Eideth duduk menunggu di balkon kamarnya, memainkan ponselnya dibawah sinar bulan. Ia menonton sebuah video panduan petualangan TTRPG, orang yang Ia tunggu terlalu lama hingga Ia bosan. Sebuah angin bertiup melewatinya, menerbangkan tirai jendela yang menghalanginya. Perlahan sebuah cahaya muncul entah dari mana membentuk sebuah cincin, entah konsep apa dibaliknya cahaya itu membentuk sebuah portal. Dari keluar seorang wanita yang terlihat familiar walau wajahnya tersembunyi di balik bayangan. "Akhirnya Kamu sampai, lama sekali" Eideth menutup ponselnya.
"Kenapa kamu memanggilku sih, Aku sibuk" ujarnya kesal, Ia adalah orang yang membuat Eideth harus menjalani kehidupan ketiga yang tidak Ia inginkan ini, Ia adalah orang yang Eideth paling salahkan atas segala kesulitan yang Ia terima selama ini. Linzel datang melalui portal kecil miliknya, dengan tangan terlipat didepan dadanya. Ia memiliki rambut yang panjang sekarang hingga ke pinggang, rambut hitam panjang yang halus bergelombang diujungnya. Ia memakai sebuah seragam hitam putih namun terlihat jelas itu sudah dimodifikasi ulang sesuai dengan gayanya. Eideth mengingat jenis gaya pakaian itu lewat ponselnya, "pakaian apa itu, tomboy" ledek Eideth.
*Linzel adalah wanita kecil yang berbicara dengan Eideth pada chapter 1 dan 2
"Ugh... cepatlah, apa maumu, Aku masih banyak pekerjaan", "Hey, sopan sedikit pada atasanmu, kamu lupa" Eideth memang punya dendam pribadi pada Linzel, bekerja sama dengannya sudah tidak terpikirkan olehnya namun Ia tetap bersikap tenang dan profesional. "Haah... sudahlah, Aku tidak berniat cari ribut denganmu, bawa Aku ke Pusat, Aku ada urusan" Linzel hampir salah dengar namun Eideth mengatakannya lagi membuatnya terkejut.
"Tidak, tidak bisa, Aku tidak mau" tolak Linzel. "Apa maksudmu, ini perintah" tegasnya. "Tetap tidak mau, hari-hariku sudah buruk disana, Aku tidak mau melihatmu juga disana, kenapa kamu tidak hidup tenang saja disini" Linzel bersikeras menolak, Eideth merasa ada hal lain dibalik sikap Linzel, walau Ia hanya menemuinya beberapa kali dan hanya sebentar, ada yang aneh pikirnya.
"Cepat lakukan saja, Aku tidak peduli tentang masalahmu, tapi Aku harus melakukan ini, ini juga bagian dari kontrak, Kau tidak ingin bertemu dengan petugas diatas, kan" Eideth menggulir dadu dua puluhnya dalam pikirannya. Walau tidak perlu, Ia ingin mencoba mendapat hasil terbaik. [d20/4] Mana disekitar mereka terasa aneh, "Apa kamu baru saja mencoba menggunakan Talent mu padaku" Linzel menyadari perubahan ini.
Eideth yang sudah tertangkap basah, malah mendesak Linzel lebih jauh lagi untuk menyelamatkan mukanya. "Makanya, lakukan saja, bukan urusanmu apa yang Aku kerjakan" Eideth meninggikan suaranya, Ia tahu kalau Ia menangani ini dengan pengecut, bisa-bisa takkan berjalan baik.
Linzel menggaruk kepalanya sambil berpikir, "baiklah, Aku tidak ingin masalah, lakukan saja apapun yang kamu mau, tolong lakukan saja dengan cepat" nada bicara Linzel berubah, seperti menyerah, sedih, dan lelah tercampur menjadi satu. Itu bukanlah respon yang Ia kira, ditambah raut wajah Linzel membuatnya merasa sedikit bersalah karena menanyakan ini.
