapat bertarung semaksimal mungkin.

"Paladin, pergilah tanpaku, sudah jadi tanggung jawabku untuk menghukum penjahat ini" ujar Alban seraya terbangun mencoba berdiri dengan kedua kakinya. Paladin tidak suka mendengar itu, memukul kepala Alban dan menyerahkan pedangnya yang terlepas kembali ke tangannya, mengajaknya untuk tidak menyerah dan terus bertarung.

"Baiklah Paladin, Aku percaya padamu, Kita akan menghukum penjahat ini, walau nyawa kita bayarannya" Alban menyorakkan deklarasinya. Pemimpin bandit itu tertawa dan menyiapkan senjatanya, mereka bertiga bersiap berbentrokkan namun seorang pengganggu datang. Suara kaki kuda terdengar semakin keras dan siluet menghantam pemimpin bandit, penunggang kuda tersebut berkata, "tidak hari ini temanku Alban, karena Kita akan kabur sekarang" ujar Eideth melemparkan jaring kepada Pemimpin bandit, kemudian melarikan diri diatas kudanya kembali.

Tidak cukup satu jaring, Eideth bolak balik menggunakan kudanya memerangkap Pemimpin bandit dan menyeretnya dalam jaring itu menggunakan kudanya. Pemimpin bandit seharusnya dapat melepaskan diri dari jaring tersebut, namun serangan kejutan itu tak memberinya kesempatan bereaksi.

Alban melihat kearah kereta kuda mereka, semua bandit lain sudah dinetralisir, tergeletak tak berdaya di tanah. Vista menarik salah satu kereta penumpang itu mengajak Alban dan Paladin untuk lari, "ayo cepat, apa yang Kalian tunggu" teriaknya. Alban segera menarik kereta kuda kedua mereka, yang membawa kargo penting mereka, lari bersama menjauhi tempat itu.

Pemimpin bandit yang terjerat dengan jaring melihat Eideth dengan wajah murka, "Kau, semua ini salahmu" teriaknya menyalahi Eideth, Ia tak bisa bergerak karena tubuhnya mendapat luka yang cukup signifikan setelah terseret dengan kuda. "Ayolah, jangan menyalahkanku begitu, Kamu tidak akan melepasku bukan, artinya Kita akan bertemu kembali, sampai jumpa" Eideth melepas jaring itu dan mengucapkan selamat tinggal.

Pemimpin bandit melepas diri dari jaring itu melihat semua anggotanya telah dilumpuhkan. Ia tak percaya semua itu dilakukan oleh dua orang, tapi Pemimpin bandit tidak selesai dengan rencananya. Ia bersikukuh takkan berhenti hingga Ia mendapatkan keinginannya dengan tangannya sendiri. "Dan dua serangga kecil itu, Aku akan menghancurkan mereka dengan tanganku sendiri, terutama si rambut perak itu" tegasnya.

Rombongan itu berhenti setelah melarikan diri cukup jauh, mereka berhenti untuk beristirahat dan memeriksa keadaan mereka. Alban turun dari kereta kuda kargo dan pergi memeriksa teman-temannya. "Kalian semua tidak apa-apa –" Alban melihat Stevan terbaring melintang di atas tempat duduk sudah diberi pertolongan dan syukur untuknya masih bernafas–, "Stevan, puji Sphyx, Kamu baik-baik saja". Penumpang lain yang bersamanya menjadi saksi bahwa Eideth lah yang menolong Stevan, menstabilkan kondisi kritisnya. Alban sangat gembira ingin memeluk Stevan tapi dihalang oleh Vista. 

"Jangan menyentuhnya, Ia sudah distabilkan oleh Tuanku, tapi satu sentuhan saja bisa mengambil nyawanya, pesan Tuanku" ujar Vista. Alban menahan dirinya dengan baik, Ia berterima kasih dengan penyelamatnya, "terima kasih Tuan Zombie, Kami berhutang padamu dan …," Alban melihat Eideth masih belum kembali, "dimanakah Tuan Eideth …" tanya Alban.

Tepat setelah namanya dipanggil, Eideth datang diatas kereta kudanya. "Panjang umurnya, itu dia" sapa Vista, "hey, semua baik-baik saja" tanya Eideth melompat dari kudanya. Alban dengan ekspresi khawatir di wajahnya menyapa Eideth, "Tuan, apakah Kamu dokter, temanku bilang Kamu yang menolong Stevan" tanya Alban, "maaf Aku bukan, dokter, tapi Aku tahu pertolongan pertama, Aku tidak memiliki kemampuan setinggi itu untuk menyembuhkan temanmu" jawab Eideth.

"Kumohon, bisakah Kamu memeriksa keadaannya" bujuk Alban, Eideth masuk ke dalam kereta penumpang dan melihat tubuh Stevan yang lemas hampir tak bernyawa. Eideth dapat melihat kondisi pria tua itu, Ia takkan bertahan dengan pertolongan pertama itu. 

