"Apakah kamu Joan" tanya Eideth. "Iya, benar, Kamu pasti bingung kenapa wujudku seperti ini tapi biarlah" ujarnya. "Jadi kenapa kamu ingin menemuiku" Eideth bertanya kembali. "Bukan Aku yang ingin menemuimu, Aku hanyalah perantara, yang ingin menemuimu sebenarnya adalah Kakakku, Zatharna" Eideth terkejut Ia akan menemui Game Master nya secepat ini, namun lebih cepat lebih baik pikirnya.
"Aku akan membawamu padanya" Eideth dapat merasakan tubuhnya bergerak diluar kemauannya mengikuti Cahaya Joan pergi. Eideth merasakan tubuhnya seperti mengurai ketika bergerak begitu cepat. Hanya dalam sedetik, Eideth berpindah ke sebuah ruang hampa kosong yang hitam dan gelap. "Baiklah kita sampai" ujar Joan, "kita dimana" Eideth sedikit panik karena satu-satunya cahaya yang bisa Ia lihat hanyalah Joan.
"Jangan takut, alasan kenapa Kamu tidak bisa melihat apapun disini dan di domain ku karena kamu dalam wujud roh. Kamu hanya perlu jalan lurus saja dan Kamu akan sampai ke domain takdir Zatharna" Joan coba menjelaskan pada Eideth apa yang terjadi. Eideth agak skeptis dengan penjelasan Joan, namun sebelum Ia sempat mengeluh Joan menghilang pergi, "Hei Joan, jangan tinggalkan Aku sendiri disini" teriak Eideth.
Mengikuti arahan Joan, Eideth mulai berjalan ke arah depan. Ia perlahan mulai melihat cahaya semu menerangi jalannya, Eideth perlahan mulai menjumpai cahaya itu, dan itu sangat banyak. Cahaya semu nya membuat Eideth merasa melihat langit malam penuh bintang.
"Aww..." Eideth membentur sesuatu tak kasat mata dengan pinggangnya, Eideth coba meraba benda itu mencari tahu bentuknya. "Ini... sebuah meja" Eideth kaget melihat meja hitam yang membaur dengan latar gelap ini. "Rasanya seperti bermain di rumah hantu" ujar Eideth ketika menemukan benda lain seperti kursi.
"Kamu sudah sampai" Eideth berbalik dan melihat siluet seorang wanita yang familiar olehnya. "Kamu" Eideth menunjuk padanya setelah mengenal wajahnya. "Kita bertemu lagi" ujarnya dengan santai sambil tertawa kecil.
Eideth melihat Zatharna dengan pandangan menusuk selagi Ia duduk disisi lain meja berhadapan dengan Zatharna yang bersenandung gembira. "Apa kamu sengaja melakukannya" Eideth bertanya. "Apa maksudmu" Zatharna memiringkan kepalanya. "Jangan pura-pura tidak tahu, yang ku maksud adalah Talent milikku, bukannya Kamu adalah dewi, Kamu pasti langsung tahu apa maksudku" protes Eideth.
"Itu tidak bekerja seperti itu" ujar Zatharna. "Dewa dan Dewi hanya memiliki kuasa pada makhluk ciptaan mereka, itu tidak berlaku untuk mu yang memiliki jiwa dunia lain. Kami tak memiliki kuasa akan dirimu" Eideth memahami apa yang Zatharna jelaskan. "Karena itulah, Aku mencalonkan diri menjadi Game Master dari Talent milikmu" ujarnya dengan senang.
"Zatharna, Aku ingin menanyaimu sesuatu", "ya, tanyakan saja", "apa Engkau", "Kamu bisa bicara santai denganku". Eideth tak menyia-nyiakan kesempatan itu. "Apa Kamu tahu apa itu TTRPG" Eideth menanyakannya. Zatharna menggelengkan kepalanya, Eideth mengerutkan dahinya memikirkan masa depan menggunakan Talentnya jika terus seperti ini.
