Eideth terbangun diatas ranjangnya, "Zain" teriaknya memanggil saudaranya. Nafasnya terengah-engah, kepalanya terasa pusing dan kosong, Ia merasakan ada sesuatu yang salah tapi tak bisa memastikannya. "Ugh… kepalaku, bukannya tadi Aku tengah… Zain, dimana dia" Eideth melompat dari kasurnya. Keseimbangannya goyah dan terjatuh tepat di wajahnya, [Zatharna bertanya apa Kamu baik-baik saja] tulisnya. Eideth jadi malu karena kecerobohannya, namun pikirannya kembali ke topik utama. "Zatharna, bagaimana keadaan Zain" tanya Eideth, [Zatharna mengatakan Zain baik-baik saja, bukannya Kamu harus menjemput Zain] tulisnya.
"Huh? Apa maksudmu" Eideth tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Zatharna. Eideth tidak menghiraukan Zatharna lebih lanjut dan pergi mencari Zain. Ia keluar dari kamarnya, kepalanya berdenyut selagi sebuah ingatan aneh muncul di kepalanya.
"Ayah, Ibu, Maafkan Aku, maaf membuat kalian khawatir", "tidak apa anakku, yang penting kamu sudah bangun", "tidak ada orang tua yang tidak mengkhawatirkan anaknya, Kami tidak marah, yang penting kamu harus menjaga dirimu", "Zain, Irena, terima kasih, Aku akan jemput kalian nanti istirahatlah dulu". Eideth bersandar di dinding, potongan-potongan ingatan yang tak Ia ingat datang dari mana. Tapi Ia merasa bisa mempercayai ingatan itu, Eideth segera keluar dari kastil memerintahkan seorang kusir untuk membawakan kereta kuda.
Eideth mengarahkan kusir untuk mengambil jalan ke tempat rahasia mereka, Ia keluar dari kereta itu dan menghampiri saudaranya. "Apa yang kalian lakukan" ujar Eideth melihat ladang itu penuh dengan ukiran lingkaran sihir raksasa, Ia membantu saudaranya bangun dan memberi mereka minum air yang sudah Ia bawa. "Berapa lama kalian disini" tanya Eideth sambil menahan gelas yang mereka minum, Zain dan Irena terlihat seperti tanaman layu yang kering.
"Untung saja hari ini berawan, kalian bisa dehidrasi dibawah matahari jika berbaring lebih lama" Eideth tak henti-henti mengomeli saudaranya. "Untunglah kakak datang menjemput kami" ujar Zain, "Kami benar-benar lemas setelah melakukan ritual tadi" ungkap Irena. Eideth kebingungan dengan maksud saudaranya, "memangnya kalian ngapain, berbaring di rumput seperti itu" tanya Eideth.
"Kak Eid gak ingat apa-apa" tanya Irena, "Kami tadi melakukan ritual pemanggilan jiwa kakak" jelas Zain. "Apa yang kalian maksud ini, Aku belum mati ya, sudahlah Ayo kita pulang, nanti Ayah dan Ibu marah" Zain dan Irena sama bingungnya dengan Eideth, seperti percakapan mereka tidak nyambung, ini pertama kalinya buat mereka.
Didalam perjalanan pulang, mereka duduk berhadapan di kereta kuda itu. Tidak terdengar hal lain selain hentakan kaki dari kuda penarik, mereka benar-benar kebingungan tak tahu ingin membicarakan apa. Eideth lah yang pertama membuka mulutnya, "Zain, Aku hanya ingin bilang, kejadian malam itu, itu adalah kesalahan kita berdua, jangan coba menyalahkan dirimu sendiri, dan Irena, maaf sedikit mengabaikanmu belakangan ini, kakak tidak bisa beralasan, itu salah kakak". Mendengar perkataan kakak mereka, Zain dan Irena tertawa.
'Kak Eid sama saja ya' Zain dan Irena tahu apa yang dipikiran mereka masing-masing. Eideth kebingungan melihat sikap mereka, ditambah mereka melakukan "tatapan" itu, seperti membicarakan dirinya, "hey, apa yang kalian sembunyikan, beritahu Aku" pintanya. Pembicaraan mereka berhenti ketika kusir kuda berkata mereka sudah sampai di kastil. Seorang pelayan menghampiri Eideth dan mengingatkan perintah Lucia untuk berisirahat penuh selama satu hari, Ia mengingatkannya untuk kembali beristirahat. Eideth kembali ke kamarnya berpisah dengan saudaranya.
