Chapter 46 - Sebuah mimpi

Dua mata ungu bersinar dari Penghapusan Mata Surgawi Kehampaan membuat Tricella sangat terpesona dan ingin memilikinya. Bahkan tidak ada satu orang pun yang bisa memiliki mata seindah dan seagung penghapusan mutlak milik Shinka di mana pun alam semesta tercipta.

"Ahhhh, mata yang indah sekali. Kapan lagi aku bisa melihat mata seindah ini. Kamu sungguh beruntung, bolehkah aku memilikinya? Dansetsu Yoru-kun." Tricella sangat ingin memilikinya, sedikit memohon pada Shinka dengan rayuannya.

Shinka menatapnya, tidak peduli. "Aku tidak punya waktu untuk menjawab pernyataanmu. Sekarang, cepat tunjukkan dirimu sebelum aku memaksakannya."

Aku tidak menyangka dia akan mengetahui nama asliku. Yah, aku tidak terlalu terkejut sih.

"Kamu benar-benar pria dingin … Bisakah kamu bersikap lebih lembut padaku, Raja Iblis Shinka?"

"Hmmmm ...." Shinka bergumam sambil menutup matanya.

Kemudian Shinka membuka matanya dan mengarahkan tangan kanannya ke depan dengan Anstron Trinity yang sudah ada di tangannya menunjuk ke arah kristal tempat Tricella mengeluarkan suara.

"Haruskah aku mencobanya? Kau benar-benar membuatku kesal karena harus menunggunya."

"Kamu terlalu terburu-buru. Sabarlah ... Kalau kamu gagal, aku akan benar-benar membuatmu terjebak di dunia mimpi selamanya, lho."

Shinka mendengus. ".... Tawaran yang sangat menarik ...." Berkedip menjadi mata normal. "Jadi, apa yang kamu inginkan? Jika kamu menginginkan mata ini, aku tidak akan pernah memberikannya meskipun aku mati selamanya. Seharusnya jika kau adalah tuhan realitas, maka kau memiliki kemungkinan untuk mengambil mata ini tanpa harus memelas seperti itu padaku."

Tricella tertawa karena Shinka terus menebaknya.".... Ahhahahhhahah ... Luar biasa!"

Mungkin Tricella memang sedikit kecewa dengan perkataannya, tapi dia tidak peduli kalau tidak bisa mendapatkan mata itu dengan cara memintanya. Karena perbicangan ini adalah sapaan pertama yang menyapanya setelah terlahir dan bereinkarnasi ke dunia ini. Pertemuan pertamanya dengan tubuh dewasa Shinka merupakan sesuatu yang membuatnya cukup bahagia.

"Apa yang kau tertawakan?"

"Tidak ada ... Aku hanya akan sedih jika cerita ini hilang begitu saja. Jika itu terjadi, kita akan kesepian karena tidak bisa melihat perkembanganmu."

Shinka bingung dan serius menatapnya. "Apa maksudmu? Kata-katamu terlalu merepotkan untuk dimengerti. Tapi, mungkin itu bukan urusanku untuk mengetahuinya! Aku tidak akan pernah memberikannya pada siapa pun meski aku harus melawan kalian!"

Terkekeh lembut. ".... Ahahha ... Wajahmu lucu sekali saat sedang marah ya? Seperti anak lugu dan bodoh. Raja Iblis Shinka."

Dan disinilah ....

"Apa?! Seorang anak kecil katamu? Aku sudah dewasa dan berumur 20 tahun ... Apa menurutmu usia itu masih terlihat seperti anak kecil?"

".... Ahhaha … Umur tidak menentukan sebuah kedewasaan. Kamu bahkan tidak sebanding denganku yang tidak memiliki umur sama sekali."

"Haa? Tidak punya umur?" Shinka tidak percaya. "Kamu pasti hanya mengada-ada!" Menunjuk kristal itu dengan kesal. "Kau ... Itu benar-benar tidak mungkin, tidak mungkin ... Tidak mungkin ... Aku tidak akan percaya jika kamu tidak memiliki umur. Kamu pasti seorang nenek lampir sepertinya, kan?!"

".... Ahahaha ... Inilah kenyataannya. Berapa kalipun aku mencoba menghitungnya, aku akan selalu ada, disana dan disana. Karena aku tidak memiliki konsep umur seperti kalian."

"Ohh, jadi pada dasarnya kamu sudah melampaui apapun ya?" Jawab Shinka datar.

"Tepat sekali. Konsep penduniaan hanyalah kertas kecil yang bisa aku ubah dan menciptakan apapun."

"Ya, ya ... Aku akan mencoba untuk bisa memahaminya meskipun aku masih tidak percaya." Shinka masih memasang wajah datarnya.

"Begitu ya. Aku hanya bercanda, bisa melihatmu saja sudah membuatku sedikit bahagia. Aku bahkan tidak menyangka bisa melihat mata indahmu itu secara langsung."

Shinka sangat kebingungan, dia bahkan tidak mengerti kenapa Tricella berkata seperti itu kepadanya.

"Huh? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Apakah kamu tidak merasakannya?"