"Bagaimana kalau Kamu menjadikan ku GM" Eideth mengusulkan pada Zatharna. "Aku tidak bisa melakukan itu" Zatharna menolak, "kenapa" Eideth bertanya tak terima. "Saat Aku diberikan otoritas menjadi GM, Aku dilarang memberikan kuasa penuh GM pada Player, yaitu kamu" jelasnya. Eideth sedikit tak terima namun Ia dapat mengerti alasannya mengapa, walau Ia membuat homebrew, itu memerlukan persetujuan GM, Ia pun berhenti mengeluh.
"Kalau begitu, bisakah Aku melihat dadu milikmu" tanya Eideth padanya. Zatharna mengeluarkan dua buah dadu d4 berbentuk balok. Dadu tersebut tidak sesuai standar yang Eideth inginkan, "apa ini salah" tanya Zatharna. Eideth memikirkan komentar apa yang akan Ia katakan, "ini bukan jenis dadu yang kupikirkan, tapi tak sepenuhnya salah" ujarnya. Eideth mencoba menggambarkan bentuk dadu dua puluh sisi atau d20 pada Zatharna, namun menggambar di meja menggunakan jari tak terlalu membantu.
"Apa Kamu bisa membentuk dadu dengan kekuatanmu" tanya Eideth. Zatharna mengiyakan, Eideth mulai menjelaskan perlahan dadu apa saja yang perlu mereka bentuk, mereka membentuk d4 dan d6 dengan mudah, namun mereka berhenti di d8. Zatharna sudah mulai kesulitan membentuk dadu sesuai deskripsi yang Eideth jelaskan. "Kita masih belum boleh berhenti disini, masih banyak yang harus kita bentuk, bisakah Kamu membiarkanku membentuknya" sarannya.
Zatharna memahami maksud Eideth, Ia mendekatinya kemudian menggenggam tangan Eideth dengan kedua tangannya. Eideth bisa merasakan kekuatan masuk lewat tangannya. Zatharna sedikit memberikan kekuatan penciptaan yang Ia punya pada Eideth. Eideth menutup mata mulai berkonsentrasi namun Ia tak menyadari layar status yang baru saja muncul.
[▮▮▮▮Vessel
▮▮▮▮Vessel menerima Divine Power, 2 dari 3 persiapan selesai.]
Eideth berkonsentrasi membayangkan bentuk dadu-dadu yang ingin Ia buat, Eideth dapat merasakan sesuatu terbentuk di dalam tangannya, Ia membuka matanya dan melihat dadu d8, d10, d12, d20, d100 di tangannya. Zatharna terkejut melihat banyak sekali bentuk dadu yang tak pernah Ia lihat.
"Kamu belum pernah melihat dadu seperti ini" tanya Eideth, "konsep di dunia lama mu sangat lah asing di Artleya, Aku bisa membayangkan bagaimana bentuknya, tapi melihatnya secara langsung lebih baik" ujarnya.
Eideth mencoba menjelaskan bagian penting yang perlu Zatharna tahu sebagai GM pemula, "Ini adalah d20 atau dadu 20 sisi, ini adalah dadu yang paling sering di pakai, kita akan mulai dadu ini terlebih dahulu sebelum mulai memainkan dadu yang lain, mengerti" jelas Eideth, Eideth juga mencontohkan hal apa saja yang memerlukan dadu d20 itu.
Setelah menjelaskan sesederhana mungkin, "untuk sekarang sampai disini dulu" ujarnya mengakhiri penjelasannya. "Lain kali Aku akan menunjukkan bagaimana Kamu memainkan TTRPG ketika ada lebih banyak waktu" ujarnya. Zatharna melihat senang mendengar Eideth akan berkunjung kembali. "Tapi apa cukup bermain TTRPG berdua saja" Eideth berbicara pada dirinya sendiri, "apa itu", "tidak, bukan apa-apa" ujarnya.
"Kalau begitu Aku akan pergi, Aku sudah disini terlalu lama" Eideth hendak pamit namun Zatharna menghentikannya, "tunggu sebentar" Zatharna menggenggam tangan kembali namun kali ini sedikit berbeda. Zatharna menanamkan sebuah lambang padanya, Eideth melihat tangannya yang memiliki tanda khusus, tanda itu menghilang saat Eideth melihatnya sekilas.