"Kak Eid benar-benar tak inga tapa-apa ya" ujar Irena, "Aku tahu kan, apa itu efek samping dari mantranya, setiap kali kita mengingatkannya tentang ritual itu, Ia tidak mau mendengarkan dan kebingungan tanpa sebab" ungkap Zain. "Tapi lucu ya, mau lupa atau tidak, Kak Eid sama saja" lanjut Irena, "kan" tambah Zain.
Eideth kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak lengkap, Ia mencoba mencerna apa yang terjadi, di perjalanannya di kawal oleh pelayan, pelayan itu berkata Ia koma selama 6 hari, tapi Eideth teringat malam pertarungan itu terasa seperti kemarin. Ia mencoba mengingat sebaik mungkin tapi bodohnya Ia berpikir untuk mengingat ingatannya saat koma. "Apa Aku ada bermimpi" tanya Eideth pada dirinya sendiri, potongan ingatan yang muncul dikepalanya terasa jelas dan kabur disaat bersamaan. Ia yakin ingatan itu asli, tapi tidak nyambung di kepalanya.
Rasa pusing Eideth mereda saat Ia mendengar suara notifikasi dan sebuah layar muncul, memberitahunya ponselnya memiliki pesan. Eideth mengambil smartphonenya dan membaca pesan tersebut. [Pemberitahuan dari IDC, akun sosial media Anda telah mencapai persyaratan untuk monetisasi], Eideth senang bukan kepalang, Ia bisa memperoleh uang sekarang, uang dunia lain yang bisa Ia pakai untuk memberi semua barang keinginannya. Eideth telah membuat sebuah akun sosial media tepat setelah Ia mendapat ponsel tersebut, Ia awalnya hanya iseng memposting foto pemandangan Artleya yang spektakuler, dan tanpa Ia sangka, hal tersebut jadi cukup trending.
Ini adalah salah satu jalan yang Ia coba untuk menghasilkan uang dunia lain. IDC, Interdimensional Contractor sangat membatasi pergerakannya, namun disisi lain Ia menghisap kering setiap kesempatan yang Ia dapat dari kelemahan mereka. Talent milik Eideth adalah TTRPG, kecuali Ia membuat peraturannya masing-masing, dan diiizinkan oleh GM, Talent miliknya adalah yang paling sulit untuk berkembang. Talentnya tidak punya dasar yang baik, tidak punya arah untuk dikembangkan, dan butuh terlalu banyak waktu untuk membuat Homebrew.
Eideth mulai mencari buku-buku yang Ia perlukan di situs jual beli online, Ia tak perlu pikir panjang soal pengiriman karena IDC yang akan menanggungnya pikirnya. Eideth sangatlah pemilih, semenjak Ia punya batas berapa mahal buku yang bisa Ia beli. Eideth hanya bisa menyimpan semua referensinya nanti di keranjang belanja.
Eideth sekarang bosan, tidak ada yang bisa Ia lakukan, karena Ibunya memerintahkannya untuk istirahat. Kelebihan Talent miliknya yang dapat menyembuhkan luka dalam semalam masih disimpannya seorang diri. Semakin sedikit yang tahu semakin baik. Eideth benar-benar tak memahami Talent miliknya yang bisa merubah peraturan sesukanya, Ia merasa Ia akan mendapat masalah karenanya. "Aku tidak bisa terus seperti ini, Aku harus mempelajari kemampuanku" ujarnya mengambil sebuah buku.
Eideth mulai menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang sedikit bermanfaat(?). Eideth mencoba meneliti Talent miliknya sebaik mungkin, yang pertama yang Ia lakukan adalah menganalisa tipe Talent miliknya, Ia juga meminta bantuan Zatharna untuk memastikan. Setelah meneliti sampai malam, inilah ringkasan yang berhasil Ia rangkai, sisa catatan tidak berguna Ia sisihkan untuk saat ini.
