Chereads / Putra Langit Kamandaka Jagadita / Chapter 8 - Chapter 8

Chapter 8 - Chapter 8

Sesampai di dalam hunian batu. Putri Gayatri berdiri berhadapan dengan Toni. Jemari jentiknya segera menanggalkan pakaian Toni. Senyum setengah menyertai aktivitasnya.

Tubuh Toni polos berdiri kaku dengan tatapan mata kosong memandangi wajah putri Gayatri.

Putri Gayatri tersenyum sembari melepaskan jubah kemudian tubuhnya meliuk-liuk sambil melepaskan baju zirah, dia sengaja menggoda hasrat sensual Toni.

"Kamu harus memuaskan saya, Toni!" seru putri Gayatri.

"Siap ratu Gayatri." Jawab Toni dengan suara datar.

Putri Gayatri menuntun tangan Toni sambil berjalan ke arah batu persegi panjang dan Toni tampak manut mengikuti putri Gayatri kemudian mereka duduk di atas batu.

Putri Gayatri mengusap wajah Toni dengan lembut.

"Kamu tidak boleh berhenti sebelum saya suruh kamu untuk berhenti, paham!" serunya.

"Paham ratu Gayatri." Jawab Toni.

Kemudian putri Gayatri membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang di atas batu sambil menarik bahu Toni untuk menindih tubuhnya.

"Puaskan saya sekarang!" seru putri Gayatri.

Toni mencumbui sekujur tubuh putri Gayatri dengan penuh nafsu birahi. Suara decak cumbuan bercampur dengan suara desahan dari mulut putri Gayatri, seirama dengan ritme jari jemari Toni yang lincah memainkan bagian tubuh sensitif putri Gayatri.

Putri Gayatri sudah mencapai kenikmatan sensual. Jari-jemarinya mengarahkan ceceh Toni menuju farji yang terselubung di balik sejumput rambut kasar pangkal kakinya.

"Lakukan sekarang!" seru putri Gayatri

Toni segera melakukan apa yang di perintahkan oleh putri Gayatri.

"Argg!" putri Gayatri mengerang sembari menutup matanya,

Dia menikmati perjalanan sensualitas ceceh Toni menyeruak masuk ke dalam sumber kenikmatannya kemudian tubuh Toni mulai bergerak satu arah.

Mereka membiarkan waktu berjalan seiring dengan nafsu yang sedang di gelorakan oleh mereka sedangkan matahari terus bergerak ke tengah beriringan dengan keringat yang bercucuran di tubuh mereka.

Toni telah beberapa kali memuntahkan benih cinta ke dalam farji putri Gayatri. Tampak tubuhnya semakin lamban bergerak. Wajahnya sekarang terlihat keriput seiring otot-otot kekar di tubuhnya mulai mengendur. Sepasang matanya sayu dan meneteskan darah dari sudut matanya.

Berbalik dengan keadaan fisik Toni. Wajah putri Gayatri terlihat semakin bersinar. Raut wajahnya sekarang terlihat jauh lebih muda dari sebelumnya. Putri Gayatri telah berubah menjadi gadis belasan tahun yang masih terlihat sangat imut.

Putri Gayatri tersenyum puas sambil mengamati kulit wajah Toni yang sudah keriput dan rambut Toni telah memutih semua.

"Saya semakin kuat dan tambah muda." Putri Gayatri membatin.

Toni terus melakukan gerakan teratur dengan sisa-sisa tenaganya, bergerak tanpa henti hingga berjam-jam lamanya dan Wajah Toni semakin tirus tanpa ada daging, memperlihatkan tulang wajahnya yang menonjol keluar. Seluruh otot tubuhnya ikut sirna, menyisakan tulang-belulang.

Akan tetapi putri Gayatri tidak ingin menghentikan percintaan mereka. Hingga akhirnya Toni terkulai di atas tubuh putri Gayatri dengan mata tertutup rapat dan sudah tidak bernafas lagi.

Terlihat kabut putih tipis keluar dari tubuh Toni dan lama-kelamaan berubah wujud menjadi bayangan sosok Toni yang masih muda dan berotot.

Putri Gayatri menyingkirkan tubuh Toni yang telah kaku dari atas tubuhnya dengan sangat kasar.

"Haha…, sekarang kamu sudah menjadi prajurit saya." Ujar putri Gayatri sambil tertawa terbahak-bahak lalu dia beranjak turun dari tempat tidurnya.

"Toni!" seru putri Gayatri berdiri di hadapan arwah Toni.

"Dengarkan perintah saya! Sekarang kamu cari pemuda sebanyak-banyaknya dan bawa kemari. Paham!" seru putri Gayatri.

"Siap ratu Gayatri." Jawab arwah Toni kemudian menghilangkan dari hadapan putri Gayatri.

"Hehe."

Putri Gayatri terkekeh sambil memakai kembali baju zirahnya.

Setelah selesai mengenakan baju zirah, Putri Gayatri menghampiri jasad Toni yang sangat memprihatinkan.

