Setelah puas berendam di pemandian air panas, Aria, Mira, Lyra, Kaiden, dan Griffin memutuskan untuk pergi ke penginapan tempat Lyra menginap. Udara malam di desa Glacium Hollow terasa dingin, namun rasa lelah mereka sedikit terobati setelah berendam di air hangat. Sesampainya di penginapan, Lyra segera mengurus kamar untuk mereka semua di meja resepsionis.
"Aku sudah pesan satu kamar dengan dua kasur untuk kalian, Griffin dan Kaiden," kata Lyra sambil menunjuk ke arah mereka. "Dan aku juga minta dua kasur tambahan di kamarku untuk Mira dan Aria."
Griffin mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih, Lyra. Sepertinya tidur di kasur setelah hari yang panjang ini adalah surga kecil."
Kaiden menimpali dengan nada menggoda, "Semoga saja Griffin tidak mendengkur keras, Aku tidak mau ada gempa buatan malam ini."
Semua tertawa kecil mendengar gurauan Kaiden, bahkan Lyra tersenyum kecil sebelum menegaskan, "Jangan lupa, kalian bisa tidur nyenyak berkat aku yang mengatur semuanya. Jadi kalau kalian ribut di kamar, aku sendiri yang akan turun tangan."
Griffin mengangkat tangan dengan ekspresi pura-pura takut. "Baik, Bos Lyra!"
Saat mereka akan pergi ke kamar masing-masing, resepsionis penginapan menghentikan mereka dengan senyuman ramah.
"Permisi, apa kalian ingin disiapkan makan malam hari ini?" tanyanya sopan.
Lyra menoleh ke arah teman-temannya, "Bagaimana? Kalian mau makan di sini, atau ada rencana lain?"
"Aku tidak peduli di mana, asalkan ada makanan!" Mira menyahut cepat dengan semangat.
Aria tertawa kecil. "Aku setuju dengan Mira. Aku kelaparan setelah perjalanan ini."
"Kalau begitu, di sini saja," ujar Lyra sambil kembali menatap resepsionis. "Tolong siapkan untuk lima orang ya. Dan kalau bisa, tambahkan teh panas untuk kami."
"Tentu, Nona. Makan malam akan siap dalam 30 menit," jawab resepsionis dengan senyum ramah.
Kaiden menepuk perutnya dan menghela napas lega. "Akhirnya, kabar baik setelah semua ini. Aku bisa membayangkan sup hangat dan daging panggang sekarang."
Griffin menambahkan, "Jangan lupa dessert-nya. Aku butuh sesuatu yang manis untuk menenangkan pikiranku setelah hari yang berat."
Mereka tertawa kecil lagi sambil menuju kamar masing-masing, dengan Lyra memimpin jalan. Suasana penginapan yang hangat memberikan rasa nyaman, seolah menjadi pelukan hangat setelah hari yang melelahkan.
**************
Setelah melepas lelah dengan berbaring sebentar di kamar masing-masing, resepsionis penginapan memanggil mereka, memberitahukan bahwa makan malam telah siap di ruang makan. Mendengar hal itu, mereka keluar dari kamar dan berjalan bersama menuju ruang makan.
Di ruang makan, meja telah dipenuhi berbagai hidangan menggugah selera. Sup khas Glacium Hollow mengepul hangat, daging panggang dengan aroma yang menggoda, sayuran kukus segar, dan minuman hangat disiapkan dengan sempurna. Di sudut meja, terdapat beberapa botol Silverpeak Wine, anggur berkualitas tinggi yang diolah dari berry frostvine, tumbuhan yang hanya tumbuh di pegunungan Frostpire Peaks.
"Hidangan ini benar-benar luar biasa," ujar Griffin sambil duduk dan mengusap kedua tangannya, tampak tak sabar untuk mulai makan. "Aku bahkan lupa kapan terakhir kali makan sesuatu yang layak seperti ini."
