Chereads / The Guardians The Hunt / Chapter 15 - Chapter 15: Desa Arashina

Chapter 15 - Chapter 15: Desa Arashina

Setelah hampir satu minggu berlalu sejak Aria dan Ignis meninggalkan Izna Port, mereka menyempatkan diri untuk mampir ke beberapa desa, mencicipi berbagai hidangan kuliner khas yang menggugah selera. Hidangan seperti sup rempah dari Desa Eldewood atau pai buah liar dari Desa Sunhaven menjadi pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Sambil menikmati perjalanan, mereka juga berbincang dengan para penduduk desa dan sesama hunter yang kebetulan singgah di tempat yang sama.

Dalam obrolan tersebut, Aria kerap bertanya kepada para hunter tentang tempat-tempat menarik yang cocok untuk dikunjungi, terutama yang bisa memberikan pengalaman atau pelajaran baru. Sebagian besar dari mereka menyarankan untuk pergi ke wilayah timur, di mana terdapat sebuah desa yang terkenal dengan pemandian air panasnya.

"Arashina," kata seorang hunter tua sambil meminum teh herbalnya. "Bukan hanya tempatnya indah, tapi juga banyak pemburu hebat yang sering berkumpul di sana. Mereka berbagi kisah dan pengalaman, bahkan kadang mengadakan pelatihan singkat untuk para pemburu muda."

Mendengar itu, Aria mulai berpikir untuk menjadikan desa tersebut tujuan berikutnya. Selain beristirahat, ia juga berharap bisa belajar hal baru yang bisa membantunya menjadi hunter yang lebih baik. Ignis, yang berjalan di sampingnya, tampak bersemangat seperti biasanya, seolah memahami keputusan Aria.

"Mungkin ini saatnya kita mengunjungi tempat baru dan mempelajari sesuatu yang berbeda, ya, Ignis?" ujar Aria sambil mengusap kepala Felyron kesayangannya. Ignis hanya mengeluarkan dengkuran lembut, seolah setuju dengan hal itu.

***

Setelah memutuskan untuk pergi ke Desa Arashina, Aria dan Ignis memulai perjalanan mereka melalui jalur darat. Mereka menyusuri hutan lebat dan jalan setapak berbatu yang jarang dilalui orang. Pemandangan di sepanjang perjalanan begitu memukau, dengan sinar matahari yang menembus celah dedaunan, suara burung yang berkicau, dan aroma segar hutan yang menenangkan.

Hari mulai beranjak sore ketika Aria memutuskan untuk mencari tempat berkemah. Ia dan Ignis berhenti di sebuah area terbuka yang cukup aman, dikelilingi pepohonan tinggi. Namun, saat mereka sedang bersiap untuk memasang tenda, suara obrolan dan derak roda gerobak menarik perhatian mereka.

Aria melangkah pelan menuju sumber suara, diikuti Ignis yang berjaga di belakangnya. Dari balik semak-semak, mereka melihat sekelompok orang yang tampaknya adalah pedagang dan pekerja. Mereka sibuk menurunkan tong-tong besar yang tampak penuh dengan buah-buahan segar dan kotak-kotak kayu yang berisi material monster seperti tanduk, sisik, dan tulang.

"Sepertinya mereka pedagan," gumam Aria sambil mengamati dari kejauhan.

Salah satu pedagang, seorang pria paruh baya dengan janggut lebat, tampak mengarahkan para pekerja dengan suara lantang. "Hati-hati dengan itu! Sisik itu sangat mahal, jangan sampai kotaknya jatuh!" ucapnya sambil menunjuk sebuah kotak besar.

Aria memutuskan untuk mendekati mereka. "Permisi, sepertinya kalian mengalami kesulitan ya?" tanyanya dengan ramah.

Pria berjanggut itu menoleh, menatap Aria dari ujung kepala hingga kaki. "Benar, kami baru saja kembali dari desa sebelah untuk mengambil material dan buah-buahan segar dari hasil berburu para hunter dan hasil kebun para petani setempat," ucapnya sambil menulis sesuatu di buku catatannya.

Karena penasaran, Aria bertanya lagi kepada pria tua itu, "Kalau boleh tau, kemana kalian akan menjual semua itu?" tanya Aria dengan sopan.

"Pria itu menjawab, kami akan pergi ke Desa Arashina, karena beberapa pengerajin dan pedagang disana sudah memesan barang-barang ini dari kami, jadi kami harus mengantarkannya kesana selagi masih segar, tapi di perjalanan, roda gerobak kami lepas dan membuat beratnya tidak seimbang dan akhirnya terjebak di lumpur." keluh pria itu sambil mencatat dan memastikan barang dagangan mereka masih bagus dan tidak ada yang rusak.