'Apa yang harus kulakukan disini, Aku hanya memberinya pertolongan pertama, kenapa semuanya berharap Aku seorang dokter tiba-tiba' pikir Eideth, Ia tak menduga kebaikan hatinya akan menyerang balik. "Apa diantara kalian semua ada seorang pendeta, atau ada yang mahir sihir penyembuhan" tanya Eideth, mereka semua menggelengkan kepalanya termasuk Paladin.

Setelah memeriksa keadaan Stevan, Eideth melihat kearah penumpang lain, "maaf, teman kalian takkan bertahan lama–", "tolong jangan mengatakan itu" sela Alban. "Pasti ada yang bisa Kamu lakukan" ujarnya putus asa.

"Kondisi pria ini … haah… Pembuluh darahnya terputus akibat luka di lehernya, Aku sempat menutup lukanya dan menahan pendarahan, tapi Aku tak punya obat untuk mencegah infeksi, untuk sekarang temanmu Stevan tidak apa-apa, kita hanya harus membawanya ke kota untuk diberi pertolongan lebih lanjut" ujar Eideth, "bisakah Aku meminta waktu untuk bicara berdua dengan pemimpin rombongan ini" tambahnya.

Alban mengangkat tangannya dan mereka berdua keluar dari sana, "terima kasih atas bantuan–", "tidak, simpan terima kasihmu, karena masalah Kita masih belum selesai" sela Eideth dengan nada serius. Eideth memperhatikan sekitar untuk memastikan tidak ada seorang pun yang mendengar mereka.

"Alban, dengarkan Aku, para bandit itu masih mengejar Kita" bisik Eideth, Alban terkejut mendengar kabar itu, tapi Ia sudah menduganya dan bersikap tenang. Eideth bisa mengenali wajah tenang itu, paham bahwa Alban mengerti situasinya saat ini. 

"Masalah pertama, kelompok bandit itu mengejar kalian entah karena alasan apa, dan Kami seorang pengelana ikut terjerat kedalam masalah ini, Dua, kondisi temanmu takkan bertahan lama dengan semua pendarahan itu dan kita harus membawanya ke kota untuk pertolongan lebih lanjut, apa yang sebenarnya Kalian lakukan hingga semuanya jadi seperti ini" tanya Eideth meminta penjelasan.

Alban menutup matanya, memikirkan apa yang harus Ia ucapkan selama beberapa waktu. Eideth tidak memaksa penjelasan dari Alban karena Ia mengerti kondisi lawan bicaranya. Seorang ketua rombongan, bertanggung jawab atas misi dan rekannya, kalah jumlah dengan kelompok bandit yang mengejar mereka, pilihan yang tepat untuknya adalah meminta bantuan dari penyelamat mereka, dan Ia sedang memikirkan itu.

"Begini … Aku adalah Ksatria dari kuil Sphyx, dewi pengetahuan dan kebijaksanaan, Misiku adalah mengantarkan buku-buku penting ini kembali ke Nous, karena Kami sedang kekurangan personil, Aku seorang dikirimkan untuk mengawal kereta kuda ini" jelas Alban. 

Eideth bertanya, "tunggu, jadi Paladin itu …", "benar, dia bukan penganut Sphyx, melainkan pengawal dari kereta kuda tersebut" jawab Alban. Dua orang keluar dari kereta kuda penumpang, mengenakan jubah dan tudung, mereka tak terlihat seperti Arkanian (orang Arkin). Pria itu memperkenalkan dirinya, "perkenalkan Aku Lin Yan, ini saudariku Lin Mei, Kami ingin meminta maaf, Kami rasa penyerangan ini adalah salah Kami" ujar si Kakak.

"Tunggu, maaf, apa" tanya Eideth tak bisa memproses informasi ini. Alban mulai menjelaskan kelompok unik miliknya, mereka adalah teman perjalanan yang kebetulan sama-sama menuju Nous, Kota pengetahuan. Mengetahui hal itu Alban menawarkan untuk mereka pergi berkelompok, dengan begitu mereka bisa saling menjaga satu sama lain dan meningkatkan keamanan.

"Kami rasa, lebih baik Kami berpisah dengan kelompok untuk menarik perhatian para bandit" Yan menyarankan, "tidak, itu berbahaya, para bandit itu mungkin bandit yang menargetkan buku-buku kuil, Aku yang sebaiknya berpisah dari kelompok menarik perhatian bandit, dengan begitu Kalian bisa membawa Stevan ke tempat yang aman secepatnya" bantah Alban.

Eideth bingung harus bagaimana, Ia sudah terlibat cukup jauh, dan kali ini nyawa seseorang sedang terancam. Eideth bukannya ingin ikut campur, tapi Ia tidak bisa berbuat apa-apa dengan kemampuannya saat ini. Ia hanyalah orang asing dan Ia bisa saja pergi begitu juga dengan Vista, malah lebih aman jika Ia meninggalkan grup itu dan pergi mengikuti jalan masing-masing.

