Sepanjang jalan kembali ke kamarnya Ia berpikir siapa yang cocok menjadi penjaga keluarganya, kemudian Ia berpapasan dengan jawaban yang Ia cari. Ia melihat pria rekan Fritz yang berduel dengan Irena sedang berputar-putar disepanjang lorong. Ia terlihat kebingungan mencari sesuatu. "Hei, kamu, apa yang kamu lakukan" tanya Eideth, pria itu membeku di tempat, Ia mencoba memikirkan alasan. "Halo Tuan muda, selamat siang, saya sedang mencari barang berharga saya" ungkapnya, Eideth tak tahu mengapa tapi Ia yakin pria itu tak berbohong, wajahnya sedikit gelisah.
"Apa yang kamu hilangkan" tanya Eideth ingin tahu. "Sebuah peninggalan dari Ibu saya, bentuknya seperti sebuah medali" pria itu memperagakan dengan tangannya besar dan bentuk medali itu. Eideth menyuruhnya untuk meminta bantuan pelayan tapi Ia sudah melakukannya lebih dulu.
"Namamu Louis bukan, akan kubantu kamu mencari barang berhargamu", "tidak perlu Tuan muda" Louis coba menolak tapi Ia tidak bisa menghentikan kehendak Eideth. Eideth memutuskan untuk ikut mencari pusaka keluarganya, Ia bertanya dimana saja Louis mungkin menjatuhkan benda itu.
Eideth sama sekali tidak bisa menggunakan mantra miliknya karena Ia kehabisan slot mantra. Ia ingin mencoba beberapa aturan khusus buatan rumah tapi Ia tidak yakin Zatharna akan setuju. Setelah cukup lama mencari, mereka memutuskan untuk berhenti sejenak, Louis juga terlalu lelah untuk fokus mencari. Eideth hendak kembali ke kamarnya sambil berjalan pelan memastikan sekeliling, Zatharna menggulir sebuah dadu, bisa Ia dengar dalam kepala. [d20/18] Mata Eideth menangkap sebuah kilauan dari bawah sebuah hiasan baju pelindung, benda itu mirip dengan deskripsi Louis, sebuah medali dengan logo khusus, namun Eideth itu merasa pernah melihat medali itu disuatu tempat.
Sesampai di kamarnya, Gerard sedang merapikan tempat tidurnya. "Gerard, tepat sekali, apa kamu tahu ini lambang apa, Aku merasa pernah melihat ini" Eideth menunjukkan pada Gerard medali yang Ia temukan itu. "Ini adalah lambang kota Zarad dari selatan" jawabnya. Eideth mencoba mengingat apa yang Ia ketahui tentang Zarad. "Kota dari kerajaan pedagang Alms, tapi itu aneh, Ia tidak terlihat seperti orang Alms" ujar Eideth.
Eideth meminta Gerard untuk membawakannya sebuah peta, tak begitu lama, Gerard membawa sebuah peta. Eideth memperhatikan kota itu dan memikirkan berbagai asumsi dalam kepalanya. Benua tempat kota perbatasan Raziel adalah benua Arkin, Raziel terletak di bagian barat menjadi perbatasan dari kerajaan Lucardo yang terletak tepat di tengah benua Arkin. Kerajaan Alms terletak timur benua Arkin, kawasannya hampir memenuhi sepertiga benua Arkin. Kota yang menetap di dataran kering berupa padang pasir yang kaya akan sumber daya pertambangan.
Eideth tidak merasakan hal yang terlalu aneh pada Louis, bahkan dari namanya saja Ia tidak seperti nama orang Alms pikirnya. Eideth tak mau terlalu memikirkannya terlalu panjang karena Ia juga tidak ingin tahu terlalu banyak. Ia hanya ingin tahu, apa Louis bisa bekerja untuknya menjaga keluarganya.
Ia meminta Gerard untuk memberikan kembali medali itu pada Louis, Ia meminta untuk Gerard tidak menyebarkan hal ini pada siapapun. Tak lupa Eideth memberinya beberapa jawaban jika Louis menanyakannya sesuatu, entah kenapa Ia merasa itu perlu. Gerard permisi dan pergi melaksanakan perintahnya.
