Chereads / Let me be carefree, please / Chapter 8 - Rigged

Chapter 8 - Rigged

Eideth bersiul dengan gembira dan merapikan kamarnya, Gerard biasa yang merapikan kamar Eideth namun Ia begitu senang hari ini. Walau ada niat dibalik sikapnya, Eideth memastikan Ia membersihkan semua area, menyentuh setiap barang memeriksa apakah ada yang masih terkena penalti status lamanya.

Tetap saja, Eideth tetap memikirkan layar aneh yang tidak bisa Ia baca itu. Layarnya seperti tidak bisa menuliskan hurufnya, bahkan tulisan yang bisa Ia baca tidak jelas. "Apa maksud dari vessel disitu" ujar Eideth selagi merapikan selimutnya. Ia tak menyangka akan begitu semangat beres-beres hingga kelelahan, Ia berbaring di lantai karena lelah.

Ia menyentuh setiap benda yang Ia punya didalam ruangan itu. Ia mengingat kalau riwayat statusnya direset, dan semua benda punya kesempatan 50% untuk terkena penalti. Tapi Ia belum menjumpai satupun, "yah... mungkin Aku hanya beruntung, walau ini seperti judi, yang penting jangan kalah" ujar Eideth.

Puas dengan hasil kerjanya, Eideth duduk di kursinya. Ia teringat ketika Ia kesakitan, Ia mendengar suara banyak layar status terbuka. Ia menuangkan secangkir air dan meminumnya selagi mengecek layar status.

[Talent anda telah terbuka] Eideth tersedak oleh segelas air karena terkejut. Ia mengusap matanya tak percaya. Setelah sekian tahun, Ia akhirnya mendapat Talent. Ia merasa sedikit kesal dengan ini namun Ia lebih memilih bersyukur daripada memikirkan yang tidak-tidak. "Apa ini karena Otherworlder soul's rejection sudah hilang, atau karena..." Eideth mencoba mengira-ngira alasan kejadian ini tapi hanya menambah pertanyaan yang Ia miliki. Ia coba melihat nama Talent yang Ia miliki.

[Conceptualize

Anda mampu menggunakan konsep asing sebagai dasar kekuatan anda. Konsep apa yang Anda akan pilih?]

"Tunggu, tunggu, tunggu" Eideth tidak siap dengan ini. Kesempatan dapat memilih kekuatannya sendiri adalah kesempatan curang. Eideth segera memanggil Smartphone nya lewat otoritas dan menjelajahi internet memikirkan pilihan-pilihan yang bisa Ia pilih. Ia membuka history internetnya juga melihat hal trending apa saja yang menarik untuknya.

"RPG? FPS? Tower defense?" Eideth malah membrowsing hal-hal berkait dengan game. Ia tidak menyangkal dirinya yang tidak memikirkan ini dengan seksama. "Bukannya semua orang ingin punya kekuatan bagai dalam game" pikirnya. Merasa Ia mulai overthinking, Eideth meletakkan ponselnya di tempat tidur, Ia berjalan-jalan menenangkan kepalanya.

Ia dapat melihat dan berpikir dengan lebih jernih setelahnya. Ia melompat ke atas kasur yang telah rapi itu dan memainkan ponselnya kembali. Ia menyadari satu kesalahan yang hampir Ia buat. Ia tak bisa memilih kekuatan begitu saja walau dari game, Ia sadar dengan memilih kekuatan dari game akan membentuk batasan pula.

Ia memikirkan kalau game FPS hanya dapat berguna dengan senjata api atau hal yang berkaitan dengan game tersebut, Ia juga berpikir kalau RPG akan membuatnya dibatasi peta yang terdengar sangat konyol. Ia tahu tak ada game yang sempurna seperti kehidupan, kau tidak bisa membuat semua hal menjadi game. Eideth mencoba mencari dengan perlahan kekuatan jenis apa yang terbaik untuknya. Ia juga mulai membuka komik dan manga, mencari rekomendasi serial shounen yang bagus. Tujuan Eideth dalam pikirannya adalah mencari konsep kekuatan yang kuat, fleksibel, dan memiliki mencakup berbagai hal. "Apa itu terlalu banyak permintaan untuk sebuah kekuatan" ujar Eideth. Eideth berpikir kekuatan overpower seperti itu pasti tidak ada.

