Setelah Aria dan Ignis tiba di Desa Arashina, mereka disambut oleh pemandangan desa yang penuh kehidupan. Udara dingin khas pegunungan terasa segar, bercampur dengan aroma kayu bakar dan bunga liar yang tumbuh subur di tepi jalan. Jalanan desa yang terbuat dari batu kasar dipadati oleh aktivitas penduduk. Beberapa pria mengangkut bahan bangunan, sementara wanita-wanita membawa keranjang penuh sayuran segar dan bunga-bunga liar.
Di sudut desa, anak-anak terlihat bermain ceria, berlari-larian sambil tertawa tanpa beban. Salah satu anak membawa mainan kayu berbentuk pedang, pura-pura menjadi hunter yang melawan monster, diiringi sorak-sorai teman-temannya.
Tak jauh dari sana, beberapa hunter terlihat kembali dari perburuan mereka. Tubuh mereka berlumur debu dan keringat, mereka juga membawa mayat seekor wyvern besar tergeletak di atas gerobak kayu yang mereka dorong bersama-sama. Sayap wyvern itu sudah compang-camping, dengan darah mengering di sisik-sisiknya yang tergores akibat serangan dari para hunter.
Para hunter itu terus mendorong gerobak dengan mayat wyvern di atasnya, sesekali melontarkan candaan ringan kepada penduduk desa yang menyapa mereka. Salah satu dari mereka bahkan sempat berhenti untuk berbicara dengan seorang anak kecil yang penasaran, sebelum melanjutkan langkah mereka. Ketika mereka berpapasan dengan Aria dan Ignis, seorang hunter melambaikan tangan sambil tersenyum ramah.
"Wow, sepertinya desa ini memiliki hunter yang sangat kuat juga ya," gumam Aria sambil memperhatikan mereka. Matanya tak lepas dari wyvern besar yang tergeletak di atas gerobak, sisiknya yang kusam dan tubuhnya yang penuh luka menjadi bukti pertarungan sengit.
Ignis mengeluarkan suara kecil, seolah menyetujui ucapan Aria, sementara mereka terus berjalan menuju pusat desa.
****
Ketika mereka tiba di pusat balai desa, pemandangan yang berbeda menyambut mereka. Di tengah keramaian, terlihat dua sosok perempuan wyverian kembar yang langsung menarik perhatian.
Hikari berdiri dengan anggun di dekat salah satu papan pengumuman, rambut putih panjangnya dihiasi bunga sakura yang terlihat lembut tertiup angin. Dia mengenakan pakaian wyverian tradisional yang tampak seperti armor, dengan dominasi warna putih, biru, dan hitam, mencerminkan keanggunan dan ketenangan cahaya pagi. Wajahnya memancarkan kebijaksanaan, dan setiap langkahnya terasa penuh dengan kehalusan.
Di sampingnya, Akari tampak sedang bermain besama beberapa anak kecil dengan penuh energi yang memancar dari dirinya. Rambut hitam panjangnya dihiasi bulu-bulu eksotis yang bergerak mengikuti gerakannya yang ceria. Armor tradisionalnya memiliki warna putih, merah, dan hitam, seperti api senja yang hangat dan kuat. Senyum lebar selalu menghiasi wajahnya, membuat siapa pun yang melihatnya merasa lebih semangat.
"Selamat datang di Desa Arashina!" sapa Akari dengan suara ceria sambil melambai pada pendatang baru.
Hikari menoleh dengan gerakan lembut, matanya yang tajam namun penuh kedamaian memandang Aria. "Selamat datang. Di desa kami, dan kami senang menerima pengunjung. Jika kalian butuh sesuatu atau sedang mencari sesuatu yang spesifik, atau ingin panduan dalam berburu dan informasi monster dan hal lainnya, jangan sungkan untuk bertanya," ucap Hikari dengan senyum ramahnya.
******
Satu minggu berlalu sejak Aria dan Ignis tiba di Desa Arashina. Kehidupan di desa ini benar-benar memperkaya pengalaman mereka. Aria menghabiskan sebagian besar waktunya belajar dari para hunter berpengalaman yang sering kali kembali dari perburuan dengan membawa hasil yang luar biasa—mayat wyvern besar atau material berharga lainnya. Mereka dengan senang hati berbagi ilmu, mulai dari taktik bertarung melawan monster besar, cara mengelola makanan agar awet untuk perjalanan panjang, hingga pentingnya memahami medan perburuan dengan baik.
Selain itu, mereka juga memperkenalkan berbagai peralatan yang wajib dimiliki seorang hunter. Mulai dari jebakan, bahan peledak, hingga ramuan penyembuh yang harus selalu ada di tas mereka. Para hunter mengajari Aria bagaimana memanfaatkan barang-barang tersebut dengan bijak, memastikan bahwa ia siap menghadapi situasi apa pun.
