Anak panah yang di lepaskan oleh panglima Kobra Emas belum juga mendapat balasan dari ketiga adik putri Gayatri. Wajah mereka menegang sembari melihat ke atas langit yang gelap. Berharap dengan cemas mendapat balasan anak panah dari ketiga adik putri Gayatri.
Belum hilang rasa cemas, tiba-tiba pintu gerbang perbatasan timur terbuka lebar. Alis ratu Gayatri tersentak bersamaan dengan panglima Kobra Emas.
"Kita harus perang sendirian panglima." Kata putri Gayatri dengan suara putus asa kepada panglima Kobra Emas.
"Baik ratuku!" seru panglima lalu beranjak berdiri dari sujudnya.
Di balik pintu gerbang, ada 300 prajurit berpedang dan 200 prajurit pemanah terselubung dalam baju zirah besi. Semua prajurit telah duduk di atas kuda mereka masing-masing. Wajah mereka tertutup oleh topeng besi dan di atas pucuk topeng besi ada tiga helai bulu merak panjang yang melengkung ke belakang kepala. Pasukan merak dari kerajaan naga emas telah bersiap di balik pintu gerbang.
Panglima Cakra Hitam membagi pasukan merak menjadi empat kelompok dan di pimpin langsung oleh para satria penjaga pintu gerbang perbatasan. Tampak Satria Timur sangat gagah duduk di atas kuda hitamnya dengan posisi di depan pasukan merak.
Sesaat kemudian Satria Timur langsung mencabut pedang di pinggangnya sambil berseru dengan lantang.
"Semua pasukan bersiaplah!"
"Siap Satria Timur!" sahut mereka serentak.
300 prajurit berpedang serentak mencabut pedang mereka. Sementara 200 prajurit pemanah menyiapkan busur dan anak panah. Mereka patuh dengan perintah Satria Timur yang di tunjuk oleh panglima Cakra Hitam menjadi komandan perang.
Otot wajah Gayatri menegang. Sepasang mata indahnya tampak hampa melihat pasukan kerajaan naga emas telah menghunus pedang.
"Bersiap untuk perang!" seru ratu Gayatri kepada panglima Kobra Emas
"Semua prajurit bersiap untuk berperang!" pekik panglima Kobra Emas
Perang tidak dapat di elakkan. Ratu Gayatri mengubah wujud menjadi manusia setengah ular raksasa. Semua pakaiannya terlepas dari badannya. Saat ini tubuhnya tampil polos tanpa sehelai benang menempel di tubuhnya. Memperlihatkan sepasang daging erotik berbentuk bulat padat menempel di dadanya.
Di atas kepala putri Gayatri ada mahkota seribu ular kecil. Dia menatap pasukan Satria timur dengan mulut terbuka lebar sembari mengeluarkan lidah bercabang dua dan mengeluarkan suara berdesis. Sedangkan sepasang kaki putri Gayatri sudah berubah menjadi ekor ular, meliuk-liuk kesana kemari tanpa henti.
Perubahan wujud sang ratu di ikuti oleh Panglima Kobra Emas. Ia mengubah dirinya menjadi seekor ular raksasa seutuhnya, bermata kuning emas dengan tubuh berwarna hitam gelap dan bersisik emas. Sedangkan para prajurit ikut berubah wujud menjadi manusia setengah ular dengan tubuh berwarna hitam bersisik emas.
Satria timur melihat para siluman ular telah bersiap untuk berperang. Dia lalu mengayunkan pedangnya ke depan sambil berteriak dengan suara lantang.
"Serbu!"
Dia memacu kudanya dengan penuh keberanian dan di ikuti 300 prajurit berpedang. Sedangkan 200 prajurit pemanah langsung melepaskan anak panah ke arah pasukan siluman ular emas.
"Huss…, Huss!"
Terdengar suara hujan anak panah dari belakang Satria Timur.
Putri Gayatri dengan percaya diri langsung mengibas ekornya ke anak panah.
"Trak…, Trak!"
Semua anak panah patah di hantam ekor putri Gayatri. Semangat para prajurit siluman ular emas semakin berkobar-kobar. Panglima Kobra Emas langsung memimpin penyerangan terhadap pasukan berpedang Satria Timur.
"Seranggg!"
Pekik panjang panglima Kobra Emas menggema di 200 prajurit berpedang siluman ular. Panglima Kobra Emas meliuk-liuk ke tengah medan perang di ikuti oleh prajurit siluman ular.