Eideth kembali belajar dengan buku pelajaran sihir, entah kenapa walau sudah membacanya beberapa kali, buku itu tetap terasa menarik. Eideth bukanlah pembaca dikehidupan lamanya, Ia tidak terlalu tertarik dengan buku, apalagi pelajaran yang dia dapat dari bangku sekolah hampir tidak pernah berguna di kehidupan nyata orang dewasa. Tapi buku sihir ini berbeda, Ia bisa memakainya secara langsung pengetahuan yang Ia dapat, sihir berlaku di Artleya untuk alasan yang pasti.
Tidak peduli seberapa banyak pengetahuan dari dunia lamanya, mereka hanyalah referensi untuk dunianya saat ini. Siapa yang ingin membuat teori parabola jika kamu bisa membuat bola api dan hujan es dengan beberapa rapalan mantra. Sihir gravitasi mungkin ada di dunia ini pikirnya, "yah, itu masih lama lagi" ujarnya melihat layar status miliknya.
[Eideth
Wizard 1 (???), manusia, bangsawan.
Satu level tersedia]
[Level yang bisa diambil; Wizard, Barbarian, Fighter, Ranger.]
Eideth melihat layar itu dengan pikiran berat, Ia benar-benar memikirkan ini dengan berat. TTRPG memperbolehkannya untuk mengambil kelas ganda, namun Ia sudah menduga permasalahan ini akan muncul. Eideth tahu TTRPG adalah permainan cerita, untuk mendapat kelas ganda, beberapa syarat harus terpenuhi, bagaimana karakter mendapat kekuatan baru dari kelas lain harus memiliki ceritanya sendiri. Tapi multi-class bukanlah permasalahan yang membebaninya, pilihannya untuk multi-class sekarang dipertanyakan.
Pilihannya untuk multi-class jadi goyah karena video dari internet yang Ia tonton beberapa waktu lalu, "multi-class bukanlah pilihan terbaik" kutipnya. Eideth mengakui pernyataan itu, multi-class adalah mengorbankan kemampuan tingkat tinggi dari kelas asal karakter, untuk kemampuan tingkat rendah dari kelas lain. Kecuali kemampuan-kemampuan tersebut memiliki sinergi yang bagus, kombinasi tersebut tidak begitu menguntungkan.
Eideth sampai saat ini belum mengambil level tambahan, Ia masih level satu saat ini, Ia sedang mengalami masalah Gamer. Apa dia mengambil kelas ganda atau meningkatkan kemampuannya yang sudah ada. Eideth tidak bisa memutuskan, Ia memerlukan waktu untuk membuat pilihan. Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu kamar Eideth, Ia tahu itu bukan Gerard karena suara langkah kaki miliknya terdengar. Ia membuka pintu dan seorang pelayan mengantarkan sebuah pesan, "Tuan muda, Ayahanda memanggil Anda ke kantornya" ujar pelayan itu.
Eideth segera pergi ke kantor ayahnya, Ia menunggu sebentar karena ayahnya tengah berbincang dengan para tamu. Setelah menunggu tak beberapa lama, para tamu keluar dari kantor ayahnya. Eideth melihat Fritz dan kelompoknya terlihat gembira, mata Eideth dan Fritz bertemu, Ia berterima kasih pada Eideth sebelum Ia dan rekannya mengundurkan diri.
Eideth masuk kedalam kantor ayahnya dan bersiap untuk ditanyai, Agareth berdiri dari kursinya dan berkata, "Eideth, duduklah". Ia bersiap dengan sejuta alasan dalam kepalanya, Ia melihat mulut ayahnya yang hendak terbuka, "Eideth bisakah kamu menjelaskan kenapa kamu menawarkan untuk membeli senapan ini, Kamu tahu kan keluarga kita tidak menggunakan senjata seperti ini, Ayah ingin dengar penjelasanmu".
Eideth meminta Zatharna menggulirkan dadu selagi Ia menjelaskan dirinya, [d20/13] Ia mulai menjelaskan bahwa Ia menyadari kelemahan dari pasukan yang menjaga perbatasan. "Para Ranger di pasukan kita sedikit tertinggal dibanding pasukan lain, walau mereka menimbulkan kerusakan yang signifikan pada Aether, mereka kewalahan dengan busur mereka ketika kehabisan anak panah. Aku tidak menyarankan untuk para Ranger meninggalkan busur mereka, namun menambah arsenal mereka ketika bertempur" jelasnya.