"Dengan itu, kita dapat berhubungan tanpa perlu perantara orang lain, kamu tidak perlu sulit-sulit melakukan ritual" ujar Zatharna sambil tersenyum. Eideth berterima kasih telah diberikan lambang segel itu dan berpamitan, Zatharna pun menghentikkan jarinya dan memindahkan Eideth kembali.
Eideth tersadar Ia kembali di ruang hampa putih milik Joan, "Kamu sudah sampai" ujar Joan. Eideth menyimpulkan Ia harus kembali lewat domain Joan karena Ia dipanggil kesana terlebih dahulu. "Kalau begitu Aku akan mengantarkanmu kembali" Joan segera ingin mengembalikan Eideth namun Eideth menahannya, "tunggu sebentar Joan, Aku ingin menanyakan sesuatu padamu" ujarnya.
Mereka berhenti sejenak di tengah kehampaan itu, "apa yang ingin kamu katakan" tanya Joan. "Apa kalian sudah memilih Pahlawan" Eideth menatap Joan dengan serius. "Ya, Kami sudah memilihnya" jawabnya. "Apa pengikut kalian sudah menemukan dimana Pahlawan", "Kami masih belum memberitahukannya pada mereka" mendengar pahlawan belum bergerak aktif, Eideth sedikit senang.
"Sudah, itu saja, ayo kembali" ujarnya. Eideth merasakan tubuhnya mulai menghilang, Ia membuka mata dan melihat Ia sudah kembali pada tubuhnya. Ia melihat pendeta Mard menyadarkannya, "Eideth bangun" Mard mengguncang tubuh Eideth menyadarkannya kembali.
"Apa yang Joan katakan" Vivian langsung bertanya begitu Eideth sadar. "Vivian jangan seperti itu, biarkan Tuan Eideth sadar terlebih dahulu" ujar Kaian, "ugh... kalian terlalu dekat, beri Eideth ruang untuk bernafas" marah Mard. Mereka memberi Eideth ruang untuk sejenak, Eideth bangun dari duduknya dan berdiri dengan kedua kakinya, Ia merasa agak goyah karena selama disana Ia melayang dalam kehampaan.
"Berapa lama waktu berlalu" tanya Eideth. "Hanya 30 menit" jawab Irena, Eideth kaget karena Ia merasa lebih lama dari itu. "Itu adalah hal yang wajar, domain dewa dan Artleya memiliki perbedaan waktu, beberapa hari disana bisa beberapa menit disini, dan sebaliknya" ujar Mard.
"Jadi..." Vivian masih penasaran dengan pertemuan Eideth dengan Joan. "Ia memintaku merahasiakannya sampai waktunya tepat" Eideth berhenti berkomentar sampai disitu. Vivian tampak tidak puas, namun Mard dan Kaian mengerti. Mereka menghentikan Vivian untuk bertanya lebih lanjut.
Eideth meminta izin untuk beristirahat ke kamarnya, Ia merasa sedikit tidak enak badan. Ia meninggalkan yang lain dan kembali ke kamarnya. Setelah keluar dia mendapat notifikasi status.
[Conceptualize: TTRPG
Mengatur ulang format, waktu pengaturan: 24 jam.
Selama pengaturan ulang format, Conceptualize: TTRPG dinonaktifkan.]
[Selamat anda telah di tunjuk sebagai Guide GM oleh GM Zatharna, anda mendapat sebagian otoritas GM.]
Eideth sedikit senang melihatnya, walau sementara waktu Ia tidak akan mendapat kekuatan bantuan dari RNG, tapi Ia harus mengontrol dirinya. Ia memikirkan apa saja yang harus Ia kerjakan sebelum perbaikan format selesai.