Melihat mereka yang kesulitan, Aria memutuskan untuk membantu mereka menurunkan barang dagangan mereka, dan juga membantu mengangkat gerobak mereka yang terjebak di lumpur.

Saat Aria dan para pekerja sibuk menurunkan barang dari gerobak, tiba-tiba Ignis muncul dari arah hutan. Bulu-bulunya basah dan ia membawa sebuah roda gerobak besar yang tampaknya hilang sebelumnya. Semua orang terkejut melihat Felyron itu, yang meskipun tidak diberi perintah, tampak memahami situasi dan langsung bertindak untuk membantu.

"Dia... membawa roda itu sendirian?" gumam salah satu pekerja dengan takjub, menatap Ignis yang dengan mudah menjatuhkan roda di samping gerobak yang patah.

Para pekerja dan pedagang mengerumuni Ignis dengan kekaguman. Salah satu dari mereka, pria tua berambut abu-abu, mengelus bulu Ignis sambil berkata, "Luar biasa! Felyron ini benar-benar pintar. Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya!"

Sementara itu, Aria membantu memasang roda kembali bersama beberapa pekerja. Setelah memastikan roda terpasang dengan kuat dan gerobak kembali berfungsi, pedagang berjanggut yang memimpin rombongan itu mendekati Aria.

**

"Nona muda," katanya dengan senyum lebar. "Apa kau seorang hunter?"

Aria mengangguk, menyeka keringat dari dahinya. "Benar, aku seorang hunter rank 2. Memangnya ada apa?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Pedagang itu tertawa kecil sebelum menjawab, "Kalau tujuanmu ke Desa Arashina, kenapa tidak ikut bersama kami? Kami akan sampai di sana lebih cepat dengan gerobak ini. Sebagai gantinya, jika kami menghadapi masalah di jalan—terutama monster—kau bisa membantu kami. Oh, dan kami juga pedagang material, jadi kalau kau membawa bahan monster, kami akan dengan senang hati membelinya dari tanganmu."

Aria terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran itu. Perjalanan ke Desa Arashina memang masih cukup jauh jika dilakukan dengan berjalan kaki, dan Ignis terlihat sedikit kelelahan setelah membantu. Tawaran ini cukup menguntungkan, apalagi mereka juga bisa menjadi sumber informasi tambahan.

"Baiklah," jawab Aria dengan senyum. "Aku akan ikut, tapi Ignis juga harus mendapat tempat yang nyaman. Dia sudah bekerja keras hari ini."

"Tentu saja!" jawab pedagang itu dengan semangat. "Felyron sehebat dia layak mendapatkan istirahat yang nyaman."

Setelah semuanya dimuat kembali ke gerobak dan tempat untuk Ignis disiapkan, rombongan pun bersiap melanjutkan perjalanan menuju Desa Arashina. Sambil duduk di gerobak, Aria merasa lega karena perjalanan kali ini akan sedikit lebih mudah, meskipun ia tetap waspada terhadap kemungkinan bahaya di sepanjang jalan.

****

Setelah menumpang di gerobak barang menuju ke Desa Arashina, Aria dan Ignis pun tertidur di bersama beberapa orang pekerja, sementara beberapa pekerja dan atasan mereka bergantian mengemudikan gerobak yang di tarik oleh Chocgwa monster khas yang hanya hidup di wilayah hutan Shizuyama yang di kelola oleh penduduk Desa Arashina.

Saat Aria, Ignis dan beberapa pekerja lainnya masih tertidur, tiba-tiba seorang gadis muncul dari balik semak-semak dan langsung jatuh tergeletak di depan gerobak mereka, seketika membuat Chocgwa yang menarik gerobak tiba-tiba terkejut dan membuat gerobak kehilangan kendali selama beberapa saat. Goncangan dari gerobak yang tiba-tiba hilang kendali, membuat Aria dan Ignis terbangun dan segera keluar dari gerobak sambil membawa senjatanya.

"Ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya Aria dengan nada tegas kepada pekerja yang mengemudikan gerobak, sambil memperhatikan sekelilingnya.

