Chereads / Wanita Libra Kehilangan Kegadisannya / Chapter 13 - Malam Minggu Pertama

Chapter 13 - Malam Minggu Pertama

Ivan menoleh ke arah Tari sambil tersenyum dan mempersilahkan duduk. Syukur ada orang tuanya karena saat itu hampir tidak ada tempat untuk duduk dan makan disana.

Mereka diam seketika dengan wajah penasaran mama Ivan mengawali pembicaraan.

"Ini yang di ceritain Fany tadi van?"

"Hah bareng Fany juga?"

"Iya, adikmu bilang kamu lagi gaada dirumah yaa mama ga ajak kamu"

"Iya, Fany ga bilang juga kalo mama kesini"

"Jangan salahin adikmu Van, coba lihat handphonemu Fany beberapa kali kirim pesan sama telpon tapi kamu abaikan"

"Iya ma, baru ingat handphone ku di silent" Ivan tersipu malu sambil melihat layar handphonenya penuh dengan nama Fany.

"Silahkan pesan nduk, maaf tante jadi ajak ngobrol dulu" mama Ivan menyerahkan buku menu yang dia bawa setelah memesan makanan untuk suaminya tadi.

Suasana jadi canggung tapi Ivan langsung sigap dengan memesankan makanan kesukaan Tari disana.

"Bak mau pesan Ramen katsu 2 ya, minumnya air putih aja" Ivan mengatakannya setelah salah satu karyawan berada di depan mejanya.

Mbak karyawan langsung sigap mencatat dan segera menyetor pesanan yang baru dipesan.

Menunggu adalah momen menegangkan, kita tidak tau hasil dari menunggu itu bagaimana.

Apakah makanan akan berasa dengan selera kita, atau hanya rasanya biasa aja dan cukup tau dan tidak akan lagi memakan makanan tersebut.

Tapi banyak semoga untuk selera kita ada di makanan itu agar kalo kita stress dengan hanya makanan tersebut sudah membaik.

"Kenalin ini Tari ma, adik kelasku"

"Ohh Tari namanya, sesuai sama orangnya cantik"

Tari tersipu malu mendengarnya.

"Adik kelas apa adik kelas Van?" Sambung papa Ivan yang sejak tadi diam karena menghabiskan makanan tambahannya.

"Doain aja sih pa ga bakal jadi adik kelas lagi" 

Tari langsung mencubit paha Ivan yang di depan orang tuanya pun masih menggombal.

"Iya kami doain yang terbaik buat kalian, semoga bukan lagi adik kelas tapi jadi mantu mama"

Suasana jadi menggembirakan, apalagi Ivan yang langsung mendapat lampu hijau dari mamanya.

"Diam aja nduk, ngobrol aja ga papa" mama sambil merayu Tari agar buka mulut.

"Mama ga tau aja dia cerewetnya sama kayak mama" sahut Ivan.

"Nggak kok tante" Tari akhirnya bersuara.

"Kalo sama cerewet tambah jadi poin plus dong, ada teman gibah nanti kalo pergi bareng"

Pecah lagi suasana meja mereka hingga akhirnya makanan Tari dan Ivan datang.

"Yaudah makan dulu nduk, hati-hati panas"

"Anak aja ga diucapin begituan" Ivan cemburu.

"Lahh kok ngamuk???"

Mereka langsung memakannya sambil meniup ramen yang panas dengan mulut yang sambil komat kamit karena terlalu pedas.

Sementara mereka makan dan mama papa mengobrol, Fany datang dari arah sebaliknya dari awal dia pergi.

2 paperbag berada dalam genggamannya dan tak lupa tas selempang yang baru dibeli langsung dia kenakan saat itu juga.

"Allahuakbar anak wedhok sekalinya keluar banyak banget tentengannya" papa berbicara pada istrinya dan ikut menjewer pipi Fany yang baru saja ambil tempat di dekat papanya.

"Sudah lama Tar?" Fany memulai pembicaraan.

"Kamu galiat dia lagi makan Fan?"

Tari yang ditanya langsung menghentikan kegiatan makannya dan menjawab "iya sudah tadi Fan"

"Hehe maaf, lanjut makan deh Tar"

Tari hanya mengangguk dengan tersenyum sungkan karena hanya dia yang belum menyelesaikan makannya.

"Jangan buru-buru santai aja, ga bakal aku tinggal kok"

Tari tidak menjawab dan hanya sedikit mencubit pinggang Ivan karena malu.

