Serangan Zain berhasil memberi luka fatal pada Strider itu, setengah tubuh humanoidnya terkena kerusakan besar, Ia terdorong beberapa meter ke belakang. Namun Ia masih berdiri terhuyung-huyung. Zain terjatuh ke tanah setelah menyerangnya kehabisan energi.
Mereka berdua sudah tidak punya energi lagi untuk bertarung, dan Strider tersebut masih belum di kalahkan. Mereka tak bisa meminta bantuan dari pasukan mereka yang masih sibuk membersihkan sayap tembok. Tak mereka duga, Strider tersebut mendapat kembali kesadarannya dengan cepat. Zain mencoba berdiri dengan segenap kekuatannya, namun Ia hanya mampu berlutut, kakinya sudah pada batasnya.
Eideth disisi lain yang berdiri lemas. Menghunuskan belati kesayangannya yang Ia ikat dibelakang pinggang. "Kerja bagus Zain, akan kuselesaikan ini untuk mu" Zain terkejut melihat kakaknya meminum ramuan energi yang Ia berikan didepan matanya. Kakaknya bertarung mati-matian sedari tadi tanpa bantuan potion. Ia belum berhenti bertarung sedari awal serangan.
Eideth memperbaiki posisi kakinya, dan membentuk kuda-kuda yang mirip dengan Zain barusan. Eideth tidak melihat bagaimana Zain melakukannya, tapi setidaknya Ia tahu dasarnya dari ajaran Vinesa.
Strider tersebut mengamuk dan berlari ke arah mereka berdua, melakukan serangan mati-matian. Lonjakan energi mengisi tubuh Eideth setelah efek ramuan aktif. Eideth menunggu dengan tenang kesempatan untuk menyerang.
*Stab. Eideth berhasil melubangi tubuh Strider itu, terlihat bagian dadanya yang tercongkel akibat tusukan Eideth terlempar kebelakang. Sesuatu terlihat di mata Eideth pada bagian tubuh tersebut. Sesuatu yang berkilau keluar darinya dan Eideth menangkapnya. Ia terjatuh ke tanah setelah mengeluarkan seluruh energinya.
Pasukan telah berhasil membersihkan Aether yang tersisa dan melihat Komandan dan Wakil Komandan telah berhasil mengalahkan Alpha Strider tersebut, mereka bersorak gembira. Zain lega melihat kakaknya berhasil berbaring lemas diatas tanah berisitirahat. Eideth berdiri dan melepas sarung pedang dipinggangnya, memakainya sebagai tongkat, berjalan menuju Zain. "Hey wakil komandan, ayo istirahat di dalam tembok" ujar Eideth terengah-engah sebelum ikut jatuh disamping Zain.
Mereka berdua tertawa lepas setelah melewati pertarungan hidup dan mati itu. Mereka merasa begitu senang dengan hidup, dan bangga mereka berhasil mempertahankannya. Mereka berdua mencoba bangun untuk duduk dengan rintihan sakit di sekujur tubuh mereka. Mereka tertawa membandingkan betapa sakit tubuh mereka saat ini dengan latihan dengan Vinesa.
Tawa mereka berhenti begitu mendengar hentakan kaki dengan cepat dan keras mendekati mereka. Mereka berdua menoleh dan melihat sebuah Strider merah dengan tombak berapi lari menyerbu ke arah mereka. "Kau pasti bercanda denganku" ujar Eideth melihat ada satu lagi Alpha Strider tahap Adept jenis api.
Eideth dan Zain saling merangkul satu sama lain mencoba melindungi saudara mereka. Walau telah patah semangat, mereka berdua menatap kearah Strider tersebut, tanpa takut pada kematian. Entah karena lonjakan adrenalin, waktu terasa melambat saat mereka berhadapan dengan kematian.
...
Puncak menara Sixen, tim penyerang tengah menghadapi bos terakhir yang menjaga puncak Sixen. Ia memiliki tubuh yang besar dengan /*Slash/. Vinesa menebas kepala Aether itu dengan cepat sebelum Ia sempat bereaksi. "Kakak, apa yang kau lakukan, itu Aether jenis baru, kita setidaknya harus tahu kemampuannya dulu, penemuan ini bisa membantu banyak orang" Eziel marah terhadap kakaknya.
