Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 19 - Realms apart and back

Chapter 19 - Realms apart and back

Eideth mendapati dirinya di sebuah ruang hampa serba hitam, yang bisa Ia lihat hanyalah sebuah kursor bertuliskan,

[Guliran Takdir, Hidup atau Mati;

Berhasil; 0

Gagal; 0.]

Ia tahu apa maksudnya ini, Ia sedang jatuh tak sadarkan diri setelah Hit Point miliknya jatuh ke 0, Ia tidak langsung mati namun mencoba untuk melewati masa kritis, Ia harus mendapat guliran diatas 10 sebanyak 3 kali, nilai 20 berarti keberhasilan kritis dan 1 berarti kegagalan kritis. Ia pertama kali masuk ke alam bawah sadar seperti ini, ini adalah alam perbatasan kematian yang terbuat khusus untuknya. 

Eideth mengambil dadu didepannya dan mulai menggulir, dadu itu terlempar dari tangannya melayang diudara kemudian berhenti, [d20/19] itu adalah guliran tinggi. Eideth mendapati dirinya melihat langit dari ruang hampa itu, seperti matanya terbuka sedikit. "Ayo, dua kali lagi" ujarnya tak sabar. Eideth menggulir dua dadu secara bersamaan kali ini, Ia melihat kursor status, dadu itu terlempar dari tangannya, [d20/10/1]. "Haaah…" Eideth melihat kenangan hidupnya mengalir begitu cepat, seperti mengulang semua dari awal dan semua berjalan sangat cepat. Eideth mengatur nafasnya menenangkan dirinya yang hampir saja mati.

[Guliran Takdir: Hidup atau Mati

Berhasil; 2

Gagal; 2.]

Ini adalah guliran terakhirnya, Ia memegang dadu itu dengan tangan gemetaran, seluruh tubuhnya malah bergetaran. Eideth berdoa, "tolong, kali ini saja, tidak apa-apa setelah sadar Aku agak sial, tapi jangan saat ini", Ia berdoa agak RNG miliknya tidak jelek pada kekuatan yang tidak Ia mengerti.

Dadu itu bergulir, itu terasa sangat lama, ketika dadu itu berhenti Eideth menutup mata tak berani melihat hasilnya, takut saat Ia membuka mata Ia benar-benar mati, Eideth mencoba mengintip layer status.

[Guliran Takdir: Hidup atau Mati

Berhasil; 3

Gagal: 2

Mengembalikan kondisi vital dan kesadaran karakter. Membangunkan karakter dengan 1 HP.]

Eideth terbangun di sebuah altar batu, seperti didalam sebuah kuil. Hal pertama yang Ia lihat adalah langit berwarna pelangi yang dipenuhi bintang-bintang, sekilas itu indah dan aneh disaat yang sama. Eideth mengangkat kedua tangannya ke udara dan berteriak, "Aku berhasil, hahaha… Aku hidup" air mata membasahi pipinya, tangisan bersyukur pecah. 

"Jadi kamu sudah bangun" Eideth mendengar suara seorang Wanita dari antara pilar-pilar. Wanita itu datang sendirian tak seperti sebelumnya, udara disana seketika berubah, Ia bisa merasakan tekanan dari mana yang sangat berat. Eideth berlagak seperti tidak merasakan apa-apa dan menjawab dengan santai, "terima kasih sudah menyelamatkanku" Ia memastikan dirinya untuk tersenyum.

Wanita itu menghentikan aura mencekam miliknya dan Eideth merasa sedikit lega, Wanita itu mendekati Eideth dan memperhatikan wajahnya dari dekat. "Kamu manusia… dan masih hidup" wajah terkejutnya terasa menyimpan perasaan tersembunyi, "Kamu manusia juga" celetuk Eideth. 

Wanita itu mundur, Ia menyembunyikan ekspresinya, Eideth merasa tebakannya benar, "berapa lama kamu berada disini" Eideth merasa Ia menanyakan sesuatu yang sepantasnya. "Sudah lama Aku tidak berbicara dengan sebangsaku, Aku bahkan tidak ingat lagi berapa lama Aku disini, Aku bahkan tidak yakin masih ada yang menungguku disana". Ia terlihat sedih, Eideth hanya bisa membayangkan berapa tua Wanita itu, Ia terlihat cukup muda pikirnya, 'apa Dia terjebak disini saat masih kecil, Ia terlihat tidak terlihat setua itu, mungkin seumuran denganku'.

Wanita itu kembali ke wajah dingin tanpa ekspresi miliknya, Ia berkata "karena kamu sudah bangun, kamu sudah tidak punya urusan lagi disini, pergilah" usirnya. Walau tidak enak didengar Eideth tidak merasa terlalu berat hati, Ia juga bersyukur sudah diselamatkan dan masih tahu malu untuk meminta bantuan, 'tanya saja tidak ya' pikirnya ragu dengan pilihan sok kerennya itu.

