Chapter 34 - Persiapan perang

Dia terus berlari terbirit-birit seperti seekor rusa yang di mangsa oleh sang raja macan, wajahnya gelisah mendalam karena tidak bisa menahan sebuah penderitaan. Ketakutannya terhadap Yoru terus menerus mengikis jiwanya secara perlahan.

Seluruh pemandangan diselimuti oleh kehancuran, tidak ada seorang pun yang bisa membuatnya seperti itu selain diriku yang ingin membunuhnya.

Dia terus berlari seraya melirik ke arah belakang untuk melihatnya. Dia terjatuh dan terus bangkit kembali.

"Maaf, semoga kau senang dengan pemberian hadiah dariku ini."

Mengangkat satu pedang dan menebaskan secara diagonal ke arahnya.

Tebasan cahaya langsung mengarah ke kedua kakinya yang saling terpotong. Dia hampir terjatuh, tapi aku tidak akan membiarkan dia terjatuh ke tanah dan langsung bergerak sangat cepat untuk menendangnya dari arah depan.

"Akhhhh ...."

Tendanganku berhasil membuatnya terhempas dengan keras ke arah lain. Menabrak dinding bebatuan gunung besar dengan guncangan keras yang membuatnya retak.

Dia berhasil keluar dengan kedua kaki yang sudah terpotong dan masih bisa berdiri, tapi sangat di sayangkan.

Saat dia melangkah satu kali ke depan, satu pedang dengan cepat sudah mengarah kepadanya.

"Ughhh ...."

Menusuk dadanya, sekaligus akar Cryva yang berada di dalam jiwanya ikut tertusuk oleh pedang itu.

Darah berceceran keluar seraya menahan rasa sakit yang luar biasa di rasakan olehnya. Memegang pedang dengan sekuat tenaga untuk mencabutnya seraya melangkah 2 kali kedepan.

"....!!"

Dia sadar dan melihat ke arah depan dengan tatapan polos tercengang dalam keheningan karena merasakan pedang lain miliknya melesat dengan cepat ke arahnya.

Pedang langsung menusuk kepalanya dengan sangat mengenaskan. Tubuhnya masih berdiri kokoh, tatapan mata melotot yang di penuhi penderitaan rasa sakit yang tidak bisa dihilangkan seraya merasakan kematian adalah takdir yang tepat untuk dirinya ketika satu meriam raksasa sudah berada di hadapannya.

Lintasan permukaan tanah di guncangkan dan hancurkan.

Meriam setan kehampaan sudah di lepaskan Yoru untuk membunuhnya, dia terdiam dan menyeringai saat melihatnya.

Meriam setan kehampaan langsung mendorong tubuhnya dengan keras dan menerobos gunung besar yang berada di belakangnya sehingga menuju laut tak terbatas dengan ledakan nuklir yang membuat dunia itu di guncangkan oleh hembusan angin dahsyat di udara.

.

.

"Semuanya bersiaplah!. Aku sudah menentukan titik koordinatnya untuk kalian semua, pergilah sekarang juga!" Jawabnya dengan tegas, memerintah kepada semua orang lewat komunikasi yang saling terhubung dengan semua pasukan.

"Ya!."

2 pasukan yang di gabungkan menjadi satu, darat dan udara langsung di ambil alih oleh komandan Bristina yang sedang berada di pusat komando tim Revillas.

Pasukan yang terdiri dari beberapa mobil tempur angkatan darat dan angkatan udara yang dipimpin oleh Kazim, Sevila, kevin, Leylia dan rekan tim lainnya yang ikut bergabung.

Mereka semua serentak berangkat untuk menuju ke hutan, satu tempat yang telah dihancurkan oleh pertarungan yang luar biasa.

Mirellia datang dari arah pintu untuk menghampirinya.

"Bristina ... Apakah semuanya sudah kau siapkan?"

"Ya. Aku sudah mengirim mereka semua ke sana. Bagaimana dengan Astela?"

"Dia baik-baik saja. Aku sudah membawanya keruanganku untuk diperiksa ... Bagaimana dengan mereka?"

"Kazim, Leylia, Sevila, Kevin dan yang lainnya sudah kuperintahkan. Kami tidak ada waktu untuk menyelesaikan struktur bongkahan es itu ... Jadi kami membawa mereka berempat dengan paksa untuk ke sana."

"Jadi, sekarang siapa yang sedang berada di bongkahan es itu?"

Menghela nafas. "Sebenarnya aku tidak ingin mengirim anak itu kesana ... Tapi, apa boleh buat ... Tidak ada cara lain selain mengirimkan anak itu kesana."

Seorang anak perempuan yang memakai jaket bulu tebal putih dan membawa tas besar, serta kacamata oren sedang asik berjalan di atas tumpukan salju. Wajahnya berseri-seri karena sesuatu yang dia inginkan terjadi.

