Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 14 - Loophole

Chapter 14 - Loophole

Eideth tersenyum lebar sambil menelpon seorang teman lewat ponselnya, Ia punya beberapa ide cemerlang setelah 2 jam membaca buku peraturan yang diberi pak Kepala. Linzel terdiam sejenak karena tak tahu harus merespon, "Kamu masih waras kan, Kamu tidak terpukul di kepala atau semacamnya, kan" teriaknya.

 

Eideth menjauhkan telinganya dari ponsel, Ia bahkan tak mengaktifkan speaker namun suara Linzel begitu keras. "Hey, dengarkan Aku dulu, Aku tidak gila, Aku menemukan sebuah celah dalam peraturannya" Eideth tergigik. Linzel tak percaya hal yang Ia dengar, sebuah "Celah" dalam peraturan. "Kamu tidak bercanda bukan, kamu tahu apa maksudnya ini" bisik Linzel sambil menutupi mulutnya kearah telepon.

 

"Maksudmu tentang, aturan spesial, ehem, siapa yang menemukan celah dalam peraturan besar, peraturan akan ditulis ulang, namun hak penemu itu dapat menggunakan celah tersebut sebanyak yang Ia mau" ujarnya. Itu adalah tantangan dari pak Kepala saat mengeluarkan peraturan tersebut atas perintah Dewa antardimensi, Ia bahkan dengan percaya diri membiarkan penemu celah itu menjadi pengecualian spesial atas celah dalam peraturan yang Ia buat dan bisa mengeksploitasinya sebanyak yang Ia mau. 

 

Ia membisikkan celahnya pada Linzel dan menyuruhnya untuk segera memberitahukan pak Kepala. Linzel menutup teleponnya dan berlari ke ruang pak Kepala, Ia mengetuk pintu itu seperti dikejar hantu. "Iya, sebentar, tidak perlu seperti itu, ada keperluan apa" seorang wanita dengan tanda pengenal bertuliskan asisten.

 

"Saya memerlukan audiensi pak Kepala, darurat kode C" mendengar perkataannya itu, asisten itu membuka pintunya dengan lebar. "Silahkan masuk" ujarnya selagi Linzel berlari masuk ke dalam. Pak kepala kini berbalik karena mendengar ada yang mencoba tantangannya. Irena menjelaskan semua celah-celah yang ditemukan Eideth kepada pak Kepala. "Sial, Ia menemukan sebanyak ini, Aku tidak menyangka Aku benar-benar kalah" nada suara pak Kepala mengecil, beberapa ribu tahun Ia berpikir takkan ada yang mampu mengalahkan tantangannya hanya dalam beberapa jam.

 

Eideth menunggu dengan santai sambil berbaring di lapangan dibawah terik matahari, Ia tidak diperbolehkan latihan oleh Ibunya, Lucia bahkan menahan Vinesa dengan membawanya berbelanja dengan alasan agar Vinesa lebih feminim. Eideth dengan santai memainkan Smartphone miliknya dalam waktu luang yang Ia punya. Minggu ini adalah minggu paling sibuk yang Ia rasakan selama ini, banyak terjadi setelah pesta kedewasaannya. Otoritas, kebangkitan Talent, penyembuhan kondisi status, Ia juga mendapat benih kosong dari inti Aether. 

 

Eideth mendengar dentingan besi dari kejauhan, Ia yakin ibunya melarang seluruh latihan hari ini. Ia menjadi penasaran dan mencari sumber suaranya. Ia menemukan Irena dan Zain berlatih bersama, dan Eziel sebagai wasit. Eideth merasa tidak enak untuk menghampiri mereka ketika begitu fokus, jadi Ia berlari ke dapur kastil dan meminta pelayan untuk mengisi sebuah keranjang dengan cemilan.

 

Eideth kembali ke sana dengan keranjang penuh cemilan di lengannya. Ia melihat sparring mereka belum selesai sedari tadi, membuatnya berpikir itu adalah latihan stamina. Ia dengan senyap mencoba mengendap-ngendap ke belakang Eziel, "Kamu mencoba mengagetkan Bibi ya" ujar Eziel. Eideth yakin Ia tak menghasilkan suara sedikitpun tapi Eziel berkata Ia merasakan mana miliknya.