"Aku tidak ingin benda itu macam-macam saat kita lengah, lebih baik langsung dihabisi" ujar Vinesa beralasan. Ia berdiri diatas tubuh makhluk itu dan mengamati mayatnya untuk beberapa saat. "ehem, kunamai Aether jenis baru ini dengan nama Gigan" Vinesa menancapkan pedangnya di dada mayat tersebut bagaikan bendera.
Perhatian mereka akhirnya kembali pada misi utama mereka, mereka melihat sebuah tabung besar terbuat dari materi yang tak dikenal. Darinya terpancar energi aneh yang menyengat, untungnya berkat sihir Eziel mereka dapat mendekatinya dengan mudah.
"Inilah inti Sixen nya, setelah kita hancurkan ini, menaranya akan runtuh dan kita harus keluar segera, Eziel, kamu sudah siapkan mantra teleportasinya" tanya Vinesa. Eziel mengeluarkan sebuah kapur dan mulai menggambarkan lingkaran mantra sihir di lantai. "Sudah selesai kak" jawab Eziel.
Vinesa menyiapkan pedangnya, Ia menatap kapsul inti tersebut. Vinesa menebas kapsul itu menjadi potongan-potongan kecil. Betapa kagetnya mereka melihat kapsul inti tersebut kosong, mereka mengharapkan ketika intinya hancur, Ia akan mulai bereaksi kemudian meledak.
"Kak, apa ini biasa terjadi" tanya Agareth. Vinesa menggelengkan kepalanya. Mereka bertiga tidak tahu harus berbuat apa dan kebingungan bukan kepalang. Penemuan Aether jenis baru, Sixen tak berinti yang mustahil ditemukan, ini merusak semua pengetahuan tentang Sixen yang mereka tahu.
Memantau dari kejauhan, seorang bersiluet hitam melihat mereka bertiga menghancurkan wadah Sixen yang kosong, Ia tersenyum di balik bayang-bayang, merencanakan sesuatu. Ia menghilang seperti ditelan bayangan tanpa disadari mereka bertiga.
Lantai dimana mereka berpijak berguncang keras, langit-langit menara mulai runtuh. "Kak, cepat" Eziel memanggil Vinesa dan Agareth untuk masuk kedalam lingkaran mantra sihir. Mereka berhasil keluar dari menara itu dengan cepat berkat sihir teleportasi. "Untung saja kita mampu keluar dengan selamat" baru saja mereka mendapat udara segar, suara dentuman ledakan keras terdengar dari belakang mereka. Mereka segera berlari kearahnya secepat yang mereka mampu, "bertahanlah Eideth, Zain" ujar Agareth.
...
Sebuah Strider dengan tubuh apinya berlari kencang membawa sebuah tombak, benda itu memegang tombaknya dengan kedua tangan hendak menusuk target di hadapannya.
Eideth dan Zain merangkul satu sama lain, mereka menatap kearah Strider tersebut tanpa takut. Mereka sudah terlalu lelah untuk bergerak, mereka terpisah terlalu jauh dari pasukan mereka, bantuan tidak akan sempat.
Sebuah pelindung sihir terbentuk diantara mereka dalam sekejap, Strider itu juga terjerat sihir pengekang yang mengikat pergerakannya. Agareth datang dan menebas tubuh depan Strider itu dengan gada kecil miliknya, dalam sekejap kaki depannya menghilang tak tersisa, sementara Vinesa menebas tubuh bagian atas humanoidnya menjadi potongan kecil dengan sangat cepat, mereka hanya melihat tubuhnya sudah terpotong jadi potongan kecil.
Vinesa, Agareth, dan Eziel datang dan menanyakan keadaan mereka berdua. "Apa kalian tidak apa-apa" tanya Agareth khawatir. "Ayah, itu... tadi... Luarbiasa" teriak mereka berdua. "Kamu melihatnya juga kan Zain", "Iya, Bibi Eziel merapal mantra pelindung dan pengekang bersamaan" ujar Zain. "Ayah memukul Strider itu hingga Ia menghilang, dan juga Bibi Vinesa menebas kepalanya hingga potongan kecil. "Bahkan pedangnya tak terlihat" teriak mereka berdua dengan semangat menjelaskan apa yang mereka lihat.