Eideth berdiri dan melempar koin bayangan, koin itu tak ada dan hanya dalam pikirannya saja. Ia melihat hasil koin itu dan membuat keputusannya, "bisakah kamu membantuku sedikit" tanya Eideth. Talent miliknya bekerja dengan sendirinya menggulir sebuah dadu untuk persuasi. [d20/3] "Tidak" jawab Wanita itu dengan tegas.

Eideth keluar dari kuil itu dengan sendirinya, Ia sedikit kesal dengan guliran dadu tadi, 'andai saja Aku mendapat guliran bagus' umpatnya dalam hati. Eideth mendapati dirinya diujung pintu kuil, Ia masih tidak terbiasa melihat pemandangan itu, alam Limbo seperti dunia lain. Banyak sekali pulau-pulau dari tanah melayang-layang di angkasa sejauh mata memandang, tak ada penentu arah yang jelas karena terlihat beberapa pulau melayang dengan posisi yang aneh. "Apa ini rasanya di luar angkasa ya" gumamnya, Eideth mencoba melompat ke pulau diseberang. 

Begitu meninggalkan tanah, gravitasi melepas tubuhnya, Ia melayang cukup lama tanpa takut jatuh ke kehampaan dan mendarat dengan aman di pulau lainnya. "Ini benar-benar tak masuk akal" ungkapnya terkagum-kagum. Ia mempelajari bahwa lima meter menjauhi tanah Ia akan melayang namun jika Ia memiliki sedikit pondasi dibawahnya, Ia akan ditarik gravitasi pondasi itu, namun jarak penarikannya tergantung besar pulaunya. Karena terlalu bersemangat bereksperimen, Ia lupa arah mana kuil Wanita itu tadi. 

Sebuah kursor muncul di depan wajah Eideth berisikan notifikasi dengan tanda seru paling besar yang pernah Ia lihat, Ia memiliki perasaan tidak enak karenanya. Eideth berhenti di sebuah pulau untuk membaca notifikasi tersebut, duduk bersandar disebuah tugu Ia membuka notifikasi itu bersiap dengan yang terburuk.

[Peringatan! Anda telah meninggalkan dunia utama tempat kampanye TTRPG dilaksanakan. 

Dengan ini beberapa penalti diterapkan:

1. Sistem Milestone GM diberhentikan dan beralih ke sistem XP point.

2. Anda melakukan petualangan tanpa pengendalian GM, menggunakan peraturan dasar untuk Homebrew. Peraturan menjadi mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar.

3. Sistem penalti ini akan terus dikenakan sampai Karakter kembali ke dunia asal.]

[Selamat, Anda menjadi GM sementara untuk Petualangan Homebrew ini. Otoritas GM milik anda dibatasi. Sebagai GM, anda hanya memiliki kemampuan untuk melihat informasi dari Status makhluk yang Anda tahu. Informasi ini terbatasi oleh pengetahuan anda, buku panduan TTRPG dibutuhkan.]

[Otoritas [Modern Age] dari kontrak Anda terputus karena Anda melanggar batas jarak kemampuan otoritas. Sebelum Anda kembali ke Artleya, Otoritas akan otomatis dalam mode default administrator. Semua sistem masih bekerja seperti biasa tapi pembaruan terhenti.]

Emosi Eideth berubah-ubah membaca semua notifikasi tersebut, Ia mendapat begitu banyak berita buruk dalam sekejap. Ia menutup mata mencoba menyimpulkan apa yang terjadi, "berarti… TTRPG dalam mode Homebrew, semuanya terpaku pada aturan dasar dari buku, otoritas dari kontrak juga terhalang, tapi semua Item masih bekerja seperti biasa, tapi XP point… ugh…" keluhnya. Eideth mengambil ponselnya dari layar otoritas seperti biasa, itu berita baik untuknya ditengah kekacauan ini. "Setidaknya Aku masih bisa buka ponsel…" Ia tertegun melihat batang sinyalnya kosong.

Ia benar-benar terjebak dengan ponsel yang tak memiliki internet. Eideth menenangkan dirinya dan mencoba mengambil hikmah dari kesialan itu, "untung saja Aku sudah mendownload soft file bukunya untuk bahan bacaan" rintihnya terharu mencoba bersyukur. 

[Informasi baru didapatkan, Otoritas GM anda meningkat berkat material tambahan. Anda bisa melihat informasi khusus tentang peraturan TTRPG dari ponsel Anda.]