Selagi membrowsing, sebuah pop-up iklan muncul. [Ayo main TTRPG], singkatan dari Table Top Role Play Game. Eideth merasa nostalgia mendengar nama permainan itu. Ia teringat dulu Ia adalah pecinta serial permainan itu, menjadi kolektor buku-buku panduannya yang sangat menarik. "TTRPG ya? Sudah lama sekali, masa-masa indah" ujar Eideth bernostalgia. Eideth terkejut mendengar dengungan layar status, Ia segera menolehkan kepalanya.

[Conceptualize

Memproses TTRPG]

"Tidak..." teriak Eideth mencoba membatalkan yang terjadi. Ia yakin Ia belum membuat pilihan, Ia terus menyentuh layar status itu, mencoba menekan apapun yang dapat membatalkannya. Layar status tersebut terus memproses hingga satu jam kedepan, Eideth juga tak berhenti mencoba membatalkan pilihannya.

[Conceptualize

Selesai memproses]

[menulis ulang]

[Conceptualize: TTRPG

Kamu memiliki kekuatan untuk melakukan apapun yang kamu mau, namun keberhasilanmu ditentukan oleh hasil sebuah dadu.]

Eideth deskripsi Talent miliknya dengan kesal. Deskripsi yang paling tidak ingin Ia dengar namun Ia tahu itulah TTRPG menurutnya. TTRPG memiliki peraturan khusus namun tidak pernah membatasi pemain untuk melakukan apapun yang mereka mau, agar menghasilkan cerita menarik yang mereka inginkan.

"Tapi ini hidupku, bukan permainan" Eideth kesal dengan sendirinya ketika mengutip kata-kata Game Master dari video yang Ia tonton. Belum lagi Ia tidak punya petunjuk apapun tentang menggunakan talentnya ini.

[Conceptualize: TTRPG

Mencari Game Master...]

Eideth berdoa berlutut dan menghadap keatas tanpa tahu berdoa pada siapa, "Tolong lah, biarkan Aku saja yang menjadi GM, Aku rela memainkan permainan ini sendirian, Aku punya Ide original untuk homebrew, tolonglah, siapapun itu, dewa, dewi" Eideth berdoa sebaik yang Ia bisa.

[Conceptualize: TTRPG

Calon Game Master ditemukan.

GM: Zatharna, Dewi Takdir]

"Tidak... huhuhu..." Eideth menangis tidak terima. Ia ingin sekali memainkan TTRPG ini sendiri sehingga Ia dapat mengaturnya sendiri, Ia akan lebih paham tentang gamenya dan punya pemikiran untuk kedepannya. "Ini tidak adil, seharusnya itu aku, bukan dia" keluh Eideth.

Eideth bangun dan mengusap air matanya, "berikan dadu ku dan lembar karakter, ayo kita mulai ini" Eideth hendak melakukan hal pertama dalam TTRPG, membuat karakter. Ia menunggu hingga beberapa detik melihat layar status itu yang memproses permintaannya.

[Memproses selesai], *Kraktak... Tak satupun dadu yang muncul, yang terdengar hanyalah suaranya. Ia mencoba mencari disekitar apakah dadu tersebut terjatuh ditempat lain, atau dadu itu tak terlihat pikirnya. Yang Ia dapat hanyalah layar status yang meminta diisi. Eideth melihat daftar Status tersebut memiliki pengaturan RPG normal.

