Waktu terasa begitu lambat selagi Eideth menatap langit-langit gua dengan pikiran kosong, Ia yakin telah menyisakan beberapa chapter untuk dibaca selagi luang, tapi semuanya sudah habis dalam sekejap. Ia melihat jam di ponselnya memastikan persepsinya akan waktu, "baru dua menit, tidak mungkin baru segitu, ahh… Aku sangat bosan".
Eideth bangun dan melihat tangannya, menyadari tubuhnya mulai melemah setelah mendapat Talent, Ia tidak bisa menjelaskannya tapi Ia bisa tahu. Saat Eideth mengaktifkan Talent miliknya, Ia merasa seperti di pindahkan ke tubuh lain, Ia tahu Ia tidak membuat-buat perasaan ini. Tapi dirinya dan karakter Eideth dari seperti entitas berbeda, Talent miliknya yang selalu aktif diluar kendali juga penyebab Ia merasakan perubahan ini. Sangat sulit untuk menonaktifkan Talentnya dalam waktu yang lama, membuat kebingungan antara Eideth mana yang asli, dengan atau tanpa Talent.
Eideth mencoba berlatih menonaktifkan Talent miliknya, [menonaktifkan Talent] Ia berkonsentrasi agar Talentnya tak aktif dengan sendirinya. Setelah beberapa waktu terpisah dengan Talent miliknya, Eideth bisa merasa indranya menangkap sensasi baru, melakukan semuanya sendiri tanpa terikat oleh guliran dadu. Saat Ia menghirup udara, Eideth bisa merasakan Mana dari sekitar dengan baik, jika dengan Talent Ia memerlukan guliran dadu untuk merasakannya.
Saat Talent miliknya aktif, Eideth selalu berkomunikasi dengan Zatharna, bertanya apa Ia boleh melakukan sesuatu, layaknya seorang pemain menanyakan GM. Tapi Ia sekarang melakukannya sendiri, seperti yang Ia lakukan sebelum Talent miliknya bangkit, perasaan hampa itu akhirnya terpenuhi oleh luapan rangsangan.
Eideth mulai melatih Teknik pengendalian Mana yang di ajarkan bibinya, mengulang kembali ajarannya selagi mempraktikannya. "Mana berasal dari tanah Artleya, tubuh adalah mesin yang mengolahnya, latihlah tubuh untuk mengumpulkan mana disekitar karena tubuh makhluk hidup tak bisa menyimpan mana dalam waktu lama, pusatkan dalam satu titik, dan ledakkan menjadi dorongan kekuatan" Eideth meninju udara dan merasakan kekuatan dari serangannya mendorong angin, dinding gua menerimanya dan memantulkannya kembali.
"Huh… Aku masih belum efisien melakukannya ya, saat bibi melakukannya, Ia seperti menembakkan peluru angin dengan tinjunya, jalanku masih panjang" Eideth bangga masih mengingat ajaran bibinya namun tak bisa menahan kritik pada dirinya sendiri. Eideth membuka ponselnya dan mulai belajar, sebelum pergi berpetualang Ia menyalin catatannya ke dalam ponsel sehingga Ia bisa mengulas mereka kapanpun dan dimanapun.
"[Explode] salah satu dari empat teknik pengendalian Mana utama, kemampuannya membuat daya ledak dalam waktu singkat merupakan kelebihan serta kekurangannya, kemampuan ini menguras fisik penggunanya secara bertahap, butuh latihan yang intens untuk mempersiapkan tubuh yang bisa menahan beban teknik ini" awalnya Eideth menolak untuk mempelajari teknik ini karena peringatannya, tapi bibinya berkata bahwa seseorang bisa menguasai empat teknik utama jika Ia memulai dari [Explode] terlebih dahulu.
Memang terdengar menggiurkan menguasai 4 teknik utama mengendalikan Mana, dirinya yang dulu tak bisa memakai sihir hanya bisa berkembang karena teknik ini. "Penyihir bisa melakukan sihir karena ada Mana, namun Kesatria bisa menjadi manusia super dengan menguasai Teknik ini" kutip Eideth. Eideth mengerti setting seperti ini, seorang kesatria akan kalah dari seorang penyihir ketika mereka berada di level tinggi, efek dari mantra sihir sangat kuat hingga tubuh kuat saja tak cukup menahannya. Karena itulah petarung jarak dekat berniat menguasai Teknik pengendalian Mana, agar mereka tidak tertinggal oleh mantra seorang penyihir.
