Ivan memakaikan helm dari belakang, Tari kaget dengan amat sangat karena baru kali ini ada orang yang memakaikan helm padanya.
Tari yang semula menghindar, jadi terpaku tegang karena Ivan adalah orangnya. Sambil melihat wajah Ivan yang fokus pada cantolan helm yang susah terpasang, pipi Tari memerah dan bibir yang semula dengan bentuk yang wajah jadi melebar sempurna hingga tak sadar giginya juga ikut merayakan.
Untungnya di jam pulang sekolah hanya segelintir siswa disana. Tari jadi tidak kabur lagi karena malu. Apalagi sebelum Ivan memakaikan helm dia juga memasang tali di tas mereka berdua agar ketika Tari malu bukan kabur jadi solusinya.
Setelah memakaikan helm, Tari yang baru sadar sudah diikat tali segera melepasnya.
"Pake di ikat segala. Kek kambing aja aku ini" Tari sedikit ngambek dan mulai memarahi Ivan.
"Kalo ga aku ikat, nanti kamu kabur lagi kek tadi dong." Ivan menundukkan badannya dan mulai memainkan pipi Tari yang mulai memerah.
"Yaudah, ayo pulang." Tari tak tahan oleh sikap pacarnya.
Ivan langsung menaiki sepedanya dan menurunkan pijakan kaki untuk Tari.
Kali ini Ivan memakai sepeda motor Vario berwarna merah. Sebenarnya sudah berkali-kali dia menurunkan pijakan kaki untuk Tari.
Tapi kali ini beda, Tari mulai terpesona effort pacarnya benar-benar tidak bisa diragukan lagi.
"Jangan dimerahin mulu pipinya, nanti meletus balon merah baru tau rasa kamu" Ivan melihat di kaca spion yang mengarah pada Tari yang duduk dibelakangnya.
Tari yang malu langsung memeluk perut Ivan dari belakang dan tak lupa menyenderkan kepalanya pada bahu sang supir agar wajahnya tidak terlihat lagi.
"Yang erat kalo meluk, nanti ku ajak ngebut nih" Ivan kembali menggoda dengan mengelus tangan Tari yang berada di perutnya.
Tari tidak menjawab perkataannya mungkin karena malu atau tidak mendengar. Biasa cewe kalo dijalan hanya ha ho ha ho gabisa denger.
"Jari-jarimu kosong, mau aku hias gak?" Ivan kembali mengajak lawan bicaranya mengobrol.
Tapi belum juga ada jawaban dari Tari.
"Udah mau nyampe rumahmu nih, mau beli-beli dulu ga buat camilan?" Sepeda yang semula berkecepatan 55 jadi melambat karena sebentar lagi ada minimarket.
"Kenapa melambat?" Tari kebingungan.
"Lah, mulai tadi ga dengerin aku?" Ivan juga ikut bingung.
"Aku mana dengar kalo dijalan secepat itu" Tari cengengesan menjelaskannya.
"Emm, yaudah deh gapapa lain kali bahasnya. Sekarang beli-beli dulu ayo"
"Gausah deh, tadi disekolah kan udah" Tari malu malu tapi mau.
"Sudah nyampe, tinggal pilih aja" Ivan tetap mengajak Tari kedalam minimarketnya.
Tari yang berada dibelakang Ivan akhirnya mendahului karena melihat ada pamflet produk baru tepat di depan pintu masuk.
Ia langsung menuju ke kulkas es krim. Akhirnya es krim matcha. Tari tersenyum kegirangan karena baru kali ini matcha dijadikan es krim kemasan.
Dia langsung memegang 2 es krim di tangan kanan dan kirinya. Ivan yang sigap berada di belakangnya pun mengarahkan untuk diletakkan di keranjang merah yang ia bawa.
"Cuma 2 aja?" Ivan bertanya.
"Iya nanti kalo kebanyakan takut pilek." Tari menjawab dengan wajah yang masih melihat kulkas eskrim di depannya.
"Kalo takut pilek ya dicegah dong bukan dikurangi"
"Gapapa produk baru harus dicoba" Tari ngeles.
"Yaudah camilan aja ayo jangan es krim aja yang kamu perhatikan"
"Itu aja. Camilan yang beli tadi di sekolah juga masih ada."
"Beneran?"
"Mana ku bawakan keranjangnya" Tari langsung menuju ke kasir.
Hingga barang di scan, kasir hendak menyebutkan totalnya tampak seseorang menambah coklat batangan ke meja kasir.