[STR/DEX/CON/INT/WIS/CHA, roll], "apa layar status menjadi pengganti lembar karakter, yasudahlah" ujar Eideth. Dilayar status tersebut 6 nilai kemampuan dasar karakter. Eideth menekan Strength mencoba mengatur nilainya, namun suara dadu bergulir terdengar di telinganya. Ia terus mencari dimana dadu tersebut dan Ia mendapat kesimpulan, "Kau pasti bercanda denganku" Eideth hampir saja ingin mengumpat. Eideth hanya mendengar guliran dadunya saja namun tidak melihatnya, bahkan layar status bereaksi

[Pilih nilai kemampuan yang ingin anda masukkan nilai hasil dadu: STR / DEX / CON / INT / WIS / CHA].

Eideth tahu kenapa Ia hanya mendengar suara dadunya saja, Ia langsung mendapat kesimpulan. "Dadunya sama GM..." teriak Eideth. Table Top RPG seperti namanya, dimainkan diatas sebuah meja dimana pemainnya berkumpul, saat ini dia adalah karakter namun juga bertindak sebagai pemain. Eideth sama sekali tidak bisa menerima ini, sudah mendapat Talent yang Ia tidak inginkan juga tidak bisa memakainya dengan benar.

"Aku akan pakai point score" sesuai perintah Eideth, layar statusnya berubah. Disana tertera Ia punya 27 poin yang bisa Ia alokasikan ke nilai kemampuan yang Ia mau. Eideth menyadarinya, kalau sistem TTRPG ini sama dengan sistem yang Ia kenal. Ia membuka ponselnya dan mendownload sekumpulan buku peraturan yang Ia tahu berkaitan dengan format tersebut.

Ia mengutip, "cara alokasi poin kemampuan, kemampuan dasar yang diperoleh dengan alokasi poin tertera sesuai tabel, dengan 8 sebagai nilai dasar yang tidak memerlukan poin, dan 15 yang memerlukan 9 poin kemampuan, alokasikan poin sesuai yang kamu mau". Eideth mulai memikirkan strategi membangun karakter yang Ia inginkan, namun banyak yang bisa Ia jelajahi dari buku tersebut.

Eideth membuka berbagai build karakter epic di ponselnya ingin memilih satu, namun semuanya terlihat mengesankan. Eideth menunda sementara alokasi poin kemampuan sampai Ia bisa menemukan pilihannya. Berkali-kali Ia menggulir video rekomendasi yang selalu menarik perhatiannya tapi tak dapat membuat pilihan.

Eideth yang pusing mulai mengalihkan pikirannya dan bermain dengan ponselnya. Setelah beberapa jam memainkan game, menonton video pendek, dan menjelajah media sosial. Sebuah inspirasi menabraknya setelah melihat sebuah gambar. Sebuah miniatur biru berukuran sedang, miniatur sebuah monster dari serial terkenal dunia lamanya, tubuhnya yang kekar, cakar yang tajam, duri yang keluar dari punggungnya, namun memiliki wajah lucu yang membuat semua orang tertawa. Komentar dari postingan itu sangat beragam, namun yang paling banyak disukai adalah; "Ini baru namanya Meme Build" dengan 150 ribu suka.

Eideth kemudian tersadar, TTRPG itu adalah permainan untuk bersenang-senang. Walau cara bersenang-senang berbeda, "tapi semua itu bergantung padamu. ISH!! Apa sih suara narator gak jelas ini" Eideth mengutip perkataan dari video yang ditontonnya dan sekarang terngiang di kepalanya.

Selesai membuat pilihan, Eideth tahu harus berbuat apa. Ia mengingat kembali build karakter lama yang dulu Ia mainkan, dan setelah mengoreksinya Eideth membuat pilihannya. "Alokasi poin kemampuan" sesuai perintah Eideth, layar status itu muncul kembali.

[STR 13 / DEX 13 / CON 13 / INT 13 / WIS 13 / CHA 10]. Eideth berhasil mengatur nilai kemampuan miliknya dan layar status mulai memproses.

[Mengkalkulasikan jumlah, memasukkan formula, memproses...]

