Suasana kelas tiba-tiba hening , suara angin yang berlalu mulai membuat bulu kuduk merinding dan ternyata penyebab semua itu adalah mereka kedatangan seorang guru yang terkenal dengan gaya jahatnya.
Pak Veri sedang membawa beberap buku di tangan kirinya dan sebuah bambu ditangan kanannya yang sesekali beliau pakai untuk menggaruk belakang badannya.
"Apakah ada siswa dari kelas ini waktu pelajaran berlangsung ada yang kakinya gatal berjalan-jalan keliling sekolah?" Pak Veri langsung bertanya dengan sembari mengelilingi bangku siswa.
Dengan beberapa langkah, Pak Veri berhenti di meja Doni yang dibelakangnya juga tepat meja Fiki.
"Kok belum ada yang mengaku? Kalian kira bapak buta? Jadi penerus bangsa kok dibiasakan keluyuran. Sekarang tidak ada yang unjuk tangan lagi. Mau jadi apa kalian ini." Pak Veri tambah marah dengan mengetuk bambu ke meja Doni.
Para siswa dikelas tersebut bingung, karena sejak tadi tidak ada yang izin keluar kelas.
Tapi Ivan curiga pada kedua temannya yang sebangku dengannya dan dibelakang tepat Ivan duduk saat ini.
"Lu Don?" Ivan berbisik sambil menyenggol kaki Doni yang sejak tadi tidak bisa diam.
Doni hanya diam tak berkata sekata pun. Fiki pun menundukkan kepalanya sejak tadi.
"Yasudah kalo tidak ada yang mau mengaku saat ini, bapak tunggu kedatangannya nanti ke ruang guru" Pak Veri menyudahkan kemarahannya karena takut siswa yang tidak bersalah menjadi korban kemarahan yang disebabkan siswa yang tidak bertanggung jawab itu.
Pak Veri pun langsung memulai pelajarannya dengan wajah siswa yang masih tegang akibat suasana tak terencana itu.
Selang 2 jam pelajaran bagaikan lebih lama karena suasana yang bisa dibilang mencekam didalam sana.
Beliau pun akhirnya mengakhiri pelajaran saat bel istirahat kedua berbunyi dengan kelegaan hati siswa yang sejak tadi mereka tahan.
"Kalo emang bener lu Don, sebaiknya temui Pak Veri sekarang juga" saran Ivan yang berdiri sambil menenteng plastik untuk diberikan pada Tari.
"Iya tadi emang ketemu Pak Veri Van, tapi gimana kalo beliau jadi tambah marah?"
"Pilih mana lu pak Veri tambah marah atau hidup dalam kegaenakan karena merasa bersalah tapi lu ga berani mengakuinya?"
"Iya bentar lagi bareng Fiki ke ruang guru Van" Doni memelas.
"Semangat Fik, sekali ini saja. Kalo diajak Doni lagi keluar jangan mau." Ivan menyarankan pada Fiki dengan menepuk punggungnya.
Mereka berdua bergegas untuk pergi keruang guru dan Ivan berjalan santai sambil mengecek handphonenya karena sejak ia mengirim pesan belum juga ada balasan dari Tari.
Ia pun menaruh kembali handphonenya kedalam saku celana depan hingga tak sadar terjatuh karena Tari berada tepat di depannya.
Ivan pun kegirangan mempertontonkan plastik makanan yang dibawanya pada Tari di depan yang sedang mengobrol dengan Dinda.
Tari pun berlarian ke arahnya bukan untuk mengambil makanannya tapi handphone yang terjatuh sudah Ivan tinggal karena saking tak sadarnya.
Adegan paling lucunya adalah ketika Tari melewati Ivan yang sedang berhenti dan menunggu Tari datang padanya.
Tapi ternyata tidak, Tari melewati dan segera mengambil handphone Ivan yang tergeletak di pinggiran trotoar.
Terlihat Tari menunjukkan handphone Ivan dengan wajah yang marah tapi kelihatan lucu karena dia tidak sedang beneran marah tapi sedang mengejek Ivan yang ceroboh menjatuhkan barangnya.
Sambil berlarian kecil Tari pun menghampiri dengan meletakkan barang yang dia ambil di saku depan bajunya.