Agareth memikirkannya dalam-dalam, Ia teringat ketika membaca laporan tentang serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh Aether, para Ranger sedikit kewalahan padahal mereka memegang kunci penting dengan serangan jarak jauh. Agareth menerima saran tersebut walaupun keputusannya itu melanggar tradisi. Agareth tahu mereka perlu berubah karena ancaman Aether semakin ganas, walau keputusannya dipertanyakan Ia tidak akan goyah. Agareth meminta Eideth untuk membujuk para Ranger pada pasukan mereka untuk menambah senjata mereka.
Eideth keluar dari kantor ayahnya dengan perasaan lega, rencananya sedikit berjalan dengan lancar namun Ia dihadapi tantangan baru. Membujuk para Ranger bukanlah hal mudah, mereka berlatih selama bertahun-tahun menggunakan panah mereka, akan ada penolakan dari mereka itu pasti. Eideth pergi mencari Fritz mendiskusikan hal ini, Ia mencari seluruh kastil karena mereka tak ada di kamar mereka.
Eideth menemukan Fritz dan rekannya dalam barak, Ia sedang memperbaiki rancangan senjatanya. "Hey, bagaimana rancangannya, ada pembaruan" tanya Eideth menempuk pundak Fritz, Ia tersadar dari renungannya dan menyapa balik, Ia berkata pembaruannya sedikit terkendala. Permintaan untuk meningkatkan kerusakan dan jarak serangannya tanpa mengurangi akurasi, tantangan yang cukup rumit. Eideth ikut melihat-lihat perhitungan yang tertulis di cetak biru itu, tapi Ia di tegur Fritz. "Tuan bisa memberitahuku bahwa mereka adalah saudara Tuan, Aku tidak berani menatap mata mereka setelah kejadian tadi" keluhnya, "Hahaha… maaf tentang itu, tapi Aku tidak bisa membeberkan saudaraku. Kami juga jarang bersenang-senang disini" jawab Eideth, Fritz hanya menghela nafas pasrah.
"Hey Fritz, apakah Aku cukup normal", pertanyaan Eideth keluar entah dari mana, "apa maksud Tuan". Eideth tahu itu pertanyaan kekanak-kanakan, tapi Ia penasaran. "Kamu seorang petualang dan pastinya sudah berjelajah kemana-mana. Apa kami terlihat seperti orang normal diluar sana" jelasnya, Eideth merasa malu untuk bertanya tapi Ia belum pernah bertanya pada siapapun dari luar kota. Apa Ia masih orang normal dibanding orang lain di luar sana.
"Sebelum itu Aku akan bertanya" ujar Fritz. "Apa Tuan kuat" tanya Fritz sambil menatap mata Eideth. Eideth mengalihkan pandangan dan menjawab, "Aku tidak sekuat itu, Zain mungkin lebih kuat dariku" jawabnya.
Fritz melepas tawa kecil, Eideth kebingungan. "Maaf Tuan, saya tidak bermaksud menyinggung, itu juga jawaban yang saya dapat dari Tuan Zain ketika menanyai Tuan, kalian saudara yang cukup akur ya". Fritz melanjutkan "Tuan mungkin salah satu yang paling peka dengan keunikan keluarga Tuan, tapi itu bukanlah hal yang salah. Tuan seperti pemuda lain di luar sana dengan permasalahan mereka sendiri".
Entah kenapa Eideth sedikit lega mendengarnya, Eideth sudah tinggal di dunia itu seumur hidupnya namun Ia memang kurang pengalaman sosial. Orang-orang dari Raziel terdiri dari berbagai ras, Orc, Elf, Dwarf. Ras yang terkenal dengan bertarung berkumpul di sebuah kota yang menjaga perbatasan, mereka tidak terlalu membantu karena setiap ras punya budaya mereka sendiri, dan Eideth terbiasa dengan itu.
"Kami juga terkejut mendengar Raziel benar-benar seperti yang dirumorkan, semua orang sangat rukun walau mereka dari ras berbeda, andai saja setiap kota bisa seperti ini" Fritz berkomentar.
Fritz mulai menggaruk kepalanya semakin keras karena frustrasi, perhitungannya tidak membuahkan hasil. Eideth mendapat ide untuk membantunya dan pergi keluar sebentar. Karena Eideth bertanggung jawab mengusulkan penggunaan senapan, Ia harus ikut membantu. Eideth kembali dan membawa seseorang yang Fritz tidak ingin temui, Irena ikut masuk ke Barak. "Perkenalkan Irena ini Fritz, Fritz dia adikku Irena" Eideth sengaja memperkenalkan ulang mereka berdua agar Fritz tidak terlalu canggung, Eideth bisa lihat itu tidak membantu tapi rasa bersalah dirinya sedikit mereda.