"Agh... Iya...! Aku berjanji akan memainkan TTRPG dengan Zatharna, tapi aku gak punya peralatan. Eideth memikirkan bagaimana Ia akan mendapatkan figurin untuk memainkan TTRPG. "Apa kita mulai kampanye miskin dulu ya" ujarnya. Bereaksi dengan pikiran Eideth, layar otoritas miliknya terpanggil.
[Authority: Modern Age
Sistem Crafting didapatkan. Anda dapat mulai crafting.]
Eideth terkejut bukan kepalang, Ia sangat bersemangat untuk mempersiapkan kampanye ini jadinya. Ia segera berlari ke kamarnya tak tahu mendapat energi dari mana. Ia masuk ke kamarnya lalu mengunci rapat pintunya. Ia melompat ke kasurnya dan mulai membaca ulang notifikasi yang Ia dapat.
[Conceptualize: TTRPG
Pengaturan ulang format, waktu pengaturan: 23 jam 57 menit.
Selama pengaturan ulang format, Talent akan dinonaktifkan, Skill dan Sihir yang berkaitan dengan Talent tidak dapat diaktifkan.]
[Selamat anda telah di tunjuk sebagai Guide GM oleh GM Zatharna, anda mendapat sebagian otoritas GM.
Otoritas yang anda miliki adalah sebagai berikut:
Anda dapat memilih untuk menggulir dadu atau tidak
...]
"Aku tidak bisa memakai sihir untuk 24 jam kedepan sepertinya tidak terlalu jadi masalah" ujarnya. Ia mencoba karena penasaran untuk memakai sihir dan itu benar. Ia gagal melakukan sihir tersebut. "Kemudian, apa selanjutnya" Eideth menggulir histori notifikasi
[Authority: Modern Age
Sistem Crafting didapatkan. Anda dapat mulai crafting
Material Fragments: 0]
[Otoritas memerlukan anda menggunakan material dari dunia lain untuk meng-sintesis item. Karena Item adalah bagian dari otoritas, material yang bukan dari dunia lain tak bisa digunakan untuk bahan crafting.]
Eideth terbungkam melihat cara mendapat Material Fragment yang dibutuhkan mensistesis barang. "Membunuh makhluk dunia lain, mendaur ulang barang sisa, dan lain-lain, ugh... Aku tidak bisa mengikuti semua ini" Eideth menggaruk kepalanya. Eideth mengambil kesimpulan untuk fokus satu hal pada satu waktu.
Eideth mulai memikirkan strategi untuk bersiap akan format baru, format baru ini akan lebih terarah namun lebih rumit pikirnya. "hasil guliran dadu cukup sulit, hasilnya sangat tidak terduga dan kadang sulit diandalkan" ujar Eideth.
Eideth terus bergumam sambil berjalan tanpa melihat arah Ia berjalan, Ia tanpa sadar berada di halaman kastil menuju tempatnya bermalas-malasan. Ada sebuah pohon besar di pinggir tembok kastil, pohon itu miring ke samping sehingga ada tempat kecil tersembunyi yang dibaliknya. Eideth sering bersembunyi di situ saat melarikan diri dari Vinesa, tempat itu sangat strategis menurutnya. Dedaunan pohon yang lebat sebagai tempat teduh, tembok kastil mengumpulkan angin yang lewat sehingga lebih sejuk. Dan kalau Eideth ingin melarikan diri, Ia dapat memanjat pohon tersebut lalu melompat ke atas melewati tembok.
Eideth melihat ruang tersembunyi di balik pohon itu semakin mengecil karena Ia sudah remaja, tapi Ia masih merasa nyaman berada di situ. Batang pohon yang uniknya terbentuk seperti sebuah kursi alami. Ia duduk bersandar dan membuka ponselnya. Ia coba membaca mantra apa saja yang bisa Ia persiapkan, namun Ia menyadari sebuah fitur.
[TTRPG
Mantra yang tersedia: 576
Mantra yang yang diketauhi: 576
Mantra yang dipersiapkan: 576
Slot mantra 2/2.]