Eideth merasa sedikit lebih baik merasa keberuntungan masih memihaknya sedikit, walau Ia harus susah-susah menggulir layer ponsel itu untuk mencari informasi yang Ia butuhkan, itu lebih baik daripada tidak ada sama sekali pikirnya. Eideth memutuskan untuk mengulas kembali pengetahuannya. Ia membaca panduan itu dengan seksama tak peduli waktu berapa lama. Tiga jam berlalu dan Eideth merasa lapar, Ia bangun dari duduknya dan mencoba mencari pulau yang memiliki makanan.

"Apa Aku coba minta ke Wanita itu" pikir Eideth. Eideth sama sekali tidak bisa mengingat jalan ke kuil Wanita itu, tak ada penentu arah yang bisa Ia pakai untuk menavigasi. Ia berpikir Ia bisa saja hanya berputar-putar di tempat yang sama. Eideth memutuskan untuk menyerahkan dirinya pada takdir, Ia memutuskan untuk menunjuk sebuah arah dan berjalan terus kearah tersebut sebaik yang Ia bisa. Ia bisa merasa lingkungan alam sekitarnya berubah, pulau-pulau yang Ia lewati seperti rawa. Tanahnya semakin basah dan lembek, udara terasa lembab, 

Ia menjumpai dirinya dikerumuni sesuatu, makhluk-makhluk penghuni asli dari rawa tersebut, kepala seperti ikan dengan tubuh humanoid. Mereka memiliki sisik disekujur tubuhnya, memiliki secarik kain untuk pakaian mereka, mereka membawa tombak. Eideth hampir tidak bisa menahan diri untuk muntah karena bau amis mereka, benar-benar menyengat kedalam hidungnya. Ia bisa melihatnya karena membaca buku panduan tadi, informasi dari makhluk itu.

[Kuo-Toa (Netral Jahat)

HP: 18, AC: 13

Kemampuan: Amfibi, licin, sensitif terhadap cahaya, persepsi mental.]

Eideth tahu Ia sangat dirugikan bertarung di kandang musuh, Ia sama sekali tak tahu tata letak sekitarnya, pergerakannya terhambat karena lumpur, dan Ia sama sekali tak membawa senjata apa-apa. Tapi Ia membuat senyum yang paling mengerikan yang Ia bisa, tak menunjukkan dirinya takut dan mendominasi mental lawan. Melihat makhluk itu hendak menyerangnya, Ia bersiap ditempat dan mengaktifkan kemampuan Barbarian [Rage].

Salah seorang dari mereka menyerang Eideth terlebih dahulu dengan tombak mereka, Eideth menahan dengan tubuhnya tanpa bergeming. Ia bisa melihat Kuo-Toa itu ketakutan, dengan tenaga barbarian miliknya Eideth meninju sekuat tenaga wajah ikan miliknya. Eideth mencabut tombak dari tubuhnya dan melemparnya pada Kuo-Toa lain, Ia menjerit kesakitan karena matanya tertusuk. Eideth lanjut membantai Kuo-Toa itu satu per satu tanpa belas kasih. Ada seorang Kuo-Toa yang mencoba berbicara dengannya Ia bunuh tanpa mendengarnya terlebih dahulu. 

Eideth mengusap darah biru dari wajahnya, Ia melihat tumpukan mayat Kuo-Toa itu dan mulai memotong mereka dengan pisau dari bilah tombak yang Ia patahkan. Ia juga mencoba mencari dataran yang sedikit kering untuk mulai membuat api, Ia kemudian memasak daging Kuo-Toa itu diatas api.

Eideth melihat daging itu mulai matang sambil menahan liurnya, Ia membalik daging itu agar matangnya merata. Setelah matang, Eideth melahap daging itu, campuran perasaan meledak bersamaan. Rasanya tidak enak tapi tetap Ia paksakan untuk makan, kenyataan Ia membunuh, dan perasaan senang Ia mendapat XP. Eideth tidak bangga Ia membunuh, tapi Ia tahu kapan harus bersikap lemah lembut dan kapan harus bertindak kejam. Ia harus menjaga dirinya sendiri di Limbo, makanan dan tempat bernaung tidak mudah didapatkan, dan Ia juga ingin cepat-cepat kembali ke Artleya.

Eideth tidaklah naif karena sudah merasakan hidup sebanyak tiga kali, Ia sudah mengalami banyak peristiwa tidak menyenangkan yang mengoyak pandangan dan kewarasannya. Di kehidupan ketiga ini, Eideth sangat bersyukur dapat hidup lebih dari layak, jika Ia lahir di keluarga miskin di lingkungan rawan kejahatan, Ia takkan segan mencuri ataupun membunuh bila diperlukan.

