Tricella melanjutkan perkataannya di dalam ingatan Shinka. Memperingati suatu keberadaan yang tidak seharusnya dilahirkan atau diwujudkan dalam bentuk apapun. Ia hanya akan menjadi perusak seluruh alam semesta karena kelahirannya.
Meski begitu, ia tetaplah seorang manusia biasa yang tidak tahu apa-apa tentang kekuatan yang selalu menghuni jiwanya. Eksistensi yang seharusnya tidak pernah ada di dunia manusia.
".... Keberadaanmu di dunia itu hanya akan menghancurkannya, kamu bahkan tidak pernah menyadarinya saat melahirkan mereka. Meski begitu, kamu tetaplah manusia biasa. Nyatanya, tubuhmu terlalu mudah untuk diambil alih oleh kepribadianmu yang lain ... Kamu seharusnya tidak dilahirkan dari mereka."
Shinka masih mengingatnya jauh di dalam mimpi masa lalunya.
.
.
5 tahun telah berlalu, semuanya hilang, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di tahun sebelumnya. Bahkan dia sendiri tidak pernah tahu kalau dialah yang telah membunuh mereka.
Mayat mereka tidak ada yang ditemukan oleh pihak berwajib, jenazah mereka sudah membusuk menjadi debu tanpa ada satupun tulang belulang yang membuat polisi menyadarinya kecuali warna darah yang masih menempel di tembok dan tanah tempat itu.
***
Menyikat gigi di pagi hari dengan wajah datar sambil bercermin.
Sekarang umurku 12 tahun, ini hari pertamaku masuk sekolah (SMP). Hari yang membuatku sangat benci adalah ketika banyak orang menatapku dengan tatapan sinisnya.
Yah, mungkin itu hanya bagi sebagian orang saja.
Aku pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Kenakan sambil bercermin untuk menyisir rambut yang berantakan.
Apakah aku ganteng?
Menurutku aneh jika aku bercermin dan bergaya seperti ini. Tapi, menurutku ini juga bagus untuk penampilanku supaya tidak terlihat jelek.
Hmmmm ... Mungkin ini cukup membuatku sedikit tampan.
Lemparkan sisir ke kanan dan tata seperti artis. Mengenakan kacamata hitam dengan rambut keren bak aktor.
Bagaimana? Apakah gaya ini cocok untukku? Ini terlihat sangat arogan.
Hmmmm ... Sepertinya ini tidak cocok untukku. Orang biasa dan amatir seperti saya mungkin cocok dengan gaya seperti ini.
Jika begitu?
Dan seperti ini?
Seperti ini?
Hmmmm ....?
Menyisir rambutku sebanyak 4 kali dengan gaya yang berbeda tidak membuatku yakin ingin memakai tampilan itu. Pikiranku yang pesimistis membuatku tidak percaya diri dengan penampilan seperti itu.
Mungkin lebih baik seperti ini. Menyisir rambut layaknya orang awam yang tak pernah bergaya.
Jadi ....
*Tok Tok!*
"Yoru-kun? Apa kamu sudah selesai? Ayo cepat."
"O-Oke."
Sudah kuduga, tanteku pasti kesal saat menunggunya. Aku benar-benar tidak pandai menata gaya dan berpenampilan bagus. Mungkin, inilah sebabnya aku disebut sebagai orang tak berguna.
Tapi, aku tidak peduli dengan hal itu. Masih ada cara lain yang bisa aku kembangkan selain harus memikirkan kekurangan diri sendiri.
".... Kalau tidak, Tante akan meninggalkanmu. Jangan membuatku terlambat juga!"
"Oke. Aku akan segera ke sana ... Sebentar lagi!"
Firsatku buruk ... Sepertinya dia sedikit marah. Aku harus segera menyiapkan barang bawaanku.
Jika tidak ....
Tiba-tiba pintunya terbuka.
"Yoru ... Sebenarnya, apa yang sedang kamu lakukan?" Tiba-tiba ekspresinya berubah, dia menepuk kepalanya dan menghela nafas. Mungkin dia sedang bermain-main dan bermalas-malasan, pikir bibinya.
Yoru panik saat tantenya masuk seraya melihat dirinya yang sedang terburu-buru saat mengemasi barang-barangnya untuk berangkat ke sekolah dengan tak teratur.
".... Yaampun, benar-benar merepotkan. Kupikir kau sedang bermalas-malasan, ternyata kamu memang sebodoh itu karena tidak bisa membereskannya."
Dia benar-benar membuatku malu ketika kebodohanku terlihat jelas di matanya.
Menggaruk kepala. ".... Ahaha, mau bagaimana lagi. Aku tidak tahu mana saja apa yang harus kubawa."
"Hmmmm ... Begitu ya. Seharusnya kamu bisa memberikan kebodohanmu pada orang lain supaya kau bisa lebih pintar sedikit."