[Hasil akhir diperoleh, menampilkan Status karakter]

[Eideth Raziel

Belum ada, Manusia, Bangsawan

STR 14 / DEX 14 / CON 14 / INT 14 / WIS 14 / CHA 11

Banyak data masih kosong silahkan diisi.]

Eideth melihat Ia belum memiliki kelas di statusnya. "Wizard" Eideth menjawab dan kelasnya pun terisi. Eideth bangga melihat status miliknya dan merasa puas dengan kerjanya. Eideth lanjut kembali memainkan ponselnya sambil browsing tanpa tahu apa yang Ia lupakan.

Pintu kamar Eideth diketuk memecah konsentrasi Eideth saat bermain. Ia segera menyimpan ponselnya secepat mungkin dan bertingkah normal. Gerard masuk sambil permisi, Ia melihat Eideth duduk di kursi dengan santai tak seperti biasanya, Ia melihat selimut kasur ya rapi membuatnya menduga-duga tapi Ia tetap diam. "Waktunya makan malam Tuan" Gerard kembali menjadi dirinya yang biasa. "Sudah waktunya ya, baiklah" Eideth bangun dari kursinya dan keluar dari kamar.

Eideth berjalan lebih cepat dari Gerard selagi menjaga ketenangannya. Gerard dengan mudah mengikuti langka Eideth dan berjalan bersebelahan dengannya. Eideth tiba-tiba dikagetkan oleh suara guliran dadu, dalam sekejap sebuah kepala melayang menabrak pipinya ketika Ia berada di ujung lorong. Irena dan Eideth ikut jatuh bersamaan, "Tuan, Nyonya" teriak pelayan Irena. Eideth mengelus dagunya yang terkena kepala Irena yang keras, "Awh... Kamu tidak apapa Irena" Eideth menanyai keadaan Irena. Ia mengusap kepala adiknya yang terbentur memastikannya tidak apa-apa.

"Aku baik-baik saja kak" Irena meraih tangan Eideth yang membantunya untuk bangun. "Tuan baik-baik saja" tanya Gerard dengan datar, "tenang saja, Aku baik" jawab Eideth. Pelayan Irena menasihati dirinya untuk lebih berhati-hati, dan Irena hanya mengiyakan selagi mengusap kepalanya. Setelah itu mereka lanjut ke ruang makan.

Eideth dalam hati berpikir, "apa-apaan itu tadi" semua terjadi sangat cepat. Eideth bisa mendengar dengan jelas saat dadu itu bergulir, tapi Ia tak bisa bergerak dan tubuhnya melambat. "Apa tadi itu saving throw, wah, itu tidak adil sekali" Eideth menyimpulkan itu adalah salah satu fitur TTRPG. Ia mengeluh karena tak bisa melihat hasil dadu sangatlah fatal. Ia berniat mengeluh pada GM nantinya.

Irena dan Eideth masuk ke ruang makan dan keluarga mereka telah menunggu, kali ini Zain yang belum tiba. Eideth duduk di kursinya dan menunggu dengan tenang. Ia melihat Irena yang mencoba berbisik padanya. Eideth langsung memahami niat Irena dan berkedip mengiyakan walau Irena belum mengatakan apa-apa. Tak lama Zain datang, setelah semuanya berkumpul mereka mulai makan bersama.

Setelah makan, keluarga itu memutuskan untuk berbincang mengenai hari ini. Agareth memulainya duluan, "semuanya, jangan pergi dulu, ada yang ayah ingin bicarakan" semuanya kembali duduk di kursi mereka. Agareth menjelaskan bahwa seorang pendeta dari kuil Joan akan datang untuk memurnikan tanah di perbatasan kita, ayah akan mencoba memintanya untuk memeriksa kondisi mu" Agareth melihat ke arah Eideth.