Eideth tak percaya Ia mampu melakukan ini karena aplikasi TTRPG di ponselnya, Ia tak tahu apakah ini diperbolehkan oleh Talent miliknya. "Aku akan menanyakan Zatharna nanti untuk ini" ujarnya. Tepat setelah Zain berkata seperti itu, lambang aneh ditangannya bersinar.
[Zatharna bertanya apa yang kamu ingin tanyakan]
"Eh kamu bisa mendengarku?" tanya Eideth. Zatharna menjelaskan bahwa tanda yang Ia ukir di tangan Eideth adalah segel yang bisa Ia pakai untuk berkomunikasi dengan dirinya tanpa harus bertemu langsung. "Aku hanya berbicara pada diri sendiri saja" Eideth berpikir belum saat nya Ia memberitahu Zatharna terlalu banyak tentang TTRPG. Ia berpikir untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin sebelum Zatharna tau terlalu banyak.
Setelah bertemu dengan Zatharna, Ia menyadari bahwa Talent miliknya tidak terlalu memerlukan Game Master, Talentnya sudah melakukan semuanya sendiri sesuai aturan TTRPG yang Ia tahu. Talent miliknya meminta Game Master untuk pengawas dan kolaborator.
Eideth mendengar sebuah kerusuhan terjadi, para penjaga disekitar segera berkumpul ke sumber suara tersebut. Eideth memanjat pohon itu dan melompat ke atas tembok agar mendapat pandangan yang lebih jelas. Para penjaga terlihat terburu-buru berlari ke lapangan, Eideth segera menyadari apa yang terjadi, "siapa yang mulai duluan kali ini" ujar Eideth.
Eideth turun melewati tangga dari dalam kastil. Disana Ia menjumpai Ibunya yang berlarian begitu mendengar keributan tersebut. "Eideth, syukurlah itu bukan kamu" ujar Lucia sambil memegang wajah Eideth. Eideth sedikit bangga Ia tak membuat masalah kali ini namun mereka berdua menjadi penasaran akan pelakunya.
Mereka mulai menjumpai anggota keluarga mereka satu per satu selagi berjalan menuju lapangan. Pertama mereka menjumpai Irena, kemudia Agareth, lalu Eziel. Lucia mulai mencurigai siapa pelakunya, namun pemikirannya ternyata salah saat mereka menemui Vinesa yang baru saja ingin keluar ke lapangan. "Eh... Kalian disini" tanya Vinesa melihat para Raziel berjalan bersama menuju lapangan.
"Berarti yang tersisa adalah..." Eideth tak menduganya namun Lucia segera membuka pintu ke lapangan. Ia melihat Zain tengah berduel dengan Vivian dengan sengit sambil disoraki oleh penjaga.
Zain terlihat sangat marah dalam duel itu, Agareth dapat melihat itu lewat wajahnya. Ia coba memikirkan alasan Zain membuat keributan, tapi Lucia sama sekali tak memperdulikan itu. Ia mendekat dan hendak meneriaki nama Zain namun Agareth menghalanginya, Ia meminjam topi milik Eziel kemudian menarik pinggang Lucia. Ia menutupi wajah mereka berdua dengan topi penyihir tersebut yang cukup besar. Vinesa dan Eziel bersiul melihat aksi tersebut, sedangkan Eideth dan Irena menonton pertarungan Zain.
Zain terus menyerang Vivian tanpa lelah, serangannya sangat efisien dan tidak membuang energi. Vivian dibuat kewalahan dengan irama pertarungan Zain, Ia menyadari ritme Zain semakin cepat dan mulai menyerangnya dari titik buta. Vivian mulai terpojok dan mengeluarkan seluruh kemampuannya. Ia menepis pedang Zain sesaat sebelum menyerang, Zain terkejut dengan serangan balik tiba-tiba itu.
Vivian tidak membuang waktu dan menyerang balik dengan tebasan lebar. Zain hampir saja kehilangan pedangnya menahan serangan tersebut. Ia mencoba mundur dan mengembalikan keseimbangannya, tapi serangan Vivian semakin menggila. Zain kewalahan bertahan sementara Vivian masih penuh dengan energi. Zain menyadari Ia kalah perbedaan yang besar antara kemampuannya dan Vivian tapi Ia tak berniat kalah. "Zain jangan kalah" Eideth menyoraki Zain dari pinggir, "Kak Zain, semangat" Irena ikut menyoraki dan keluarganya yang lain pun mengikuti. Mendengar keluarganya menyemangati, tenaganya seperti terisi ulang.