Vinesa, Agareth, dan Eziel tak mampu menahan tawa mereka melihat kedua Raziel muda itu. Mereka sama sekali tidak gentar dihadapan kematian, malah bersemangat melihat pertunjukan kemampuan ayah dan bibi mereka. "Jadi kalian melihat semuanya ya, hahaha" Vinesa tertawa paling keras seperti biasanya.
Eideth dan Zain mencoba berdiri dengan kedua kaki mereka, kaki mereka bergetar hebat dan langsung jatuh tanpa tenaga. "Kaki kalian tidak punya tenaga" tanya Vinesa, Ia menepuk punggung kedua keponakannya. Tubuh mereka seketika kram, otot mereka berdenyut kesakitan. "Kalian tidak akan bisa lanjut menjaga perbatasan kalau gini" Vinesa tertawa menggelengkan kepala.
Eideth dan Zain diantar pulang dengan kereta kuda, Eziel ikut pulang mengantar mereka sementara Vinesa dan Agareth tetap berjaga di perbatasan. Mereka berdua takjub, gelombang serangan kali ini cukup besar, namun kerusakan sangat minimal. "Harus ku puji, mereka memang memaksakan diri kali ini" ujar Vinesa bangga.
"Mereka memang menanggung semua bebannya" Agareth melihat laporan pertarungan. Walau mereka menggunakan perlengkapan potion, dana perbaikan tembok menjadi lebih sedikit karena kerusakannya lebih minim. Agareth mengurus beberapa berkas sementara Vinesa keluar untuk melihat kondisi pasukan.
Agareth keluar dari tenda memanggil seluruh pasukan, Ia melihat pasukan masih dalam kondisi baik membuatnya yakin untuk menjalankan pemburuan. "Pasukan, kita akan memburu Aether yang tersisa, Pendeta Kuil Joan akan datang untuk memurnikan tanah ini" teriak Agareth.
Pasukan bersorak gembira mengetauhi kalau tugas mereka akan lebih ringan ketika Pendeta kuil Joan akan datang untuk membersihkan wilayah perbatasan dari pengaruh Aether. Perbatasan tidak akan lagi menahan serangan Aether dan perbatasan akan lebih aman.
Agareth hendak mengambil alih pasukan namun Vinesa memukul punggung adiknya dengan keras, "biar Aku saja Tuan Count, kamu bisa percayakan perburuan padaku" kekeh Vinesa. Vinesa mengumpulkan pasukan dengan memilih prajurit yang terlihat kuat di matanya. Alhasil, Ia mengambil 20 orang Vanguard, 15 orang Breaker, dan 10 Hunt. Agareth memaksa Vinesa untuk membawa lebih banyak pasukan, Ia memerintahkan 10 Reaper dan 5 Clergy untuk menemani pasukan pembasmian.
Vinesa pergi dan melambai pada Agareth yang menjaga tembok perbatasan. Pasukan yang mengikuti Vinesa hanya bisa menelan ludah mereka, mereka menunjukkan tatapan iri pada pasukan yang tinggal untuk menjaga perbatasan. Rekan mereka yang berjaga mencoba menahan tawa mereka sebaik mungkin sampai pasukan Vinesa pergi membasmi Aether yang tersisa.
...
Didalam kereta kuda, Eideth dan Zain terduduk diam kaku tak dapat bergerak, setiap kali mereka mendapati guncangan, mereka tak dapat menahan posisi duduk mereka dan goyang kesana kemari. Kedua saudara itu tertawa melihat kondisi menyedihkan mereka, Eziel yang sudah tak tahan melihatnya memberi mereka minum sebuah ramuan. "Duduklah yang benar dan minum ini" Eziel mengeluarkan dua buah botol ramuan dari tasnya.
"Ramuan apa ini Bi" tanya mereka meneguk selagi ramuan itu, beberapa detik setelah meneguk efek ramuan itu langsung bekerja. Seperti tubuh mereka disambar petir dan listrik menjalar keseluruh tubuh mereka. Mereka menahan jeritan mereka sambil percaya pada ramuan yang diberikan Eziel.