Eideth menjelaskan Irena sangat hebat dalam berhitung tanpa memberitahukan bakat miliknya, Eideth dengan bangga menjelaskan Irena adalah orang terpintar dikeluargannya, itu membuat Irena malu dan coba menutup mulut kakaknya. Fritz menunjukkan perhitungan yang Ia buat untuk meningkatkan performa senapan itu. Irena ikut memutar otaknya dan setelah beberapa saat, Ia menunjukkan kesalahan dalam perhitungan tersebut. Fritz merasa sedikit lega karena Ia punya harapan.
"Itu mustahil" jawab Irena terang-terangan. Ia menjelaskan semua masalah yang mereka hadapi. "Sangat tidak mungkin meningkatkan kekuatannya setinggi itu tanpa mengurangi performa faktor lain" jelasnya, Fritz entah kenapa menerima ini terlalu berat, sepertinya ini bukan pertama kalinya Ia mendengar ini.
"Fritz apa ada masalah" tanya Eideth, "Tidak, hanya saja ini sedikit berat untuk diterima" jawabnya. Fritz duduk dibangkunya dengan perasaan kecewa, sepertinya penjelasan Irena membawanya ke realita. Eideth tidak mengira masalahnya akan seberat ini, sepertinya ini adalah permasalahan pribadi. "Fritz, apa ada yang ingin kau ceritakan" Eideth duluan bertanya.
Fritz bersandar dikursi itu, Ia menutup matanya dengan lengannya dan mulai bercerita. "Aku dari keluarga Gunsmith, keluarga kami terkenal dengan senjata buatan kami, tapi kami mulai mengalami kemunduran, Aku menemukan cetak biru senjata milik kakek moyang kami, senjata itu memiliki legenda yang luar biasa, akurasi, kekuatan, kestabilan, itu memiliki semuanya, itulah tujuanku untuk membangkitkan keluarga kami".
"Senjata legendaris itu, apakah itu Durant, senjata api sihir pahlawan sebelumnya" tanya Eideth. Fritz mengangguk, Eideth menepuk jidatnya, Ia menjelaskan "itu bukan legenda yang sebenarnya, Durant, senjata jenis pistol itu tak sekuat yang dikatakan dalam legenda, semua itu adalah kemampuan sang Pahlawan meningkatkan kemampuan senjata itu dengan berbagai sihir yang Ia miliki".
Fritz tidak percaya, Ia membantah bahwa perkataan Eideth itu salah, senjata buatan kakek moyangnya adalah senjata luarbiasa yang tak akan pernah ada lagi. Eideth merasa ada yang janggal tapi Ia ingin menyadarkan Fritz, Eideth pergi lagi keluar dan kembali dengan sebuah cangkul dan sekop.
"Fritz lihat lah ini, apa yang kamu lihat", Fritz tak merasa ingin menjawab tapi tetap Ia lakukan, "alat untuk menggali lubang" jawabnya, "tapi apa yang membuat mereka berbeda", Fritz tetap diam entah karena berpikir atau tidak mau menjawab. "Pengguna mereka, sekop digunakan oleh tukang bangunan untuk menggali lubang untuk pondasi, cangkul digunakan oleh petani untuk mengolah lahan mereka" jelasnya tapi Fritz masih terlihat tak tertarik. Eideth menambahkan, "tidak apa untuk alat memiliki yang berbeda, tak ada alat yang sempurna, mereka beragam karena memenuhi tugasnya masing-masing".
Eideth berhenti bicara dan Ia terpaku disana, Ia tak tahu kenapa Ia seperti itu, Ia mendengar dadu bergulir dan Ia berbicara dengan sendirinya. Memikirkannya lagi, Ia terdengar seperti orang tua, Eideth berpikir apa karena itu Fritz tidak tertarik mendengarkannya. Ia cuma berharap itu membantu, semoga pikirnya.
Irena membantu kakaknya, "benar kata kak Eid, tidak mungkin sebuah senjata bisa memiliki semua kemampuan itu" Fritz melirik kearah Irena kemudian melihat kembali ke cetak birunya. Entah kenapa Eideth jadi kesal melihat itu, Fritz bahkan tak melihatnya saat Ia menjelaskan, tapi Irena malah sebaliknya, Eideth mencoba sabar dengan menyalahkan guliran dadu itu.