"Eh? Kenapa harus seperti itu? Apa hubungannya?"
"Agar kamu bisa memanfaatkan kepintaran orang lain, mungkin kamu tidak akan terlihat menyedihkan seperti ini."
"Oh, begitu ya." Aku berpikir sejenak bahwa ini adalah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. "Tapi, itu tidak mungkin, kan?"
Tanteku mencoba membereskannya. Dia memang sangat bisa diandalkan, dia bisa dengan mudah membereskan barang-barang berantakan di kamarku.
Dia terus merapihkannya seraya berbicara denganku. "Tidak, tidak ada yang mustahil di dunia ini. Kamu harus berusaha menjadi yang terbaik."
"Tapi, bagaimana caranya? Aku bahkan tidak mengerti sama sekali."
Semuanya diurus dengan cepat. Tapi, tangannya langsung mengambil tasku dan melemparkannya ke wajahku.
"Bodoh! Cari tahu sendiri."
Aku pikir saya akan jatuh setelah dia melemparkannya, tetapi ternyata tidak. Dia melemparkannya dengan dorongan santai. Aku masih aman.
"Hah? Cari tahu sendiri? Mana mungkin aku bisa melakukan hal seperti itu." Aku menatap wajahnya, tapi setelah aku berbicara seperti itu. Firasatku mengatakan sepertinya dia ingin menceramahiku.
Sebenarnya aku merasa sedikit takut saat melihat wajahnya yang sedikit sinis. Mungkin karena aku suka dimarahi olehnya.
Tapi, hal itu tidak membuatku berhenti memikirkan sosoknya yang selalu ada.
Mungkin?
Tanteku sangat tegas, dia membuatku harus melakukannya dengan caraku sendiri.
"Aku yakin kamu bisa ... Jika kamu ingin mengetahui siapa jati dirimu yang sebenarnya, kamu harus keluar dari kekuranganmu dan mampu melampaui batas ambisimu untuk bisa maju. Menjadi seorang laki-laki tidak semudah yang kamu bayangkan ... Banyak hal yang harus kamu ketahui di luar sana. Jika kamu ingin menjadi orang hebat, kamu harus bisa melakukannya sendiri walaupun kematian akan selalu mewarnai hidupmu."
"Ke-Kematian?" Mulutku sedikit kaku saat mengucapkannya.
Kematian? Siapa?
Aku masih tidak mengerti, aku masih terlalu polos untuk bisa memikirkannya. Aku hanya bisa terdiam setelah dia mengatakannya padaku yang membuat diriku semakin kebingungan.
Ternyata aku memang sebodoh itu.
"Ya. Ayo cepat, aku akan menunggumu di luar."
"Ba-Baik!"
Dia pergi, meninggalkanku sendirian di kamar. Dia benar-benar membuatku sangat ketakutan dengan kebodohan yang selalu aku alami saat berbicara dengannya. Meski begitu, dia tetap selalu membuatku bangkit kembali saat aku terpuruk.
Mungkin hanya sementara, karena sebentar lagi tanteku akan menduduki posisi barunya sebagai direktur utama. Aku pikir, nanti dia akan sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku hanya bisa berpikir seperti itu dan berusaha mempersiapkan diri jika itu benar-benar terjadi.
Aku tidak tahu bagaimana jadinya jika diriku tinggal sendirian. Aku selalu bersyukur karena masih ada orang seperti dia yang mau menjagaku hingga saat ini.
Tapi, aku tidak pernah tahu seperti apa masa depanku nanti.
Hal itu membuatku sedikit cemas, ditambah lagi tidak adanya kedua orang tuaku di sana. Mungkin itu akan sangat menyakitkan, aku hanya bisa berharap semuanya akan baik-baik saja.
Aku meninggalkan ruangan dan pergi menyusulnya.
Meskipun tanteku berpenampilan seperti itu, dia selalu memakai celana panjang dengan wajah yang sedikit sinis dan rambut hitam pendek dengan mata kirinya hampir tertutupi oleh beberapa helai rambut indahnya terlihat sangat manis.
Perawakannya yang tegap dan selalu berbicara dengan tegas membuatku mengerti dan mengetahui bahwa Anda tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan dan gaya bicaranya saja.
Jauh di lubuk hatinya yang mulia, dia adalah malaikat pelindung yang selalu ada meski kehadirannya akan sedikit membuatmu takut.
Dia benar-benar keberadaan yang selalu ada meskipun ketakutan dan kebodohan akan sangat terlihat jika aku selalu berbicara dengannya.
Aku berjalan menuruni tangga dan membawa bekal makan siang yang telah dia siapkan yang disimpan di atas meja makan.
