Ruangan putih besar dengan keheningan yang alami menyelimuti tempat itu ketika Ariel dan Lucia memasukinya. Ruang putih yang dihiasi portal melingkar di atas langit-langit bercahaya garis biru menyala terang.
"Huff ... Huff ... Mungkin disini cukup aman untuk sementara waktu ... Lucia, apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja ...."
"Baguslah, Apakah kau bisa mengamankan berkas-berkas yang berada di tumpukan meja itu?"
"Baiklah ... Aku akan segera membereskannya."
"Ya. Aku minta tolong." Ariel langsung pergi ke sisi lain untuk mengambil senjata pistol yang berada di atas meja miliknya.
Seraya mengisi peluru. "Aku harus bisa mengulur waktu ... Sepertinya aku harus menjalankan sistem itu terlebih dahulu" Menyimpan senjata di saku celana dan berpindah menuju monitor sistem yang berada di ruangan itu.
"Yosh ... Aku harus segera mengaturnya sebelum mereka menemukan tempat ini" Melacak sistem untuk segera melakukan penghancuran maksimal.
(Penghancuran maksimal akan di dilakukan dalam 30 menit)
(Masukan akses kode)
(ARIEL)
(Waktu penghancuran maksimal telah di tetapkan)
(Lakukan?)
Ariel melihat ke arah Lucia yang sedang sibuk membereskan tumpukan berkas, serta ke arah 1 kabel dan 1 kamera CCTV yang berada di atasnya.
Klik!
Memukul monitor dengan keras seraya menembak satu CCTV yang berada di atasnya.
*DAR DAR!*
"Ariel, apa yang kau lakukan ..?"
Ariel langsung menghampirinya. "Tidak, aku baru saja menghancurkan kamera CCTV agar mereka tidak bisa melacak keberadaan kita ... Maaf, sistem di sini telah di rusak oleh mereka semua ... Kita harus bisa bertahan dan kabur dari tempat ini."
"Begitu ya. Memang benar, jika mereka telah mengamankan area gerbang utama. Semestinya sistem pusat telah di kendalikan oleh mereka dengan leluasa."
"Tepat sekali. Aku akan membantumu"
"Terima kasih ... Tapi, kenapa aku harus membereskan seluruh berkas ini?" Lucia bertanya seraya menatapnya serius.
"Berkas ini sangat penting ... Jika mereka berhasil menemukannya. Maka dunia ini akan tidak baik-baik ...."
"Apa maksudmu?. Kau sedang melakukan hal gila ya?"
"Yahhh, terkadang aku bosan ... Jadi, aku selalu sengaja meneliti hal gila hanya untuk kesenanganku sendiri ... Jangan khawatir, aku tidak pernah berpikiran ingin bisa menguasai dunia ini ... Jika aku ingat, mungkin seharusnya tumpukan berkas ini sudah aku bakar."
"Tapi, kenapa tumpukan berkas ini masih ada?. Apa karena kau lupa membuang dan membakarnya?"
"Tepat sekali"
"Ternyata orang jenius sepertimu bisa melakukan segalanya, ya"
"Ahahhha ... Kau tidak boleh berpikir seperti itu. Terkadang aku sangat bodoh jika ada sesuatu yang membuatku merasa tidak nyaman."
"Begitu ya."
Semua berkas sudah terkumpul dan tersusun dengan rapih.
"Yosh ... Saatnya untuk—"
*BOM!*
Ledakan terdengar menggelegar dari arah pintu.
Para penyusup berhasil membobol seluruh ruangan. Asap abu memenuhi ruangan itu serentak dengan para pasukan yang berjalan masuk.
"Gawat ... Sepertinya mereka telah membobol seluruh tempat yang berada di labolatorium ini"
Ariel dan Lucia langsung bersembunyi di balik papan meja tinggi yang berada jauh di sebelah kiri.
"Telusuri setiap sudut tempat ini!. Jangan sampai kalian buta karena tidak bisa melihatnya!."
Para teroris mulai bergerak maju.
Ariel dan Lucia sedang asik berbisik-bisik. Kekhawatiran mereka seperti kertas kosong yang tidak memiliki arti takut hanya karena kematian akan menentukan jalan mereka. Karena pada dasarnya, mereka telah sadar bahwa manusia itu pasti akan mati pada waktunya.