Fritz mulai bekerja dengan cetak birunya dan dengan sekejap Ia menunjukkan tiga contoh rancangan. Setiap rancangan itu mengutamakan satu faktor saja, kerusakan, akurasi, dan kecepatan serangan. Setelah berbincang dan beberapa mengutak-atik, mereka menetapkan rancangannya. Seorang prajurit diperintahkan untuk mengantarkan rancangan itu kepada pandai besi Barak untuk segera dibuatkan.
"Semoga ini berhasil" ujar Fritz, mereka bekerja cukup keras pada rancangan itu, wajar jika Fritz gelisah. Fritz menoleh pada Eideth, menundukkan kepalanya berterima kasih, "terima kasih Tuan, saya mungkin perlu mendengar itu" ujarnya.
"Sama-sama, Aku tertarik pada senapanmu karena Aku ingin lihat berbagai senjata lainnya yang mungkin kamu kembangkan" jawab Eideth menepuk pundak Fritz, entah kenapa Fritz merasa Eideth menaruh harapan padanya. "Terima kasih ya sudah membantu Irena, Kamu benar-benar adik yang pintar" entah kenapa kata-kata itu keluar dari mulutnya, Ia pun merasa sedikit jijik. Namun Irena tak merasa seperti itu, Ia tersenyum lebar dan memukul lengan Eideth, "Sama-sama kak, kalau kakak ingin, Kakak bisa bantu Aku latihan untuk membalasnya" ujarnya sambil berkedip.
Eideth lega masalahnya sudah selesai, sekarang tujuannya adalah memperkerjakan salah seorang dari mereka. Ia akan melakukan segala cara, bahkan menyogok dewa dadu untuk itu.
Setelah selesai dengan permasalahan Fritz, Eideth segera mencari kedua rekannya. Tak perlu terlalu lama, Ia menemukan bibinya Eziel dengan petualang Wanita itu, mereka tengah berbincang, duduk di tempat minum teh yang biasa ibunya pakai. Suasananya sangat nyaman dengan pohon teduh dan bunga disekeliling, wajar tempat itu adalah tempat kesayangan Lucia. Eideth melihat seorang pelayan hendak membawakan teko teh dengan uap kecil keluar dari corongnya.
Eideth meminta teko itu dari si pelayan dan menyuruhnya pergi, Eideth berjanji Ia tidak macam-macam pada si Pelayan, agar pelayan itu tak terkena masalah. Setelah memegang teko tersebut, Eideth merapal mantra Cantrip sebanyak tiga kali, [Prestidigitation], [Minor Illusion] ujarnya. Mantra pertama untuk membuat teh itu terasa sangat enak, kedua untuk untuk mengganti wajahnya dan pakaiannya saat sudah mendekat, dan yang terakhir untuk mengganti suaranya dengan dialog yang sudah disiapkan. Ia meminta Zatharna menggulir dadu untuk pertunjukkan, dan berjalan masuk.
Eideth menjaga ketenangannya sebaik mungkin sambil membiarkan mantranya bekerja, dengan [Minor Illusion] Ia bisa membuat suara ataupun ilusi. Sangat berguna untuk menipu dan menyamar, setelah berhasil menuang segelas teh, Ia melepaskan ilusinya dengan gaya yang spektakuler, menarik jas ilusinya dan kembali ke pakaiannya semula.
Eziel dan Wanita itu hampir menumpahkan minuman mereka, reaksi wajah terkejut itu sedikit membuat Eideth puas. "Bagaimana kamu melakukan itu tadi, Aku bahkan tidak merasakan sebuah sihir" tanya Wanita itu. Eideth berkata bahwa itu rahasia, dan kemudian bertanya balik apa yang mereka obrolkan. Wanita itu memperkenalkan namanya sebagai Yuna, Ia seorang penyihir yang bertualang untuk menyelesaikan penelitiannya dalam sihir, Ia tak menjelaskan lebih dalam namun tujuan penelitian itu adalah untuk meneliti sihir unik atau Talent lebih dalam.