[Talent: Conceptualize TTRPG
Tipe Talent;
*Stat: [Dice Roll], guliran dadu yang mempengaruhi seberapa baik pekerjaan yang pemilik Talent lakukan. Kemampuan ini murni RNG (random number generator), pemilik talent punya kemampuan terbatas untuk mempengaruhi hasil guliran.
**Skill: [Feats and Spellcasting], pemilik Talent memiliki kemampuan untuk menggunakan Feat (kemampuan khusus) dari Kelas yang Ia miliki, ini juga berlaku untuk Spellcasting (merapal mantra sihir) yang memiliki pembatasan tertentu.
***Ability: [Feats and Spellcasting], sebagian Feat dan Spell yang bisa digunakan oleh pemilik Talent memiliki persyaratan tertentu untuk mengaktifkan, persyaratan ini mutlak dan tidak bisa diganggu gugat tanpa izin GM.
Kondisi aneh: GM, dalam TTRPG, Ia memegang peranan penting. Namun sebagai Talent pengaruhnya masih sedikit diketahui, butuh penelitian lebih lanjut.
Dari semua karakteristik ini, Talent Conceptualize TTRPG adalah tipe Unique, tipe ini mengandalkan peraturan yang diterapkan oleh Talent itu sendiri dibanding peraturan luar.
*Stat, tipe Talent yang dapat mengubah kemampuan dasar dari pemiliknya.
**Skill, tipe Talent yang memberikan sihir Khusus yang bisa digunakan pemiliknya.
***Ability, tipe Talent yang memiliki persyaratan untuk pengaktifan, bisa dilakukan secara aktif atau pasif.
Catatan penting! Talent hanya bisa diaktifkan/digunakan dengan mana. Makhluk hidup pada umumnya tak memiliki mana dalam tubuh, mengandalkan mana dari alam, semakin sedikit mana yang tersedia, semakin sedikit yang bisa dilakukan oleh Talent. Ini juga berlaku pada Sihir.]
Selesai membuat catatan itu, Ia merasa Pelajaran yang Ia telah pelajari jadi terulas kembali. Itu adalah hal yang menyegarkan buatnya, Ia tak sering melakukannya, tapi selalu merasa lebih baik setelah melakukannya. Setelah selesai dengan penelitiannya, barulah Eideth bisa merelakan tubuhnya untuk beristirahat. Ia menumpuk sebuah kekacauan yang Ia buat ke ujung kamar, Ia mencoba untuk lebih rapi jadi Ia menumpuk buku dan kertas menjadi satu. Eideth sedikit bangga kamarnya menjadi sedikit rapi sebelum beristirahat, berusaha untuk tidak menoleh kearah tumpukan barang-barang di satu sisi kamarnya.
Kelelahan menyambutnya dengan ramah ketika Ia berbaring diatas ranjangnya, entah kasurnya yang empuk atau perasaan lelah yang membuatnya terasa nyaman dengan posisi berbaringnya. Eideth menyiapkan alarm di ponselnya sebelum Ia tidur, karena besok Ia mencoba memutuskan untuk pergi atau tetap tinggal.
…
Harinya pun tiba, Eideth bangun lebih awal pagi itu dan memutuskan sekaranglah waktunya untuk pergi. Ia duduk di sisi ranjangnya dan mendapati tumpukan barang diujung kamarnya yang merusak moodnya, 'sial, harusnya Aku rapikan semalam' pikirnya. Eideth merapikan kamarnya untuk terakhir kali hari itu karena Ia takkan kembali untuk waktu yang lama. Ia juga menyapu dan mengepel lantai, tak menyisakan sedikitpun ruang yang tak tersentuh. Berkat Cantrip [Mage Hand] Ia melakukan semuanya lebih cepat. Ia pergi mandi dan bersiap untuk sarapan.
Eideth juga ikut sarapan bersama untuk yang terakhir kali, menyantap makanannya dengan perlahan tahu Ia takkan merasakan kenikmatan makan dengan keluarga ini untuk beberapa waktu. Selesai sarapan Ia langsung mengatakan niatnya "Ayah, Ibu, semuanya, Aku akan pergi hari ini".