Linzel membuka portal miliknya dan mengatur ukurannya agar bisa dimasuki Eideth. Linzel masuk terlebih dahulu tanpa berkata apa-apa, Eideth melangkahkan kakinya dalam portal tersebut sambil menutup matanya. Eideth tidak mengerti perasaan aneh saat memasuki portal memindahkannya ke suatu tempat, tubuhnya terasa ringan, bagian tubuhnya seperti menghilang, kesadarannya terbelah, Eideth tidak tahu perasaan mana yang tepat untuk menggambarkannya.
Begitu Ia membuka matanya, Ia disuguhkan pemandangan luar biasa. Gedung-gedung tinggi pencakar langit memenuhi cakrawala seujung mata memandang, langit malam yang penuh bintang namun hari terlihat terang seperti di pagi hari, udara dingin malam yang tidak sesuai dengan terangnya suasana sekitar. Kekagumannya terhenti ketika Linzel menyadarkannya, "jangan melamun, Aku ingin menyelesaikan ini segera, ini juga bukan pertama kalimu disini" ujarnya.
Linzel melihat Eideth masih mengenakan pakaian ala abad pertengahan mengerutkan dahinya, "apa, ini bukan salahku" elak Eideth. Linzel menjentikkan jarinya, itu adalah hal yang mengejutkan Eideth berapa kalipun Ia melihatnya walau hanya dua kali. Pakaian Eideth seketika berubah menjadi sebuah setelan jas pekerja kantoran, ukuran tubuh Linzel pun berubah menjadi setinggi orang dewasa, "tidak buruk" Eideth berkomentar sambil mengencangkan dasinya.
Mereka berteleportasi lagi namun kali ini ke dalam sebuah gedung. Para pegawai disini terlihat sangat sibuk dengan berkas-berkas mereka sambil mengangkat panggilan telepon, Eideth memperhatikan wajah-wajah mereka dan itu membuatnya berpikir untuk sejenak, "sampai kapan kamu mau terus-terusan melamun, aku tidak mengerti jalan pikir kalian" keluhnya.
Eideth dibawa oleh Linzel ke sebuah ruangan yang berbeda dari yang lain, ruangan itu terpisah jauh dari kantor pegawai, furnitur diluar ruangan itu saja sudah berbeda kelas, jelas sekali ruangan itu milik seseorang berposisi tinggi. Linzel mengetuk pintu itu dan menunggu jawaban, butuh beberapa saat hingga seseorang membuka pintunya. "Iya, ada apa", "atasan saya ingin menemui pak Kepala, Ia dalam kriteria spesial" jawab Linzel.
"Silahkan masuk" wanita itu membukakan pintu sangat lebar, mereka dilihat dengan interiornya yang elegan, sebuah aquarium besar menggantikan dinding dengan hewan akuatik yang tidak biasa, pilar-pilar marmer yang menompa lantai selanjutnya berdiri kokoh di sepanjang dinding membuatnya terasa seperti sebuah lorong.
"Pak Kepala ada di ujung jalan" mengikuti arahan wanita itu, mereka berjalan mengikuti karpet merah yang cukup panjang. Di ujung karpet itu terdapat sebuah meja dengan dua buah kursi didepannya. Dibalik meja itu, sebuah kursi putar besar menghadap ke aquarium. Ia bahkan tidak membalikkan kursinya dan terus menatap aquarium walau tahu Ia kedatangan tamu.
"Halo pak Kepala, senang berjumpa denganmu lagi", "baik, kita langsung saja, hal menyusahkan apa yang ingin kamu minta pada kami" ujarnya dengan cepat. "Pak Kepala sangat cepat seperti biasanya, kalau begitu saya langsung saja" Eideth melegakan tenggorokannya.