Eideth menjadi sedikit tertarik, Ia merasa ini cukup penting agar Ia bisa memahami Talent miliknya lebih baik. Yuna menjelaskan, "Talent adalah kemampuan khusus setiap individu yang memilikinya, untuk melihat sihir dengan cara yang berbeda dibandingkan orang lain. Talent sendiri terbagi menjadi beberapa macam; Mengubah kemampuan (Stat), Sihir ekslusif (Skill), Kemampuan bersyarat (Ability), dan unik (Unique)", "maaf, Anda bilang konsep" Eideth menyela. Eziel menyuruh Eideth untuk diam dan mendengarkan lebih baik.
"Ehem… Talent tipe Stat berfokus pada mantra/teknik sihir untuk mengubah kemampuan dasar, baik kekuatan dan sebagainya, Talent tipe Skill adalah mantra/Teknik khusus yang hanya bisa digunakan oleh individu tersebut, Talent tipe Ability adalah kemampuan spesial yang didapat dari memenuhi persyaratan, dan terakhir Talent tipe Unique, Talent ini sangatlah langka, dan hanya beberapa individu tercatat memilikinya dalam sejarah, salah satu yang memilikinya adalah Pan Gazier, pencipta Mantra dan Teknik sihir umum, karena beliau lah semua orang dapat menggunakan sihir dengan mana sekitar" jelas Yuna, Eideth tak menduga pembahasan tentang Talent akan begitu dalam.
Yuna melanjutkan, "Walaupun Talent sangatlah kuat, kelemahan mereka adalah mengikat pemiliknya, pemilik Talent tidak bisa menggunakan sihir umum yang sudah diciptakan oleh Pan Gazier, namun mereka masih bisa mengembangkan Talent mereka dengan prinsip mantra dan teknik dari Pan Gazier".
"Namun, itu tak semuanya benar, ada beberapa Talent yang mengizinkan pemiliknya menggunakan mantra sihir umum, seperti bibimu ini" ujar Eziel. Eideth mencoba menghentikan bibinya namun Ia bilang tak apa karena Ia sudah memberitahu Yuna lebih dulu.
Membicarakan Talent pada orang lain adalah hal yang dihindari, kecuali anggota keluarga atau rekan yang sangat dekat, Talent adalah hal yang sangat dirahasiakan. Itulah mengapa perbincangan tentang Talent sangatlah minim dan orang-orang tidak masalah dengan kerahasiaan tersebut, itu juga membantu Eideth bebas beralasan.
Eideth merasa penjelasan Yuna sangatlah masuk akal, Ia mengutip Vinesa pernah berkata Talent miliknya [Perfect Cut] sering gagal saat Ia masih muda, sebuah Talent tipe Ability yang memaksa penggunanya melakukan potongan sempurna, dengan sanksi yang berat jika gagal. Talent tersebut memperbolehkan penggunanya mendapat kekuatan diluar nalar namun dengan bayaran yang setimpal.
"Dan penelitianku menemukan, bahwa beberapa Talent memiliki penggunaan mana lebih sedikit dibanding dengan yang lain" ujar Yuna, Ia menjelaskan Talent itu sama seperti sihir, mereka memerlukan Mana untuk bekerja. Namun kemampuan Talent bekerja dengan mana yang lebih sedikit, membuatnya dominan dari mantra dan teknik sihir.
Eideth juga berpikir seperti itu, walau Ia belum pernah mencoba menggunakan Talent miliknya di tempat yang minim dengan Mana, Ia melihat Irena menggunakan Talent miliknya, [Perfect Calculation], tubuhnya dialiri dengan Mana yang sangat tipis, bukti bahwa Talent bekerja dengan cara yang sama selayaknya mantra dan teknik sihir.
Setelah puas mendengar penjelasan dari kedua penyihir itu, Eideth undur diri melakukan kegiatannya. Ia segera pergi mencari rekan Fritz dan Yuna, Louis. Ia tahu Ia tak bisa memperkerjakan Yuna karena Ia akan segera pergi, dan lowongan yang tersedia tinggal Louis. Eideth juga sudah mempunyai rencana yang matang untuk membuat Louis bekerja untuk Count Raziel.
Setelah menanyai beberapa pelayan, akhirnya Ia menemukan keberadaan Louis. Louis sedari tadi terus-terusan berkeliling baik dalam dan luar kastil, seperti berpatroli pikir Eideth. Ia menyapa Louis dan Ia menjawab, "halo Tuan, saya berterima kasih karena sudah menemukan jimat kesayangan saya sebelumnya" ujar Louis menundukkan kepalanya. Eideth sedikit berbisik tapi Louis tak bisa mendengar dengan jelas apa yang Ia katakana. "Kalau kamu mau berterima kasih, setidaknya jangan terus kehilangan benda ini" jawab Eideth, Ia mengangkat sebuah lencana dengan lambang Kerajaan Alms di tangannya.