"Lain kali ga usah liat lagi kalo masukin handphone ke kantong yaa beb" Tari mengusilinya.
"Ya kan ada kamu yang mau ngambilkan" sambil mencubit pipi Tari gemas.
Mereka tak sadar telah jadi bahan tontonan disana sejak tadi.
Hingga Dinda yang semula berbincang dengan teman beda kelasnya mengingatkan.
"Tar, tau sikon kek" sambil berbisik di telinga Tari tapi rasanya Ivan pun bisa mendengarnya.
Dengan kejadian memalukan bagi Tari, dia pun lari terbirit-birit menuju ke kelasnya.
"Din, titip snack Tari dong. Karena kejadian barusan dia pasti malu. Bilangin aja nanti pulang sekolah bareng gue ya" tangan Ivan sambil menyerahkan plastik yang berisikan snack untuk Tari.
"Kenapa ga dikasih sendiri aja? Bel masuk masih agak lama" Dinda menyarankan.
"Kejadian barusan sudah buat dia lari kencang. Apalagi ku samperin. Mau lari kemana dia ntar"
"Iyasih, anaknya emang pemalu. Tapi ga bakal malu-maluin kok kalo diajak kemana-mana" Dinda memperpanjang.
Kemudian Dinda yang mengobrol dengan Ivan terpanggil karena teman yang beda kelas tadi memanggilnya.
Dinda pun nyamperin dan Ivan kembali ke kelasnya.
"Kok kelihatan akrab banget sama ketua Osis lu Din" Eny bertanya.
"Pacarnya teman gue itu"
"Tari?? Yang lari tadi? Eny kaget.
"Iyaa Tari"
"Beruntung banget si Tari ya Din"
"Lah emang menurut lu ketua Osis ga beruntung dapetin Tari?"
"Ya beruntungan si Tari sih kalo menurut gue"
"Ga tau aja lu Tari gimana makanya lu ngomong gitu"
"Yaudah sih gausah sewot segala Din. Cuma berpendapat aja"
"Okedeh, gue ke kelas dulu kalo gitu. Ingat jangan sebarin gosip yang tidak-tidak. Awas lu"
Dinda yang terlihat agak sensitif hari ini melayangkan kesensitifannya pada Eny barusan.
"Tar, ada titipan dari tuan raja nih buat tuan putri yang sedang malu" Dinda mulai mengejek Tari yang menyenderkan kepalanya dimeja.
Teman-teman sekelasnya kaget karena melihat pipi Tari masih merah setelah bangun dari meja.
"Ciee ciee Tari kenapa nih" teman-temannya mengejeknya.
Hingga lelah, teman-temannya diam karena Tari mengunjungi satu persatu temannya dengan makanan di tangannya.
Tari membagikan makanan dari Ivan untuk teman-temannya dan tersisa hanya untuk Dinda di dalam plastik itu.
Dinda yang tidak heran melihat kejadian itu hanya tersenyum kagum pada Tari.
"Jangan ciee ciee aja kalian ya , itu pajak jadian aku sama seseorang yang nanti kalian bakal tau sendiri orangnya"
"Okedeh Tar, makasihh yaa" mereka kompak.
Tak berselang lama bel masuk berbunyi. Beruntung mereka sudah menghabiskan makanannya dan meja bersih dari bungkus makanan atau barang-barang yang tidak berguna saat pelajaran berlangsung.
Tersisa 2 jam pelajaran lagi untuk mereka pulang dan hari ini adalah pelajaran yang sangat mengantukkan apalagi di jam-jam akan pulang.
Guru yang mengajar pun mengerti hingga mereka diberi waktu untuk cuci muka yang mulai mengantuk dan pelajaran dibuat santai karena guru tau siswanya sedang mengalami mata yang tidak bisa diajak kompromi.
Hingga 2 jam pun terlewati dengan perasaan senang dari yang tadinya mengantuk malah segar bugar karena mendengar bunyi bel pulang.
"Lu pulang bareng Ivan kan Tar?"
"Sepertinya iya, adiknya ikut extra musik soalnya"
"Iya dia bilang tadi kalo suruh bareng dia"
"Yaudah duluan ya Tar" Dinda pamit karena angkot sudah berada di depannya.
Tak berselang lama helm dipakaikan ke kepala Tari dari belakang.