 

Eideth duduk disamping Eziel dan menawarkannya beberapa cemilan. Eziel mengambil puding coklat dari semua pilihan, Ia memang pecinta manisan sedari dulu. Mereka kemudian lanjut menonton latihan Zain dan Irena. 

 

Irena sudah cukup terampil menggunakan sabitnya hanya dalam beberapa hari, hal ini bisa terjadi karena Talent yang dimilikinya. [Perfect Calculation] Itu adalah Talent yang tidak memiliki kemampuan aktif dalam bertarung, kemampuan yang membuatnya mampu melakukan perhitungan sempurna setiap waktu dalam hitungan mili-detik. Irena tidak mungkin dapat menguasai teknik untuk menggunakan sabit hanya dengan berlatih beberapa hari. 

 

Talent mempengaruhi bagaimana seseorang melihat dunia, sihir dan kemampuan khusus yang diberikan sebuah Talent pada pemiliknya, tidak bisa dimiliki oleh orang lain karena Talent terikat dengan jiwa mereka. Namun kelemahan besar semua orang yang memiliki Talent, mereka tak bisa memakai sihir umum. 

 

Irena dapat menahan serangan Zain dengan baik, penggunaan tekniknya cukup terampil. Walau Zain tampak menahan diri, Irena mendorongnya untuk melakukan perlawanan. Eideth dengan santai memakan cemilannya sambil menonton, Ia juga memastikan sekitar apabila ibu mereka tiba-tiba sudah pulang.

 

Eideth melihat bibinya yang sedang membaca buku sembari menonton, Ia melihat sampul buku itu bertuliskan [Sihir Universal Pan Gazeir]. "Pan Gazeir" Eideth membaca sampul buku itu menarik perhatian Eziel, "Kamu ingin mendengar cerita pahlawan kuno Pan" ujarnya. 

 

"Sebelum penjajahan dewa dunia lain, para ras tinggi menguasai segalanya. Kekayaan, kekuatan, ilmu pengetahuan semua dipegang oleh ras tinggi", "tunggu, apa ini cerita tentang Era... gelap" tanya Eideth, Ia mengingat cerita Vivian sebelumnya. "Benar, para ras tinggi...", "Siapa itu yang berlatih lagi" teriakan Lucia terdengar lewat seluruh kastil, "ayolah tidak lagi" keluh Eideth. Zain dan Irena membeku ditempat, Eideth langsung menyelamatkan saudaranya dan membawa mereka ke pinggir lapangan. "Bibi tolong lapangannya" Eziel merapal mantra untuk membersihkan lapangan yang berantakan dengan jejak kaki bekas latihan mereka.

"Hey, hey, sial" Eideth melambaikan tangannya didepan mata saudaranya namun mereka benar-benar membeku. Eideth merapal mantra yang sudah Ia siapkan, "Aku tidak tahu apa ini akan berhasil, mari kita coba, [Prestidigitation], bersihkan semua pakaian dan tubuh mereka", mana bergerak sesuai perintahnya, pakaian dan tubuh Zain dan Irena seketika bersih dari noda.

 

Lucia berjalan dengan cepat ke lapangan kastil, Ia bisa merasakannya saat menginjakkan kaki didepan gerbang. Setelah Agareth beserta anggota ekspedisi pulang kemarin, Lucia sangat terkujut begitu banyak yang terluka walaupun Ia bersyukur tidak ada korban jiwa. Ia memerintahkan semua orang untuk beristirahat penuh selama beberapa hari, mengenal keluarganya yang maniak latihan Ia tahu mereka akan membangkang. 