"Ahem, bisakah Aku membeli sebuah Gamestation" ujarnya dengan semangat. Kursi pak Kepala sedikit goyang mendengarnya, "lanjutkan" balas pak Kepala. Linzel sedikit panik namun Ia menjaga ketenangannya, "sesuai kontrak saya, saya memiliki hak istimewa yang bersangkutan dengan hadiah kontrak saya yang sebelumnya tertunda, saya sudah punya ide atas apa yang saya inginkan"
Ia diam sejenak sebelum membalas, "itu bagus jika Anda sudah mendapat hal yang Anda inginkan, tapi sayangnya tidak semudah itu, kami tidak bisa seenaknya saja memindahkan benda yang Anda minta dari dunia lain ke dunia Anda sekarang, ada aturan-aturan untuk ini" Ia bahkan tidak berniat menunjukkan wajahnya. Ia kemudian menjentikkan jarinya, *puff sebuah buku muncul didepan wajah Eideth.
[Aturan Perdagangan antar Dimensi] Eideth mengambil buku tersebut kemudian mulai membacanya dengan cepat. "Seperti jiwa Anda, ada aturan-aturan mengenai hal-hal hingga sekecil ini, barang yang Anda minta tidak bisa Anda dapatkan begitu saja, Anda harus membelinya dengan adil" ujar pak Kepala.
"Jadi saya harus membelinya, bagaimana, saya tidak punya uang dunia itu, bahkan saya tidak bisa kesana" Eideth mendapat kesimpulan dari meringkas buku tersebut. "Bukannya ada yang namanya uang digital disana, Anda harus bekerja untuk mendapatkannya" balasnya. "Itu sangat tidak adil, apa gunanya sistem crafting yang diberikan pada saya ini" tanya Eideth.
"Itu hanyalah otoritas lebih yang dapat kami berikan sebagai bonus, Anda dapat menggunakannya sebagaimana Anda mau, namun mengikuti aturannya, benda tersebut hanya untuk Anda dan tidak bisa dijual" Eideth hampir tidak terima Ia diberi alasan tidak jelas itu, tapi Ia paham dengan jelas aturannya.
"Baiklah pak Kepala, saya mengerti, Kalau begitu untuk sekarang saya ingin meminta buku buku mengenai peraturan-peraturan berkaitan dengan hal ini untuk sekarang, saya akan mencari caranya sendiri" ujarnya. Pak kepala sedikit kagum dengan sikap Eideth yang cepat tanggap dan dewasa. "Saya tak pernah bilang tidak akan membantumu" dengan satu hentikan jari Ia memunculkan beberapa buku diatas mejanya. "Ambil ini, buku-buku ini berisi hal-hal penting yang kamu butuhkan, itu akan mengurangi beban pekerjaanmu" pak Kepala memiringkan kursinya sedikit dan meliriknya dengan ujung matanya.
"Terima kasih, pak Kepala" Eideth segera mengambil buku-buku itu dan izin mengundurkan diri. Begitu Eideth dan Linzel berbalik, Ia membalik kursinya, "Linzel" panggilnya. "Iya pak" Linzel tak berani menghadap ke belakang diam di tempat, "agar kamu bisa kembali ke posisimu sebelumnya, satu-satunya kuncimu adalah dia, jadi bantu dia dengan baik" sarannya.
"Iya pak" Linzel diam sejenak sebelum membalas, kemudian Ia lanjut pergi dengan Eideth. Mereka berdua keluar dari ruangan pak Kepala yang besar itu. Linzel memiliki pemikirannya sendiri selagi melihat Eideth dari belakang, 'tidak mungkin itu, dialah yang sudah membuatku jatuh seperti ini, Ia sangat membenciku' pikirnya dalam hati.
Dikehidupan sebelumnya, Eideth menjadi jiwa gentayangan yang membantu seorang penyihir, Ia menerima kontrak itu karena bujukan sang penyihir yang masih muda, entah karena kasihan atau Ia melihat dirinya pada penyihir muda itu. Ia membantu penyihir itu selama masa hidupnya, kehidupan bertualang yang hanya Ia lihat dalam wujud rohnya. Kontrak Eideth seharusnya selesai ketika penyihir itu meninggal akibat umur tua. Namun Linzel mencurangi kontraknya dengan pindah tangan ke Kontraktor lain.