Tidak lama kemudian mereka sudah berkumpul di tengah hutan belantara yang menjadi medan perang. Mereka saling menyerang untuk membuktikan kekuatan dan keahlian bermain pedang.
"Trang, Teng, Trang!"
Suara senjata para prajurit saling beradu dan peraduan senjata berlangsung cepat, lima belas menit berlalu..
"Ah!"
Suara rintihan kesakitan mulai terdengar dari prajurit berpedang Satria Timur. Wajah Satria Timur seketika menumpul melihat satu persatu prajuritnya mulai berguguran.
Sedangkan prajurit siluman ular emas belum ada satu yang gugur. Pertempuran masih berlangsung hingga satu jam.
Pasukan Satria Timur makin terdesak. 300 prajurit berpedang kini hanya tersisa 200 prajurit. Situasi tidak berpihak pada prajurit Satria Timur dia segera mengangkat pedangnya sembari berteriak lantang.
"Mundur!"
Satria Timur memacu kuda sembari menuntun pasukan berpedang berlindung di belakang pasukan pemanah.
"Ganti panah api cakra!" perintah Satria Timur kepada pasukan pemanah.
Anak panah api cakra adalah senjata andalan pasukan merak yang dibekali oleh panglima Cakra Hitam. Anak panah dengan mata lempengan logam mulia berbentuk cakra dikhususkan untuk membunuh para siluman sakti.
"Siap Satria Timur!" mereka serentak menjawab
Pasukan pemanah dengan sigap menyiapkan anak panah bermata lempengan logam mulia berbentuk cakra dan sudah terbalut selembar kain putih kemudian mereka menyalakan api pada ujung kain.
"Lepaskan!"
Pekik Satria Timur sembari mengayunkan pedangnya ke depan musuh dan anak panah api melesat ke arah prajurit siluman ular.
"Hus…, Hus!"
Suara anak panah melesat lurus ke depan dengan kobaran api yang menyala ujungnya.
Putri Gayatri dengan percaya diri langsung mengibaskan ekornya untuk mementalkan seluruh anak panah api.
"Ah…, Panas!" pekik ratu Gayatri.
Wajah putri Gayatri meringis menahan rasa sakit dan panas dari tiga anak panah api yang menancap di ekornya.
"Aa…, Aa!"
Di susul suara pekik panjang dari prajurit putri Gayatri di garis depan kemudian mulai terdengar suara pekik kesakitan sahut-sahutan dari prajurit garis belakang.
Wajah putri Gayatri mulai memucat melihat kondisi prajuritnya sudah banyak yang terluka. Anak panah cakra api dengan tepat langsung menancap di tubuh prajurit siluman ular emas.
Situasi mulai berbalik. Prajurit siluman ular mulai berguguran. Panglima Kobra segera berubah wujud menjadi manusia. Satu persatu anak panah di ekor putri Gayatri dipatahkan olehnya dan tersisa mata panah masih menancap di tubuhnya.
"Ratu Gayatri. Kita mundur saja." Saran panglima Kobra Emas.
Putri Gayatri menganggukkan kepalanya sembari menahan rasa sakit atas lukanya kemudian panglima Kobra Emas langsung membopong putri Gayatri naik ke atas pelana kuda putih.
"Hia!" pekik panglima Kobra Emas sambil menepuk badan kuda. Seketika itu juga, kuda putih berlari kencang membawa sang ratu menjauh dari medan perang.
Panglima Kobra Emas segera melompat ke atas pelana kudanya. Dia menoleh sejenak ke arah prajurit yang sedang merintih kesakitan.
"Mundur!" pekik panglima sambil menarik tali kekang kuda.
Akan tetapi kondisi prajurit siluman ular emas sudah terluka parah, sangat sulit untuk melarikan diri. Mereka terbaring di atas tanah dengan kondisi tak berdaya.
Panglima Kobra Emas mendengus sambil membatin "Saya harus jaga ratu Gayatri."
Dengan rasa terpaksa, panglima Kobra Emas menarik tali kekang kudanya sembari menghentakkan lutut kakinya ke badan kuda hitam.
Kuda hitam yang di tunggangi panglima Kobra Hitam berlari kencang meninggalkan prajurit yang sudah terluka parah. Hanya ada sisa sepuluh prajurit luka ringan yang dapat kabur bersama dengan dirinya.