Aku selalu merasa seperti itu jika berada didekatnya, padahal tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka yang melahirkanku. Aku tetap mengakui bahwa dia adalah wanita hebat yang bisa melakukan segalanya.
Dia selalu memperhatikanku ketika dia di rumah atau saat libur kerja, dia selalu baik padaku meskipun aku selalu bodoh dan menyedihkan jika berada di dekatnya, bahkan semua orang yang selalu mengolok-olok dan membullyku. Dia selalu memarahi mereka karena sikapku yang penakut.
Dia benar-benar seperti malaikat, dia sangat tahu kalau aku sangat menyedihkan dan tidak berguna.
Bahkan dia yang terlihat seperti sedang menabung uang seperti itu, dan di saat aku kesepian. Dia bisa membelikanku paket lengkap komputer dan VR. Nyatanya, itu pun sudah ada di kamarku tanpa aku memintanya.
Dia benar-benar membuatku iri dengan sifatnya yang luar biasa. Aku tak pernah mengerti apa yang ada dalam hati dan pikiran dia saat melihatku yang selalu penakut dan bodoh seperti itu.
Sungguh, aku sangat bersyukur hal itu bisa terjadi padaku.
Aku sudah berada di dekat pintu, memakai sepatu dan berdiri, lalu membuka pintu dan menutupnya lagi seraya berlari perlahan untuk mendekatinya.
Aku melihatnya, dia sudah menungguku di depan dengan motor sport hitam pribadinya. Penampilannya yang sangat keren membuatku jatuh cinta dengan penampilannya yang selalu seperti itu. Aku bahkan tidak pernah percaya bisa memiliki tante yang keren dan cantik seperti dia.
Motornya yang berwarna hitam senada dengan warna jaket kulitnya yang terlihat ketat dan memakai helm berwarna putih yang membuatnya terlihat keren. Itu adalah pemandangan yang selalu membuatku iri dan membuatku ingin menjadi seperti dirinya ketika aku melihat penampilannya yang selalu terlihat cakep dan dingin.
Dia melirik ke arahku.
"Lambat! Cepatlah, kita sudah terlambat!"
"O-Oke! Maafkan aku!" Aku berlari cepat dengan wajah gelisah karena dia sedikit membentakku.
"Tidak ada permintaan maaf jika kamu masih seperti itu!"
"Baiklah. Aku akan berusaha menjadi lebih baik."
Dia seperti seorang pelatih bagi seorang prajurit angkatan darat. Dia melatihku seolah-olah harus disiplin dengan waktu. Tapi, aku menyukainya yang seperti itu karena dia selalu bisa mengajariku banyak hal yang pernah aku bisa lewati sebelumnya di dalam kehidupanku.
Dia memberiku helm lagi, aku memakainya seraya menaiki sepeda motor dan duduk di belakangnya.
"Bagus." Jawabnya seraya menyalakan motornya dengan suara deru gas motor yang nyaring sambil menutup visor helmnya. "Jika kamu tidak ingin mati, bertahanlah dengan baik."
"Uh? Kenapa? Memangnya kita mau ngapain?"
"Bersenang senang lah."
"Ehhhhh ... Tunggu, tunggu, tunggu ... Aku belum siap!!!"
Dia langsung menancapkan gas motornya dengan cepat, membuatku sangat terkejut ketakutan saat dia melakukannya secara tiba-tiba.
".... Huuu-huaahhhhhhhhhhh ... Tunggu!!" Aku langsung memeluknya dengan erat. "Kenapa harus seperti ini!"
Pengendara motor gila, dia melaju seperti seorang pembalap. Kecepatannya dalam membawa sepeda motor tidak masuk akal. Kami seperti dikejar kematian, bahkan tidak ada yang membuatnya khawatir saat dia melakukan itu.
Biasanya itu normal, tapi dia sangat berbeda. Dia sangat menikmatinya saat melakukan hal gila seperti ini, bahkan dia membuatku selalu hampir terjatuh setiap motornya berbelok ke kanan dan kiri yang membuatku sangat takut saat dia melakukannya.
"Hoi ... Bisakah tante tidak melakukannya dengan gaya balap yang seperti ini?! Pelankan laju sepeda motornya seperti pada pengendara umumnya!" Jawabku teriak seraya menahan rasa takut saat berbicara padanya dengan kecepatan berkendara seperti pembalap gila.
Dia hanya menyeringai dan menghiraukan semua perkataanku. "Sebentar lagi kita akan menuju neraka. Bersiaplah anak muda!"
"Ne-Neraka? A-Apa yang tante rencanakan?!!! Apa maksudnya? Kita pergi bersama hanya untuk merasakan hal gila seperti ini? Yang benar saja!!!!!!" Aku terus berceloteh takut sambil berteriak dengan wajah panik dan cemas dengan suara yang menggema nyaring sepanjang jalan raya.
.
.
***********