Dengan cepat, Aria mulai menerapkan ilmu-ilmu tersebut. Bersama Ignis, ia mempraktikkan taktik yang telah dipelajarinya dalam perburuan kecil-kecilan di sekitar hutan. Awalnya, mereka hanya memburu monster kecil untuk mengasah kemampuan mereka, tetapi seiring berjalannya waktu, keberanian dan kepercayaan diri Aria semakin meningkat.
Hari demi hari berlalu, dan kemampuan berburu Aria semakin berkembang. Dari seorang pemula yang hanya berani berburu monster kecil, kini ia mulai mengejar wyvern besar yang menjadi tantangan nyata bagi para hunter. Kemampuan Ignis sebagai Felyron partner juga semakin matang, membuat keduanya menjadi tim yang sangat solid.
Reputasi Aria mulai menyebar di kalangan penduduk dan para hunter. Ia dikenal sebagai hunter muda yang berbakat, dengan semangat tinggi dan kemauan belajar yang luar biasa. "Dia benar-benar punya potensi besar," kata salah satu hunter senior kepada Hikari.
******
Setelah beberapa minggu tinggal di Desa Arashina, Aria dan Ignis sudah mulai merasa seperti di rumah sendiri. Mereka tidak hanya akrab dengan penduduk desa dan para hunter senior, tetapi juga menjalin hubungan yang hangat dengan Akari dan Hikari, dua wyverian kembar yang memiliki peran penting di desa itu. Hubungan yang mereka bangun membuat Aria semakin nyaman untuk berbaur dan terus belajar dari orang-orang di sekitarnya.
Hari itu, Aria baru saja kembali dari perburuannya bersama beberapa hunter. Mereka membawa seekor wyvern besar yang sudah dilumpuhkan. Wyvern itu masih hidup, tetapi kondisinya lemah dengan beberapa luka di tubuhnya. Saat rombongan mendekati gerbang desa, para penduduk yang melihatnya bertepuk tangan, memuji keberhasilan mereka. Aria yang kelelahan hanya tersenyum tipis sambil bersandar pada Ignis, berusaha menahan rasa kantuk yang mulai menyerangnya.
Namun, saat pandangannya jatuh ke arah balai desa, ia melihat Hikari berdiri di depan pintu masuk, memegang tumpukan selebaran quest. Wyverian itu tampak sedang berbicara dengan para hunter yang keluar-masuk balai desa, menawarkan quest dengan wajah tenang namun sedikit khawatir. Sayangnya, banyak dari mereka menolak dengan alasan sibuk atau sudah memiliki tugas lain.
Aria merasa penasaran. Ketika teman-temannya mulai membawa wyvern itu menuju hunter guild untuk melaporkan keberhasilan mereka, Aria meminta izin untuk berpisah sementara. "Kalian duluan saja. Aku ingin melihat apa yang sedang terjadi di sana," katanya sambil menunjuk ke arah Hikari.
Saat ia hendak menghampiri Hikari, pandangannya tertuju pada sosok yang dikenalinya: Noe, seniornya yang baru saja menerima selebaran dari tangan Hikari. Noe tampak membaca selebaran itu dengan serius, lalu mengangguk pelan sebelum bersiap pergi untuk mengerjakan quest tersebut seorang diri.
Aria yang tak ingin ketinggalan buru-buru mendekati mereka. "Noe! Tunggu!" panggilnya dengan napas yang masih tersengal setelah berjalan tergesa-gesa. "Aku ingin ikut dalam quest itu juga."
Noe menatapnya dengan alis sedikit terangkat. "Aria, kau baru saja kembali dari perburuan, bukan? Kau pasti lelah. Istirahatlah dulu."
"Aku baik-baik saja," jawab Aria dengan nada tegas. Ia lalu menoleh ke Hikari. "Apa quest ini sangat mendesak? Jika iya, aku ingin membantu."
Hikari yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara dengan suara lembutnya. "Quest ini memang cukup penting, Aria. Ada laporan tentang pergerakan monster di dekat gua mineral di Pegunungan Shizuyama. Beberapa penambang tidak kembali, dan kami butuh hunter untuk memastikan keamanan mereka."
Mendengar penjelasan itu, Aria semakin mantap. "Aku ikut. Dengan dua orang, hunter keberhasilan kita akan lebih besar."
Noe menghela napas pendek, lalu tersenyum kecil. "Baiklah, kalau kau memang yakin. Tapi pastikan kau siap, Aria. Quest seperti ini tidak akan mudah."
"Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur begitu saja," ucap Aria meyakinkan Noe.
"Baiklah, seperti aku tidak bisa menghentikan mu, kalau begitu mari kita kerjakan quest ini bersama," ucap Noe mengangkat dan mengepalkan tangannya untuk memberikan tos pada Aria.
~Bersambung~