 

"Ehem... Bibi hari ini akan mengajari kalian sihir dasar" Eziel menerbangkan buku miliknya di udara untuk menunjukkan sebuah tabel disana, "ada banyak jenis sihir di Artleya, walaupun kalian memiliki Talent sehingga tidak bisa menggunakan sihir umum, kalian masih bisa menghapus sihir itu dengan menggunakan aturan mana" Eziel berpura-pura mengajarkan sihir pada para Raziel muda. Lucia tak percaya yang dilihatnya, Ia merasa insting keibuannya tak mungkin salah, tapi tak tahu apa yang terjadi. "Oh, hai Kak, Kakak sudah pulang, Aku baru saja mengajarkan mereka tentang sihir" Eziel mencoba mengalihkan perhatian.

 

"Um... Kalian sedang belajar" tanya Lucia, "iya Ibu" jawab mereka bertiga dengan serentak. "Baiklah kalau begitu, lanjutkan pelajaran kalian" ujarnya sambil pergi menarik Vinesa yang membawa barang belanjaan. Vinesa ditarik pergi dengan tangan penuh tas, wajahnya terlihat meneriakkan "selamatkan Aku". Mereka berempat tak berani melawan dan hanya melambai-lambai.

 

Mereka melepas nafas lega, berhasil menyelamatkan diri dari amarah Lucia. "Makasih Kak" Zain dan Irena memeluk Eideth dari samping, mereka berterima kasih karena telah diselamatkan. "Kalian tidak berterima kasih pada Bibi" Eziel merengutkan bibirnya, mereka berpelukan berempat ditempat. Selesai berpelukan Eideth meminta Eziel untuk melanjutkan pelajaran daripada mereka tertangkap basah untuk mencoba latihan lagi.

 

"Bibi, apa maksud Bibi dengan menghapus sihir tadi" tanya Irena. Eziel mulai menjelaskan prinsip dasar sihir. "Sihir terbentuk karena rapalan dan mana, jika bahan bakar untuk sihir dihilangkan, secara teori semua sihir bisa dibatalkan" ujarnya. Tak berhenti disitu, Ia melanjutkan, "penyihir adalah orang yang berbahaya, kemampuan mereka memakai sihir membuat mereka sulit dikalahkan oleh pengguna pedang biasa, namun ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk melawan mereka" mendengar hal itu, mereka bertiga semakin bersemangat mendengarkan pelajaran.

 

"Pertama, membatalkan rapalan, penyihir sangat tidak terlindungi saat merapal mantra, itu adalah kelemahan terbesar mereka, Kedua, teknik pembalik, ini adalah konsep yang berguna untuk petarung jarak dekat yang lemah terhadap serangan sihir, walau tak bisa menetralkan sihir seluruhnya, mereka dapat mengurangi kerusakan sihir yang mereka terima" 

 

Eideth jadi terpikir apa *Saving roll, termasuk teknik pembalik, karena jika kamu berhasil mendapat guliran dadu lebih tinggi dari sihir yang digunakan, kerusakan yang diterima hanya setengah.

 

*Saving roll adalah guliran dadu yang dilakukan jika karakter dipaksa melakukan sesuatu.

 

"Pan Gazeir, Pahlawan penyihir menciptakan dasar mantra sihir yang bisa dipakai siapa saja, walau seseorang dengan Talent tidak bisa memakai sihir umum, dasar mantra sihir Pan Gazeir dapat membantu mengembangkan Talent mereka. Begitu juga dengan Teknik umum Bram Siegerd" jelas Eziel.

 

"Bibi, bisakah bibi menceritakan kisah Pahlawan Teknik dan Pahlawan sihir" tanya Eideth. Eziel kemudian menjelaskan sekilas legenda kedua pahlawan itu. Pahlawan Sihir Pan Gazeir menciptakan aturan sihir, sementara Pahlawan Bram Siegerd menciptakan Teknik dasar universal. Mereka berdua menciptakan ini karena pembantaian pemilik Talent ribuan tahun lalu yang mengakibatkan Sihir dan Beladiri hampir menghilang. Berkat kedua ilmu ini, mereka yang tidak memiliki Talent dapat mengembangkan diri mereka untuk menghadapi ancaman dewa dunia lain. Setelah ribuan tahun, keduanya berganti nama menjadi Aturan sihir umum dan Teknik beladiri umum. 