"Yoshi, Yoshi ... Saatnya memulai petualangan yang menyenangkan ... Aku sangat berterimakasih kepadamu komandan, karena telah memerintahkanku untuk menelusuri dunia es ini. Ini sungguh ... Saaaangat membuatku bahagia."

Dia terus berjalan, tidak sengaja kedua kakinya merasakan sebuah lantai kaca es transparan yang berada di bawahnya.

*Kkkrrrkkkk!*

"Uh ...?. Apa ini?" Mencoba untuk memisahkan salju yang tertimbun tipis dengan kedua tangannya.

Kedua matanya melihat dengan jelas, dia melihat ke arah bawah. Kaca es transparan yang memperlihatkan dunia lapisan lain yang berada di bawahnya.

"Kenapa ada banyak monster serigala di bawah sana?. Apakah itu tempat lapisan kedua dari dunia ini?. Hmmmmm ....?" Berpikir sejenak. "Sepertinya aku harus melaporkan ini kepada komandan."

Mirellia ikut menghela nafas setelah mendengarkannya. "Semoga anak itu baik-baik saja ... Baiklah, aku akan ikut kesana. Kau disini saja."

"Huh?. Kenapa kau bisa berbicara seenaknya seperti itu kepadaku?!. Kau ingin melihat Dewi kutukan dan anak itu bersama mereka?"

"Ya. Maafkan aku, sepertinya harus aku sendiri untuk bisa memastikannya dengan lebih jelas."

"Memastikan apa?. Apa maksudnya?!" Bristina tidak mengerti, memaksa Mirellia untuk bisa menjelaskannya.

Mirellia tidak peduli dan langsung pergi berlari dari tempat itu. "Maaf, aku serahkan semuanya kepadamu disini!"

"Hoi!!. Sigh ... Dasar, kenapa harus selalu aku untuk bisa melakukan ini semua tanpa ada satupun yang bisa membuatku merasa senang dengan sebuah pertarungan."

Tiba-tiba, anak itu menghubunginya.

"Komandan?" Ucap nadanya pelan.

"Ada apa, Yeli?!!" Jawabnya dengan nada tinggi.

"Eh ...?" Yeli sedikit terkejut saat Bristina menjawabnya dengan nada tinggi seperti seseorang yang sedang marah. "Kenapa komandan?. Apa kau sedang mengalami "PMS". ... Apa yang sedang terjadi?" Jawabnya polos.

Menghela nafas mendalam, mencoba untuk tidak membentaknya. ".... Tidak, tidak lupakan saja ... Maafkan aku, ada apa?. Kau telah menemukan sesuatu?"

"Aku melihat ada lapisan kedua dari dunia ini."

"Lapisan kedua?" Kebingungan dan langsung melihat ke arah monitor, melacak tempat keberadaan Yeli. "Tunggu sebentar ...." Bristina berhasil menemukannya. Memproyeksikan tempat itu di depan monitor hologram.

Membentuk satu tempat dunia es seperti lapangan bundar yang luas. Yeli tergambar kecil berada di tengahnya dengan titik cahaya biru.

Bristina langsung mendekati monitor hologram yang berada di depannya.

Mengangkat tangan kirinya seraya menggeserkannya kesebelah kanan di depan monitor hologram yang langsung memunculkan beberapa sistem panel.

Kedua tangannya langsung mengendalikan tombol panel monitor hologram dengan cepat untuk mengetahui situasi tempat Yeli berada oleh sistem pusat.

"Hmmmm ...?. Ini aneh ... Aku tidak melihat apa pun di tempat itu kecuali dirimu ... Ini memang benar, itu adalah lorong terakhir dari awal kau memasuki tempat itu ... Tapi, aku sama sekali tidak menemukan ada tanda-tanda lain di sana."

Yeli terus mengamati tempat itu dari kaca es transparan tempat dia melihatnya. Matanya terus melihat ke arah lain dan menemukan 4 bunga es besar yang menempel pada dinding.

"Mungkin ini karena 4 bunga es besar itu. Aku disini sedang melihat sekumpulan monster serigala tepat berada di bawahku."

"4 bunga es besar dan monster serigala?" Bristina tidak percaya kepadanya dan mencoba untuk mencari lagi lewat panel hologram yang berada di depannya. "Tidak, aku sama sekali tidak menemukannya." Tangan kanannya bergeser ke sebelah kiri yang seketika menghilangkan seluruh sistem panel pada monitor hologram.

"Hmmmm ...?" Berpikir sejenak dan menurunkan tas besarnya. "Komandan ..?" Mengambil beberapa Dynamite dari tas miliknya.

"Ada apa?"

"Bolehkah aku meledakan tempat ini?"

"Tentu saja ... Paling kau akan mati di sana."

"Komandan, kamu jahat sekali ... Tidak bisakah kau sedikit membuatku senang komandan ..?" Ucapnya sedih.

"Ya, ya ... Semoga kau cepat mati."