"Kalau begitu, nikmatilah, Griffin. Tapi jangan habiskan semuanya sendiri," balas Kaiden dengan nada bercanda, yang membuat suasana meja makan lebih hangat.
Mereka mulai menikmati hidangan dengan antusias, membiarkan rasa hangat makanan menggantikan dinginnya udara pegunungan. Percakapan ringan pun mengalir di antara mereka, membahas pengalaman selama hari itu.
Setelah beberapa saat, Mira yang terlihat lebih santai akhirnya angkat bicara. Sambil menuangkan sedikit Silverpeak Wine ke gelasnya, ia berkata, "Hari ini benar-benar melelahkan. Aku kehilangan senjataku, dan yang lebih buruk lagi, aku hampir tidak punya cukup uang atau material untuk membuat senjata baru."
Aria, yang duduk di samping Mira, menoleh dengan raut wajah khawatir. "Mira, aku benar-benar minta maaf. Kalau bukan karena aku, senjatamu tidak akan hilang."
Mira menggeleng sambil tersenyum kecil. "Ini bukan kesalahanmu, Aria. Kejadian itu benar-benar di luar kendali kita. Yang penting, kita berdua masih hidup. Itu jauh lebih berarti daripada kehilangan sebuah senjata."
Lyra menyesap teh hangatnya sebelum menanggapi, "Kau memang benar, Mira. Namun, kehilangan senjata di tengah perburuan adalah risiko yang besar. Aku akan membantu memikirkan cara untuk mendapatkan senjata baru. Kita bisa menyelesaikannya bersama-sama."
Griffin yang sudah meletakkan garpunya pun ikut berbicara, "Kalau kau membutuhkan material, kita bisa berbagi dari hasil Frostgonga. Aku yakin itu cukup untuk membuat satu senjata yang berkualitas baik."
Kaiden menambahkan sambil menyandarkan tubuh ke kursi, "Kita ini tim, Mira. Jangan ragu untuk meminta bantuan. Bukankah kita selalu mendukung satu sama lain sejak awal?"
Mira terdiam sejenak, lalu tersenyum dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih banyak, semuanya. Aku sangat bersyukur memiliki kalian sebagai teman."
Aria, mencoba mencairkan suasana, berkata, "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mulai merencanakan perburuan berikutnya? Setelah semuanya selesai, siapa tahu kita bisa mendapatkan material tambahan untuk Mira."
"Itu ide yang bagus," jawab Lyra sambil melirik Griffin dan Kaiden. "Namun kali ini, aku akan pastikan tidak ada lagi tindakan gegabah seperti sebelumnya."
Mereka semua tertawa kecil, dan suasana menjadi lebih hangat. Makan malam pun berlanjut dengan canda tawa dan diskusi ringan tentang rencana masa depan, membuat mereka lupa sejenak pada kesulitan yang telah mereka lalui.
************
Malam pun berlalu, dan pagi menyapa dengan cahaya lembut yang menyinari desa Glacium Hollow. Kaiden, Griffin, Mira, Lyra, dan Aria mulai mengemasi barang-barang dan perlengkapan mereka, bersiap melanjutkan perjalanan. Namun, sebelum mereka meninggalkan desa, Aria pergi ke tempat penyimpanan untuk mengambil material dari Velogian yang dititipkan sebelumnya.
Setelah menerima materialnya, Aria segera menuju gerbang desa, di mana teman-temannya telah menunggu. Dia melangkah dengan semangat, membawa kantong berisi material di tangannya.
Sambil melambai dengan senyum lebar, Aria berkata, "Maaf membuat kalian menunggu! Aku baru saja selesai mengambil material untuk kenaikan peringkatku. Dengan begini, aku resmi naik ke Hunter Rank dua!"
Mendengar itu, semua tersenyum dengan bangga.
"Selamat, Aria," ujar Griffin sambil menepuk pundaknya. "Kau pantas mendapatkannya setelah semua yang kau lalui."
Lyra menambahkan dengan nada lembut, "Kerja kerasmu terbayar, Aria. Tapi ingat, ini baru permulaan. Perjalanan masih panjang."