Eideth tak tahu harus berkata apa, "Ayah, aku ingin mengatakan sesuatu" Eideth melepaskan sarung tangannya. Ya, Eideth selama ini selalu mengenakan sarung tangan Pelarasan miliknya. Ia tak selalu memakainya, namun tak jarang Ia akan berhenti sebentar sebelum menyentuh sesuatu memakai sarung tangannya terlebih dahulu. Eideth memanggil layar otoritas diatas tangannya dan menjatuhkan ponselnya tepat ke tangannya.

"Ayah, Ibu, Aku bisa memakai sihir sekarang" Eideth menjulurkan tangannya keluar dengan telapak tangan diatas. Suara dadu bergulir, Eideth dalam hati berdoa agar benda ini berhasil. Ia menggunakan cantrip "Create water", sesuai perintah Eideth sebuah bola air seukuran bola golf terbentuk di atas tangannya.

Wajah mereka terkejut namun dalam artian baik, "Aku juga sudah tidak terhalang status batasan itu lagi, walau sebagian benda akan menolakku, tapi jika aku menahannya, Ia akan berhenti" Eideth melanjutkan. Semua orang di ruangan itu ikut senang untuk Eideth. "Walau begitu, Aku masih harus mempelajari buku mantra ini (menunjukkan smartphone-nya), Aku masih belum terlalu memahaminya" Eideth mencoba meyakinkan anggota keluarganya bahwa ponsel itu sebuah buku mantra. Terdengar suara dadu bergulir.

"Jadi itu sebuah buku, bentuknya sangat unik, itu bahkan tak memiliki lembaran, apa benar itu sebuah buku" tanya Eziel, "betulan" Eideth berharap agar dadu tersebut mendapat hasil yang baik ujarnya selagi mendengar gulirannya di kepalanya. Eziel tampak mempercayai hal tersebut.

'Syukurlah itu berhasil' Eideth menghela nafas selamat dari guliran muslihat. Eideth menyimpan kembali ponselnya, dan setelah meyakinkan keluarganya bahwa itu adalah sebuah buku mantra. Ia berhasil membuat kesempatan untuk memainkan ponselnya dengan bebas. Eideth tanpa sadar membuat gestur bagai membetulkan kacamata walau Ia tak memakainya.

"Kalau begitu, kita tunggu saja Pendeta kuil Joan datang kemari besok" Agareth hendak menutup semuanya sebelum Vinesa buka bicara, "hey, bagaimana dengan Ir-umph" Vinesa belum sempat menyelesaikan perkataannya dan Eziel membungkamnya dengan tangannya. "Jangan khawatirkan bibimu ini, tidak ada apa-apa" ujar Eziel.

Mereka lanjut keluar dari ruang makan, Eideth menghampiri Irena sebelum Ia pergi ke kamarnya. "Irena tunggu sebentar" Eideth menepuk bahu Irena, "semangat" Eideth berkedip pada Irena. Irena sedikit linglung dengan maksud Eideth namun Ia dapat menafsirkannya. Zain melihat itu dan menyadari Irena melakukan apa yang Eideth dan dirinya lakukan, "hei, kalian membicarakan apa itu" tanya dirinya kesal di tinggal sendirian.

"Itu kejutan kak, kamu harus menunggunya nanti" Irena berkedip balik pada Eideth memberinya tanda. Irena langsung pergi kembali mengerjakan urusannya, "ayolah kak, kau juga akan rahasia-rahasiaan denganku" Zain memukul lengan Eideth dengan ringan. "Itu kejutan kau tahu, tenang saja, takkan lama, aku juga tidak membocorkannya untuk mu" Eideth mengacak-acak rambut Zain sebagai balasan.

Mereka kembali meneruskan urusan mereka masing-masing. Eideth mencoba kabur dari kastil untuk berlatih di tempat rahasia miliknya, tapi Ia dihadang Gerard. "Ayolah Gerard, Aku cuma akan jalan-jalan sebentar saja, bisakah kau biarkan aku kali ini" Eideth memohon pada Gerard yang terus mengikuti (mengawasinya).