 

Eideth masih sangat bingung dengan sejarah Artleya, banyak sekali waktu-waktu yang tidak tercatat dengan jelas, buku-buku tentang sejarah sangat sedikit dan disimpan oleh kerajaan. "Jadi Bi, ringkasnya, Dulu kita diperbudak oleh ras dengan kekuatan luar biasa, kita memberontak, dewa dunia lain datang menjajah, dan sampai ke masa sekarang, begitu" ujar Eideth. "Secara singkat, benar seperti itu, itulah situasi Artleya saat ini" jawab Eziel.

 

"Kalian akan mempelajari semua itu ketika kalian belajar di Akademi, akan terlalu panjang jika menjelaskannya semua sekarang" ujar Eziel sambil mengusap kepala Eideth. "Bi, Aku ini 18 tahun, bukan lagi anak-anak" 

 

Eideth tidak bisa bilang Ia tidak nyaman dengan perlakuan ini, walau berbeda dari standar dunia lamanya dimana anak-anak sudah didik sedari kecil, bukanlah hal aneh jika Ia baru belajar di akademi saat umur 18 tahun, Ia menganggapnya sebagai kuliah didunia lamanya.

Walaupun Ia tidak terlalu puas dengan jawaban Eziel tentang sejarah Artleya, pengetahuannya tentang dunianya saat ini mulai bertambah. Itulah alasan Ia hendak bertualang lebih dulu selama enam bulan sambil menunggu tahun ajaran baru dibuka. Eideth sudah bisa mulai bertualang karena pemurnian Sixen telah selesai namun masih ada yang menghalanginya untuk pergi.

 

Selesai belajar, Eideth membagikan cemilan yang Ia bawa pada mereka semua. Walau Ia ingin segera pergi bertualang, Ia ingin menikmati sebaik mungkin saat bersama keluarganya seperti ini. Ia juga membuat rencana agar Ia bisa pergi tanpa terus memikirkan rumah. Selesai makan, mereka kembali ke kamar mengurus urusan masing-masing. Eideth sudah menduga Zain dan Irena akan berlatih mandiri ketika mereka sampai ke kamar, Eideth tidak berkomentar karena Ia juga menunggu panggilan telepon dari seseorang.

 

Eideth segera mengunci pintu kamarnya setelah masuk, Ia meletakkan ponselnya di tengah meja dan duduk menunggu panggilannya datang. Mendengar kabar dari Linzel, pak Kepala akan menelponnya balik untuk membicarakan hadiah karena menemukan kelemahan peraturan. Eideth duduk dengan tenang sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan, seperti pose berpikir. Detik terlewat menjadi menit, dan terus berjalan menjadi jam, namun telepon tersebut tetap tidak berdering. Kesabaran Eideth sudah pada batasnya dan Ia sudah tak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia mengambil ponselnya dan membuka internet, tepat saat aplikasi penelusuran terbuka, Eideth mendapat panggilan.

 

Eideth begitu kesal namun disana tertuliskan nama [Pak Kepala], Ia merasa seperti dijahili tapi Ia tidak bisa marah, "Halo, pak Kepala, ada apa" ujarnya sambil menahan marah. "Jangan bertele-tele, Kita akan membicarakan tentang hadiahmu, bisakah Kamu kembali ke sini" tanya pak Kepala pada Eideth. "Maaf pak Kepala, tapi saya tidak diperbolehkan keluar rumah" Eideth beralasan. "Baiklah kalau begitu, saya akan utus Linzel, sampai jumpa" balasnya.

 

Eideth benar-benar malas jika harus kembali ke IDC secara langsung, apalagi Ia punya seorang bawahan yang bisa Ia tugaskan, Ia akan menggunakan otoritasnya sebaik mungkin jika diperlukan. Setelah puas berguman tentang rencana liciknya, Linzel datang melalui portal miliknya di hadapan Eideth. Eideth terjatuh dengan kursinya ke belakang karena hilang keseimbangan, "wow, kamu tampak berbeda" ujar Eideth melihat penampilan baru Linzel.