Eideth tak pernah melanggar peraturan karena Ia tak pernah merasa hal itu diperlukan, Ia juga berpikir jika Ia melakukan kejahatan akan merusak nama baik keluarganya, namun Ia takkan ragu melanggar jika Ia melihat bahwa itu perlu. Eideth punya peraturan tersendiri yang Ia jaga, keraguan tidak tertulis di dalamnya.

Selesai makan, Eideth merapikan tempat tersebut. Ia membuat tas kecil dari kain pakaian mayat Kuo-Toa itu dan menyimpan beberapa perbekalan daging di dalamnya. Ia juga mengambil tombak-tombak itu dan merubah beberapa bilahnya menjadi pisau. Setelah menjarah semuanya, yang tersisa hanyalah potongan tubuh dari Kuo-Toa tersebut. Eideth sempat berpikir untuk menggunakan tulangnya untuk diolah menjadi pelindung tubuh darurat tapi Ia sudah puas dengan jarahan miliknya. Eideth memutuskan untuk mengubur mereka dengan layak, Ia membuat batu nisan sederhana menandai kuburan tersebut.

Eideth berdoa untuk mereka sebagai ucapan terakhir, "maaf karena Aku harus membunuh kalian, memakan kalian, dan mengambil barang-barang kalian, Aku tidak menyesal sedikitpun karena Aku melakukan ini untuk bertahan hidup, kuburan inilah yang bisa kuberikan kepada kalian sebagai penghormatan, Aku akan bertanggung jawab atas kematian kalian dengan caraku sendiri, jadi bencilah padaku semau kalian, karena Aku tidak peduli, jika kalian memaafkanku maka berisirahatlah dengan tenang".

Eideth melanjutkan perjalanannya melewati rawa tersebut. Semakin dalam ke tengah rawa, semakin banyak makhluk yang Ia lawan, dari kawanan Kuo-Toa perlahan meningkat dengan beberapa Kuo-Toa Elite, Kuo-Yoa tipe petarung dan pendeta. Ia naik beberapa level setelah memanen XP di rawa-rawa itu dan memutuskan untuk pindah ke lokasi grinding lainnya. 

Eideth terus-menerus berjelajah tanpa henti, Ia tak tergila-gila dengan membunuh dan memilih kekerasan sebagai jalan terakhir. Ia juga berbelas kasih pada lawannya dan menjadikan mereka bawahannya. Sampai suatu hari Eideth bertarung dengan Mid-Boss, Ia menggunakan semua trik yang Ia simpan untuk mengalahkannya, cara curang pun tak luput Ia gunakan, bertahan hidup adalah yang terpenting baginya. 

Setelah mengalahkan Mid-Boss itu, Eideth mendapat sesuatu yang baru dari jarahannya. Bentuknya seperti pecahan dari sesuatu, Ia berkilau bagai terbuat dari emas tapi tidak terlihat seperti sebuah logam, Eideth menyentuh benda itu dan itu terserap kedalam tangannya.

[Pecahan Mahkota Agung 1/???] tulisnya di layar itu, Eideth tak tahu maksud dari pemberitahuan itu tapi Ia segera dikunjungi tamu familiar tak lama kemudian. "Jadi kamu benar-benar mendapatkannya ya" Wanita yang menyelamatkannya waktu itu datang menyapanya. Ia terlihat membawa orang lain bersamanya dan tatapan mereka tak mengenakan seperti biasa. "Mereka bukan bersamaku" ujarnya. Eideth bisa merasakan niat buruk yang terpancar dari tatapan mereka, itu pandangan berbeda dari bawahan Wanita itu waktu itu.

Wanita itu tak panjang lebar dan menjelaskan maksud kedatangannya, "yang baru saja kamu dapatkan itu adalah Mahkota dari penguasa Limbo, Ia sudah mati dan menyebarkan sisa kekuatannya pada pecahan mahkota itu, pepatah disini mengatakan siapa yang menyempurnakan mahkota itu akan jadi raja Limbo selanjutnya" jelasnya. 

Eideth melihat pecahan itu dan bertanya kembali, "apa hubungannya denganku, Aku hanya ingin pulang". Wanita itu menambahkan, "Legenda mengatakan, setelah semua pecahan bersatu, Raja Limbo yang baru akan diberi satu permintaan, dan Ia bahkan bisa meminta untuk keluar dari Limbo, semua orang di Limbo sedang mencari pecahan mahkota itu, mereka semua yang berada disini tengah menunggu untuk merebutnya darimu". Eideth memahami garis besarnya tapi ada satu hal yang tidak pas dalam pikirannya.