Tepat saat Ia berpikir seperti itu, Ia mendapat panggilan dari Zatharna. [Eideth, Aku ingin Kamu menolong mereka] tulisnya di layar pesan itu secara langsung, bahkan mengubah cara menulisnya. "Aku menolak, apa untungnya untukku" balasnya acuh, Zatharna mengetik emoji kesal dan sedih sebagai balasan.

Eideth tak bergeming dan masih tidak mau membantu, hal itu membuat Zatharna terdesak dan menggunakan hak istimewa GM miliknya, [Aku akan memberimu satu level jika Kamu membantu mereka].

Itu adalah hadiah yang menarik, tapi setelah mendapat tiga level, hadiah itu rasanya membosankan. "Masih tidak mau, kalau hanya level, Aku bisa mendapatkan itu saat Kamu memberinya nanti, Aku tidak seputus asa itu untuk mengganti sebuah angka di kertas karakterku" jawabnya. Eideth mulai memeras Zatharna, Ia terpaksa melakukan itu. Tingkat kesulitannya terlalu tinggi untuk seorang Penyihir/Barbarian sepertinya yang masih level dua.

[…] Zatharna berpikir apa yang bisa Ia tawarkan pada Eideth untuk mengambil permintaan sulit itu. Eideth menjadi tidak enak karena Ia bisa merasakan frustrasi di sisi lain layar pesan, dan mencoba berunding dengan Zatharna. "Zatharna, tolong jujur padaku agar Aku memikirkan ulang jawabanku, apa Kamu dimintai tolong oleh Sphyx" tanya Eideth.

Zatharna ragu-ragu untuk menjawab, tapi emoji mengangguk menjelaskan semuanya. Eideth menghela nafas berat dan berkata, "bilang padanya, Dia berhutang padaku, Aku akan melakukan ini dengan ikhlas untukmu Zatharna karena Kamu GM ku, tapi bukan untuknya, beri Aku waktu untuk membuat rencana oke, dan tolong berikan Aku level tambahan itu juga" tambahnya.

'Kenapa Aku suka sekali menyusahkan diriku sendiri ini…' keluh Eideth dalam hati selagi Ia mulai bekerja. Eideth membuka petanya dan mulai membuat rencana, ketika anggota kelompok itu sibuk, ide cemerlang masuk ke kepalanya. 

"Teman-teman…" Eideth tak sempat mengutarakan pendapatnya ditengah argument antara kedua rekan perjalanan tersebut, kesal diacuhkan ke samping padahal Ia ingin membantu mereka, Eideth meninggikan suaranya, menggunakan [Minor Illusion] untuk membuat suara Guntur yang keras. "DIAM *Jeder…" mereka semua terdiam dan perhatian mereka terfokus padanya. 

"Dengar, di saat kalian meributkan siapa yang akan jadi umpan, Aku mendapat sebuah rencana, rencana untuk menyelamatkan semua orang, karena itu Aku butuh bantuan Kalian semua, apa Kalian mengerti" tegas Eideth. Mereka mengangguk dan fokus mendengarkan rencananya. "Baik, Aku akan menjelaskan rencanaku satu kali, karena Kita tidak tahu apa ada Scout dari kelompok bandit itu yang mengawasi Kita" bisiknya.

Eideth mulai menjelaskan rencananya, dan semua terkejut dengan ide cemerlang itu. Yakin dengan rencana itu, mereka meminta Eideth yang mengambil alih untuk menjadi pemimpin perjalanan hingga mereka mencapai Nous, itu saran Alban. 

"Hey, Alban dengar—", "Shush…," Alban mendiamkan Eideth sebelum Ia sempat berbicara, "Tuan Eideth, Aku mempercayakan posisi Ketua padamu karena Aku menyadari kelemahanku saat ini akan menghambat jalannya rencana, Aku tidak bisa setegas dirimu dalam membuat keputusan ini, jadi Aku mempercayakannya padamu" jelasnya.

Eideth merasa pundaknya lebih berat memikul tanggung jawab itu, namun wajah penuh kepercayaan mereka semua sedikit meringankan beban itu. "Dasar kalian semua … ingat, dengan ini Kalian semua berhutang padaku, dan permintaan pertamaku adalah jangan satupun dari Kalian ada yang mati. Aku berjanji akan menghidupkan Kalian dan membunuh Kalian dengan tanganku sendiri, dengar" mereka semua mengira itu adalah bentuk ucapan semangat yang aneh padahal Eideth sungguh-sungguh bermaksud seperti itu.

"Karena Kalian semua sudah siap, ayo kita bermain" ajak Eideth, ini adalah perjudian yang beresiko. Tapi hanya itu pilihan yang mereka punya, mereka hanya punya satu kesempatan dan mereka akan berusaha keras untuk itu.