 

Linzel sekarang mengenakan pakaian kantor yang lebih bermodel, atasan tanpa lengan dilengkapi dengan jas yang terikat di pundaknya bagaikan jubah, Ia juga memakai skort (celana berbentuk rok) dengan stocking hitam. Eideth memuji penampilan baru Linzel, "Aku tidak mengira promosi merubah seseorang secepat itu".

 

Linzel beralasan, "ehem... Ini hanyalah pakaian kerja untuk hari santai". Linzel sedikit mengiraikan jasnya agar Eideth dapat melihat pakaian barunya, "oke, ayo kita mulai pembahasan hadiahnya" tegasnya. Eziel sedikit kesal Eideth tidak terlalu peduli dengan pakaian barunya, Ia meletakkan beberapa dokumen di meja dan membuka layar otoritas yang menunjukkan panggilan video.

 

"Mari kita mulai pembahasan mengenai hadiahmu" terang pak Kepala. Mereka mulai mendiskusikan pengaturan hadiah Eideth, pak Kepala memutuskan beberapa peraturan terhadap hadiahnya, yang sebagian besar hampir tidak mungkin diberikan secara langsung. Eideth bertanya, "jadi saya belum bisa memakainya sepenuhnya". Pak Kepala mengangguk, "ada keterbatasan pada hadiah yang dapat kami berikan, maaf, ini adalah perintah Dewa kami" jelasnya. 

 

Eideth tidak menyangka Dewa Dimensi akan turun tangan mengenai hal ini, Ia biasanya selalu diam dan menonton tapi ini mungkin terlalu berlebihan untuknya. Eideth menerimanya dengan lapang dada, walau sedikit terkendala, Eideth memastikan, "hadiahnya tidak akan berubah lagi bukan". Pak Kepala memastikan bahwa ini adalah perubahan terakhir, Ia berjanji hadiahnya akan segera dipersiapkan secepatnya.

 

Linzel menutup layar panggilan video dan merapikan dokumen-dokumen yang ada. Ia diam saja selama diskusi tanpa berkata-kata, Ia tidak tahu apa Linzel menjadi lebih profesional atau ada yang salah. Linzel berdiri dari kursinya dan hendak berbalik pergi, Eideth menyerah dan melakukannya, "pakaian yang bagus, kamu terlihat cantik memakainya". Linzel menghentikan langkahnya yang hendak masuk kedalam portal, Ia membalikkan wajahnya dengan ekspresi malu, Eideth bisa melihat pipi dan telinganya memerah. Ia tidak mengatakan apa-apa dan berlari masuk kedalam portalnya.

 

Melihat tingkah Linzel, Eideth semakin bingung dengan pemikiran wanita, walau dunia lamanya hingga saat ini, wanita tetap saja makhluk yang membingungkan. "Bahkan sihir lebih sederhana dari wanita" tegasnya, Eideth mulai membaca buku di waktu senggangnya.

 

Sihir adalah fenomena yang diciptakan dengan menggunakan rapalan untuk mengendalikan mana, rapalan adalah ungkapan kata-kata untuk memicu mana dan membangkitkan sihir. Rapalan adalah salah satu dari komponen yang diperlukan untuk melakukan sihir, gerakan tangan juga diperlukan, terkadang ada mantra yang memerlukan sebuah material untuk dirapalkan dan sebagian menghabiskan materialnya sebagai biaya. 

 

Itu adalah aturan yang sederhana, sebagian besar mantra dituliskan seperti puisi. "Seperti membaca puisi saja" seru Eideth sambil membayangkan perlombaan puisi di dunia lamanya, saat orang membaca puisi mereka menggunakan gerakan tangan dan terkadang membawa benda agar penampilan mereka terlihat menarik. "Apakah itu sihir, penampilan puisi untuk mengendalikan mana" Eideth mendapat pencerahan yang menarik.