"Jadi kamu juga datang untuk mengambil ini" tanya Eideth meningkatkan kewaspadaannya. Wanita itu menyentil dahinya, "Jangan sama kan Aku dengan mereka, Aku sekedar memperkenalkanmu dengan Limbo yang sebenarnya, mereka semua disana tengah menunggu kesempatan untuk menyerangmu yang lebih lemah, Aku tidak memerlukan pecahanmu karena punyaku lebih besar" Wanita itu menunjukkan pecahan mahkota miliknya yang sudah berbentuk lempengan besar. "lihat, punyamu tak ada apa-apanya dibandingkan milikku" ujarnya.

Eideth menyadari kondisi dirinya saat ini, jadi Ia melakukan hal terakhir agar semua orang disana tak memandangnya lemah. "Aku juga tak butuh pecahan milikmu" ujar Eideth dengan sombong, "Aku akan menjadi Raja Limbo, lihat saja" Eideth meneriakkan deklarasi gila itu ke seluruh penjuru Limbo. Semua yang ada disana sontak menertawai dirinya, Eideth juga sedikit tertegun mendengar banyak tawa disekitarnya, "berapa banyak mereka diluar sana" pikirnya. Eideth mencoba sebaik mungkin menjaga ketenangannya, Ia menghadapi balik tatapan mereka menunjukkan keteguhannya. Tawa mereka terhenti dan perhatian fokus pada mereka berdua.

"Kamu membuat pernyataan berani, tapi mungkin kamu bisa" ujar Wanita itu, Ia kemudian pergi dan yang lain mengikutinya karena kehilangan niat mereka. Eideth terjatuh dan kehilangan nafasnya, Ia mencoba sebaik mungkin bernafas untuk mengendalikan dirinya. Setelah pertemuan itu, Eideth melanjutkan perjalanannya, kini Ia punya seluruh Limbo untuk dijelajahi.

Setelah hari ke-enam, Zain akhirnya menyelesaikan mantra buatan miliknya. Ia dan Irena bekerja keras untuk menyelesaikan mantra itu, Irena juga mendapat kantung mata karena bekerja semalaman. Mereka sekarang dalam fase akhir dalam membangunkan Eideth, dan yang paling menyusahkan.

Irena dan Zain pergi menuju tempat dimana pertarungan dengan makhluk aneh itu terjadi, Irena tercengang melihat padang rumput itu berantakan akibat pertarungan itu, "dan kalian bertarung di gelap gulita tanpa cahaya" puji Irena. Mereka segera mempersiapkan semua yang mereka butuhkan, "walau sudah dipersiapkan dengan matang, mantra ini sangat menyebalkan untuk dipasang" keluh Irena, "sudahlah jangan mengeluh, Aku juga sudah berjanji akan menuruti satu permintaanmu" ujar Zain.

Mantra yang Zain ciptakan adalah mantra unik [Beacon], mantra pemanggil yang digunakan untuk memberikan tanda kepada seseorang yang ditujukan, Ia bekerja sebagai penuntun kepada target tersebut, dan berkat penelitiannya Ia mampu mengubah mantra itu sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhannya. Karena Ia tak punya banyak mana disekitar tempat itu, Zain merubah komposisi mantranya yang awalnya untuk sekali pemakaian, menjadi mode panggilan beruntun dengan menjadikannya sebagai ritual. Karena sihir ritual menggunakan mantra yang berada di alam dalam jangka waktu yang lama, Ia bisa mencoba panggilan ribuan kali tanpa harus mengulangi rapalannya terus menerus.

Zain mulai melakukan prosesi ritual dan Irena menjadi asistennya, berkat Zain yang melakukan ritual tersebut atribut sihir cahaya miliknya mempengaruhi mantra itu sesuai teori mereka. Irena melakukan tugasnya untuk mengarahkan tujuan mantra tersebut agar menargetkan jiwa Kakaknya.

Ia teringat perbincangannya dengan Zain sebelumnya, "tunggu Kak, kemana kita harus mengarahkan mantra ini, kita tidak tahu pasti dimana jiwa Kak Eid berada" tanya Irena. "Aku juga tidak tahu, tapi Aku punya ide, bagaimana jika kita tembakkan saja mantra ini ke semua tempat" saran Zain. "Apa, bagaimana kalau makhluk lain selain Kak Eid yang menerimanya", "tak perlu khawatir, Aku sudah mempersiapkan hal itu, yang bisa menerima panggilan ini hanya lah Kak Eid" jawab Zain meyakinkan Irena.

Kembali ke ritualnya, "Kak Eid, cepat kembali lah" Irena mencoba sebaik mungkin mengendalikan mantra tersebut. Sebuah patahan di udara terbentuk dan ruang seperti terbelah saat patahan itu terbuka. Irena dan Zain terjatuh ke tanah kelelahan mengalami sihir, mereka hanya berharap yang keluar dari portal itu adalah kakaknya.