Panglima Kobra Emas memacu kuda dengan cepat di belakang kuda putri Gayatri, dia berusaha menyamai laju kuda mereka.
"Ternyata mereka menggunakan anak panah api cakra emas."
Panglima Kobra Emas membatin sembari melihat kuda putri Gayatri sudah tersusul olehnya.
Di atas kuda putih. Tubuh Putri Gayatri sudah kembali menjadi manusia normal dengan wajah tampak pucat dan tubuhnya menggigil kedinginan. Tubuhnya polos tanpa sehelai benang. Tangan kirinya menutup dua benda eksotik di depan dada dan tangan kanannya memegang tali kekang kuda. Dia terus memacu kudanya menuju ke istana.
"Situasi istana sangat berbahaya. Saya khawatir serangan balik pasukan kerajaan Naga Emas." Putri Gayatri membatin.
"Kurang ajar mereka bertiga. Saya akan balas dendam kepada ketiga kunyuk itu." Lirihnya.
Wajah Putri Gayatri menggeram. Ia merasa di bohongi oleh ketiga adiknya.
Panglima Kobra Emas berhasil menyamai laju kudanya dengan kuda putri Gayatri. Dia segera melepas jubah dari kulit beruang. Kemudian panglima Kobra Emas menarik tali kekang kuda putri Gayatri.
"Ratu Gayatri berhenti! Pakai jubah hamba!" Seru panglima Kobra Emas.
Kuda putri Gayatri berhenti. Dia menoleh ke samping dan melihat panglima Kobra Emas memberikan jubahnya. Tanpa pikir panjang putri Gayatri langsung menerima jubah berbulu hitam dan dia segera memakai jubah tersebut.
Rasa hangat kembali menjalar tubuhnya, sepasang matanya memandangi wajah panglima Kobra Emas tanpa berkedip.
"Terima kasih panglima." Ucap putri Gayatri.
"Ratuku…, sebaiknya jangan pulang ke istana. Turun ke alam manusia mencari prajurit baru." Ujar panglima Kobra Emas kepada putri Gayatri.
Putri Gayatri terdiam mendengar saran panglima Kobra Emas.
"Betul juga nasihat panglima." Putri Gayatri membatin sembari memandang lurus ke depan, dia tampak melamun sambil memegang tali kekang kudanya. Terlihat kerutan kulit di dahinya.
"Banyak manusia yang ingin cepat kaya. Kesempatan buat kita untuk menukar jiwa mereka dengan harta." Lirihnya sembari menoleh ke panglima Kobra Emas.
"Sebaiknya aku turun ke alam manusia sambil menyembuhkan diriku." Ucapnya.
"Betul ratuku, biar hamba yang menjaga istana." Jawab panglima Kobra Emas.
Gayatri tersenyum luas.
"Baiklah panglima, saya akan pergi ke gerbang kabut sekarang." Ujar putri Gayatri.
Panglima melepaskan kalung yang di pakainya.
"Ratuku, bawa kalung ini, bila membutuhkan bantuan, gosok kalung ini tiga kali." Kata panglima Kobra Emas sambil memberikan kalungnya kepada putri Gayatri.
"Terima kasih panglima." Ucap putri Gayatri
Putri Gayatri menerima kalung pemberian panglima Kobra Emas. Sebuah kalung kulit dengan bandulan batu permata berwarna kuning bening sebesar ibu jempol kaki orang dewasa. Putri Gayatri segera memakai kalung tersebut. Sudut bibirnya terangkat sembari berkata kepada panglima Kobra Emas.
"Saya jalan sekarang panglima." Ucap putri Gayatri.
"Hati-hati ratuku." Jawab panglima.
Putri Gayatri mengedipkan kedua matanya, kemudian lutut kakinya mengentak tubuh kuda putih sambil berteriak.
"Hia!" pekik putri Gayatri sembari menghentakkan lutut kakinya ke tubuh kuda putih.
Kuda putih segera berlari kencang meninggalkan panglima Kobra Emas, menembus kabut putih tipis menyelimuti hutan lebat.
Sedangkan panglima Kobra Emas menoleh ke belakang, melihat sisa prajuritnya.
"Kita pulang ke istana sekarang." Ucap panglima Kobra Emas
kemudian mengentakkan lutut kakinya ke tubuh kuda sambil berteriak keras "Hia!"
kuda hitam berlari kencang menuju ke istana siluman emas.
Bersambung….
***********