"Benar," sambung Kaiden sambil mengangguk. "Hunter Rank dua adalah langkah besar, tapi kau harus tetap berhati-hati. Dunia perburuan semakin berbahaya seiring meningkatnya peringkat."
Mira, dengan senyum hangatnya, berkata, "Aku senang bisa menyaksikan ini. Selamat, Aria. Aku yakin kau akan menjadi Hunter yang hebat."
Aria tersenyum penuh rasa syukur, lalu berkata, "Terima kasih, semuanya. Aku tidak akan bisa sampai di sini tanpa bantuan kalian."
Mereka berlima berdiri sejenak di gerbang desa, menikmati kebersamaan mereka sebelum akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Glacium Hollow. Pagi itu bukan hanya awal perjalanan baru, tetapi juga awal dari babak baru bagi Aria sebagai seorang Hunter.
*************
Sekembalinya mereka ke desa Astoria, beberapa minggu berlalu sejak kenaikan peringkat Aria. Dalam suasana penuh semangat, mereka merayakan pencapaian itu dengan melakukan perburuan bersama. Perburuan demi perburuan dilakukan, hingga akhirnya Mira dan Aria berhasil mengumpulkan cukup uang serta material untuk membuat perlengkapan baru yang lebih kuat.
Setelah memastikan semua material yang dibutuhkan tersedia, mereka memutuskan untuk pergi ke Silverglade Homestead. Tujuannya adalah menemui Kakek Grant, seorang pandai besi ternama yang memiliki keahlian luar biasa dalam membuat senjata dan perlengkapan berburu.
Setibanya di bengkel Kakek Grant, mereka langsung disambut oleh dentingan logam yang khas dan aroma besi yang terbakar. "Kakek Grant, kami ingin memintamu membuatkan senjata dan perlengkapan baru untuk kami," ucap Mira dengan penuh antusias.
Grant, yang sedang sibuk memeriksa sebuah pedang, menoleh sambil tersenyum. "Ah, kalian berdua. Tentu saja! Mari kita lihat material apa saja yang kalian bawa," katanya sambil mendekati mereka.
Saat Grant mulai memeriksa material yang dibawa Mira dan Aria, perhatian Aria tiba-tiba tertuju pada sesuatu di pojok bengkel. Seekor Felyron berbulu oranye dan putih duduk diam di sana. Namun, bulunya tampak kusam, armornya terlihat lusuh dengan banyak kerusakan, dan tubuhnya jelas-jelas menunjukkan tanda-tanda luka yang tidak dirawat dengan baik. Pemandangan itu membuat hati Aria miris.
Dengan rasa ingin tahu, Aria bertanya kepada Grant, "Kakek Grant, Felyron itu... milik siapa? Kenapa dia terlihat seperti itu?"
Grant menghela napas panjang, lalu menatap Felyron tersebut dengan ekspresi penuh belas kasih. "Dia adalah Felyron lama yang pernah bertarung di banyak perburuan. Pemiliknya... sudah lama meninggal dalam sebuah perburuan yang berbahaya. Sejak saat itu, dia tinggal di sini. Tidak ada yang merawatnya, dan aku hanya bisa memberinya tempat berteduh."
Aria merasa tergugah mendengar cerita itu. Dia mendekati Felyron tersebut perlahan, mengulurkan tangan dengan lembut. "Kasihan sekali... dia pasti sudah melalui banyak hal," gumamnya. Felyron itu hanya menatapnya dengan mata yang lelah, tetapi tidak menolak sentuhannya.
Mira, yang sejak tadi memperhatikan, mendekat dan berkata, "Aria, sepertinya dia menyukaimu. Kau ingin merawatnya?"
Aria terdiam sejenak, menatap Felyron itu dengan penuh empati. "Aku akan berbicara dengan Kakek Grant soal itu," ujarnya dengan suara penuh tekad.