Setelah petualangan yang panjang, Eideth akhirnya menepati kata-katanya, Ia berhasil menyatukan lagi potongan mahkota itu, beberapa pecahan Ia dapat dari pertarungan, beberapa diberikan oleh penguasa limbo lain, Pseudo Lords, dengan cara yang lebih baik. Setelah menyatukan Limbo, konsep kekacauan itu sendiri, tibalah waktu pengangkatan dirinya. Para Pseudo Lords yang tersisa menghadiri acara tersebut dengan perasaan mereka tersendiri. Kagum, bangga, ikut senang untuk keberhasilan Eideth. Salah seorang dari mereka mewakilkan dirinya untuk memasangkan mahkota itu di kepalanya.

Sebelum menerima mahkota itu, Eideth memberikan pengumuman. "Wahai seluruh penghuni Limbo, dengarkan lah Aku, ada sesuatu yang Aku harus sampaikan, saat mahkota itu sampai di kepalaku, kekuatannya akan aktif untuk mengabulkan keinginanku yang terdalam, Aku tahu Aku akan kembali ke alam asliku bagaimanapun juga, Aku sudah menyiapkan wasiat untuk apa yang akan terjadi setelahnya, dan Aku mohon pada kalian untuk menghormati wasiat tersebut, itulah permintaan pertama dan terakhirku sebagai raja kalian" ujarnya.

Setelah pidatonya, waktunya pengangkatan, Eideth menerima mahkota itu dan Ia bisa merasakan kekuatannya, Eideth mendengar panggilan dari dalam mahkota itu. "Apa keinginanmu" tanya suara itu padanya. "Aku ingin pulang bersama rekanku ke tempat asal Kami" jawabnya pada suara itu. 

Mahkota itu membuka sebuah portal dan Eideth menarik rekannya yang paling tua, orang yang menyelamatkannya dari awal semua itu, seorang manusia yang juga terjebak didalam Limbo. "Eh…" ujarnya terkejut namun Ia tidak menolaknya, Eideth berdiri di depan portal itu dan menghadap rakyatnya sekali lagi, "Kita akan berjumpa lagi, jadi jangan sedih" ujar Eideth. "Baik Yang Mulia, Selamat bersenang-senang bulan madunya" itu adalah candaan paling lama yang sering Ia dengar. "Dasar kalian" ujar Eideth sebelum masuk ke dalam portal itu bersama Wanita itu. 

Mereka menyadari diri mereka di sebuah ruang serba putih, Ia dihadapkan pilihan oleh perwujudan kekuatan mahkota itu karena permohonannya hanya untuk satu orang, jadi Eideth menawarkan untuk mengirim rekannya pulang, Wanita itu sangat tidak setuju dengan itu. Ia memarahi Eideth dan memintanya untuk mengambil permintaan itu untuk dirinya saja, yang sudah menyatukan Limbo. 

Eideth jujur dengan perkataan hatinya dan membuat pilihan, "kembalikan kami berdua, itulah permintaanku" Eideth tetap bersikeras. Akhirnya permohonannya di setujui untuk dikabulkan namun Ia terdiam setelahnya, Eideth berkomentar, "baiklah, apa udang dibalik batunya". Ia berkata, salah seorang dari mereka akan kehilangan ingatan mereka begitu mereka kembali, Mereka bisa dipindahkan dimana saja tanpa tahu pasti. Eideth hampir saja menghajar perwujudan itu tapi rekannya menahannya. "Ayo berjanji, siapapun yang mendapat ingatannya, harus mencari yang lain" saran Wanita itu, Eideth pun setuju dan mereka pun mulai. 

Latar berubah menjadi sebuah rumah diatas bukit kecil, mereka berdua tiba disana dengan tubuh tembus pandang, Wanita itu mengenali tempat itu dan air mata mengaliri pipinya, setelah ribuan tahun Ia akhirnya kembali pulang, Eideth memahami tatapan kerinduan itu, "Disinilah kita mengucapkan selamat tinggal" ujar Eideth, Wanita itu berbalik dan melihat tubuh Eideth mulai menghilang meninggalkan debu cahaya. "Sepertinya bukan Aku yang mendapat ingatan di Limbo" ujarnya, Ia merasa bersalah karena membuat Eideth seperti itu, Ia tak berani menunjukkan wajahnya.

"Ayolah, jangan seperti itu, kamu juga sudah berjanji bukan", Ia mengangkat wajahnya "ya, Aku akan mencarimu". Eideth senang rekannya sudah merasa baikan, "sampai jumpa Fererilina", Ia tertawa karena nama aslinya dipanggil "kamu bisa memanggilku Ferelene". "Tapi Aku suka namamu, itu nama yang indah" kata-kata terakhirnya sebelum menghilang.