"S-seorang gadis… Dia tiba-tiba muncul dari balik semak-semak dan jatuh tepat di depan Chocgwa," jawab pekerja itu panik sambil berusaha menenangkan hewan penarik gerobak yang masih gelisah

***

Saat Aria mendekat, ia memperhatikan penampilan gadis itu lebih jelas. Rambutnya yang diikat twintail berwarna biru gelap kusut tak beraturan, armornya kotor oleh lumpur dan debu, dengan bercak darah yang mengering di beberapa tempat. Pedang yang tergeletak di sampingnya tampak rusak parah, dengan bilah yang retak dan nyaris patah.

"Hei, kau baik-baik saja, kan?" tanya Aria, nada suaranya sedikit khawatir, namun tetap tegas. Ia berjongkok di dekat gadis itu, menunggu jawaban sambil mencoba membaca kondisinya.

Gadis itu perlahan membuka matanya, menatap Aria dengan sorot lemah. Bibirnya yang pecah-pecah bergerak pelan. "A-air... M-makanan," gumamnya hampir tak terdengar, suaranya yang masih agak lemah.

Mendengar itu Aria bersama beberapa pekerja menyandarkan tubuh gadis itu ke gerobak, kemudian Ignis datang sambil membawa botol air dan bekal Aria dan miliknya lalu memberikannya kepada Aria. Aria kemudian memberikan botol air terlebih dahulu padanya dan berkata, "Minumlah perlahan-lahan," ucapnya pada gadis itu.

Gadis itu mulai meraih botol air yang diberikan Aria dan meminumnya perlahan-lahan. Ia meneguk air dengan hati-hati, seolah memastikan setiap tetes membantu tubuhnya kembali bertenaga. Setelah itu, ia mengambil makanan yang diberikan dan memakannya dengan perlahan, ekspresinya menunjukkan rasa syukur dan sedikit lega.

Setelah rasa lapar dan hausnya teratasi, gadis itu bangkit berdiri, meskipun tubuhnya masih tampak sedikit goyah. "Aku selamat," katanya, suara pelan namun terdengar lebih tegas dibandingkan sebelumnya. "Terima kasih untuk air dan makanannya." Ia menatap Aria dengan sorot mata yang penuh ketulusan, meski masih dihiasi kelelahan.

"Tentu, senang bisa membantu," jawab Aria dengan senyum ramah. Ia mengangguk kecil, mengamati gadis itu untuk memastikan kondisinya benar-benar stabil. Ignis, yang berdiri di samping Aria, mendekat dan mengendus gadis itu sebentar sebelum menjauh dengan gerakan pelan, seolah memastikan semuanya baik-baik saja.

Gadis itu menarik napas panjang, lalu melakukan sedikit peregangan dan beberapa lompatan kecil dan bersiap untuk kembali ke Desa Arashina.

"Baiklah, karena tenagaku sudah sedikit pulih, aku rasa aku siap melanjutkan perjalanan ke Desa Arashina," katanya sambil menepuk-nepuk debu dari armornya.

Mendengar itu, Aria mengerutkan alisnya. "Desa Arashina? Kami juga menuju ke sana. Tolong jangan paksakan diri mu, kau belum sepenuhnya pulih. Apa tidak sebaiknya kau ikut bersama kami? Setidaknya ini akan mempermudah perjalanan mu," tawar Aria, nadanya penuh perhatian.

Gadis itu menggeleng perlahan, tetapi dengan sedikit senyuman. "Aku menghargai tawaranmu, tapi aku tidak ingin merepotkan kalian. Lagi pula aku sudah terbiasa begini, aku bisa lari dari sini menuju Desa Arashina." Ia kemudian mengambil pedangnya yang rusak dari tanah, menatapnya sejenak, lalu menyelipkannya kembali ke sarungnya.

Aria tetap bersikeras. "Tidak merepotkan sama sekali. Lagi pula, perjalanan ke Desa Arashina masih agak jauh, apalagi dengan kondisi mu yang sekarang ini, lagipula tidak ada salahnya bergantung pada orang lain, dan kau juga bisa beristirahat lebih banyak di perjalanan."

Setelah beberapa kali di paksa untuk ikut bersama mereka, dan beberapa kali menolak, akhirnya gadis itu menyerah dan menerima tawaran Aria. "Baiklah, aku menyerah, aku akan ikut dengan kalian. Dan terimakasih sudah mengizinkan aku untuk menumpang, tapi tidak enak rasanya jika aku menumpang secara gratis. Kalian ini pedagang bukan?" tangan gadis itu dengan ramah.

"Baguslah jika kau mau ikut bersama kami, dan aku bukan pedagang, aku seorang hunter dengan rank 2, tapi mereka yang bersama ku di gerobak ini adalah pedangang," jawab Aria dengan senyum lega sambil menjelaskan beberapa hal kepadanya.