Louis seketika kaget dan meraba kantungnya, betapa terkejut dan kagetnya Ia mendapati lencana itu masih ada dalam sakunya, Ia bahkan mengeluarkannya untuk mengecek. Beberapa detik berlalu dan lencana yang dipegang Eideth hilang menjadi abu, melihat reaksi Louis, Eideth langsung menyerangnya, "Salam kenal pangeran kedua Kerajaan Alms, Louis Alm Nigure" sapa Eideth.
Louis sangat tidak senang mendengar nama itu dan sedikit menunjukkan agresi miliknya. "Sebelum Anda marah, bagaimana kita bicara di tempat yang lebih tertutup" saran Eideth, Louis mengangguk setuju. Eideth mengajak Louis ke kamarnya karena tempat itulah yang paling aman dengan Gerard yang berjaga di depan pintu. Gerard muncul di waktu yang tepat dan melaksanakan perintah Eideth tanpa banyak bertanya.
Di dalam kamar, Eideth mempersilahkan Louis untuk duduk, beberapa minuman telah tersedia di atas meja, kejelian Gerard perlu diacungi jempol pikir Eideth. Setelah menyeruput teh itu, Eideth langsung ke intinya, "Louis, Aku ingin kamu menjadi Kesatria disini" ujar Eideth. Eideth tahu ini gila untuk memerintah seorang pangeran dari Kerajaan lain untuk menjadi seorang kesatria tapi Ia punya beberapa alasan. "Apa kamu mengancamku" tanya Louis, Eideth langsung menjawab tanpa memberi jeda "tidak sama sekali".
"Saya benar-benar tidak tahu mengapa Anda pergi bertualang hingga ke Raziel, tapi Saya bisa membuat asumsi" ujarnya. Eideth menjelaskan pemikirannya secara perlahan, "pertama, alasan Anda bertualang adalah untuk menjadi lebih kuat" Louis tidak berkomentar, "kedua, Saya tidak merasa Anda memiliki masalah dengan keluarga Anda karena saya tahu budaya timur sana" Louis mengangkat alisnya. Tak sampai disitu, Eideth melanjutkan, "ketiga, Anda memiliki mata yang sama dengan saya". Eideth menutup matanya sebentar kemudian menunjukkan matanya kembali, tatapan tanpa cahaya yang tak peduli pada apapun, tatapan yang sudah siap mempertaruhkan semuanya.
Beberapa kedipan membuat tatapan itu hilang dari mata Eideth, Eideth meminta maaf atas ketidaksopanannya, "Saya tidak bisa berjanji Anda bisa menjadi lebih kuat sesuai keinginan Anda, namun berlatih disini mungkin pilihan terbaik menilai semua kualitas latihan yang bisa didapat disini" ujarnya.
Louis memikirkannya perlahan kemudian mengulurkan tangannya, "berjanjilah Kamu akan menjaga rahasiaku dan bersikap seperti biasa tanpa memandang latar belakangku". Eideth menjabat tangan Louis tanpa pikir panjang, "Saya hanya harus terus memanggil Anda Louis bukan, senang berkenalan dengan Anda, Louis".
Mereka tertawa hangat dan lanjut mengobrol untuk lebih mengenal satu sama lain, mungkin karena latar belakang kebangsawanan mereka. Eideth pun mengeluarkan sebuah kertas kontrak pada Louis yang membuat raut wajahnya berubah, Eideth memberinya pena dan berkata, "perjanjian lebih kuat diatas kertas dibanding kata-kata saja bukan, Anda tahu pasti sebagai pangeran dari kerajaan pedagang". Louis tidak bisa membalas perkataannya itu karena harga dirinya tertusuk-tusuk dengan fakta.
Kontrak itu sama sekali tidak mengikat, hanya tertulis apa saja yang Louis harus lakukan selagi bekerja menjadi kesatria di kediaman Raziel, kontrak itu bertuliskan beberapa protokol yang harus Ia lakukan sekiranya terjadi hal mengancam nyawa, dan juga garansi untuk kedua belah pihak. Louis terkejut seberapa detail kontrak tersebut, Ia merasa seperti sudah diincar oleh Eideth sejak sekian lama. Ia pun mendatanganinya dan memberinya cap lilin yang sudah Eideth siapkan, Louis sedikit takut dengan kemampuan Eideth yang tidak terduga ini.