Kecemasan dan ketakutan bagaikan daun daun besi yang bisa membuat mereka terus tegak dan tidak bisa dihancurkan.
Mengisi ulang peluru. "6 orang, ya?"
"Kau mau melawan mereka?. Kita hanya berdua, lho"
"Apa yang kau pikirkan?. Aku berani seperti ini karena ada seorang malaikat cantik yang pasti akan melindungiku."
"Begitu ya. Kau benar ... Aku tidak boleh terus mengandalkanmu."
Terkadang bijak, tapi bodoh.
"Ada-ada saja ... Sikapmu itu selalu ingin membuatku tertawa setiap saat" Jawab Ariel sedikit gelisah.
"Apa susahnya tertawa?. Kau bisa melakukannya bukan?" Jawab Lucia dengan nada polos.
Menghela nafas. ".... Mana mungkin aku mau melakukannya sekarang."
"Jadi, bagaimana rencananya?"
"Ya, benar. Lebih baik kau bersikap seperti itu saja"
Lucia cemberut.
"Apa kau membawa perisaimu?"
Seketika perisai segilima langsung muncul di tangan kiri Lucia.
"Ya. Aku selalu membawanya setiap saat kapan pun aku ingin memanggilnya."
"Bagus. Apa kau siap?"
"Ya. Beri tahu aku aba-abanya ...."
Para teroris terus menelusuri ke setiap sudut ruangan seraya menghancurkan beberapa barang dan riset penelitian yang telah di lakukan Ariel selama puluhan tahun.
Satu pria kurus berjalan pelan menghampiri tempat Ariel dan Lucia bersembunyi. Pria itu masih belum sadar karena pandangan mata yang selalu melihat ke arah kanan dan kiri.
Pria itu terus menodongkan senjata serbu miliknya ke setiap arah untuk jaga-jaga.
"Seharusnya aku ledakan tempat ini saja dari pada harus membawanya hidup-hidup ... Menyebalkan!"
Lalu ....
Ariel langsung menendang meja putih dengan cepat sehingga menabrak pria itu seraya memberi aba-aba kepada Lucia.
"Ayo!."
"Ya!."
Dengan cepat Ariel langsung melompat dan menembak satu pria kurus yang berada di hadapannya.
*DAR DAR!*
"Apa?"
Dengan gerakan cepat Ariel langsung menembak pria yang berada di sebelah ujung kiri yang membuatnya mati sebelum menembakkan beberapa peluru kearahnya seraya di lindungi oleh Lucia yang berada di sebelah kanan bahunya.
"Matilah kalian semua!!" 4 teroris langsung menembaki mereka secara serentak.
Semua itu berhasil di tahan oleh perisai milik Lucia dengan sigap.
Rentetan peluru tidak bisa menembus pertahanan gagah perkasa milik Lucia yang bisa menahannya dengan mudah.
"Hhaaaaaaaaaaaaaa ....."
Lucia berlari menghampiri mereka seraya menahan rentetan tembakan peluru, di susul dan di ikuti oleh Ariel tepat berada di belakangnya untuk berlindung.
Seketika, senjata mereka serentak kehabisan peluru.
"Dasar manusia brengsek!"
Mereka gelisah, mereka tidak mengerti kenapa Lucia dan Ariel tiba-tiba ingin mendekati mereka. Spontan mereka sedikit ketakutan dan tergesa-gesa saat mengisi peluru senjatanya.
Ariel langsung melompat ke sebelah kiri dan melesatkan 2 tembakan peluru tepat mengenai kepalanya.
*DAR DAR!*
4 teroris telah mati.
Dengan sigap, Lucia langsung menendang dan meninju pria gemuk dengan keras oleh perisai miliknya.
1 pria kekar berhasil mengisi peluru itu dengan cepat.
"Mati!!"
"Tidak semudah itu!!" Melemparkan perisai miliknya dengan cepat ke arah depan.
Serentak rentetan peluru berhasil di lepaskan dengan cepat.
Perisai Lucia menari nari seraya memantulkan peluru yang mengenainya. Membuat perisai miliknya berhasil menusuk dada pria kekar dengan dorongan keras yang membuatnya terhempas dengan kesan kehancuran pada dinding yang berada di ruangan itu.