Eideth tidak dapat menerima ini dan Ia meminta kontraktornya untuk menuntut balik Linzel, kontraktor itu masih muda dan polos, hingga tak sulit untuk mendorongnya melakukannya. Kasus itu sangat terkenal karena Dewa antar dimensi ikut menjadi hakim di pengadilan itu. Eideth memenangkan pengadilan namun aturan kontraknya tetap berjalan dan akhirnya mau tak mau Ia harus menjalani kehidupan ketiga. Eideth menerimanya dengan baik karena puas membalas Linzel atas perbuatannya, Ia membuat kontrak baru dengan Dewa antar dimensi dengan pak Kepala menjadi penanggung jawabnya. Itulah singkat cerita bagaimana Ia menjalani kehidupan ketiganya.
Sudah jelas Eideth membenci Linzel atas perbuatannya, Linzel bahkan tidak berani meminta kenaikan posisi padanya dan terus mencari jalan lain untuk naik. Tapi, sifat aslinya yang sudah keluar membuat orang-orang tidak mau berurusan dengannya. Sehingga Ia tetap di posisi rendah hingga saat ini.
"Oh Tuan, Anda disini, tepat waktu sekali" seorang wanita menghampiri Eideth dan Linzel. Wajah Linzel berubah melihat dirinya, "Bu Pemimpin Tim" ujar Linzel. Ia adalah orang yang paling tidak ingin Eideth temui, "oh halo, ada apa, bu Pemimpin Tim", "tolong, tidak perlu terlalu formal, panggil saja saya Rena, saya ingin memberi laporan kerja milik Linzel pada Anda" ujarnya.
"Laporan kerja" tanya Eideth, "OH... apa Anda tidak tahu, ini adalah kewajiban Anda untuk menilai laporan kerja bawahan Anda, apa Linzel tidak memberi tahu" Rena jelas tampak ingin mengganggu Linzel di depan Eideth. Linzel hanya diam saja menutup mulutnya rapat sambil menundukkan pandangannya, jelas Ia sangat malu. Eideth mengambil berkas ditangan Rena dan mulai membacanya, "apa Anda tahu, Linzel sangat tidak becus melakukan pekerjaannya saat berada di timku. Bahkan rekannya yang lain berpendapat sama, Ia bahkan tak mampu melakukan pekerjaan simpel" tambahnya.
Rena berpikir untuk mempermalukan Linzel lebih buruk lagi, Ia punya dendam pada Linzel sebelumnya saat Ia memiliki posisi tinggi sebagai Kontraktor khusus, namun setelah kejatuhannya, Linzel dipindahkan kedalam timnya. Ia terus memperlakukan Linzel dengan buruk dengan alasan yang tidak jelas, rekan timnya juga berkomplot dengan Rena itu mengganggunya, membuatnya tak dapat maju. Linzel tak dapat banyak melawan karena Ia hanya dapat berpegang pada posisi bawahnya itu. Sekarang Rena ingin menghancurkannya lebih jauh. Sebagai ketua tim sementara, Rena tak dapat memecat Linzel yang bekerja dibawah Eideth, inilah rencananya selama ini.
Dalam hati, Linzel mencoba menyiapkan mentalnya untuk hal terburuk. Pekerjaan ini satu-satunya yang Ia punya. Linzel coba melawan balik untuk pertama kalinya namun suaranya tak dapat keluar, ketakutan menahan suaranya keluar. Ia mencoba mengumpulkan keberanian, "tolo-...", "laporan ini tidak benar" potong Eideth. Mereka berdua terdiam mendengar perkataan Eideth.