"Empat Teknik pengendalian Mana, [Explode] ledakan kekuatan besar dalam waktu singkat, [Wave] pengendalian aliran Mana, [Hardening] menguatkan fisik dan daya tahan tubuh, [Overflow] luapan Mana yang bisa menyelimuti tubuh seluruhnya, Aku masih tidak bisa mempercayai kata-kata bibi tentang deskripsi ini, tidak jelas sama sekali, tapi cuma dia guruku…" Eideth masih teringat penjelasan ambigu dari bibinya saat pelajaran, Ia mengutip, "penjelasan itu tak terlalu penting setelah kamu merasakannya lewat tubuhmu".
Terlepas dari catatan bibinya, Eideth punya catatan sendiri setelah bereksperimen. "Secara konsep, [Explode] adalah peningkatan kekuatan yang didapat dari pengolahan Mana dalam tubuh, proses ini harus dilakukan sangat cepat, dari pengumpulan > kompresi ke satu titik > dan ledakkan, hal inilah yang menguras fisik tubuh sangat cepat dibanding teknik lain" Eideth melatih teknik itu sedikit sebagai pemanasan.
"Kemudian, [Wave] memerlukan tingkat kepekaan Mana yang tinggi, tubuh tak selalu melakukan kontak dengan Mana dan hanya mengarahkannya sesuai insting, penjelasan bibi tertulis… seperti mengendalikan ombak di laut… Aku rasa yang ini tidak salah" Eideth memahami deskripsi itu. Setelah menonaktifkan Talent miliknya, Ia bisa merasakan Mana disekitar memiliki aliran mereka tersendiri. Eideth baru mendapat pandangan tentang cara kerja [Wave] tapi Ia tahu kemampuannya masih belum cukup.
"[Hardening], mengkompres Mana dalam tubuh meningkatkan daya tahan dan kekuatannya secara stabil, tunggu sebentar… [Overflow] teknik pengumpulan dan pelepasan Mana disaat yang sama… bukan kah [Explode] ketiga teknik ini disatukan bersamaan, [Overflow] mengajarkan cara mengumpul dan melepaskan Mana, [Hardening] mengkompresi Mana, [Wave] menggerakkan aliran Mana… itu dia, hahaha, Bibi kamu benar-benar mengatakan yang sebenarnya".
Eideth memastikan suaranya tak terlalu keras di dalam gua agar Vista tak mendengarnya, Ia masih harus waspada terhadap Vista karena asal usulnya. Membocorkan pengetahuan Artleya kepada mantan musuh bukanlah hal yang bijak. Eideth lanjut berlatih dengan diam didalam gua, selagi menahan Talentnya aktif tanpa seizinnya. Eideth sadar Ia tak bisa hanya berpegang dengan Talent miliknya, jika Ia bertarung di tempat tanpa Mana, Ia benar-benar akan kesulitan nantinya.
Setelah mempelajari Talent miliknya lebih dalam, Eideth sadar bahwa Talent miliknya bekerja sebagaimana Talent lain, mereka memerlukan Mana layaknya Mantra dan Teknik. Walau Eideth memakai Spell Slot, jika tak ada cukup Mana disekitar, sihirnya akan gagal. Hal itulah yang membuat masalah untuknya karena selama ini Ia selalu berada di wilayah yang kaya akan Mana. Ia belum terampil mengukur Mana karena indranya tumpul akibat sering berlatih di tempat penuh Mana.
Alasan persebaran Mana di Artleya menjadi kacau disebabkan oleh Menara dan Domain Sixen. Pada awalnya Mana tersebar secara merata dengan pengecualian beberapa tempat khusus, namun semenjak Dewa dunia lain menjajah dan mendirikan Domain juga Sixen, keseimbangan itu hancur. Menara yang diciptakan oleh Dewa dunia lain, menarik Mana alami dari Artleya, bisa diibaratkan seperti lintah, akibatnya monster seperti Aether bisa terus bermunculan dan semakin kuat sejalannya waktu.
Asalmula kenapa Menara-menara tersebut dipanggil Sixen, mempresentasikan Dewa-dewa dari dunia lain. Dari catatan lama, hanya ternyata 6 Dewa dunia lain yang terpanggil ratusan tahun lalu. Nama mereka tidak diketahui dengan pasti namun mereka mempunyai tujuan masing-masing.