Ferelene berdiri disana untuk beberapa saat meyakinkan dirinya ini bukanlah mimpi, Ia benar-benar pulang, Ia sudah berada di Limbo sangat lama dan mendambakan hidup normal dan santai. Ia memberanikan dirinya untuk masuk ke rumah itu dan menghadapi apapun yang terjadi.

Eideth kembali ke ruang putih itu kali ini sendirian. Ia menunggu gilirannya untuk pergi, alangkah takutnya Ia saat berpikir bagaimana kondisi rumahnya, kabar keluarganya, banyak waktu yang sudah Ia lewatkan. Ia terjebak di Limbo selama 600 tahun, dan Ia membuat keputusan untuk tidak pulang dengan segera sejak lama sekali.

Itu bermula saat Ia sudah berpetualang selama 60 tahun di Limbo. Ia terus menghitung waktu setiap harinya, berapa lama Ia terjebak di Limbo. Hingga suatu hari, Ia dengan beruntungnya naik ke level yang cukup untuk dapat menggunakan sihir baru. [Banishment] sihir level 4, dan [Gate] sihir level 9, yang bisa Ia gunakan untuk kembali ke alam asalnya. Eideth tidak memakai mereka karena takut untuk kembali setelah 60 tahun, Ia takut tak punya siapa-siapa lagi ketika kembali.

Eideth menjalani hidup 600 mencoba memperbaiki diri, walau Ia sedikit menyesal karena tidak pulang lebih awal, Ia juga menjalin hubungan dengan penghuni Limbo membuatnya sulit untuk pergi. Kini Eideth mendapat kesempatannya kembali setelah sekian lama, Ia sudah cukup dewasa untuk menerima semua penyesalan dan kesedihan yang menantinya. 

Saat Ia ingin dibawa pergi, Eideth mendengar suara. Suara dua orang yang begitu familiar dengannya, suara perempuan dan laki-laki, mereka memanggil namanya dan sebuah cahaya keemasan menerangi sebuah jalan ke suatu tempat. Eideth mempercayai suara itu dan berjalan mengikutinya. Ia sampai di penghujung jalan dan memberanikan dirinya pergi lebih jauh.

Ia tiba di sebuah padang rumput yang terlihat persis di ingatannya, pohon-pohon hutan yang terlihat sama karena suatu hal. Udara segara yang ditiupkan angin kepadanya, anehnya Ia bisa merasakan itu dengan wujud tembus pandangnya. Kedamaian itu diganggu dengan spam notifikasi oleh layar status.

[Selamat datang kembali, Anda telah sampai di Artleya.]

[Otoritas Modern Age kembali Online.]

[Talent TTRPG mengenali GM sebelumnya. Menyambungkan kembali.]

[Efek permohonan Mahkota agung sedang berlangsung, Anda memiliki waktu lima menit sebelum ingatan Anda hilang seutuhnya, semua XP yang Anda dapatkan dari Limbo akan dihapuskan dan Level Anda akan kembali ke riwayat sebelumnya.]

[Hitung mundur penghapusan ingatan; 04:59].

Ia senang semuanya kembali seperti semula, [Dewi takdir, Zatharna mengkhawatirkan Anda] tulisnya. "Ya, Aku baik-baik saja, bagaimana kabar… mu…" kata-kata Eideth terhenti begitu melihat kedua sosok familiar duduk di tanah kelelahan dan kesulitan bernafas. Semua ingatan miliknya mengalir kembali, begitu pula air mata haru terjatuh ke pipinya. Eideth hampir tidak bisa memproses pikirannya, 'tidak mungkin bukan' ujarnya dalam hati.

Zain dan Irena terjatuh lemas setelah melakukan ritual pemanggilan itu, karena mantra mereka kurang sempurna, satu-satunya cara agar pemanggilannya berjalan lancar adalah melakukan ritualnya terus-menerus hingga berhasil. Mereka begitu gembira melihat jiwa kakak mereka berhasil terpanggil kembali, "selamat datang kembali Kak" ujar mereka padanya.

Eideth datang untuk memeluk mereka, hanya untuk tubuhnya menembus tubuh mereka, menambah kebingungannya. Ia tidak punya banyak waktu dan menyampaikan semua yang Ia ingin sampaikan. Ia berdiri menghadap saudaranya, "Zain, Irena, terima kasih, Aku tidak punya banyak waktu jadi dengarkan saja perkataanku. Aku merindukan kalian berdua, Zain jangan coba salahkan dirimu, itu kesalahan kita berdua, kita berdua yang lemah, Irena maaf karena Aku kurang bermain denganmu, Aku akan lebih baik lagi kedepannya, Aku menyayangi kalian, waktuku tidak banyak jadi Aku akan ke rumah duluan, Aku akan jemput kalian nanti istirahatlah dulu".