Tari tampak malu malu kucing disana dengan pipi yang sedikit memerah dan kaki yang digerakan manja dibawah sana.
Ivan yang tampak gemas melihatnya berusaha menahannya karena disana juga anak kecil serta orang tuanya mengantri untuk membayar belanjaan mereka.
Hingga selesai membayar Tari lagi-lagi mendahului Ivan untuk keluar minimarket.
Biasa baru pertama kali pacaran sudah dapat yang penuh effort dan tampan juga.
Mereka pun langsung menaiki sepeda motor tanpa sepatah katapun. Mungkin karena keduanya malu atau gemas. Atau mungkin ingin cepat berada di rumah karena es krim takut meleleh.
Hanya butuh waktu sekitar 5 menit lebih untuk sampai di rumah Tari. Dia langsung membawa es krim untuk dibawa ke dalam rumah.
Ivan yang melihatnya tersenyum karena melihat betapa lucunya pacarnya itu.
Dia juga mengikuti sang tuan rumah tanpa disuruh mampir. Mungkin karena sudah berpacaran jadi tidak ada canggung sama sekali.
Apalagi dia disambut hangat oleh mama di ruang tamu yang sedang menonton televisi.
"Makan dulu nak, pasti belum makan kan" mama Tari langsung menawarinya.
"Belum sih te"
Mama hendak ke dapur untuk menyiapkannya pun kaget karena Tari langsung membawa 2 bungkus nasi padang ke ruang tamu beserta piring dan sendoknya.
"Yaudah makan dah dulu sambil nonton televisi, tante ke belakang dulu ya"
"Buru-buru amat. Laper ya neng" Ivan mengawali pembicaraan setelah mama Tari pergi.
"Iya ga ditawari makan sih sama supir" Tari membalasnya.
"Siapa tadi aku ngomong ga dijawab?" Ivan sambil menyuapi Tari di depannya.
"Gapapa yang penting ada es krim matcha" Tari bertingkah imut.
Ivan yang melihatnya pun menghentikan makannya.
"Mau perkedelnya gak?" Tari bertanya mengganggu lamunan Ivan.
Otomatis Ivan menggelengkan kepalanya.
"Mau apalagi neng? Ga sekalian semua lauk kamu ambil? Ivan cemberut palsu.
"Ihh marah cuma gara-gara perkedel. Payah"
"Mana ada aku marah, aku juga gamau perkedelnya kok"
"Yaudah mana kuhabiskan"
Ivan langsung meletakkan perkedelnya di piring lawan bicaranya.
"Makasihh gantengku"
Kali ini Ivan yang memerah pipinya berbarengan dengan dia menyudahi makannya jadi malunya tidak terlihat oleh Tari yang sibuk makan perkedel suapan terakhirnya.
Setelah mereka berdua menyudahi makan siang yang hampir sore itu Tari membereskan meja dan kembali ke dapur.
Disana Tari tampak lama karena sedang mencuci piring dan sendoknya agar tidak terlalu menumpuk di rak cuci piring.
Di ruang tamu juga tampak manusia sedang tersenyum melihat seorang gadis yang sedang memakan es krim yang tadi dibelinya.
"Belum kenyang?" Ivan bertanya setelah Tari duduk di kursi tadi.
"Biarin, mau kuambilkan yang satunya lagi gak?"
"Ihh , cuma nanya ajakan. Kalo benar mau ngasih kenapa ga tadi dibawa pas kamu kesini."
"Hihi tau aja. Nih cobain dulu punyaku nanti kalo suka di dalem buat kamu" Tari menawarkan lagi.
Tari langsung menyodorkan es krimnya ke depan Ivan yang di tanggapi dengan wajah yang tidak suka.
"Kan ga akan suka kamu tuh"
"Rasanya kek rumput aja kamu sesuka itu ya"
"Kalo ga suka ya ga suka aja. Jangan ngeledek kek rumput segala" Tari sedikit ngambek sambil menyeruput es krim yang hampir habis.
Obrolan mereka di kagetkan dengan dering telpon dari Fany adik Ivan yang sudah sampai di rumah sejak tadi.
Ivan tidak langsung mengangkatnya tapi dia langsung pamit pulang karena sudah tau Fany pasti minta di beli-belikan.
"Yaudah nanti kabari aja ya. Aku habisin es krim ku dulu yang didalam."
Tari langsung mengantarkan Ivan ke halaman depan yang ternyata ada mamanya di samping rumah.
Dengan langit yang cukup mendung, Ivan pulang dengan jas hujan yang sudah tercantol di depan tempat duduknya.