Menara Sixen didekat perbatasan kerajaan tempat kota Raziel, muncul sekitar 3 tahun lalu, dari monster yang di produksi olehnya, Menara itu milik Dewa yang berkaitan dengan kehancuran. "Monster yang sama juga keluar dari Menara yang kuselesaikan di Preview itu, Vista jangan-jangan kamu…" Eideth melihat ke arah mulut gua menatap Vista dari belakang. Eideth memiliki perasaan campur aduk namun Ia bukan tipe yang membuat keputusan karena emosi, Ia tidak bisa terlalu menduga-duga dan hanya bisa waspada saat ini.
Setelah beberapa lama, Gobbi datang memanggil Eideth dan Vista untuk makan bersama. Vista menolak tapi Eideth dan Gobbi dengan mudah "memerintah" nya untuk ikut. Vista duduk disebelah Eideth bersama dengan penghuni hutan lain, perasaan baru untuknya yang hampir tidak pernah mengalami kegiatan sosial. Vista bingung harus merasakan apa, duduk bersebelahan dengan musuh-musuhnya, mereka dengan mudahnya membuka penjagaan mereka dan tak merasa terancam sedikitpun atas satu sama lain.
"Hey kamu tidak makan, Aku rasa kamu belum terbiasa untuk makan karena kamu seorang Apostle sebelumnya, atau karena kamu seorang Zombie sekarang, mau" ujar Eideth menawarkannya sebuah daging. Vista ingin menolak, tapi aroma daging itu menusuk hidungnya. Vista yang masih dalam tubuh barunya, merasakan sensasi duniawi untuk pertama kalinya setelah begitu lama.
"Enak bukan" ucapnya lanjut memakan bagiannya, "kenapa kamu melakukan ini…" Vista tidak mengerti niatan Eideth melakukan ini. Vista mengira Ia akan diperlakukan seperti tahanan, disiksa untuk informasi, diperbudak, perlakuan Eideth saat ini 180 derajat.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, kalau kamu mau kita bisa melakukan itu nanti, tapi Aku tidak juga tidak butuh" balasnya. "Apa maksudmu… Kita itu musuh", "Aku potong sampai disitu… kujelaskan lagi… Aku tidak melihatmu sebagai musuh, untuk sekarang setidaknya, Kamu tahu Aku bukan dari dunia ini jadi setidaknya jangan agresif padaku tolong, jujur saja Aku tidak tau apa yang harus Aku lakukan padamu" jelasnya.
"…" Vista terdiam mendapati takdir tak jelas menantinya, Ia merasa hampa. "Aku mengerti perasaanmu itu, Aku juga pernah merasakannya, makan saja dulu, nikmati dagingnya, kamu punya banyak waktu untuk berpikir". Eideth diajak oleh Gobbi untuk berpesta, mereka berdansa tarian unik dan Eideth mencoba mengikuti mereka sebaik mungkin.
Eideth mencoba sebaik mungkin terlihat gembira untuk mengajak Vista bergabung tapi Ia tak terdorong sedikitpun. Ia memilih untuk duduk saja disana menonton dari pinggir selagi yang lain berpesta bersama. Vista tidak mengobrol dengan siapapun walau mereka mengajaknya, menjauhkan dirinya dari yang lain dengan penolakan ramah, itupun karena perintah Eideth yang memperingati tubuhnya secara insting.
Selesai berpesta semua orang beristirahat, mereka tidur bersama kembali ke dalam tambang. Vista tak bisa tertidur dan memutuskan untuk berjalan-jalan keluar sendirian, Eideth melihat itu dan memutuskan untuk mengikutinya dari jauh. Vista mulai terbiasa dengan tubuh barunya begitu cepat, Ia duduk ditanah merasakan teksturnya, Ia merasakan hembusan angin dingin menggigilkan kulitnya, cahaya rembulan sinar rembulan yang lembut, langit malam yang dihiasi cahaya-cahaya kecil berkedip redup.
"Haah… Aku tahu kamu disana, kamu bisa berhenti mengikutiku, setidaknya… kemarilah" minta Vista, Eideth datang dan duduk disebelahnya. Ia tidak membuka pembicaraan apa-apa dan menunggu Vista membuka dirinya terlebih dahulu. "Kenapa… kamu melakukannya, kenapa kamu membiarkanku hidup waktu itu, kamu bisa membiarkanku meledak dan mati disana, kamu bisa melakukan sihir pelindung itu… kamu bisa…"
"Tidak bisa mengatakannya bukan… Aku akan jelaskan perlahan, ini mungkin tidak masuk akal jadi perhatikan dengan baik, saat Aku memakai kekuatanku menghentikanmu, Aku melihat apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, kamu ragu-ragu, Aku… melihat diriku dalam dirimu sesaat", Vista menjadi kesal dan memotong Eideth, "Apa yang membuatmu berhak!!! Kenapa…" Vista berdiri mengepalkan tinjunya siap menghajar Eideth.