"Apa maksud Tuan" tanya Rena, "Aku bilang laporan ini tidak benar, Aku yakin penilaian ini cukup bias" jawabnya. "Tidak mungkin ada kesalahan, tertulis jelas disana semua tentang...", "perhitungan ini tidak benar, Saya tahu jelas kemampuan Linzel, jadi tidak mungkin ini adalah hasil pekerjaannya, Anda pasti memberi saya laporan pekerjaan milik pegawai lain" Eideth memotong perkataan Rena lagi. "Bukankah Anda menilai terlalu besar kemampuan Linzel" tanya dirinya sambil menunjuk Linzel menunjukkan ketidaksukaannya.
Eideth bisa melihat niatan Rena dengan jelas, namun Ia tak termakan perkataannya sama sekali. Lagi pula Ia memerlukan Linzel kedepannya, "bagaimana jika kita memperhatikan kemampuan Linzel secara langsung sekarang" usulnya. "Apa!!?" Rena dan Linzel kaget mendengar anjurannya itu. "Saya yakin kita dapat melakukan penilaian langsung hari ini bukan" Rena kebingungan, Ia mengira Eideth berpihak padanya karena membenci Linzel.
Dengan pengawasan Eideth, Linzel melakukan pekerjaannya dengan baik selama satu hari itu, Rena mencoba mengganggunya dari balik layar namun tertangkap oleh Eideth, karena itu Linzel dapat menyelesaikan tugasnya lebih awal dari seharusnya. Eideth menunjukkan hasil pekerjaan Linzel pada Rena, Ia dengan berat hati menerimanya. "Karena kita sudah melihat kemampuan Linzel, tidak ada yang akan membantah jika Aku memberinya promosi bukan" ujar Eideth.
Rena dan rekan timnya terdiam, mereka tak mampu berbuat apa-apa. Berkat otoritas spesial yang Ia dapat dari kontrak, Eideth seperti atasan tidak langsung mereka semua, apalagi Linzel dibawah tanggung jawab Eideth. "Kalau begitu, selamat nona Linzel atas promosinya, Anda akan dipindahkan dari tim ini besok" ujar Eideth sambil bertepuk tangan, dibawah tekanan tatapan Eideth, Rena dan rekan timnya ikut bertepuk tangan.
"Karena masalah ini sudah selesai, saya akan undur diri dulu, jangan lupa beristirahat kalian semua" Eideth kemudian pergi meninggalkan mereka diikuti Linzel di belakangnya. Linzel hanya terdiam mengikuti Eideth sepanjang jalan, Linzel ingin mengucapkan terima kasih namun terasa sulit untuknya, mengenal Eideth yang membencinya selama ini. "Kerja bagus, Kamu sudah bekerja keras selama ini" belum sempat kata-kata terima kasih keluar dari mulutnya Eideth sudah tahu apa yang ingin Ia katakan. "Aku juga memerlukan bantuanmu kedepannya jadi simpan terima kasihmu untuk nanti" jawabnya lagi.
Eideth awalnya membenci Linzel, namun setelah hidup selama 18 tahun, Ia merasa cukup dewasa untuk memaafkannya, terlebih lagi, Ia mendapat kesempatan untuk memiliki keluarga. Sebuah berkah yang diikuti beberapa kesulitan, kondisi statusnya, kehidupan dipenuhi latihan, ancaman makhluk dunia lain. Membuatnya sadar kebenciannya terhadap Linzel seperti tingkah laku anak-anak.
'Lagipula siapa yang akan mengirimkan Gamestationku jika bukan dia" pikirnya. Eideth terus berjalan mencari jalan keluar namun gedung itu seperti labirin, Linzel yang merasa ini aneh kemudian membuka mulutnya "apa kamu mencari jalan keluar" Eideth langsung berhenti ditempat. Ia menggaruk kepalanya dan mengangguk, Linzel menghela nafas perkiraannya benar. Ia menghentikkan jarinya dan tubuh mereka di teleportasi paksa.
Eideth membuka matanya, menyesuaikan matanya dengan cahaya sekitar yang redup. Eideth kembali ke kamarnya dan Linzel tampak bentuk kecilnya, pakaiannya kembali seperti biasa. "Eh bagaimana dengan buku-buku tadi" buku-buku yang Eideth pegang menghilang, "Kamu bisa membaca mereka lewat layar otoritas" Linzel membuka layar otoritas Eideth dan menunjukkan cara membukanya.