"....!!"
"Sudah kuduga ... Kau memang bisa di andalkan Lucia." Berjalan menghampirinya.
Lucia memanggil kembali perisai yang menempel pada dinding.
Menghela nafas. " ..... Yahhhh, ini masih belum seberapa. Syukurlah kita berdua berhasil melakukannya ...."
"Ya. Kerja sama yang sangat bagus ... Ayo kita pergi dari tempat ini."
"Baiklah"
Lalu ....
"...?!!"
"Lucia!!"
Pria gemuk berhasil bangkit kembali seraya memegang satu pistol menodongkan ke arah Lucia dari arah belakang.
"Mati kau brengsek!"
*BANG!*
Ariel langsung bergerak dengan cepat yang membuat bahu lengan kirinya tertembak untuk melindungi Lucia.
Dengan sigap, Ariel langsung menodongkan senjata ke arahnya, melesatkan 3 peluru yang mengenai kedua tangan dan kepala pria gemuk itu dengan cepat.
*DAR DAR DAR!*
Pria gemuk berhasil mati.
"Gahhhhh ...." Memegang bahu kiri.
"Ariel, Apa kau baik-baik saja?!"
"Aku baik-baik saja ... Ini hanya luka kecil. Aku bisa menahannya."
"Tunggu sebentar ...." Melepaskan baju dinas seraya merobek kain putih pada baju miliknya.
"Hey, Hey ... Kenapa kau malah membukanya." Ariel malu saat melihat Lucia melakukan hal itu di hadapannya.
"Kau boleh melihatnya jika kau mau. Aku tidak keberatan ... Lagi pula ini adalah baju khusus yang di lapisi serpihan kristal sihir di dalamnya. Penampilanku tidak terlalu vulgar, kan?"
"Haaaa ...?!!. Tidak terlalu vulgar, katamu?!"
Melihat lekukan tubuh yang sempurna membuat Ariel tidak bisa bernafas dengan teratur.
"Ya. Body suit hitam ini tidak terlalu menonjol, kan?" Seraya memperlihatkannya kepada Ariel dengan polos.
"Aku tahu dia orangnya seperti apa. Tapi ... Kenapa aku harus melihatnya juga ... Aku belum siap melihat lekukan tubuh yang seindah ini." Jawab batin Ariel.
"Kenapa wajahmu aneh seperti itu?. Kau memikirkan hal kotor ya?" Jawabnya cemberut.
Menghela nafas. ".... Ti-tidak ... ini terlalu indah untukku. Kau harus menjaganya ... Ya, desain body suit ini sudah cocok denganmu. Aku suka ...."
"Syukurlah kalau kamu suka ...." Menempelkan kedua telunjuk jari dengan wajah memerah malu.
"Kenapa anak ini begitu senang saat aku mengatakannya ... Apa mungkin dia ..?" Batin Ariel.
Lanjutnya. ".... Lu-Lucia-san?"
"Ada apa?"
"Kapan kau mau melakukannya?"
"Me-me-melakukan apa?. Jika kau mau ... Sekarang aku siap." Jawabnya sambil terbata-bata karena mengira memikirkan hal yang dia inginkan.
"Apa yang kau pikirkan?."
"Eh ...?"
"Maksudku, kapan kau akan mengobati lukaku ini?"
Wajahnya tiba-tiba jengkel. ".... Ariel ... Kau ..." Langsung meninju wajah Ariel.
"...!!"
".... Eh ..?. Kenapa wajahmu sangat keras sekali?." Jawab Lucia tiba-tiba terkejut sejenak karena merasakan ada yang aneh dengan Ariel.
"Gawat ...." Batin Ariel.
Lanjutnya. "Itu perasaanmu saja ... Jika kau emang niat membunuhku seharusnya aku sudah terpental bukan?"
"Benar juga."
"Ya. Mungkin karena kau masih kasihan padaku. Jadi itu tidak terjadi ...."
"Syukurlah kalau itu tidak berlebihan ... Baik, aku akan segera memasangkan kain ini kepadamu."
Menghela nafas. "Ya. Aku minta bantuannya."