"Karena egoku tidak bisa membiarkannya, saat Aku menggunakan kekuatanku, Aku tak bisa membiarkan lawanku mati tak terhormat seperti itu" jelasnya. "Apa peduli mu, Kamu takkan mengerti perasaanku saat ini, setelah mendapat tubuh ini, semua perasaan itu kembali… makhluk berumur pendek sepertimu takkan tahu bagaimana rasanya" teriak Vista. Eideth melihat mata Vista itu, bertanya-tanya apakah Ia terlihat seperti itu juga saat itu.
"Aku tahu bagaimana rasanya, Aku juga dari dunia lain bukan" balas Eideth, Vista tak bisa membantah itu dan terdiam. "Pikirkan saja dulu, Kamu punya banyak waktu, Aku tunggu jawabanmu besok…", "…apa…", "bercanda" ucapnya sebelum kembali.
Vista memutuskan untuk menyendiri untuk beberapa waktu sebelum kembali, walau banyak sekali benda di pikirannya, Ia merasa nyaman dalam kesenyapan. Sejenak Ia melupakan semua perasaan negatifnya dan mengingat hal-hal yang Ia dambakan dalam hidup, kenangan indah, dan rasa rindu. Ia merasa damai, yang sudah lama tak Ia miliki.
…
Keesokan paginya, Vista dibangunkan dari tidurnya oleh cahaya terang matahari. Ia melihat tangannya dan menggerakkan jari-jarinya, Ia merasa sangat segar. Ia bukan lagi seorang Apostle dari dewa dunia lain, namun seorang makhluk hidup(?) seperti yang lain.
"Vista kamu sudah bangun…" Eideth mengintip dari mulut gua, Ia membawakannya makanan dan beberapa pakaian yang lebih layak untuknya. Selama ini Vista hanya mengenakan sebuah jubah yang menutupi tubuhnya sejak penyerangan Menara Sixen.
Eideth menunggu disitu sampai Vista selesai makan membuatnya semakin canggung, 'Ia tidak benar-benar memaksa jawaban dariku sekarang bukan, dia kan bercanda semalam, bukan' pikir Vista dalam hatinya. Selesai makan Eideth langsung pergi meninggalkannya tanpa berkata apapun membuat Vista kesal dipermainkan.
Penghuni hutan kini mulai membangun kembali rumah mereka, berkat kejadian Menara Sixen mereka semua setuju untuk tinggal bersama di satu tempat, saling melindungi dan mengasihi satu sama lain. Karena mereka setuju untuk membangun desa bersama, maka diangkatlah kepala desa yang baru. "Eideth… aku tahu ini bukan keinginanmu tapi…" Gobbi hendak menyarankan Eideth menjadi kepala desa mereka tapi Ia sudah bersiap lebih awal.
Eideth berlutut didepan Gobbi, para manusia serigala mengikutinya, dan yang lain tak lama kemudian. "Eh… apa, Aku tidak layak, Aku hanya melakukan apa yang Eideth sarankan" ujar Gobbi, "jangan rendah hati seperti itu Gobbi, Aku hanya memintamu melakukannya, tapi kamulah yang menerima mereka di gua kalian, kamu menerima semua orang, dan menolong mereka setelah serangan monster-monster itu menyerang, Aku hanya menunjukkan padamu apa yang harus dilakukan seorang pemimpin, kamulah orang tepat untuk melakukannya, mereka sekarang dibawah pimpinanmu" Eideth meyakinkan Gobbi tanggung jawab yang diserahkan padanya bukan untuk ditakuti, malah menjadi tugas besarnya.
"bagaimana jika Aku membuat kesalahan" Gobbi masih ragu, Ia merasa Ia belum siap dengan kepercayaan sebesar ini. Eideth memegang kedua pundak Gobbi dan berkata, "tidak ada pemimpin yang tidak pernah membuat kesalahan, yang penting kamu belajar darinya, Aku sudah mengajarkanmu semua itu bukan, kamu lebih siap dibandingkan dirimu yang baru diangkat menjadi pemimpin Goblin, percaya dengan dirimu sendiri dan mereka yang percaya padamu".