"Huah... Bi, ramuan apa itu" Eideth mengumpulkan nafasnya sehabis terkejut. "Aku menamai itu ramuan pelupa nyeri, tubuh kalian seharusnya sudah merasa baikan, tapi efeknya hanya sementara, kalian harus segera istirahat sesampai di rumah" ujar Eziel. Eideth mengecek kondisi tubuhnya, mengepalkan tangan lalu membukanya kembali. Ia merasa seperti kebas namun ada yang aneh dengan perasaan itu.
Sesampai di Kastil Raziel, Mereka disambut oleh Lucia dan Irena yang juga baru kembali dari kastil. Zain segera keluar dan menjumpai Ibu dan adiknya, "Hai Ibu, Irena, kalian dari mana saja" tanya Zain. Irena seketika menggandeng tangan Lucia menariknya masuk ke dalam kastil, "rahasia, mbweh..." ujar Irena menjulurkan lidahnya keluar dengan imut.
Kedua saudaranya tak bisa menebak apa yang dilakukan Irena dan Ibu mereka ketika keluar, namun renungan mereka dihentikan ketika otot mereka mulai berdenyut tanpa efek ramuannya mulai memudar. Mereka segera berlari kembali ke kamar mereka masing-masing selagi mereka masih bisa bergerak.
Eideth melompat ke kasurnya, mencoba tidur secepat yang Ia bisa. Namun pikiran memenuhi benaknya, Ia tak dapat menahan tangannya untuk memanggil ponselnya lewat otoritas. [Smartphone], Ia menghidupkan layar ponselnya dengan satu tangan. Awalnya Ia berniat untuk tidur sepanjang hari, namun Ia malah memainkan ponselnya semasa itu. Setelah beberapa jam, Eideth merasakan efek ramuannya telah menghilang. Tanpa sadar, Ia melemaskan seluruh ototnya kecuali tangan kanan yang lagi memainkan ponsel.
Eideth sedang dalam masa paling bahagia selagi Ia memainkan ponselnya. Merasakan kembali teknologi dunia lamanya membuatnya lupa waktu, Ia juga sedikit mempelajari apa saja yang telah terjadi pada dunia lamanya.
"Game-game sekarang sudah jauh lebih canggih dari zamanku dulu, orang-orang lebih banyak menonton anime sekarang ya, dan apa ini, sebuah V-tuber?" Eideth semakin tertarik lagi untuk belajar tentang dunia lamanya.
Empat jam telah berlalu tanpa Eideth sadari, Gerard tidak datang untuk menjenguknya pasti karena perintah Eziel pikir Eideth. Eideth telah puas memainkan ponselnya dan berbaring diatas kasurnya. Senyum terukir lebar di wajahnya tanda gembira. Sudah lama Ia tak malas-malasan seperti ini pikirnya. Ia melihat ke arah jendela dan matahari masih tinggi diatas langit. "Mungkin aku bisa tidur dua jam lagi" ujar Eideth sembari memasang alarm di ponselnya.
Ia memejamkan mata dengan mudah, Ia tak tahu kelopak matanya terasa begitu berat dan tubuhnya melemas dengan sendirinya. Ia tidur dengan postur bintang di atas tempat tidur dengan pulas, membentangkan lengan dan kakinya.
Gelap. Itu pikir Eideth. Ia terbangun dikejutkan oleh alarm yang Ia pasang, Eideth tak yakin apakah Ia tidur selama dua jam itu. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya, raut wajahnya terpantul di cermin. Ia bisa melihat matanya sedikit memerah dan sedikit kantung mata terbentuk. Eideth tertegun, Ia tak menyangka akan melihat wajah itu lagi. Ada rasa bangga dalam dirinya, Ia masih dirinya yang dulu. Kehidupan yang ketiga tidak membuatnya melupakan dirinya yang lama.
Eideth mengganti pakaiannya yang penuh dengan keringat, membasahi rambutnya untuk merapikannya sedikit. Ia keluar dari kamarnya menuju ruang makan, Ia merasa cukup lapar. Ruang makan masih kosong tanpa ada seorang pun, apa Ia terlalu awal pikirnya.
Eideth pun kembali menyendiri di dalam kamarnya, walau perutnya lapar Ia hanya harus menahannya. Ide terlintas di benaknya, Ia memanggil layar otoritas.
[Authority: Modern Age
Diberi oleh: Dimension God
Material tidak cukup...