Lucia langsung melilitkan kain putih ke bahu Ariel.
"Yosh ... Mungkin ini cukup untuk bisa menahan rasa sakitnya"
"Ya. Aku berterima kasih ... Ayo kita pergi"
"Ya."
Tiba-tiba, naga kristal menerobos masuk menghancurkan dinding dari arah depan.
"Uhukkk ... Uhukkk ... Sekarang apa lagi?"
"Mustahil!. Kenapa tiba-tiba ada naga kristal di tempat ini?"
"Gaaoohhhhhhhhh ...."
Dengan cepat naga itu menyerang Ariel dan Lucia dengan cakarnya. Ariel langsung mendorong Lucia ke arah lain untuk menghindarinya bersamaan.
".... Hey!. Lihatlah kemari naga jelek!"
Menembakkan beberapa peluru ke arah bola matanya. Alih-alih naga itu melihatnya. Dia malah berbalik tidak peduli dan mencoba untuk menyerang Lucia yang sedang tergeletak dengan cakarnya.
"Aku tidak akan membiarkannya ... Aku mohon ... Bergeraklah dengan cepat!. Fast!!"
Ariel melesat dengan cepat seraya kilatan listrik keluar dari telapak kakinya berhasil melindungi Lucia.
"....!!"
*JLEB!*
Satu cakar besar naga kristal berhasil menusuk dadanya dari arah belakang. Lucia yang melihatnya melotot tidak percaya dalam keheningan.
Darah berceceran keluar membasahi wajahnya. Hati, pikiran dan jiwanya di guncangkan dengan penglihatan mata yang bergetar hebat.
"..... Ariel .... " Cakar di tarik keluar, memperlihatkan tubuh robot yang telah tercampur dan menyatu dengan tubuh manusia. "Ke-Kenapa .....?"
Tubuh Ariel terhempas jatuh di hadapan Lucia.
".... Kenapa?. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Mengingat kenangan kebersamaan yang tidak akan pernah terlupakan.
"Bagaimana ..?. Kristal pelangi ini indah bukan?"
"Kau sangat lucu jika gaya bicaramu seperti itu." Terkekeh pelan.
"Bisakah kau membantuku sebentar?. Aku pasti akan mentraktirmu makan."
"Woahhhh ... Hebat!. Perempuan sepertimu memang sangat bisa di andalkan"
".... Percayalah Lucia ... Dunia itu sangat indah jika kau bisa melihatnya dari atas ... Jangan khawatir ... Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku janji ... Aku ingin kau bisa terus hidup bahagia ... Sekarang, bukalah matamu ... Lucia."
.
.
Meneteskan kedua air mata yang berlinang cahaya harapan dari ujung mata.
".... Aku terlalu lemah ... Seberusaha apapun aku bisa melangkah maju ... Itu semua akan sia-sia jika aku seorang diri yang melakukannya ... Aku tidak berguna ... Sekarang aku tidak memiliki siapa-siapa lagi ... Aku sendiri ...."
Seseorang menepuk kedua pundaknya dari arah belakang.
"...?!!"
"Apa yang kau pikirkan ..?. Jika kau sendirian, tidak mungkin kami berdua percaya padamu, bukan?"
"Kalian berdua ...?"
"Ya. Kita semua merasakan hal sama ... Tidak ada salahnya kita berjuang bersama"
"Tepat sekali ... Kau tidak sendirian ... Masih ada kami yang merasakan hal sama sepertimu di dunia ini. Kau tidak boleh menyerah ... Perjalananmu masih panjang ...."
"Begitu ya. Terima kasih ... Sepertinya banyak pemeran utama di dunia ini ...."
Tiba-tiba, seseorang berjalan di hadapan mereka berdua sebagai pemimpin.
"Tidak, tidak ... Kau tidak boleh berbicara seperti itu ... Akulah pemeran utama yang sesungguhnya ...."
"Siapa kau?" Lucia bertanya.
Seorang pria berjubah hitam panjang mengenakan topeng mata bercorak warna biru muda dan 2 senjata tembak di kedua tangannya.
"Aku Raja iblis kehampaan. Shinka Rainmaru. Seorang pemuda biasa yang akan menaklukan seluruh dunia lain."
.
.
****************