************
Sebelum kembali ke Felyron itu, Kakek Grant memanggil Aria dan Mira untuk memastikan sesuatu. Sambil mengusap janggutnya yang mulai beruban, dia bertanya, "Kalian berdua, apa kalian sudah yakin ingin menggunakan material dari Frostgonga dan Velogian saja? Atau kalian ingin menambahkan material lain? Jika perlu, aku juga bisa membuatkan senjata atau perlengkapan cadangan."
Mira berpikir sejenak sebelum menjawab, "Hmm... aku rasa material dari Frostgonga cukup untuk senjata utama dan armorku, tapi kalau bisa, aku ingin menambahkan sesuatu yang bisa memperkuat pelindung dada. Aku masih merasa armorku terlalu lemah di bagian itu."
Grant mengangguk pelan. "Baiklah, kita bisa menyesuaikan itu. Tapi aku sarankan tambahkan sedikit material keras seperti sisik atau cangkang monster lainnya. Ada yang bisa kau gunakan?"
Sementara Mira mulai memikirkan bahan tambahan, Aria melangkah maju sambil membawa sebuah kotak kecil dari tasnya. Dia membukanya perlahan, memperlihatkan dua potong tanduk dan beberapa sisik berkilau yang segera menarik perhatian Grant.
"Kalau begitu, aku ingin menambahkan ini," ucap Aria dengan nada serius. "Tanduk dan sisik ini berasal dari Vayron Daoragh. Aku ingin kau memasukkannya ke dalam perlengkapanku dan juga menambahkan sebagian ke perlengkapannya Mira, terutama untuk senjata cadangan."
Grant terkejut melihat material langka itu. Dia mendekati Aria dan mengamati tanduk serta sisik tersebut dengan teliti. "Ini... benar-benar material dari Vayron Daoragh? Kau serius ingin menggunakan ini? Material ini sangat kuat, tetapi sulit diolah. Aku harus hati-hati agar tidak merusaknya."
Aria mengangguk tegas. "Aku percaya pada kemampuanmu, Kakek Grant. Material ini bisa memberikan kami keunggulan di medan perburuan. Lagipula, aku ingin memastikan Mira juga mendapatkan perlindungan terbaik."
Mira terdiam sejenak, menatap Aria dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Kau benar-benar peduli pada keselamatanku, ya?" katanya dengan senyum kecil. "Kalau begitu, aku tidak akan menolak tambahan dari material itu."
Grant tersenyum kecil melihat interaksi mereka. "Baiklah, jika itu keputusan kalian. Tapi aku perlu waktu lebih untuk mengolah material sekuat ini. Tanduk dan sisik dari Elder Dragon tidak bisa dibuat sembarangan. Mungkin aku perlu sekitar dua atau tiga hari untuk menyelesaikannya."
"Terima kasih, Kakek Grant," jawab Aria dengan penuh rasa hormat.
Grant menepuk bahu Aria pelan. "Jangan khawatir. Aku akan memastikan perlengkapan kalian berdua jadi yang terbaik. Oh, dan sebelum kalian pergi, pastikan untuk menjaga Felyron itu. Dia tampaknya mulai menyukai kalian."
Aria menoleh ke arah Felyron berbulu oranye dan putih yang masih duduk diam di sudut bengkel. Dia tersenyum tipis sambil berkata, "Aku pasti akan menjaganya, Kakek. Aku janji."
********
Setelah beberapa minggu berlalu sejak Aria mulai merawat Felyron terlantar itu, hubungan mereka perlahan berubah menjadi ikatan yang kuat. Felyron berbulu oranye dan putih itu, yang kini Aria beri nama Ignis, tampak lebih sehat dan energik dibanding sebelumnya. Aria sering mengajaknya berburu bersama, melatih kemampuannya dalam bertarung, dan berbagi makanan yang mereka dapatkan dari hasil perburuan. Ignis pun membalas perhatian itu dengan kesetiaan tanpa batas, menjadi partner yang selalu siap di sisi Aria.