 

Sistem sihir Artleya entah kenapa sangatlah sederhana, walau banyak modifikasi yang dilakukan para penyihir untuk menguak rahasia mana dan sihirnya, dasarnya tetaplah sama. Eideth segera memastikan pencerahan yang Ia dapat kepada Eziel, Ia berlari keluar dari kamarnya dan berlari di lorong sesenyap mungkin menuju, Ia mengetuk pintu itu seperti dikejar hantu, "Bibi, apa bibi didalam, ini darurat" teriaknya pelan-pelan. 

 

Eideth menunggu sesaat setelah mengetuk, Eideth mendengar suara benturan diikuti dengan suara barang-barang terjatuh. Pintu kayu itu terbuka dengan perlahan, Eideth bisa melihat dari celah kecilnya kamar itu sangat berantakan, buku dan kertas bertebaran dimana-mana, tongkat sihir dan beberapa botol ramuan terjatuh di lantai, Eziel menjawab sambil mengelus kepalanya, "apa, siapa, apa yang terjadi, darurat apa". Eziel melihat Eideth memegang sebuah buku sambil menatapnya dengan kebingungan, Ia memahami apa yang terjadi dan menghela nafasnya, "ternyata kamu, masuklah".

 

Eziel mengambil tongkatnya dari lantai tanpa menggoyangkannya sambil merapal mantra, angin bertiup dan mengangkat semua kertas-kertas yang bertebaran, buku-buku melayang dan kemudian tersusun dengan rapi. Kamarnya kembali rapi hanya dengan satu rapalan mantra. Eideth membuka bukunya dan memastikan idenya, "itu benar itulah sihir" terang Eziel dengan singkat. Eideth termenung sesaat dan memastikan dengan kedua tangannya sendiri.

 

"Hey, apa yang kamu lakukan itu" tegur Eziel melihat Eideth melakukan gerakan tangan aneh. Eideth membuat gerakan tangan seperti anime yang Ia tonton, beserta mengucapkan nama jurusnya, "raikiri..." Eideth melihat tangannya dialiri listrik yang menyebar kemana-mana. Itu hanya berlangsung selama sesaat karena Eideth kehilangan konsentrasi namun mereka berdua melihatnya dengan jelas. Eziel menggenggam kedua lengan Eideth dan menggoyangkannya dengan keras, "cepat jelaskan, apa yang baru saja kamu lakukan" teriaknya.

 

Eideth menjelaskan Ia juga tidak tahu apa yang Ia lakukan, Ia hanya melakukan itu secara insting, ungkapnya. Eziel tampak mempercayainya, namun Ia sadar itu adalah cara memakai sihir yang unik. Teknik rapalan yang singkat namun lebih banyak gerakan tangan, Eziel segera membuka bukunya karena mengingat sesuatu, Ia menunjukkan lembar yang Ia temukan dibuku itu, mereka membacanya bersama, "teknik sihir dari benua timur, Ninsu, adalah variasi gerakan tangan disertai nama mantra sebagai pengganti rapalan, menggunakan ki atau chakra yang merupakan nama timur untuk mana". 

 

"Oh... begitu..." mereka mengelus kepala mereka masing-masing. Itu adalah penemuan unik yang tak pernah mereka perkirakan sebelumnya. "Namun kelemahannya jadi lebih berat" ujar Eziel, Ia menjelaskan bahwa teknik sihir di timur dan barat sangatlah berbeda walau memakai aturan yang sama. 

 

"Jika memakai gerakan tangan, penyihir akan lebih sulit mempertahankan diri mereka karena banyak sekali mantra kita yang berfungsi penjerat untuk mengikat bagian tubuh, pantas saja teknik sihir timur tidak terlalu terlihat di barat" jelas Eziel pada Eideth. Eideth berpikir itu masuk akal, Eideth pernah melihat seorang prajurit yang jelas Reaper merapalkan sihir sambil bersembunyi di balik perisai. 