"Maaf tuan, Tuan Agareth dan Nyonya Lucia memerintahkan saya agar anda tetap di kastil beristirahat" Gerard hanya tersenyum sinis menjawab Eideth. Eideth tahu Ia takkan bisa lari dari Gerard walaupun Ia mencoba, 'kenapa Gerard menjadi seperti ini akhir-akhir ini' Eideth bertanya-tanya dengan sikap Gerard yang semakin suka mengerjai dirinya.

Eideth terpaksa kembali ke kamarnya, Ia duduk di kursinya memikirkan strategi untuk kabur. "Gerard, aku sedikit haus, bisakah kau membuatkanku perasan..." mulut Eideth menganga melihat Gerard mengeluarkan secangkir jus lemon dari balik tangannya. Eideth terbungkam sedangkan Gerard kesenangan, Eideth merggertakkan giginya dan meminum jusnya dengan cepat. Gerard kaget karena Ia yakin Ia membuat perasan lemon itu lebih asam dari biasanya.

"Gerard, apa kamu punya koin" tanya Eideth, Gerard mengeluarkan sebuah koin perak dari saku bajunya. Ia memberikan koin perak itu pada Eideth dan Eideth kaget. Koin tersebut bukanlah koin yang dipakai untuk mata uang, itu memiliki lambang kepala bertudung dan topeng disisi lainnya. Eideth tetap melanjutkan usulannya, "Gerard, ayo taruhan, kalau Aku menang, Kau biarkan Aku kabur, tapi kalau Aku kalah, Aku akan tetap tinggal" Eideth mulai bertaruh.

"Kalau begitu seperti biasa Tuan" jawab Gerard dengan santai, "baiklah, kalau begitu pilihanku ekor (topeng)" Eideth melemparkan koin itu ke udara. Eideth bersiap menangkap koin itu, peraturan tak tertulis taruhan koin, yang terpenting adalah yang menunjukkan hasilnya duluan. Gerard tetap tenang sama sekali tidak bergerak, melihat itu Eideth pun melepas penjagaannya.

Ia menangkap koin itu dan menunjukkan hasilnya, "sial, Aku kalah" hasilnya sisi kepala. Eideth menerima hasilnya dengan lapang dada, Gerard memenangkan taruhan itu dengan adil. Melihat wajah kesal Eideth, Gerard angkat bicara. "Karena Aku menang, tolong Tuan ikut saya sebentar", "huh???" Eideth kebingungan. Eideth mengikuti Gerard sepanjang jalan hingga Ia menyadari bagian kastil yang tak pernah Ia ketahui. Mereka tiba di rooftop tersembunyi Kastil Raziel.

Itu hanyalah rooftop kosong, namun terukir banyak sayatan pada lantai batu tersebut. Eideth mendengar dadu bergulir, Ia menyadari bahwa sayatan itu sudah sangat tua, juga sudah terkena cuaca selama bertahun-tahun. Namun, masih ada beberapa goresan yang masih baru yang terlihat jelas. Ia semakin yakin melihat rak senjata di sebelah pintu masuk.

"Tuan bisa berlatih disini kalau Tuan mau, walau tidak terlalu luas...", "tidak apa-apa, ini cukup, terima kasih Gerard" Eideth memotong Gerard sebelum Ia selesai. Gerard sedikit menaikkan kelopak matanya melihat wajah Eideth, Ia tersenyum lebih santai dari biasanya.

Eideth memeluk Gerard berterima kasih, Gerard yang kaku mendorong dirinya untuk membalas. "Sama-sama Tuan, kalau begitu saya permisi dulu" Eideth melepas Gerard dan Ia pun pergi meninggalkan Eideth sendirian disana.

Eideth berdiri ditengah rooftop dibawah sinar kedua bulan Artleya. Ia membuka layar otoritas dan layar status miliknya. Ia mengambil ponselnya dan mulai membaca layar status tersebut. "Ayo pelajari talent aneh ini" ujar Eideth pada dirinya sendiri.