Gobbi maju menghadap penduduk baru dibawah naungannya, "Aku akan membangun desa baru dengan kalian semua, jadi tolong kerja samanya semuanya" kata Gobbi. "Sesuai perintahmu Kepala desa Gobbi" jawab penghuni hutan dengan serentak, Gobbi malu sekali mendengar panggilan itu dan menutup wajahnya, Eideth tertawa kecil melihat itu. Seorang goblin di kerumunan berteriak "Kepala desa, apa nama desa baru kita", "itu pertanyaan yang bagus kau tahu, kalian sudah bukan lagi desa Goblin, apa keputusanmu kepala desa" sambung Eideth.
Gobbi memikirkannya sejenak, "karena desa baru kita adalah gabungan dari desa-desa sebelumnya, bagaimana jika desa aliansi, dan untuk namanya… Desa Aliansi Eideth, siapa yang setuju" sorak Gobbi, "hey itu tida", "Setuju…" suara Eideth terpotong oleh teriakan yang lain, suaranya kalah telak. Gobbi tersenyum jahil melihat Eideth, 'murid nakal ini… tunggu saja pelajaranmu' ucap Eideth dalam hati.
Vista melihat semua kejadian itu dari pinggir, Ia melihat semua orang memiliki kedudukan yang sama, tak ada yang mencoba mendominasi yang lain maupun terintimidasi. Mereka mungkin mengerjai dan bercanda satu sama lain, tapi benar-benar terlihat bentuk kasih sayang didalamnya. Semuanya terbuka satu sama lain dan coba saling mengenal tanpa memandang perbedaan mereka. Dengan mudahnya mereka membuka obrolan satu sama lain. Ia juga diajak mengobrol dengan para peri dan gnome, walau agak canggung mereka terlihat senang.
Vista mengingat kembali bagaimana Ia dan Apostle lain… berbincang… semuanya punya agenda mereka tersendiri, dan sibuk beradu kekuatan. Jika Ia terlihat lemah, semua temannya berubah menjadi musuh seketika. Ia harus selalu bersaing menjadi lebih kuat atau dimakan yang lain.
"Hey Vista, kamu baik-baik saja" Eideth menawarkannya minum karena Vista sedari tadi terus merenung selagi bekerja. Karena pembangunan desa masih tahap awal, mereka melakukan kerja kasar seperti menyiapkan bahan bangunan seperti kayu dan batu. Eideth merasa aneh Vista menerima perintahnya dengan mudah kali ini.
"Terima kasih" Vista menerima minuman itu dan meminumnya tanpa ragu. Eideth jadi khawatir, sehari sebelumnya Vista sangat waspada padanya, bahkan memeriksa apakah makanannya ada racun atau semacamnya, namun Ia berubah 180 derajat dalam satu hari. Ia tahu Ia seharusnya senang tapi Ia tidak bisa.
"Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan" Eideth membuka pembicaraan lebih dulu, apakah ini akan berbalik padanya, Ia tidak yakin tapi Ia harus mencobanya.
"Eid, bagaimana kamu hidup selama ini…" Vista bertanya dengan sungguh-sungguh. Eideth membalas, "jujur saja rasanya aneh pada awalnya, kau tahu… seperti tidak wajar, tapi disaat yang sama rasanya sangat nyaman dan menyenangkan begitu kau melakukan hal baru, kau tahu". Eideth mencoba menunjukkannya pada Vista, Ia tak berniat menunjukkan ini terlalu awal, namun karena Vista mencoba terbuka dengannya, Ia harus membalasnya balik.
Eideth mengeluarkan alat kecil berbentuk kotak, Ia membukanya dan terlihat bola kristal besar didalamnya. "Mari kita lihat, sebelah mana ini…" Ia berjalan-jalan sebentar sampai selesai. "Ketemu, Vista kemarilah sebentar" ajak Eideth, "ini adalah Magiscope, alat untuk mengukur banyak mana disekitar, Ia memiliki banyak kegunaan tapi fitur utamanya adalah yang satu ini".
Eideth membuat sebuah garis lengkung di tanah, "berdiri disini", Vista sangat kooperatif membuat penjelasannya lebih mudah. "Setiap makhluk di Artleya memerlukan mana untuk menggunakan mantra atau teknik sihir, coba gunakan kekuatanmu didalam garis ini". Vista mengumpulkan Mana disekitarnya tanpa perlu diajari dan menggunakan sihirnya, tangannya mengeluarkan cakar panjang yang tajam.