Tak lupa Ivan mendekatkan tangannya pada bibir Tari karena disana ada sisa dari makanan yang dia makan itu .

Lagi-lagi Tari mencubit pinggang Ivan sembari melirik orang tua Ivan dan adiknya takutnya tiba-tiba mereka jadi bahan tontonan.

"Aku sama Tari masih mau keliling sih ma pa" Ivan memberi tahu seketika setelah Tari menyelesaikan makan dan minumnya.

"Iya terserah kamu mau kemana, tapi bentar dulu Tari baru selesai makan jangan langsung diajak jalan dong" sahut mama sambil memperhatikan Tari yang masih kepedasan.

"Aku boleh ikut ga mas? Mas bawa mobil kan." Fany ikut nimbrung.

"Jangan deh, mas cuma mau bareng Tari. Kamu ikut mama papa aja ya nanti mas belikan sesuatu deh." 

"Janji ya belikan sesuatu. Awas kalo nggak. Gabakal aku restuin lagi"

"Yehh apa apaan kamu, yang harusnya restuin itu kita mama dan papa bukan kamu Fan" papa ikut berkomentar dan tak lupa menjewer pipi Fany lagi karena gemas.

"Mau jalan sekarang gak?? Takut kemaleman ntar. Aku nanti dimarahi mamamu." Ivan bertanya pada Tari dengan sengaja menoel tangannya.

Tari hanya mengangguk tersenyum malu.

Ivan lalu menggenggam tangan Tari untuk pamit serta keliling mall lagi.

"Apasih malu-malu. Belum juga jadi menantu"

Ivan menggoda Tari sambil berjalan menuju tujuan selanjutnya.

"Yaa maka dari itu belum jadi pacar + menantu aja aku sudah dipermaluin kek tadi"

"Bukan dipermaluin itu mah cantik, hanya memperkenalkan."

"Tapi aku malu" Tari melepas genggamannya.

"Mau ga malu lagi?"

"Apasih?"

"Kalo gamau malu lagi, ayo kita pacaran kan sudah dapat lampu hijau tadi"

Tari menghentikan langkahnya dan berbalik pada Ivan yang berada dibelakangnya. Tidak percaya akan di tembak di tempat ramai seperti ini.

Lalu Tari menyeret tangan Ivan untuk pergi ke toko buku karena ditempat itu sepi dan juga itu jadi tempat tujuan utama mereka pergi ke mall tersebut.

"Mau kan cantikk?"

"Kalo gamau, mau apa kamu?"

"Mau ku laporkan mama papa karena kamu sudah nolak aku dong"

"Apaan sih dasar ketua Osis suka lapor"

"Dari pada kamu, cantik cantik tapi gamau jadi pacar ketua Osis"

"Ketua Osisnya mesum, masak belum jadi pacar aja bisa sering kerumah. Deketin mama aku lagi"

"Ya kalo ga gitu aku gabisa dapetin kamu dong"

"Dah dah malesss kamu mesum"

"Tinggal bilang mau aja kenapa banyak omong sih cantik?"

"Siapa bilang mau?"

"Ohh gamau yaa?"

"Nggakkk"

"Okedehhh"

Mereka langsung berpencar tapi tetap di toko buku tersebut hanya beda tempat. 

Saling melirik satu sama lain. Gengsinya tinggi banget mereka tuh. 

Dengan perasaan bersalah, Tari mendekati Ivan yang berada di pojok toko.

"Aku mau, tapi dengan satu syarat"

"Hmmm??? Syarat?"

"Jangan sampe teman-teman tau kalo kita pacaran"

"Lah kenapa?"

"Mauu nggak?"

"Hmmm iyadeh iyaa. Makasih ya cantik"

Ivan langsung menggenggam tangan Tari dan menuju kasir karena belanjaan Tari sudah selesai.

Lagi-lagi Ivan memaksa untuk membayar tapi kali ini gagal karena satu alasan.

Belanjaan selesai mereka memutuskan untuk membeli titipan mama Tari dan tak lupa paper bag Ivan yang bawa.

Menuju lantai atas dan tiba tiba kaki Tari kram. Dia memutuskan untuk istirahat di kursi mall dan Ivan dengan sigap untuk membeli titipan mama Tari sendiri karena jam sudah menunjukkan pukul 9 takutnya sampai rumah Tari dimarahi karena pulang terlalu malam.