 

"Lagipula kita punya [Counterspell]" jawab Eziel. Ia menjelaskan mantra pembatal sihir, "simpelnya, mantra ini merusak hubungan mana dengan perapal mantra saat Ia mengucapkan komponen vokal (mantra), jika teknik ini berfokus pada gerakan tangan dan harus mengucapkan nama mantranya, [Counterspell] akan membatalkan semua usaha keras perapalan tersebut" jelasnya sambing mengacungkan hidungnya. Eideth tidak bisa berargumen dengan kesimpulan itu karena secara teori itu benar.

 

Eideth sudah puas mendiskusikan pencerahannya pada Eziel dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya. "Tunggu sebentar" Eziel mencari sesuatu dari tumpukan buku miliknya, dan melemparkan buku baru untuk Eideth. "Bibi yakin kamu sudah selesai membaca buku yang sebelumnya, kamu bisa ambil ini, jangan tidur terlalu malam" sarannya pada Eideth. 

 

Eideth berterima kasih dan kembali, Ia menjepit buku itu dengan lengan dan tubuhnya untuk memperhatikan kedua tangannya. Ia mencoba memastikan realita, membuka jari-jarinya perlahan-lahan berulang kali. Perasaan senang memenuhi hatinya, "Aku bisa memakai Ninsu" sahutnya sambil melompat-lompat. Seperti keinginan masa kecilnya terpenuhi, gerakan tangan yang Ia hafal dan ulangi bertahun-tahun (saat di dunia lamanya) akhirnya berhasil. Itu adalah pencapaian luar biasa yang tidak mungkin terjadi di dunia lamanya. Ia masuk kedalam kamar dan mulai mencoba ulang Ninsu untuk memuaskan dirinya. 

 

"Agh... humph... Argh..." Eideth menahan teriakannya, Ia terlalu berlebihan menggunakan mana. "Beban fisik menggunakan sihir, masa Aku terlalu lemah" Eideth mengendalikan pernafasannya, Eideth mendapat pengetahuan ini kemarin setelah Ia mematikan Talent miliknya kemarin, Ia bisa menonaktifkan dan mengaktifkan Talent miliknya semaunya. Saat Talentnya aktif, Ia hanya bisa menggunakan sihir dalam TTRPG, namun jika Ia menonaktifkan Talentnya, Ia dapat memakai sihir Artleya yang sudah lama Ia pelajari. "Teori-teori itu tak pernah menjelaskan rasa sakitnya dengan rinci, aduh" rusuknya tertarik ketika Ia mencoba berdiri tegak.

 

Kemampuannya cukup berkembang secara drastis setelah upacara kedewasaannya, kondisi statusnya yang sembuh, kebangkitan Talent, dan Ia dapat memakai sihir Artleya menggunakan teori-teori dari buku sihir yang terus Ia pelajari. "Tapi tubuhku tidak cukup kuat untuk sihir Artleya" tegasnya, Eideth mengaktifkan kembali Talent miliknya dengan layar status dan segera tidur untuk memulihkan diri. Eideth mencoba mengambil posisi nyaman diatas ranjang, "ugh, tidak membantu sama sekali, haa... selamat malam" ujarnya sebelum tidur.

 

...

Keesokan paginya, Eideth bangun telat, mematahkan rekor baik yang Ia buat akhir-akhir ini, Ia dibangunkan oleh Gerard dengan senyuman manis di wajahnya. Ia membuka tirai jendela untuk membiarkan sinar matahari masuk, Ia tertawa kecil sambil berkata, "selamat pagi, Tuan, waktunya bangun". Eideth membuka matanya dengan paksa dan berusaha duduk dari tidurnya, kelelahan akibat sihir hampir tidak berkurang sama sekali. "Kenapa tubuhku...", "sepertinya Anda terkena kelelahan sihir, itu bukanlah perasaan yang nyaman, Aku tahu" sela Gerard memotong perkataan Eideth.