"Karena kontraknya sudah ditandatangani, selamat bekerja dengan Count Raziel kedepannya, Tuan Louis" Eideth ingin mensahkan kontrak ini dengan jabat tangan tapi Louis terlihat sedikit ragu, seperti ada sesuatu yang ingin Ia katakan, Eideth memahami gerak-gerik itu bertanya, "jika ada sesuatu yang ingin Pangeran katakana, silahkan saja". "Aku ingin menyelesaikan perjalanan dengan rekan-rekanku dulu sebelum menjalankan kontrak ini, harusnya Aku mengatakan itu sebelum menandatanganinya".
Eideth dengan santai membuka kembali kontrak itu dan memberikan penambahan dalam perjanjiannya, [kontrak ini akan ditandatangani kembali setelah penerima kontrak selesai mengantarkan rekan-rekannya pulang]. "sudah, seharusnya ini cukup bukan" ujar Eideth selesai menulis tambahan tersebut ditempat. Louis tidak percaya Eideth melakukan itu, itu adalah perilaku tidak profesional menambahkan isi kontrak setelah ditandatangani, malahan itu demi kenyamanan penerima kontrak. Louis semakin percaya Eideth sama sekali tidak punya niat buruk.
Mereka menutupi perjanjian itu dengan jabatan tangan, "senang bisa bekerja dengan Anda Tuan Eideth" ujar Louis, Eideth sudah paham bahwa Louis sudah mulai bersikap seperti orang biasa, membuatnya harus melakukan bagiannya juga dalam kontrak, "ya, Aku tunggu kedatanganmu kembali".
Louis mengundurkan diri dari kamar Eideth, suasana tegang seketika pecah dan Eideth terengah-engah mengatur nafasnya, Ia benar-benar tak percaya Ia cukup gila bahkan berhasil mempekerjakan seorang pangeran menjadi Kesatria untuk kediamannya. Eideth juga melakukannya tanpa meminta bantuan dari dewa dadu untuk meningkatkan kemampuannya bersilat lidah.
Eideth menjadi sangat lelah tiba-tiba, ketika konsentrasinya pecah, rasa sakit dari kelelahan sihir kembali menyerangnya. Eideth tak tahu seberapa keras Ia berlatih mantra segel tangan hingga terkena efek samping selama ini, Ia sedikit senang juga menderita karena ini. Dari buku yang Ia baca, semakin kuat efek samping dari kelelahan sihir, semakin kuat tubuh menahan efek samping kelelahan sihir kedepannya. Semakin kesakitan Ia saat ini, semakin kuat pula tubuhnya menahan kelelahan sihir untuk merapal mantra level tinggi.
Eideth memutuskan untuk tidur agar melupakan rasa sakitnya, sayangnya Ia tak bisa tertidur sama sekali, sehingga Ia hanya berbaring di atas tempat tidurnya menahan rasa sakit sambil menutum matanya, berharap rasa sakitnya cepat menghilang. Ia mencoba segala cara memalingkan pikirannya dari rasa sakit itu, menghitung domba, berhitung sampai Ia terhenti. Tapi seketika pikirannya lelah, kejut refleks membangunkannya dengan tiba-tiba. Itu terjadi sekali lagi hingga Ia menyerah untuk tidur.
Melihar tempat tidurnya dipenuhi keringat, Eideth pergi duduk ke kursinya dan mulai memainkan ponsel. Tak disangka, kebiasaannya saat sakit dari dunia lama agar bisa cepat sembuh akan Ia gunakan lagi. Walaupun itu hanya mitos, Ia bisa merasa pikirannya disibukkan dengan hiburan dan melupakan rasa sakit.
Setelah puas bermain, Eideth menaruh ponselnya dan melihat kearah jendela, waktu Ia berjelajah di dunia luar itu semakin dekat. Ia harus berhati-hati karena Ia benar-benar bisa mati diluar sana dari berbagai ancaman, entah kenapa itu tak menurunkan niatnya, malah membuatnya bersemangat. Ia tak sabar untuk melakukan apapun yang Ia mau saat berada diluar sana.