"Vivian, jangan mau kalah" Kaian juga ikut menyemangati juniornya. Pendeta Mard menutupi wajahnya sedikit malu, memikirkan bagaimana semuanya jadi seperti ini.
Mereka berniat mengakhiri duel ini dalam satu serangan, Zain tau Ia akan dirugikan bila duel ini berlangsung lama. Mereka mengambil posisi dan siap maju menyerang. Mereka maju dan pedang mereka bertabrakan. Pada akhirnya, Vivian yang memenangkan duel tersebut. Para penjaga tak bisa menangkap apa yang terjadi, gerakan mereka sangat sulit diikuti oleh mata.
Eideth mulai bertepuk tangan untuk memecah kecanggugan yang hening itu. Para penjaga perlahan mulai bertepuk tangan dengan meriah, mereka bersorak untuk sparring yang menegangkan tersebut. Irena dengan sikap sportifnya membantu Zain berdiri, "itu duel yang menyenangkan" ujar Vivian. Zain sedikit merasa kesal karena kalah, Ia sedikit bertaruh di awal duel ini. "Apa permintaanmu" ujarnya.
"Aku akan menyimpannya untuk saat ini, jadi kamu berhutang padaku" ujar Vivian sambil tersenyum dan kembali berkumpul dengan Kaian dan Mard. Kaian memberi selamat pada Vivian karena memenangkan duel tersebut, Ia sudah lama tidak melihat duel seru seperti itu. Mard mencoba menahan amarahnya karena Keluarga Count mendekat.
"Selamat atas duel tadi" Agareth mengucapkan selamat pada Vivian. "Maaf atas kejadian ini Count" Mard mulai meminta maaf. "Tidak perlu, Zain lebih dulu yang meminta untuk berduel, lagipula duel tadi cukup membanggakan, Aku yakin Zain bisa belajar banyak dari duel tersebut" puji Agareth.
Selagi mereka berbincang, Eideth melihat Zain pergi dari lapangan latihan menjauhi orang-orang. Ia bergegas menghampirinya sebelum Zain pergi terlalu jauh. "Hey Zain kamu mau pergi ke mana, itu tadi duel yang bagus kau tahu" Eideth coba meringankan suasana. Zain menatap balik dengan lesu, "Aku pergi dulu Kak" ujarnya.
Eideth menahan Zain untuk tidak pergi, "Zain, apa yang..." Eideth seketika berhenti berbicara, Ia melihat sekitar dan memutuskan untuk membawanya ke tempat lain. Zain tetap diam sepanjang jalan selagi Eideth menarik lengannya. Eideth dalam hati semakin khawatir melihat Zain yang terus diam, Ia terus menduga-duga hal terburuk dan berpikir bagaimana Ia harus menghiburnya.
Mereka tiba di rooftop, Eideth kira itu cukup untuk menghibur Zain karena Ia tidak tahu apa Zain pernah ke sana atau tidak. "Hei, kamu baik-baik saja" Zain tetap saja diam. Eideth membuatnya duduk di lantai lalu duduk di sampingnya. "Di dunia ini banyak orang-orang kuat ya" Eideth yang pertama membuka pembicaraan. Zain tampak tak ingin merespon jadi Ia melanjutkan omongannya sendiri. "Aku selalu iri denganmu karena bisa memakai sihir, sekeras apapun aku berlatih, aku merasa inferior karena tak bisa menggunakan sihir"
"Itu tidak benar. Kak sudah kuat bahkan tanpa sihir" Zain memotong Eideth sebelum Ia panjang lebar. "Kakak selalu bilang kakak tak berbakat tapi sekarang kakak bisa memakai sihir" Zain tidak tahan melihat kakaknya merendahkan dirinya. Zain tidak tahu sihir milik Eideth berbeda dengan sihir Artleya, Eideth pun tak berniat memberitahunya dalam waktu dekat.