Bristina langsung memustukan komunikasinya secara sepihak.

Cemberut. "Emmmmmm ... Dasar komandan dingin ... Kenapa kau selalu seperti itu kepadaku hanya karena aku pernah meratakan rumahmu?. Ledakan itu adalah seni yang sangat indah untuk dilihat dengan kedua mata loh ... Tidak ada yang bisa menggantikan karya ini dengan sebuah lukisan biasa ...." Berpikir sejenak karena itu bukanlah sebuah kesalahan. "Hmmmmmmmm ....?. Tidak, aku tidak peduli ... Yosh, Semuanya sudah selesai ... Mungkin 5 peledak sudah cukup untuk menghancurkan tempat ini."

Bristina berjalan keluar dari ruangan.

Pintu otomatis terbuka. "Sepertinya aku harus membuat secangkir kopi."

Yeli sudah memasang beberapa Dynamite di 4 tempat yang berbeda dengan satu Dynamite terakhir yang terus dipegang oleh tangan kanannya.

Wajahnya berseri-seri. "Yoshi, Yohsi ... Inilah saatnya memperlihatkan sebuah seni yang indah." Tangan kirinya sudah memegang satu tombol pemicu peledak. "1 ... 2 ... 3 ... Mulai!."

*NITT!*

Wajah tanpa dosa, Yeli baru menyadari Dynamite terakhir berada di tangan kanannya. "Eh ...?. Sesayang itukah kamu padaku, Dynamite?"

Dan ....

*BOMM!*

Dia terbang ke atas dengan wajah yang berseri-seri. Area itu di hancurkan dengan mudah olehnya yang membuat sebuah lubang besar seraya memperlihatkan beberapa monster serigala melihat buas ke arah dirinya yang berada di atas udara.

"Ahahahahhahha ... Ini terlalu menyenangkan!." Langsung mengeluarkan 1 kapak besar di tangan kanannya dengan wajah penuh kebahagiaan. "Aku datang ... Pertunjukan seni babak kedua akan segera di mulai."

.

.

Mirellia sudah berada di mobil pribadi miliknya, langsung pergi menyusul pasukan yang telah pergi terlebih dahulu.

Pasukan angkatan darat terus melaju melewati beberapa distrik kota dan pasukan angkatan udara yang terbang berada di atasnya bersama Kazim, Sevila, Leylia dan kevin.

Dua pasukan gabungan yang terdiri dari 300 prajurit yang menggunakan Avelux Gear dan 12 mobil tempur teknologi canggih.

Wajah Mirellia sedikit khawatir tentang situasi yang sebenarnya sedang terjadi. "Aku harus bisa melakukannya." Dia terus melaju melewati jembatan panjang untuk menyusul seluruh pasukan yang sudah melintasi perbatasan distrik luar dan dalam.

Mereka berdua saling bertatapan tajam satu sama lain.

"Bagaimana?. Apakah kau sudah siap?"

"Tentu saja. Aku pasti akan membuatmu mati sepenuhnya sekarang juga!"

"Begitu, ya?"

Sepertinya ini adalah penentuan terakhir dari pertarungan menyenangkan ini. Aku akan mengerahkan seluruh kekuatanku untuk bisa melampauinya dengan tubuh raja iblis ini.

Aku tetap tidak peduli jika ini adalah sebuah kekuatan pinjaman.

Ini adalah aku yang telah bereinkarnasi kedunia ini secara paksa oleh sebuah ramalan.

Ramalan yang membuatku benci tentang apa yang semuanya telah terjadi di hadapanku.

Aku tidak akan pernah menerimanya jika dunia ini membuatku mati oleh Dewi pelacur seperti dia.

"Huh ... Baiklah. Akan kutunjukkan bahwa aku layak terlahir didunia ini dan akan membunuh kalian para Dewa yang telah mengatur semuanya."

"Bagus, aku tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan seluruh kekuatanku untuk bisa memusnahkanmu ... Tapi, sepertinya para semut itu sebentar lagi akan segera datang."

"Ada apa?. Apakah kau takut dengan mereka?. Seharusnya kau senang bukan, jika mereka datang untuk menemuimu."

"Sigh ... Itu memang benar. Mungkin kau bisa melihat manusia lemah seperti mereka bisa mati mengenaskan ditempat ini."

"Haa ...?. Kalau bisa, coba saja ... Buktikan kalau kau bukan Dewa gadungan yang menyamar menjadi seorang dokter pelacur." Jawabku mencemooh dan menghinanya dengan senang hati.

"Baiklah. Aku pasti akan membuat mulutmu itu menderita karena telah mengatakannya padaku."

"Apa?. Dewi pelacur?" Jawabku pura-pura tidak mendengarnya seraya menyimpan tangan kanan di dekat telinga kanan.

Dia tidak peduli.

Keduanya langsung saling menyeringai dengan tatapan kematian.

.

.

*********