...
Apa anda ingin membuka daftar simpanan anda?]
[Item dari dunia lama yang anda miliki;
-Toples kaca
-Sekop
-Pensil
-Coklat batang
-Selotip
...]
Eideth mengambil sebatang coklat dari otoritasnya, satu-satunya snack yang Ia miliki. Karena coklat terdaftar sebagai item otoritas, Ia bisa memakannya terus menerus dan itu takkan habis. Ia tak terlalu sering memakannya karena Ia lebih suka menikmati coklat secukupnya. Selagi Ia mengunyah coklat Eideth melanjutkan membaca layar otoritas mencoba memahami penjelasannya.
Eideth seketika teringat dengan item yang Ia dapat dari mengalahkan Strider. Ia mengeluarkan toples kaca dari layar otoritas miliknya. Toples kaca itu hanyalah toples biasa namun isinya lah yang menarik perhatian Eideth. Ketika benda itu jatuh setelah Eideth mengalahkan Strider, Ia menangkap nya dengan tangan kosong. Ketika bersentuhan dengan kulitnya, indra Eideth segera mengatakan tidak, jadi Ia dengan reflek menyimpannya kedalam toples kaca tersebut lalu menyimpannya kembali kedalam layar otoritas.
Eideth menaruh toples kaca itu didepannya dan mulai mengobservasi objek aneh tersebut. Ia tak pernah melihat apapun seperti itu selama hidupnya, bahkan kali ketiga ini pikirnya. Ia juga bingung karena hanya Strider itu yang menjatuhkan item ini, Aether lain tidak. Objek tersebut terlihat seperti bola energi yang terus berputar, dengan inti kecil yang memancarkan energi ditenganya.
"Apa sih ini" pikir Eideth menggaruk kepalanya. Ia teringat perasaan aneh yang Ia rasakan ketika menyentuh benda tersebut, [▮▮▮▮] itulah yang dilihatnya saat itu, tak dapat dibaca sama sekali. Perasaan aneh yang memasuki tubuhnya seketika saat menyentuh benda aneh itu. Untung saja toples tersebut menahan benda itu akibat kemampuan otoritas, energi yang terpancarkan oleh benda itu tidak dapat keluar.
[Authority of MODERN AGE
Kekuasaan anda memperbolehkan anda untuk mengambil barang dari dunia lama anda ke dunia ini. Anda memiliki kuasa penuh atas barang-barang yang anda miliki. Barang dalam kuasa anda memiliki kemampuan;
Tidak dapat habis,
Tidak dapat rusak,
...]
Eideth sangat senang benda benda yang Ia dapat dari otoritas selama ini cukup berguna. Ia pun mengagumi kembali otoritas yang Ia dapat. "Memiliki kuasa penuh huh, Aku memang berniat agar toples kaca ini menyimpan benda itu, tapi aku tak menyangka pengaruh otoritas sekuat ini" ujar Eideth. Ia sudah melakukan eksperimen terhadap item-item dari otoritas tersebut. Mereka tidak dapat hancur, tidak dapat habis seperti coklat miliknya.
Ia juga pernah berkesperimen pada toples kaca tersebut, Ia meminta seluruh orang dikastil untuk membuka toples tersebut, walau Ia tak memberi "Izin" untuk mereka membukanya. Alhasil, satu kastil kesulitan membukanya, Vinesa pun turun tangan juga tak mampu membukanya tanpa Eideth izinkan, jelas tak satupun orang tahu tentang itu. Vinesa sangat kesal hingga Ia keluar tiga hari untuk berlatih dan menantang balik toples itu. Eideth pun mengizinkan Vinesa membukanya agar konflik tak bertambah panjang. Kekuatan otoritas sangatlah tak masuk akal pikirnya.
Rasa penasaran Eideth sangat tertarik untuk mencari tahu objek misterius itu, tangannya coba meraih toples tersebut. Ia memegang toples tersebut pada tutupnya dan memperhatikan objek tersebut lewat kaca transparannya. "Tidak sekarang, disini tidak aman" ujar Eideth melempar toples tersebut kedalam layar otoritas. Ia berhasil menahan diri pikirnya namun sebenarnya Ia memikirkan untuk kembali melihat ruang makan. Ia kelaparan.