Setelah selesai menjelaskan semua yang Ia perlu tahu, Linzel memutuskan untuk segera pulang. "Terima kasih lagi untuk yang tadi" Linzel masuk kedalam portalnya sebelum Eideth sempat membalas. Eideth merasa cukup baik dalam hatinya, itu adalah perasaan aneh namun terasa tenang dan damai.
"Jam berapa sekarang" ujarnya melihat keluar balkon. Eideth tak tahu berapa lama Ia pergi, namun tampaknya tidak terlalu lama. Eideth segera tidur karena Ia tak bisa merusak jadwal tidurnya lebih lama lagi. Eideth mencoba segala cara agar dapat tertidur dengan cepat.
...
Kembali ke IDC, pak Kepala telah mendapat kabar tentang promosi Linzel yang diberikan Eideth, senyum sedikit terukir di ujung bibirnya, Ia seperti mengharapkan hal baik kedepannya setelah mendegar kabar ini.
Linzel di sisi lain mulai merapikan mejanya dan bersiap untuk pindah kantor. Ia mengambil semua barang-barang yang Ia perlu, meninggalkan meja kerja yang sudah lama Ia tempati. Saat Linzel hendak pergi, Rena dan beberapa rekan timnya menghadang Linzel. Linzel sedikit waspada pada mereka mengira Rena akan membuat masalah lagi. Mereka kemudian membungkuk meminta maaf, Linzel tersentak hampir menjatuhkan bawaannya.
"Kami minta maaf" ujar mereka. Linzel berpikir bagaimana Ia harus merespon permintaan maaf mereka, namun yang terlintas di benaknya hanya wajah Eideth. "Iya, Aku maafkan, jadi selamat tinggal" hanya kata-kata itu yang mampu Ia ucapkan. Linzel juga menunduk hormat pada mereka lalu pergi dari sana.
Rena dan rekannya melihat punggung Linzel dari belakang yang semakin menjauh, wajah mereka tampak ingin mengucapkan lebih banyak permintaan maaf namun tak bisa lagi. Sebaliknya Linzel terlihat bangga di wajahnya, Ia melewati halangan pertamanya untuk naik ke posisi yang lebih tinggi lagi.
Sebuah siluet wanita terlihat memperhatikan Linzel dari jauh, pakaiannya terlihat mewah seperti orang berposisi tinggi, Ia menyilangkan lengan di depan dadanya sambil tersenyum. Ia menyandarkan punggungnya ke sebuah dinding dan melepas nafas santai. "Selamat atas promosimu Linzy, kita akan segera bertemu lagi, Aku juga tidak sabar untuk bertemu lagi denganmu Tuan Eideth" ujarnya.
Eideth menggaruk telinganya selagi berendam dalam bak mandinya, "apa ada yang ngomongin Aku" Eideth mengingat peribahasa dari dunia lamanya. Eideth bangun lebih awal lagi pagi ini, tepatnya Ia hanya tidur empat jam. Ia secara tak sadar bangun tanpa perintah, bagai tubuhnya ingin menunjukkan fitur "Istirahat Pendek" pada Zatharna. Ia tidak dapat menjelaskan apa Ia masih mengantuk atau terjaga, Ia hanya tahu hal ini dikarenakan Talent miliknya.
[Zatharna mencatat tentang Istirahat Pendek dan Istirahat Panjang beserta efek mereka] tulisnya. Istirahat pendek hanya memulihkan sebagian luka-luka, sedangkan istirahat panjang memulihkan semua luka-luka ke HP penuh. [Zatharna menanyakan HP Eideth yang belum tercantum] tulisnya, Eideth terdiam memikirkan sebuah alasan. "Aku lupa aturan menghitung HP, Aku sedang mencari cara untuk mendapat buku aturannya" ujar Eideth. Ia memastikan kalau Ia menonaktifkan talentnya saat melakukan itu, agar tidak terlihat mencurigakan jika Ia tiba-tiba menggulir dadu untuk persuasi.