"Sekarang kembalikan tanganmu ke keadaan normal dan coba lagi diluar garis ini", Vista merasakan perbedaannya, Ia hampir tak merasakan mana sedikitpun, Ia tak percaya perubahannya sangat drastis, Ia mencoba mengumpulkan Mana sebaik yang Ia bisa dan membentuk kembali cakarnya namun kali ini lebih kecil.
"Kamu lihat, perbedaannya sangat drastis bukan, semenjak Dewa dunia lain menjajah, keseimbangan Artleya menjadi kacau, hanya beberapa tempat saja yang memiliki Mana, dan beberapa tempat yang tidak memiliki Mana sama sekali. Sihir kami sangat memerlukan Mana dan efeknya juga tergantung pada banyak Mana yang kami gunakan. Jika tidak ada Mana, ya kami tidak bisa memakai sihir".
Vista mencobanya sendiri dan berganti tempat untuk mencoba menggunakan kekuatannya, hanya beberapa centi dari garis membawa perbedaan yang sangat signifikan. "Jadi setiap saat kami memasuki wilayah baru, kami akan menguji sihir kami, berapa banyak mantra yang bisa kami gunakan, mantra tingkat berapa, dengan persediaan Mana disekitar, tapi jika kamu berada disekitar Menara Sixen, itu semua tak penting" jelasnya.
Vista terlihat bingung yang tak disangka oleh Eideth, "kamu benar-benar tidak tahu… tidak mungkin, bagaimana Aku harus menjelaskan ini, entah kenapa Menara Sixen, merusak jalur Mana disekitarnya, persebarannya menjadi tidak merata dan semua Mana hanya berkumpul di tempat-tempat tertentu, kalian tidak mengetahui hal ini" tanya Eideth.
Vista menggelengkan kepalanya, Eideth tidak tahu apakah Vista berbohong, tapi itu tidak penting. "kesimpulannya, kamu harus memperhatikan Mana disekitar saat kamu menggunakan sihir, kecuali ketika kamu menyerang Sixen, sampai disitu mengerti, ada pertanyaan", "apakah Aku harus melakukan ini setiap saat" tanya Vista.
"pertanyaan bagus, memang terlihat seperti itu karena kamu masih belum bisa merasakan Mana, tapi saat inderamu terbuka setelah latihan, perubahannya akan terlihat, percaya denganku" ucapnya menyimpan kembali Manascope miliknya. "Lalu, kenapa kamu menggunakan benda itu, katamu…", "Aku pengecualian, ada beberapa alasan namun singkatnya, Aku baru bisa menggunakan sihir belum lama ini" potong Eideth.
Vista tak bisa menahan rahangnya jatuh mendengar pernyataan itu, Ia dikalahkan oleh seorang pemula, "kamu bercanda kan, kamu hanya merendahkan dirimu bukan, kamu itu orang yang menghentikanku meledakkan diri dengan sihir anehmu, jangan bercanda denganku berkata Aku dikalahkan seorang tauge" Vista meninggikan suaranya dan menarik kerah Eideth, Vista benar-benar kesal dan mengangkat Eideth dari tanah hanya dengan satu tangan.
"Hei tenanglah, biar kujelaskan… yang kamu lawan itu adalah potensi tertinggiku, sihirku itu spesial, Aku bisa melakukan banyak hal jika Aku memenuhi persyaratannya, Aku tidak bisa melakukannya tanpa bantuan dari…", "kekuatan dewa" Vista dan Eideth mengucapkannya bersamaan.
"Tentu saja, sekarang semuanya masuk akal, tentu kamu mendapat bantuan dari dewa duniamu untuk mengalahkanku, huuh…" harga dirinya sedikit terselamatkan, Vista akhirnya menurunkan Eideth. Ia tahu Vista memiliki Kompleks setelah dibuang oleh Dewa yang Ia puja selama ini, Ia sedikit berempati padanya. Ia tahu bahwa hanya itu cara yang Vista punya melindungi akal sehatnya, Eideth tahu perasaan itu karena Ia mengalaminya. Itulah salah satu alasan Eideth memberi Vista kesempatan pada awalnya.
Walau mereka tidak mengenal satu sama lain, Eideth dapat mengakui Ia sama dengan Vista. Individu lemah yang terlilit oleh garis takdir yang lebih besar diluar kemampuan mereka, antara mengikuti arus atau mati melawannya. 'Takdir yang aneh yang kupunya disini… Aku selalu merasa sendiri sebelumnya, punya teman seperjuangan seperti ini tidak buruk' ujarnya dalam hati.