Beberapa hari kemudian, kabar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kakek Grant mengirim pesan melalui seorang pengintai bahwa perlengkapan baru Aria dan Mira telah selesai dibuat. Mereka segera pergi ke Silverglade Homestead dengan penuh semangat.
Di bengkel Kakek Grant, mereka disambut dengan senyuman lebar. "Kalian datang tepat waktu," ucap Grant sambil menunjuk ke dua set perlengkapan yang terlihat luar biasa.
Untuk Aria, Kakek Grant memperlihatkan "Zephyrian Tempest Set", sebuah set perlengkapan yang ringan namun tangguh. Set ini terdiri dari armor atas dan bawah, sarung tangan, dan sepatu yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan serta ketahanan, terutama di medan terbuka yang penuh angin.
"Ini cocok untuk gaya bertarungmu yang gesit, Aria," kata Grant sambil menyerahkan senjata utama Aria, sebuah longsword tipe katana bernama "Stormfang."
Bilahnya ramping dengan desain elegan, memberikan kekuatan sekaligus kecepatan tebasan.
Grant kemudian mengeluarkan senjata kedua, "Gale Reaver," katana yang lebih pendek dan dirancang untuk pertarungan jarak dekat.
"Kedua pedang ini saling melengkapi. Pilih yang sesuai dengan situasi," jelas Grant sambil tersenyum.
Untuk Mira, set perlengkapannya dinamakan "Frostwarden Sentinel Set," yang fokus pada perlindungan maksimal dan ketahanan di medan dingin. Set ini memberikan perlindungan ekstra dari serangan elemen es dan fisik, cocok untuk menghadapi medan bersalju seperti Frostpire Peaks.
Senjatanya adalah sebuah pedang besar bernama "Glacier Fang," yang mampu melumpuhkan musuh dengan efek beku dari setiap tebasannya.
"Perlengkapan ini adalah yang terbaik yang bisa kubuat dari material yang kalian bawa," kata Grant bangga.
Namun, suasana menjadi haru saat Aria berbicara kepada teman-temannya setelah menerima perlengkapannya. "Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua atas bantuan dan dukungannya. Tapi ada hal yang harus aku sampaikan," katanya dengan suara tegas.
Mira menatapnya curiga. "Apa maksudmu, Aria?"
Aria menarik napas dalam. "Aku memutuskan untuk berkelana ke seluruh dunia. Aku ingin melatih diriku lebih jauh, menghadapi tantangan baru, dan menjadi lebih kuat. Aku ingin Ignis dan aku terus tumbuh bersama, menghadapi semua yang dunia ini tawarkan."
Mira terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Aku tahu kau akan sampai pada keputusan ini suatu hari. Kau selalu ingin menguji dirimu. Tapi janji padaku, kau harus kembali dan berbagi kisahmu."
Griffin menepuk bahu Aria. "Kau membuat pilihan yang tepat. Dunia di luar sana penuh dengan tantangan, dan aku yakin kau akan menjadi Hunter yang luar biasa."
Lyra mendekat dan memeluknya. "Aria, kau adalah bagian dari keluarga ini. Hati-hati di luar sana, dan jangan lupakan tempat asalmu."
Kaiden mengangguk sambil tersenyum. "Kalau kau butuh bantuan, kami akan selalu ada untukmu."
Dengan senyuman hangat, Aria memeluk mereka semua. "Terima kasih atas segalanya. Aku tidak akan melupakan kalian."
Pagi berikutnya, dengan perlengkapan baru di punggungnya dan Ignis di sisinya, Aria melangkah keluar dari Silverglade Homestead, memulai perjalanan barunya. Di bawah sinar matahari yang cerah, dia menoleh sekali lagi dan melambaikan tangan kepada teman-temannya.
"Sampai jumpa lagi!" teriaknya.
Dengan langkah penuh keyakinan, Aria berjalan menjauh, memulai petualangan baru bersama Ignis, menghadapi dunia yang penuh tantangan dan harapan.
~Bersambung~