 

Eideth tidak tahu apa itu candaan tapi Ia tahu sikap Gerard, "Kamu pernah mendapat kelelahan sihir seburuk ini" tanya Eideth. Gerard mengusap lengannya sebelum menjawab, "itu bukan pengalaman yang menyenangkan selagi bekerja" Ia tersenyum sinis. Eideth tahu pekerjaan Gerard sebelum menjadi pelayan, itu pasti bukan perasaan yang baik.

 

"Teh lemon Tuan" Eideth mengambil gelasnya dari Gerard. Ia menyeringai dengan ceria namun Eideth entah kenapa merasa kesal melihatnya. Ia mulai meneguk teh lemon itu perlahan-lahan, Ia sudah menduga akan terasa sangat asam. Ia berhenti menyirup tehnya dan berpikir sejenak, Ia melihat ekspresi wajahnya yang masam di pantulan teh lemon asam itu. Ia kemudian meneguk teh itu dengan cepat dan menunjukkan wajah senangnya seperti biasa.

 

"Terima kasih Gerard, itulah yang kubutuhkan" Ia mengusap mulutnya dengan sapu tangan yang diberikan Gerard. Eideth segera mandi dan bersiap untuk sarapan, Ia berlari secepat yang Ia bisa ke ruang makan. Tentu saja Ia yang paling terakhir datang, seluruh keluarganya menatap Eideth yang terlambat, "maaf semuanya" ujarnya segera duduk ke kursinya. 

 

Eideth melihat wajah kakaknya yang kelelahan, "Kamu terlambat Kak" tegurnya. "Kak Eid latihan sihir terlalu keras sih" lanjut Irena. Eideth bingung bagaimana Irena dan Zain bisa tahu, Ia melihat Eziel melambai padanya. Dia benar-benar tertangkap basah, Lucia menegur, "jangan lakukan itu lagi Eideth, tidak baik jika kamu pergi bertualang dan bersikap seperti itu, istirahat sama pentingnya". "Baik Ibu" jawabnya, "Karena semuanya sudah berkumpul, mari kita makan" ujar Agareth. 

 

Selesai makan, mereka berbicang sebentar, "Eideth, bagaimana persiapanmu untuk pergi bertualang" tanya Lucia. "A... hampir selesai Bu, Aku akan mengunjungi tukang besi Barak nanti" jawabnya. "Aku ingin ikut" sela Irena, "Aku juga" potong Zain. Mereka bekerja sama dan menunjukkan wajah memelas mereka menatap Lucia, kombo tiga orang itu sangatlah kuat, Lucia memalingkan wajahnya pada Agareth dan memberi izin pada mereka.

 

Mereka segera bersiap untuk pergi keluar dan berbelanja, dengan uang yang diberikan oleh Ayah mereka. Mereka bertiga kemudian diantar oleh seorang kusir dengan kereta kudanya, perjalanan yang cukup singkat namun pemandangan dari kota Raziel membuatnya selalu menjadi keindahan unik tersendiri. 

 

Karena beberapa permasalahan, kastil Raziel berada di ujung kota Raziel, belum lagi kastilnya yang dibangun diatas bukit yang cukup tinggi, bukit yang melindungi kota Raziel dari perbatasan kerajaan lain dan menara Sixen. Pintu depan kastil yang menghadap kearah perbatasan melindungi kota yang ada dibalik punggungnya. Para pendahulu Raziel tahu kelemahan yang mereka buat saat melindungi kastil, punggung yang terbuka untuk serangan musuh, namun Raziel memiliki banyak relasi dengan bangsawan lain disekitarnya, membuat mereka saling melindungi dan tidak berafiliasi dengan faksi manapun.

 

Sesampai didepan toko pandai besi barak, terdengar sebuah keributan dari dalam toko. "Pergi dari sini" suara teriakan Barak bisa terdengar dari balik pintu, Mereka bertiga segera berlari masuk untuk melihat apa yang terjadi. Pintu masuk terbanting dengan keras karena dobrakan mereka, mereka bertiga melihat sekitar mencari arah teriakan Barak. "Pak tua Barak, apa yang terjadi" teriak mereka, mata mereka perlahan mulai beradaptasi dengan cahaya ruangan itu sehingga mereka dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi.