Chapter 43 - Akhir dari segalanya

Indahnya langit malam sembari hujan kutukan maut turun dari atas langit membasahi dunia. Ruby masih memejamkan matanya, ia masih belum sadar kalau waktu di dunia berputar dengan cepat.

Api kekacauan yang muncul di ujung sabit merahnya padam dengan sendirinya.

Ruby membuka kedua matanya. "Ehh ..? Kenapa aku tidak bisa melakukannya?" Ruby melihat ke arah sekelilingnya. "Kenapa aku merasa waktu di dunia ini sedang berputar begitu cepat? Apa yang sebenarnya terjadi?" Melihat ke bawah. "Siapa mereka berdua? Ada kakak Liza juga ...." Ruby berpikir bahwa dia telah melewatkan sesuatu yang sangat penting dan segera bergegas untuk menemuinya. 

"Sepertinya aku melewatkan sesuatu, aku harus bertemu kakak Liza."

Ruby segera pergi, berdiri di atas sabit merahnya dan terbang turun dari udara untuk menemui Liza.

"Kak Liza!" Ruby berteriak dengan wajah yang berseri-seri kepada Liza.

"Eh? Siapa?" Menatap ke langit. Liza tidak mengenalinya.

Ruby turun dari sabitnya dan berjalan mendekati Liza. "Uh? Apa yang kakak bicaran? Kakak, kamu kenapa?"

"Siapa kamu? Adikku katamu? Aku tidak mengenalimu sama sekali." Menunjuk tangannya ke depan. "Dan kenapa kamu tahu namaku? Aku saja tidak pernah memberitahu namaku kepada orang lain."

"Apa yang kamu pikirkan kakak Liza?! Ini aku Ruby, adikmu!" Ruby perlahan berjalan menghampirinya dengan wajah kebingungan.

Liza perlahan mundur. "Jangan mendekat. Jika kamu terus bergerak maju, aku akan membunuhmu."

Ruby berhenti dan melihat 2 mata bermotif (Kepingan Salju) bersinar menatapnya.

Akhirnya Ruby tersadar dan bisa mengingat tentang kakaknya yang selalu mengalami lupa ingatan ketika menggunakan kekuatan dari kedua matanya.

"Ini pasti karena kekuatan dari kedua bola mata itu, kakak Liza memang selalu menggunakannya secara sembarangan." 

Lalu Ruby memikirkan satu hal kenapa dia melakukan hal itu yang membuat Ruby tahu bahwa Liza telah melakukan sesuatu yang sangat mengerikan. 

"Sepertinya kakak Liza telah menciptakan alam semesta di dunia ini. Aku harus menyadarkannya." Jawab Ruby yang berpikir di dalam pikirannya.

Ruby berteriak. "Kakak Liza ... Kedipkan matamu."

"Kedipkan mata katamu? Kamu tidak berhak memerintahku seperti itu, bocah."

"Sudahlah. Kedipkan saja matanya!" Ruby memaksanya dengan suara yang sangat keras.

"Kamu pikir aku akan menuruti kata-katamu itu? Tidak ada yang peduli!"

Ruby tidak peduli jika dia membunuhnya, seketika Ruby langsung berlari sambil menundukkan kepalanya agar bisa mendekati Liza.

"Sudah kubilang, jangan mendekat."

Seketika kristal es dengan cepat membekukan Ruby.

Liza berjalan menghampirinya sambil mengarahkan tangannya dengan udara dingin menyelimuti seluruh tangannya. 

Mengepalkan tangan. "Mati."

"....?!!" Ruby masih terdiam mematung di dalam kepingan es.

Liza terkejut sesaat dengan wajahnya yang datar.

"Apa? Kenapa kamu tidak mati? Seharusnya kau menjadi butiran kristal ketika aku membunuhmu tadi ... Siapa kamu sebenarnya?" Liza menatapnya datar tidak percaya bahwa Ruby masih bisa hidup di hadapannya.

Tiba-tiba ....

*KKkrrrkKK!*

Kepingan es mulai retak.

Api kekacauan merah tua keluar dengan ganas dan mengamuk yang membuat penjara es itu hancur berkeping-keping di hadapan Liza.

*KkkkrraackkK!*

Ruby masih menundukkan kepalanya dengan api kekacauan yang terus keluar dari tubuhnya, Ruby sangat yakin kalau Liza adalah kakaknya. Ruby tidak ingin membalaskan dendam kakaknya karena telah membunuhnya sekali. 

Seketika akar merah tua dari api kekacauan tampak menjalar dari wajahnya dan menyebar ke seluruh tubuhnya dengan cepat. 2 taring vampir mulai terbentuk, serta 2 sayap hitam yang membesar keluar dan partikel api merah tua kekacauan yang berkumpul di dekat badannya.

Liza mengarahkan sebelah tangannya ke depan, Liza tidak mengerti dan bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Partikel kristal es menari-nari keluar menyelimuti telapak tangan kanannya, Liza berpikir untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang terjadi tidak di inginkannya.

Partikel kristal es mulai menyebar merambat ke tanah dengan aura biru yang mengamuk keluar seperti pusaran tornado raksasa yang seketika menyaingi aura pusaran tornado api chaos merah tua yang mengamuk milik Ruby.

Dua aura kuat terpancar satu sama lain, saling bertarung sengit di udara seperti angin tornado yang mengamuk. Dunia dan udara terguncang hebat dengan hadirnya kekuatan besar dari jumlah sihir magis yang mereka berdua miliki.

Asyluminaz yang melihatnya sangat puas dan tertarik melihat kekuatan dahsyat mereka, membuat dirinya terpesona dan ingin bermain bersama mereka.

"Luar biasa! Kekuatan magis yang sangat mengerikan. Sepertinya aku harus menyingkirkan mereka terlebih dahulu demi kesenanganku yang sedang meronta-ronta."

Tiba-tiba ....

*BANG!*

Satu tembakan Void bullet melintas dengan sangat cepat tepat di hadapan wajahnya.

"Mau kemana? Lawanmu adalah aku, tidak ada yang lain."

Asylimunaz mendengus mengejek. ".... Huh ...? Iblis lemah sepertimu ingin melawanku? Kau hanya seekor tikus yang bisa kubunuh kapan saja. Lebih baik kau menunggu kematianmu di sini saja, aku akan segera kembali."

"Benarkah? Apakah kau tidak bisa merasakannya? Lihatlah dan sadari posisimu bahwa kau sekarang berada di bawahku, Dewi gadungan." Shinka menunjuk ke arah belakang Asyluminaz. Memberikan sebuah kode agar Asyluminaz melihat ke arah belakang dirinya.

"Kau menyuruhku untuk melihatnya? Yang benar saja." Asyluminaz melihat ke belakangnya.

"...?!!"

Asylimunaz melihatnya datar, berkipir itu adalah hal yang sangat biasa baginya.

Sejauh yang terlihat, dinding dimensi ruang dan waktu retak tak terbayangkan akibat tembakan peluru Void Bullet yang membentuk lubang cacing raksasa sedang berputar perlahan sangat indah di langit malam. 

Asyluminaz merasa tidak peduli dan mengejeknya. "Apa ini? Lubang cacing? Jelek sekali. Lubang seperti ini tidak akan membuatku percaya kalau kau layak melawanku. Bahkan karyamu ini sangat jelek hingga membuatku ingin tertawa saat melihatnya."

"Ohhh, begitu ya. Aku hanya bisa memberitahumu satu hal ... Kalau kau terkena peluru itu, tubuhmu yang berada di dimensi manapun akan terhapus lho. Masa depan, masa lalu, dan masa kini hanyalah batu-batu kecil tak berguna di hadapannya. Mungkin ini masih belum seberapa ... Yahh, karena senjata itu masih level 1."

"Level 1" katamu?" Asyluminaz menatapnya.

"Benar, tapi ... Tadi aku hanya sengaja menembakkannya ke arah lain agar kamu tidak cepat mati. Mungkin jika kamu mati, semuanya akan terasa membosankan jika aku terlalu kuat hingga kau tidak bisa melawanku sama sekali." Shinka menjawabnya dengan senyuman arogan.

Asyluminaz hanya bisa terkikik mengejek dan tidak peduli, Asyluminaz tidak percaya bahwa Shinka bisa melakukan hal itu. "Ahhahahhahaha ... Cara bicaramu lucu sekali ya." Tertawa terbahak-bahak. "Yyhhahahahahahhaha ... Apa kau bisa mengucapkannya sekali lagi? Dihapus dan mati katamu? Kalau memang terbukti, kenapa kamu tidak langsung membunuhku saja, iblis rendah!"

Shinka berjalan mendekatinya dengan tatapan serius. "Baiklah, jika kau ingin melihatnya. Aku akan menunjukan kepadamu nanti setelah aku puas bermain-mainnya. Karena aku sudah muak berada di dunia ini dan ingin segera keluar."

"Keluar" katamu? Kau pikir bisa keluar dari dunia ini semudah itu?"

"Ya, benar. Aku merasa ini bukan dunia biasa atau dunia lain pada umumnya. Ini benar-benar membuatku ambigu. Aku tidak percaya kenapa semuanya terlihat sedang diawasi oleh seseorang. Tapi, aku tidak bisa merasakan keberadaannya sama sekali. Sepertinya ini bukan masalah jauh atau semacamnya ... Lebih tepatnya ... Keberadaan tempat yang tidak dapat dijangkau oleh siapa pun." Shinka berpikir bahwa ada orang lain yang sedang mempermainkannya di tempat lain sambil menatap langit malam karena bisa merasakannya.

Shinka melanjutkannya. "Ini seperti mimpi ...."

.

.

Dimensi ruang yang tak lekang oleh waktu.

Seorang wanita anggun bermahkota sedang berbaring miring di kursi panjang warna merah, bibirnya tersenyum manis dengan Kristal biru kecil: alam semesta (Endless Supreme World) yang melayang perlahan berputar di atas ujung jari telunjuknya.

Terkekeh dengan suara lembut. "Ehehe ... Raja Iblis yang hebat. Aku tidak menyangka kau akan mengetahuinya secepat itu. Ehehe ... Menarik sekali. Aku akan dengan sabar menunggu kedatanganmu ke sini. Raja Iblis Kehampaan."

Semuanya kembali pada pertarungan antara Shinka dan Asyluminaz.

Shinka terus berjalan sambil menundukkan kepalanya dengan 2 senjata Astron Trinity di kedua tangannya.

Asyluminaz yang melihatnya tidak segan-segan segera melancarkan serangan.

"Sepertinya Mayat Hidup sudah cukup untuk membuatmu mati, Raja Iblis Shinka."

Asyluminaz langsung mengucapkan mantra sihir sambil mengarahkan tangannya ke arah Shinka.

"Bangunkan kalian semua undead abadi. Tidak peduli berapa kali kau mencoba membunuh mereka, mereka akan tetap hidup karena mereka adalah kematian itu sendiri."

Seketika, seluruh skeleton undead manusia, hewan, naga, dan monster terkuat muncul dari dalam tanah untuk menyerang Shinka secara bersamaan.

Mereka semua berteriak nyaring dan lari berbondong-bondong untuk menyerang Shinka.

Seluruh pandangan Shinka tertutup oleh kerumunan undead yang menghalanginya.

Tiba-tiba, 2 tangan tengkorak raksasa muncul dari dalam tanah dan langsung menggenggam erat tubuh Shinka. Api hitam kutukan maut yang membara berkobar menyelimuti kedua tangan tengkorak raksasa itu dan bersamaan merambat membakar sekujur tubuh Shinka.

Shinka terus terdiam dan tidak melakukan apa pun. Api hitam kutukan kematian segera melenyapkannya.

"Sudah kuduga. Kau terlalu lemah, bahkan api hitam kutukan pun akan membuatmu menghilang dari dunia ini. Faktanya, hukum takdir saja sudah cukup untuk menentukan kematianmu sekarang, iblis rendahan ... Ternyata, segini saja kekuatanmu. Memalukan!"

"Lenyap, katamu? Hukum kematian yang sudah ditakdirkan? Apa itu? Apa itu alat tulis cetak yang telah tertulis di dalam sebuah kertas? Kau bercanda ...."

"Apa?" Asyluminaz tercengang ketika Shinka menjawabnya.

Tiba-tiba, semua undead menghilang dengan cepat menjadi butiran pasir yang tertiup angin penghapusan. Kedua tangan tengkorak raksasa itu langsung menghilang menjadi butiran debu, begitu pula dengan api terkutuk yang berjatuhan karena tidak bisa menghilangkannya.

"Ohhh, menarik! Keabadian saja tidak cukup, ya?" Jawab Asyluminaz menatap nyengir.

Asyluminaz melihatnya dari kejauhan, terlihat 2 mata berwarna ungu terang yang terlihat sangat jelas sedang menatap tajam ke arahnya di balik-balik bayang kegelapan.

"Apa itu? Apakah itu mata mainan yang selalu kamu banggakan? Kamu pasti bercanda ... Permainan macam apa ini? Membosankan." Asyluminaz mendengus mengejek padanya dengan nada yang tidak biasa. Seola-olah sangat meremehkan Shinka yang telah menggunakan kekuatan matanya.

Shinka telah mengaktifkan Heavenly Eye of Void Elimination.

2 mata ungu tua yang terbentuk dari kehampaan sejati dengan 4 garis biru dan putih yang melengkung membentuk seperti huruf S terbalik di bagian iris matanya seperti pusaran bencana yang akan melahap dan menghapus segalanya.

"Jangan takut seperti itu. Aku tahu kenapa kau menghinaku seperti tadi. Perasaan takut itulah yang akan membuatmu benar-benar mati setelah aku menggunakannya ... Tapi, jangan khawatir ... Aku tidak akan melakukannya sekarang untuk melenyapkanmu. Aku baru saja membasmi beberapa hama yang berkeliaran di dunia ini."

"Ohhh, sekarang aku mengerti. Baiklah, kalau begitu, bagaimana dengan serangan yang satu ini!" Asyluminaz mengarahkan sebelah tangannya ke atas langit membentuk lingkaran sihir raksasa di atas menara.

Tiba-tiba, awan bulan di langit malam terhempas dengan suara yang menggelegar, nyala api matahari kehancuran menyinari seluruh dunia itu dari atas langit khatulistiwa. Matahari kehancuran telah dijatuhkan dari langit dengan pukulan dahsyat di udara yang akan menghancurkan segalanya.

Udara bergetar hebat ….

Dunia bergetar tak terbayangkan .... 

Membuat lautan tak berbatas mulai berguncang hebat seiring kehancurannya.

"Bagaimana? Bisakah kau melakukannya? Sepertinya semua makhluk di dunia ini sudah merasakan bahwa kiamat akan segera datang untuk menghancurkan seluruh peradaban manusia."

Setiap orang yang melihatnya tercengang dan mengalami ketakutan yang mendalam dalam diam. Mata mereka melihat bagaimana matahari kehancuran terjun dengan dahsyatnya dari atas langit yang menutupi garis khatulistiwa, kematian umat manusia tidak bisa dipungkiri.

Demonic Hell Sun of Destruction dilepaskan.

Semuanya akan segera terbakar menjadi abu tanpa ada sisa, dan apapun yang ada di dalamnya akan terbakar hingga kehancuran total alam semesta.

"Wawwww ... Fantastis! Tak kusangka aku bisa melihat matahari sedekat ini. Mungkin jika aku masih di dunia sana, pasti ini akan terlihat sangat besar. Dan mustahil bagiku untuk bisa melihatnya ... Tapi, jika ini adalah sebuah dunia yang lebih besar dari ciptaan apapun, maka tidak ada yang mustahil kalau dia bisa memanggilnya. Luar biasa, kehancuran yang terlalu indah untuk dilihat dengan mata manusia biasa." Shinka merasa sangat antusias ketika merasakan keindahan bentuk dari matahari kehancuran yang akan menghancurkan segalanya. 

Kemudian Shinka melirik ke arah Asyluminaz dan bertanya.

"Tapi, apakah kau tidak akan menyesal jika matahari itu tiba-tiba menghilang? Ini karya yang cukup bagus, lho."

Asyluminaz hanya bisa menatapnya. Tidak mengerti kenapa Shinka berani mengatakan hal itu kepadanya. "Apa yang kau bicarakan? Tidak ada yang bisa menghancurkannya. Menurutmu itu mudah? Bahkan Penguasa multiverse tertinggi pun tidak bisa menghancurkan matahari sejati yang akan menghanguskan segalanya."

Langit-langit terus bergetar, dunia perlahan hangus menjadi abu, dinding dimensi mulai terbakar.

Dunia terus terguncang dengan kehancuran yang mengerikan.

Membuat 7 pelindung roh surgawi hancur dengan begitu mudahnya, semuanya perlahan mulai terbakar hingga menjadi abu dunia yang membara.

"Begitu ya. Kalau begitu ... Maaf, ini mungkin tidak logis. Selamat tinggal, Matahari." Shinka mengarahkan salah satu Astron Trinity miliknya ke langit.

Dan ....

*BANG!*

Tembakan satu peluru Void Bullet ke atas langit dalam keheningan.

Semuanya telah berakhir, satu peluru ungu kehampaan tanpa batas membuat matahari neraka kehancuran iblis dengan mudah musnah menjadi butiran pasir di atas langit.

".... M-Mustahil!" Saking terkejutnya Asyluminaz, langkah kakinya tiba-tiba mengalami ketakutan yang luar biasa. "Ini tidak mungkin … Kekuatan macam apa itu? Tidak mungkin … Apa yang telah kau lakukan?" Wajahnya sangat gelisah karena tidak percaya.

"Oi, Oi. Kemana perginya wajah sombongmu itu? Tenanglah sedikit, tarikmu nafas pelan-pelan." Shinka mencoba untuk menenangkan kegelisahan yang sedang di rasakan oleh Asyluminaz. "Sudah kubilang, 'kan? Kau tidak boleh menyesalinya."

Asyluminaz tetap tidak percaya. "Tidak ... Bagaimana kau bisa melakukan itu? Tidak mungkin kau bisa melakukannya dengan mudah. Apa yang telah kau lakukan Raja Iblis rendahan?!" Asyluminaz berteriak seraya menatapnya jengkel.

"Huh? Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menghapus keberadaannya, tidak lebih dari itu."

"Apa? "Menghapus" katamu? Semudah itu?"

"Ya. Apakah kau tahu penghapus karet?"

Menepuk kepalanya, menyadari bahwa Asyluminaz tidak akan mengerti jika dia mengatakannya seperti itu.

"Ahh, benar juga. Mustahil dewa palsu sepertimu mengetahui berbagai jenis alat tulis yang ada di duniaku."

Shinka terus menjelaskan. "Gampang saja. Kalau kau seorang penulis atau pelukis. Lalu kau memiliki kesalahan di dalamnya, pasti cerita dan gambar itu akan terhapus atau di buat ulang, kan? Sama halnya denganku, kalau mereka bisa melakukan hal-hal mudah seperti itu. Kenapa aku tidak bisa? Aku melakukannya seperti mereka yang bisa menghapus atau mengubahnya."

"Jadi, kau bisa menghapus apa pun meskipun itu merusak sebuah cerita?"

"Tepat sekali. Yah, itu semua karena aku pernah menghapus sebuah cerita NPC yang ada di permainan itu."

"Begitu ya."

"Ahh, apapun yang tercipta dan tertulis di dunia ini, benda mati, makhluk hidup, bahkan yang masih belum berbentuk sekalipun, kalau aku mau menghapus dan menghilangkannya. Gampang ... Tapi, ini masih belum seberapa lho."

"Apa? Itu tidak mungkin! Kau bahkan masih menahan kekuatanmu untuk menghadapiku?" 

"Ya."

"Bajingan ... Aku tidak akan pernah percaya kalau kau bisa melakukannya. Kau ... Kau hanya seekor tikus kecil yang berpura-pura menjadi hebat!" Mengarahkan tangannya ke depan untuk bersiap melancarkan serangan lanjutan.

"Hmmmm ... Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku sendiri tidak percaya saat pertama kali menggunakan senjata ini. Mungkin, ini akan sedikit berbeda saat aku berada di dunia game itu dan saat aku menggunakannya untuk menghapus mataharimu. Yah, terserah kau saja kalau tidak percaya."

"Cihh ... Aku tidak akan pernah mempercayainya! Kau masih seorang Iblis rendahan. Mustahil bagimu untuk mengalahkanku. Mati, Mati, Mati sekarang juga, Iblis rendahan!!"

Mendegus. "Hmmmph … Dasar Dewi gadungan yang tolol." Jawab Shinka sangat jengkel seraya menghinanya.

.

.

*********