"Sedari dulu, Aku selalu iri denganmu yang punya sihir, Aku selalu bertanya-tanya apa Aku akan tertinggal olehmu yang bertalenta dalam sihir, ada batas kamu bisa jadi kuat dengan usaha saja" Zain semakin terbungkam tak bisa membentuk kata-kata untuk membalikkan keadaan. Ia tahu apa yang kakaknya alami selama ini, jauh dari yang Ia mengerti.
"Kita tak perlu memikirkannya terlalu keras, ketidaktahuan itu berkah. Kita hanya harus berlatih lebih keras lagi" Eideth memukul lengan Zain dengan sikunya. Zain mendapatkan kembali semangatnya, terlihat dari raut wajahnya Ia merasa lebih baik. "Terima kasih Kak, itulah yang kubutuhkan" ujarnya.
"Jadi kenapa kau menantang duel tadi, kau biasanya yang paling tenang" Eideth coba mencari tahu apa yang terjadi tapi Zain tidak mau membuka mulutnya. "Aku tidak akan memaksamu, lagipula kau harus bersiap untuk nanti, Ibu tidak terlihat senang" Eideth tertawa sambil meledek Zain. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kamar mereka masing-masing.
Di dalam kamar, Eideth melepas nafas beratnya. Banyak sekali yang Ia pikirkan saat ini tak seperti di kehidupannya dulu. Manusia yang hidup dengan teknologi modern terpaksa hidup di zaman kerajaan bukan kehidupan ideal yang Ia pikirkan. Apalagi Ia mendapat sedikit harapan untuk mengatasi hasratnya akan dunia lama dengan bantuan otoritas, "Ponsel, kurasa Aku akan lebih suram saat ini kalau tidak ada kau" ujarnya sambil mengelus layar ponsel.
Eideth mendapat pergantian realita dimana Ia harus mencari pekerjaan untuk hidup, berubah menjadi Ia harus berlatih menjadi kuat untuk bertahan hidup. Berlatih pedang setiap hari bukan karena keinginannya namun karena memaksakan dirinya untuk komitmen. Setelah mendapat sentuhan teknologi dunia lamanya, Ia jadi memikirkan bagaimana Ia akan hidup kedepannya.
Eideth membuka ponsel dan mencari kata-kata bijaksana apa yang bisa menjernihkan jalan pikirannya, "apapun yang kau lakukan, jangan meninggalkan penyesalan" Eideth membaca salah satu quotes. Eideth menyadari bahwa Ia telah melakukan hal itu selama hidupnya ini. Ia berlatih tanpa lelah dengan Vinesa yang tegas, menghabiskan malam membaca buku sihir walau tak bisa memakainya. Ia hanya tidak ingin menyesal tidak berbuat apa-apa.
"Tapi Aku tak ingin hidup terus bekerja keras" keluhnya sambil meletakkan ponsel. Sebuah ilham terlintas di kepalanya. "Aku akan melakukannya dengan caraku" ujar Eideth menatap langit-langit kamar dengan harapan besar untuk esok hari.
Eideth terbangun keesokan harinya, sinar matahari mulai menerangi kamarnya. Ia berdiri dengan lemas dari atas kasur mencoba mendapatkan jiwanya yang masih bermain di alam mimpi, Ia mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya yang kering. "Ugh... apa sebaiknya yang harus ku lakukan hari ini" tanya Eideth sambil menutup mulutnya yang menguap. Betapa kagetnya Ia melihat sebuah layar status melayang mengikuti dirinya, sejak kapan pikirnya.
[Conceptualize: TTRPG
Pengaturan format selesai.]
Eideth yang masih mengantuk seketika sadar, jantungnya berdegup kencang tiba-tiba oleh adrenalin. Ia penasaran dan juga ragu untuk membuka informasi layar status tersebut. "Oh Ayolah..." ujarnya tak terima.