***

Setelah sedikit berbincang, gadis itu langsung naik ke atas gerobak dan duduk di sebelah Aria. Saat keadaan mulai tenang, dan gerobak mulai berjalan lagi, Aria pun memulai pembicaraan dengan gadis itu. "Ngomong-ngomong," Aria memulai sambil berjalan ke samping gadis itu. "Aku Aria, dan ini Ignis Felyron yang menjadi rekan ku. Kalau boleh aku tau, siapa namamu?"

Gadis itu menoleh sebentar sebelum menjawab dengan suara pelan, "Nama aku ya, aku Kiriyama Noe seorang hunter dengan peringkat G rank elit dan termasuk salah satu dari 12 hunter elit yang tersebar di seluruh dunia."

"S-senang bertemu denganmu, Kiriyama senpai, sebuah kehormatan bertemu dengan mu disini. " balas Aria tersenyum gugup sambil menjabat tanganya.

"Jangan terlalu kaku seperti itu, aku tidak terlalu suka hal yang formal, lagipula kita ini seumuran kan, jadi santai saja, dan tolong panggil aku Noe saja, karena ku lebih nyaman jika di panggil seperti itu," ucap Noe pada Aria dengan senyum lembut di wajahnya.

Setelah beberapa jam perjalanan, Aria yang duduk di samping Noe memutuskan untuk membuka pembicaraan. Dengan nada santai, ia bertanya, "Jadi, Noe, kenapa kau bisa tiba-tiba muncul dari semak-semak dan jatuh di depan gerobak kami? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Noe yang memandangi jalan di depannya berkata sambil memakan sebuah Apel yang ada di gerobak itu, kemudian mulai bercerita. "Awalnya aku sedang memantau pergerakan monster langka di sekitar pegunungan di hutan Shizuyama. Monster itu dikenal jarang terlihat, jadi hunter guild memintan ku untuk mengamati tempat itu. Tapi semuanya berubah saat aku mendirikan kemah kecil untuk beristirahat."

Ia melanjutkan ceritanya sambil mengigit Apel yang di ambilnya dari tong yang ada di gerobak, "Tiba-tiba barang-barangku dicuri oleh monster kecil, seukuran Felyron, yang memakai labu dengan ukiran aneh di kepalanya. Awalnya kupikir itu hanya lelucon aneh dari monster liar, tapi setelah melihatnya berlari dengan membawa hampir semua perbekalanku, aku mengejarnya. Saat mencoba mengambil kembali barang-barangku, aku malah dihadang oleh monster yang jauh lebih besar. Monster itu... Adalah, Tyravos, tubuhnya besar dengan sisik abu-abu dan garis merah di punggungnya serta memiliki kerah yang bisa mengembang di lehernya ketika dirinya akan menyerang mangsanya."

Aria mendengarkan dengan serius, sementara Ignis tampak mengarahkan telinganya ke arah Noe, seolah memahami cerita tersebut. "Monster itu menyerangku tanpa henti, dan aku terpaksa bertarung dengannya. Tapi aku tidak punya persiapan cukup—senjataku rusak setelah beberapa kali benturan dengan tubuhnya yang keras. Aku berhasil kabur, tapi aku kehilangan hampir semua perbekalan dan hanya membawa tubuh yang penuh luka. Aku terus berjalan sampai akhirnya aku bertemu kalian di jalan ini," jelas Noe yang masih mengigit Apelnya.

Aria mengangguk, merasa kagum dengan ketangguhan Noe. "Kau pasti sudah melalui banyak hal. Senang kami bisa membantumu di saat yang tepat."

"Ah itu ada hal hal biasa bagi ku, tapi terimakasih sudah mau membagikan makanan dan air untuk ku, serta memberikan aku tumpangan," ucapnya sambil tersenyum.

---

Saat gerobak akhirnya mencapai gerbang Desa Arashina, Noe turun dengan hati-hati dari gerobak, bersama Aria dan Ignis yang juga ikut turun. Para pekerja dan pedagang bersiap untuk menurunkan barang-barang mereka, dan bersiap untuk berjualan.

Saat gerobak akhirnya mencapai gerbang Desa Arashina, Noe turun dengan hati-hati, bersama Aria dan Ignis yang juga ikut turun. Para pekerja dan pedagang mulai menurunkan barang-barang mereka dan bersiap untuk menjual hasil perjalanan mereka.