".... Rasakan? Apa?" Shinka melihat kedua telapak tangannya. Bertanya pada dirinya sendiri dalam diam apa yang dia rasakan saat ini.

".... Percakapan kita. Seharusnya kamu bisa merasakannya, nyamannya berbicara dengan seseorang yang bisa meluapkan seluruh emosimu."

Shinka menundukkan kepalanya. ".... Apa yang kamu bicarakan?Aku adalah aku, tidak ada aku yang lain."

"Kamu … Kamu tidak bisa berbohong padaku …."

Kemudian, lingkaran raksasa itu tiba-tiba hancur menjadi ribuan kunang-kunang yang bersinar anggun berwarna emas dengan hembusan lembut sebelum menyebar membentuk telapak tangan raksasa seseorang di bawah pijakannya.

Terlihat kedua telapak tangan saling menempel untuk menyempurnakan pijakan masing-masing dimana Shinka berdiri di atas kedua telapak tangannya. Tricella tersenyum lembut sambil melihatnya dari dekat seperti tikus peliharaan yang mematung di telapak tangannya.

Wujud bayangan Tricella mulai terbentuk dengan ribuan kunang-kunang emas yang menyelimuti dirinya. Tubuh Shinka mungil dan lucu saat berhadapan dengan Tricella yang jauh lebih besar seperti pemiliknya.

".... Aku bisa melihatnya ... Faktanya, mereka selalu melihatnya ketika kamu baru lahir ke dunia itu ... Kamu harus ingat apa yang Stillia katakan kepadamu sebelumnya."

Shinka mengingatnya dalam keheningan yang dia rasakan. ".... Kami semua sudah menunggu kedatanganmu …." Stillia mengulurkan tangannya.

".... Kami selalu menjagamu sejak kecil di dunia lain ... Inilah kenyataannya, kami membutuhkanmu ... Dansetsu Yoru ...."

Shinka masih diam dan tidak menjawab sama sekali.

100 juta tahun yang lalu ....

Dimensi ruang dan waktu, langit yang cerah dengan padang rumput hijau yang megah disertai angin sepoi-sepoi yang dipenuhi kelembutan dan ketenangan menciptakan kehangatan yang mendalam di tempat itu.

Kesepuluh dewa tertinggi sedang berkumpul di ruang waktu mimpi Aspaz (Realitas Mimpi) dengan penuh wajah hangat, ceria, dan kebahagiaan alami di dalamnya.

Hexalus sedang tidur dengan nyaman ditemani oleh Stillia, Astrea (Creation, avatar wanita), Majesty (Irregularity, avatar wanita) sedang duduk dengan nyaman sambil minum teh dengan air mancur dan tanaman bunga warna warni yang mengelilinginya.

Tarzatus, Aspaz, Isorropia (Purity, avatar wanita), Valerie (Darkness, avatar wanita), dan Omega Twins Axia dan Exia (Destruction, avatar dari 2 anak kecil) berkumpul bersama di sekitar bayi yang sedang tidur nyaman di depan mereka.

Mereka selalu tidak sabar menunggu kebangunannya di dunia lain dengan kesadaran ruang dan waktu yang berbeda. Perasaan senang dan khawatir bercampur aduk di benak mereka setiap kali melihat sang bayi itu tertidur.

Tiba-tiba, bayi itu bangun dan membuka matanya.

Wajah mereka berseri-seri, bahagia ketika sang bayi terbangun melihat mereka dengan wajah bulatnya yang lucu dan polos, mereka membalasnya dengan senyuman lembut.

Mereka yang sedang minum teh seketika menyadari kebangunannya dan berlari untuk menemuinya bersama-sama. Bayi itu tidak mengerti dan melihat mereka dengan polos, Stillia yang melihatnya dengan penuh senyuman lembut segera menggendongnya dan membawanya ke Hexalus yang sedang tertidur.

Membuat mereka yang ingin menggendongnya merasa iri dan kesal pada Stillia yang dengan cepat menggendongnya.

Hexalus yang sedang tertidur tiba-tiba terbangun karena merasakannya.

Kemudian, Stillia meletakkannya di dekat Hexalus dengan 2 kepala naga yang langsung mendekatinya karena penasaran. Bayi itu terlihat gembira sambil mengangkat kedua tangannya dengan rangkaian tawa manis yang terlihat di wajahnya. Kedua kepala naga itu mencium tubuh bayi itu untuk merasakan kehadirannya, Hexalus (kepala tengah) hanya diam saja dan tidak mendekatinya.

Seketika bayi itu memandang ke arah Hexalus dengan tatapan polos, Hexalus yang sudah sadar kembali menoleh ke arahnya yang membuat bayi itu tiba-tiba menjerit menangis ketika Hexalus melakukannya.

Mereka semua yang melihatnya langsung was-was dan khawatir ketika tiba-tiba bayi itu menjerit dan menangis di hadapan mereka. Hexalus yang merasakannya tidak mengerti dan kembali tertidur.

Meskipun Hexalus akan selalu membencinya di masa depan, dia selalu sadar dan mengerti betapa memalukannya jika dia membuat mereka marah dengan membenci bayi itu.