"Aku kemarin menghubungi IDC untuk mendapatkan buku itu, tapi ada beberapa persyaratan yang harus ku penuhi, Aku akan berusaha mendapatkannya secepat mungkin, maaf ya" Eideth mencoba menjaga ekspresinya. [Zatharna ingin kamu menjelaskan tentang HP] tulisnya, Eideth mencoba menjelaskannya sesederhana mungkin.
"HP atau Hit Poin adalah berapa banyak kerusakan yang bisa diterima setiap makhluk. Saat HP mereka berkurang menjadi 0, mereka akan jatuh tak sadarkan diri. Kemudian mereka mencoba berpegang pada hidup dengan menggulir dadu dengan target 10 keatas. Bila berhasil tiga kali, kondisi mereka menjadi stabil namun HP mereka tetap 0, dan tak bisa bergerak. Kalau gagal tiga kali mereka mati. Guliran 20 berarti keberhasilan ganda, dan 1 berarti kegagalan ganda" ujarnya. [Zatharna mencatat hal tersebut dalam bukunya] tulisnya. Eideth berhasil mengalihkan permasalahannya untuk sementara waktu.
Bukan Ia tidak mau bermain jujur, namun HP milik penyihir pada level 1 sangat lah kecil. Ia tidak yakin dapat mengalahkan Strider dengan HP [d6+2]. Jika Ia hanya punya 8 HP, Ia bisa langsung mati ditempat melawan Slasher jika Crit.
Eideth berniat memberitahu Zatharna tentang HP setidaknya saat Ia level 3, saat itu Ia mungkin sudah bisa mendapatkan buku panduan TTRPG yang asli. Eideth memang punya file buku itu di ponselnya, "tapi ini soal buku asli" ujarnya pada dirinya sendiri.
Eideth menetapkan tujuannya untuk mendapatkan buku itu untuk saat ini, selagi Ia memecahkan teka-teki aneh dari pak Kepala. Eideth telah membaca buku [Aturan Perdagangan antar Dimensi] sepanjang pagi, dan sekarang Ia terjebak dalam sebuah permasalahan. "Menurut aturan buku ini, barang-barang yang dibuat oleh Otoritas spesial miliknya tidak bisa diperjualbelikan, barang dari dunia lain harus dibeli menggunakan mata uang yang tertera, tidak ada sistem penukaran mata uang di IDC" Eideth memijat dahinya karena pusing.
Ia merasa, "apa itu namanya, n..nerf" Eideth mengecek kamus lewat ponselnya. Ia merasa di nerf padahal Ia baru saja mendapat kemampuan curang ini. Ia tidak bisa menjual Item miliknya yang tak bisa habis, namun yang paling menguras pikirannya adalah tak ada sistem penukaran mata uang. Ia paham jika Ia harus memakai uang asli dari sana untuk membeli hal yang Ia mau, namun tak ada penukaran uang, Ia juga tak bisa menjual emas dari Artleya ke dunia lamanya. Yang artinya kekayaannya disini tidak berguna disana.
[Memanggil...] Eideth mencoba menghubungi Linzel untuk bertanya, Ia sudah memikirkan apabila jika Linzel beralasan sibuk dalam benaknya. "Halo, Linzel disini", "Lin, apa Kamu sibuk, Aku ingin bertanya", "Kamu bahkan tidak peduli jika Aku sibuk, apa" Eideth bisa mendengar Linzel menghela nafas.
"Apa Aku bisa kembali ke dunia ku sebelumnya" ujarnya dengan bangga, Linzel terdiam mencoba mencerna apa yang baru saja Eideth katakan, Ia tahu Eideth tidaklah bodoh, tapi pendengarannya tidak salah. Eideth tersenyum lebar melihat ke atas langit membayangkan apa yang ingin Ia lakukan.