Setelah turun, Noe meregangkan tubuhnya sejenak, tampak menikmati udara segar setelah perjalanan panjang. Ia kemudian mendekati pedagang yang memimpin rombongan. "Terima kasih atas tumpangannya, dan maaf karena aku memakan beberapa apel tadi," ucapnya dengan nada tulus.

Pedagang itu tersenyum kecil. "Tak apa, tapi jika kau ingin membayar, kami akan menerimanya."

Noe merogoh tas kecil di pinggangnya. "Aku tidak membawa Rinz, tapi aku punya ini. Aku tidak tahu apakah ini cukup berharga, tapi kalian bisa menilainya sendiri." Ia mengeluarkan segenggam bulu putih yang tampak biasa saja dan menyerahkannya kepada pedagang itu.

"Apa ini?" tanya salah satu pekerja sambil mengamati bulu itu dengan rasa ingin tahu.

"Itu bulu dari monster yang pernah kutemui di hutan Shizuyama," jelas Noe santai. "Monster itu terjebak—tanduknya tersangkut di pohon dan tubuhnya terjerat semak-semak. Aku membantunya bebas, dan sebagai balasan, dia menjatuhkan bulu ini sebelum pergi. Aku tidak tahu monster itu apa, tapi mungkin kalian bisa menjualnya."

Semua orang mengamati bulu putih itu dengan skeptis. "Terlihat seperti bulu biasa," gumam salah satu pekerja.

Namun, ketika sinar matahari menyentuh permukaan bulu itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Cahaya perak kebiruan yang lembut terpancar dari bulu itu, membuat semua orang terpana. Kilauannya tersamarkan oleh putih alami bulu tersebut, tetapi di bawah cahaya tertentu, keindahan sejatinya muncul.

"Ini… luar biasa," gumam pedagang sambil memegang bulu itu lebih dekat. Ia kemudian mengeluarkan pisaunya, bermaksud menguji kekuatan bulu tersebut. Dengan hati-hati, ia mencoba menusukkan pisaunya ke permukaan bulu.

Namun, yang terjadi malah di luar dugaan. Pisau itu retak, lalu pecah menjadi serpihan kecil seolah-olah telah menabrak sesuatu yang jauh lebih keras daripada baja. Pedagang itu mundur dengan mata terbelalak.

"Aku tidak percaya… ini bulu dari Kirin!" serunya dengan suara bergetar.

"Kirin?" tanya Aria penasaran.

Pedagang itu mengangguk, wajahnya masih penuh keterkejutan. "Kirin adalah makhluk legendaris yang sering muncul dalam dongeng dan cerita rakyat. Mereka digambarkan sebagai monster berbentuk seperti kuda dengan tanduk panjang bercahaya dan tubuh yang memancarkan kilau perak atau emas. Konon, mereka memiliki kekuatan untuk mengendalikan petir dan hanya muncul di wilayah yang benar-benar murni atau suci. Banyak orang menganggap Kirin hanya mitos, karena tidak ada bukti nyata tentang keberadaannya. Tapi bulu ini... ini pasti milik salah satu dari mereka."

Para pekerja lainnya menatap bulu itu dengan campuran rasa kagum dan ketakutan. Noe, meski tampak santai, mulai menyadari betapa berharganya bulu itu. "Aku benar-benar tidak tahu kalau bulu itu milik makhluk legendaris. Aku hanya membantu monster yang tersangkut di pohon," ucapnya sambil menggaruk kepala.

Aria tersenyum tipis. "Kau tidak hanya menyelamatkan monster itu, tapi juga membawa bukti keberadaan sesuatu yang dianggap dongeng. Kau benar-benar luar biasa, Noe."

Pedagang itu menghela napas panjang, menatap bulu itu dengan penuh hormat. "Ini lebih dari sekadar pembayaran. Ini adalah sesuatu yang bahkan tidak bisa diukur dengan uang."

Meski semua orang masih kagum, Noe hanya mengangkat bahu. "Aku senang jika itu bisa membantu. Lagipula, kalian sudah membantuku lebih dulu."

Pedagang yang mendapat bulu dari Kirin meskipun hanya segenggam kecil, dirinya sudah merasa mendapatkan keuntungan yang melebihi perkiraannya. Setelah semua orang berpisah, bahkan Noe pun juga pamit untuk melapor ke hunter guild tentang misinya, Aria menatap ke arah Ignis sambil tersenyum.

"Nah Ignis, disinilah kita sekarang, Desa Arashina. Jadi mari mulai pertualangan kita di tempat ini," ucap Aria melangkahkan kakinya berjalan masuk kedalam desa.

~Bersambung~