"Eideth kamu baru saja bangun kemarin…" Lucia sedikit memberi penolakan untuk memberinya izin mengingat Eideth baru saja sadar tapi Agareth memegang tangan Lucia meyakinkannya. Mereka sedikit kaget namun mereka sudah bersiap-siap, mereka tahu sikap keras kepala Raziel sehingga kompromi tidak memungkinkan lagi. Zain dan Irena juga kaget kakak mereka pergi begitu cepat, Eideth juga tidak mengatakan apa-apa pada mereka sebelumnya.
Eideth sudah memikirkannya saat mandi, semakin lama Ia bersantai, semakin sulit baginya menentukan waktu untuk pergi. Waktu yang paling baik adalah saat ini ujarnya. Pilihannya sudah bulat dan takkan bisa goyah lagi. Eideth berpikir untuk kabur dari rumah sekiranya Ibunya tidak mengizinkan tapi untungnya semua berjalan dengan lancar. Selesai bersiap, semua orang berkumpul di gerbang kastil, Eideth disana berdiri ditengah-tengah menggendong tas besar miliknya di punggungnya.
Mereka saling memberi pesan perpisahan, Lucia memberi pesan yang setiap Ibu berikan pada anaknya sebelum pergi "Jangan lupa makan dengan teratur, jaga Kesehatan, jangan sampai kehilangan barang-barang", butuh sebuah pelukan agar Lucia berhenti menasehatinya panjang lebar dan melepasnya. Agareth memberinya pesan singkat yang Ia rasa Eideth perlukan, "Eideth, begitu kamu sampai di Ibukota, atur nafasmu dan kepalkan tanganmu erat-erat".
Eideth tak tahu apa maksud pesan itu namun Ia mengingatnya dengan baik. Kini giliran Ia berpisah dengan saudaranya. Eideth memberi saudaranya salam tinju, dan sedikit pesan tambahan, "ada oleh-oleh yang kalian mau" tanya Eideth. "Buku sihir baru" jawab Irena. Eideth mulai memperkirakan buku sihir apa yang Irena inginkan, "Kalau bisa buku tentang prinsip sihir ya Kak. Aku mulai tertarik dengan membuat mantra sihir berkat Kak Zain" tambahnya. Eideth menoleh kearah Zain dan Ia membuat wajah "bukan Aku". Eideth bertanya apa yang Zain "sebuah pedang baru boleh" jawab Zain. Jawaban singkat seperti yang Ia duga, "Aku akan mencarikan pedang yang cocok dengan atribut sihirmu" janji Eideth padanya.
Eideth melihat kearah Gerard terakhir, Ia memberinya salam tinju juga, tanda persahabatan mereka. "Tuan masih memegang koin itu" tanya Gerard, "akan selalu kubawa bersamaku" jawabnya singkat. Eideth mengangguk pada Gerard dan Ia membalasnya, mereka sudah tak perlu kata-kata lagi untuk berkomunikasi, apalagi Gerard juga jarang bicara kecuali kepadanya.
Agareth memberi Eideth pesan terakhir yang hampir Ia lupa sampaikan kalau tidak diingatkan Lucia. "Ini uang simpanan untuk perjalananmu, dan Ini buku tabungan untuk biaya hidup saat kamu belajar di Akademi" Agareth menyerahkan sekantung koin emas, Eideth tidak tahu seberapa banyak didalamnya, tapi Ia bisa memperkirakan berat 500 koin emas. Eideth menyimpan semua itu dalam tasnya kemudian berpamitan untuk terakhir kali.
Eideth menaiki kuda yang disiapkan Ayahnya, Ia melambaikan tangan selagi pergi, sedikit berat baginya untuk berpisah dengan keluarganya. Eideth pun meneruskan perjalanannya keluar dari wilayah Raziel melewati kota. Sembari di Kota Eideth memutuskan untuk memberi salam pada beberapa toko langganannya.
"Kamu akan pergi juga, jaga dirimu baik-baik diluar sana" ujar Balak, anehnya sapaannya lebih ramah dari biasanya. Eideth menyapa prajurit yang berjaga dengan perbatasan kota kemudian melanjutkan perjalanannya melewati hutan. Tujuan Eideth adalah Akademi Gonan di Ibukota kekaisaran yang juga nama kekaisarannya, Lucardo. "Semoga semuanya akan baik-baik saja" Eideth berdoa sebelum pergi keluar.