Aspaz yang selalu gelisah segera berlari dan menggendongnya. Menenangkan bayi itu di pangkuannya di hadapan mereka semua yang langsung membuat bayi itu kembali tertidur dengan nyaman untuk menghilangkan segala rasa takut yang dialami sang bayi.

.

.

".... Aku mengerti ... Betapa sengsaranya dirimu ketika berada di dunia itu ... Tapi, kamu tidak sendirian. Kamu hanyalah manusia biasa sebelum tubuh itu menjadi milikmu. Tubuh lemah dengan penderitaan yang selalu kamu alami."

Tubuh Shinka masih terdiam kaku mematung tanpa ada sepatah katapun yang berhasil keluar dari mulutnya.

"Tapi, percuma saja jika kau selalu merusak hatimu sendiri dengan memendamnya seperti itu. Ingat ... Masih banyak orang lain yang mau mendengarkan keluh kesahmu meski berada di dunia lain, bahkan di dimensi yang berbeda."

Tiba-tiba muncul seekor kupu-kupu yang bercahaya merah menyala terbang bersinar anggun di sebelah bahu kiri Shinka.

"Aku tahu kamu adalah laki-laki yang kuat ... Tapi, hati yang lemah tidak akan hilang dan tertutupi karena kamu adalah laki-laki yang terkuat. Karena pada dasarnya seluruh hati manusia itu lemah ... Kamu bukan binatang iblis atau sesuatu yang tidak memiliki perasaan ... Jika kamu tahu, bahkan aku pun bisa merasakan apa itu kesepian dan penderitaan."

Shinka masih terdiam dalam diam. Tubuhnya hanya membeku dan tidak bergerak sama sekali.

"....."

"....."

Tiba-tiba saat itu, kupu-kupu merah membawanya ke masa lalu, kenangan seorang anak berusia 7 tahun sepulang sekolah sedang duduk lesu di bangku taman sendirian di sore hari.

Segalanya hening, tak ada seorang pun yang bisa melihatnya kecuali seekor kupu-kupu merah yang tiba-tiba datang menemaninya dengan ketenangan alami. Kupu-kupu hinggap di bahu kanannya, sang anak pun merasakan kenangan indah masa lalu saat berada di taman bermain.

Anak itu selalu putus asa seolah tidak ada yang memungkinkannya untuk bisa melangkah maju.

Lalu anak itu berdiri dan meninggalkan tempat itu.

Anak itu sedang berjalan di pinggir jalan perkotaan dengan banyak orang berkerumun dan mengobrol terlihat di setiap sudut pinggir jalan dengan lampu-lampu indah menerangi langit malam.

Setiap langkah yang diambilnya terasa hampa, membuatnya tak peduli dengan kerumunan orang yang tertawa di sekelilingnya dalam perjalanan pulang.

Tiba-tiba seekor kucing oranye mengeong melambaikan atau mengangkat sebelah tangannya. Mengajaknya berbicara, berharap anak itu akan melihatnya untuk pergi menuju gang kecil.

Anak itu menatapnya dengan tatapan kosong, namun setelah ia menyadari bahwa kucing itu terlihat lucu dan menggemaskan, ia menyadari bahwa tingkah kucing oranye itu terlihat seperti sedang mencoba mengundangnya.

Kemudian dia berbelok ke kiri mengikutinya, kucing oranye itu terus menunjukkan jalannya. Kucing oranye itu mengeong dua kali untuk menyuruhnya lari. Kucing oranye itu berlari, dia mengerti dan mengejarnya.

Lalu ....

Kedua langkah kakinya seketika terhenti ....

Kedua matanya bergetar hebat ....

Jantungnya berdetak kencang dengan ketakutan terlihat di raut wajahnya ....

Kucing oranye itu mengusap wajahnya. Bau noda darah yang menyengat membuat matanya bergetar, dia sangat ketakutan dan menjadi sadar akan pemandangan yang membuatnya sangat terkejut tak percaya saat melihatnya.

Anak itu melihat noda darah yang menempel menggambarkan seorang wanita terbaring mati bersandar di dinding besi dengan dua tangan terpisah dan pakaiannya yang telah dirobek serta darah segar mewarnai seluruh bagian tubuhnya.

Ketakutan dan kesadaran jiwa yang terguncang membuat kakinya gemetar hebat, kedua kakinya menjadi lemah dan terjatuh dengan wajah tangisan takut.

Kegelapan menyadarkannya akan kenyataan pahit penderitaan dunia, bahwa kekejaman setan akan selalu ada mewarnai setiap aspek kehidupan manusia meski kebahagiaan akan selalu terjadi sebelum penyesalan merenggutnya.

Hitam putih merupakan warna dasar perjalanan hidup manusia yang selalu menggambarkan setiap peristiwa, keseimbangan jalan cerita yang telah diciptakan sang pencipta untuk menunjukkan bahwa kematian dan kehidupan adalah cara yang berbeda bagi seluruh ciptaannya untuk memulai sesuatu dengan langkah yang benar. .

.

.

*************