Eideth mengungkapkan semua pikiran terpendamnya, dan pergi menuju kastil, rumahnya. Karena tubuh Eideth seperti jiwa dan tembus pandang. Ia bisa melaju dengan mudah ke rumahnya secepat kilat, dengan berpikir kembali ke tubuhnya segera.

Ia merasuki tubuhnya kembali dan semua inderanya kembali seperti semula, rasanya seperti bangun dari tidur yang panjang. Ia segera melompat dari tempat tidur dan berlari keluar kamar. [Hitung mundur: 3:27] melihat waktunya tinggal sedikit, Ia bertaruh dimana orang tuanya saat ini. Eideth berlari melewati lorong, menjumpai Gerard yang terkejut bukan kepalang. Ia memeluknya sambil berucap "Terima kasih Gerard untuk selama ini", "sama-sama Tuan, melayani Anda sangatlah menyenangkan" balasnya. Eideth merasa itu sarkas tapi Ia tidak berkomentar atas kata-kata manis itu. "Berapa lama Aku tertidur, dan dimana Ayah dan Ibu" tanya Eideth. "sudah 6 hari Tuan tertidur, mereka berdua di kantor Tuan Agareth" jawabnya. Eideth terkejut dengan jawaban itu tapi tak punya waktu untuk mencerna semuanya.

Eideth segera menghilang dari pandangan Gerard mencari orang tuanya. Eideth bergerak cepat menggunakan mantra [Misty Step] menghabiskan semua slot mantra miliknya sebelum levelnya menghilang. Ia membuka pintu kantor Ayahnya dan seperti perkataan Gerard. Mereka berdua disana, raut wajah mereka berubah seketika melihat Eideth bangun berdiri didepan mereka. Mereka segera berpelukan dan tangisan haru pecah, Eideth segera menumpahkan isi hatinya.

"Ayah, Ibu, Maafkan Aku, maaf membuat kalian khawatir" tangisnya. "tidak apa anakku, yang penting kamu sudah bangun" ujar Lucia menenangkan Eideth. Agareth hanya diam disebelahnya mengelus kepala Eideth. "tidak, Ayah, Ibu, Aku benar-benar minta maaf, Aku tahu kedepannya Aku akan terus membuat kalian khawatir" isaknya, "tidak ada orang tua yang tidak mengkhawatirkan anaknya, Kami tidak marah, yang penting kamu harus menjaga dirimu" kata Agareth memeluk anaknya lebih erat lagi. 

[Hitung mundur: 0:01], [Memulai penghapusan bersih ingatan, pola pikir lama akan dikembalikan, menghapus ingatan…] Tangisan Eideth berhenti dan Ia kehilangan kesadaran. Agareth dan Lucia tertawa kecil melihat Eideth tertidur kembali dipelukan mereka. "Entah kenapa, sepertinya kita terlalu memanjakan anak-anak kita" ujar Lucia, "kita tidak bisa menghentikannya bukan, yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendukungnya, juga membiarkannya beristirahat" ujar Agareth.

Eideth mendapati dirinya di ruangan baru, kali ini serba hitam diseluruh penjuru, Ia menertawai ironi Ia selalu dibawa ke tempat yang aneh tanpa sepertujuannya. "Ayo, apalagi kali ini, Aku sudah muak jadi lakukan saja semaumu" keluhnya, Ia mendapat pemberitahuan.

[▮▮▮▮Vessel

▮▮▮▮aakwjfkjsn▮▮▮▮. Ydjjfbyrb?]

[Terima? Ya/Tidak], Eideth bahkan tidak bisa membaca apapun disana, tapi apalagi yang bisa Ia perbuat, Eideth menekan ya tanpa pikir panjang, [▮▮▮▮Vessel menerima, persiapan selesai].

Eideth tidak merasakan apa-apa dan menunggu di ruangan gelap itu, Ia juga tak mengharapkan terjadi apa-apa, yang tersisa dipikirannya adalah kebahagiaan untuk keluarga dan teman-teman yang telah Ia buat. Eideth bisa merasakan kehadiran dirinya mulai menghilang, dirinya yang terbentuk oleh ingatan dan pengalaman dari Limbo mulai lenyap, dimakan oleh kehampaan yang tak berujung. "Semoga diriku yang masih muda, bisa hidup Bahagia, sesuai keinginan kita" sebuah harapan terakhir dari jiwa yang kelelahan dengan hidup.