Sekujur tubuh Toni mengering keras dan kaku. Mulutnya terbuka lebar dengan sepasang mata cekung ke dalam dan terlihat darah segar masih keluar dari lubang hidung, telinga dan sepasang matanya.

Putri Gayatri mengangkat tubuh Toni kemudian dia membopong jasad Toni yang kaku seperti sebatang pohon menuju ke sungai yang hanya berjarak tiga meter dari Gua buatannya.

Senyum setengah menampil di wajah putri Gayatri sembari melihat aliran sungai yang deras.

"Saya harus cepat membangun pasukan baru." Ujarnya di dalam hati.

Putri Gayatri mengangkat jasad Toni ke atas lalu melemparkan jasad Toni ke dalam aliran sungai yang deras. Sekejap mata jasad Toni sudah terbawa aliran air sungai, terombang-ambing menghantam bebatuan dan kembali di bawa arus air sungai.

Putri Gayatri tersenyum puas kemudian dia melompat ke atas dedaunan sambil berlari di atas daun semak belukar, sesekali dia melompat ke dahan pohon lalu turun dan berlari melayang di udara. Dia berlari mengelilingi area hutan.

"Tang!, Teng!, Ting!"

Suara peraduan senjata tajam terdengar dari kejauhan. Alis Putri Gayatri tersentak ke atas. Seketika Dia menghenti kakinya. Dia berpijak pada dahan pohon sembari mendengar dengan seksama sumber suara peraduan senjata itu berasal.

"Seperti ada pertempuran sengit di sebelah barat. Saya harus cari tahu." Lirih putri Gayatri.

Putri Gayatri segera berlari ke sumber suara. Dia berlari dengan cepat di atas daun semak belukar dan semakin lama suara adu senjata semakin jelas terdengar olehnya. Putri Gayatri langsung melompat ke atas dahan pohon yang rindang.

Dia berdiri di dahan pohon sembari menyibak dedaunan, sepasang matanya melihat dua pendekar pria bersama dengan seorang pendekar wanita sedang berperang melawan 30 siluman bertubuh besar.

"Adik-adikku, kenapa mereka berada di alam manusia juga?" lirih putri Gayatri

Dia mengamati pertempuran yang masih seimbang sambil duduk di atas dahan pohon sedangkan kedua matanya tidak lepas dari pertempuran ketiga adiknya melawan 30 siluman dengan postur tubuh setinggi 4 meter dan tubuh mereka terbalut kulit besi hitam mengkilap serta memiliki dua wajah, depan dan belakang.

Hanya ada satu siluman yang berwajah normal. Siluman yang memakai baju zirah sembari memegang perisai dan pedang bercabang dua.

"Siluman golongan mana mereka?, tubuh mereka tinggi sekali." Lirih putri Gayatri sambil mengayunkan kedua kakinya.

"Akh!" pekik putri Darmastuti,

Tubuh putri Darmastuti terhantam bola besi berduri dari siluman. Dia terpental jauh ke belakang.

Putri Gayatri masih tampak santai menikmati peperangan. Dia terlihat cuek dengan kondisi adik bungsunya yang sedang muntah darah.

Pangeran Danu dan pangeran Gama terperanjat melihat kondisi putri Darmastuti. Mereka segera menghalau satu siluman yang akan menghantam tubuh putri Darmastuti menggunakan godam besar berbentuk segi empat.

"Lari adinda!" pekik pangeran Gama sambil mengayunkan pedangnya langsung ke lengan raksasa.

Pedang pangeran Gama berhasil menebas lengan raksasa hingga putus. Sebuah lengan sebesar pohon kelapa jatuh ke tanah.

"Pergilah adinda." Ujar pangeran Danu sambil mengangkat tubuh Putri Darmastuti untuk berdiri kembali.

"Terima kasih kakanda. Adinda kabur dulu." Ujar putri Darmastuti.

Putri Darmastuti segera beranjak pergi dari lokasi pertempuran. Dia berlari melayang di atas semak belukar meninggalkan kedua pangeran yang masih berusaha menaklukkan para siluman.

Putri Gayatri tersenyum melihat putri Darmastuti kabur dari pertempuran. Dia masih menikmati pertempuran kedua adik laki-lakinya.

"Kubiarkan mereka melawan para siluman sampai titik darah penghabisan. Mempermudah saya untuk mengalahkan para siluman. Hehehe.." gumam putri Gayatri sembari terkekeh.

" Um…, siluman raksasa sangat kuat sekali, sangat cocok jadi prajurit kerajaan siluman ular emas."

Putri Gayatri membatin sembari mengamati pertempuran mereka.

Sementara putri Darmastuti masih terus berlari hingga masuk ke dalam sebuah perkebunan singkong yang rimbun. Dia tersadar telah memasuki wilayah manusia, seketika dia langsung berhenti berlari dan diam sejenak di dalam semak belukar sambil memegang dadanya.

"Sialan! Luka perang tadi malam belum sembuh sekarang di tambah luka baru." Umpat putri Darmastuti sembari melihat ke sekelilingnya.

"Ada rumah kosong, lebih baik saya ke sana untuk mengobati luka-luka." Gumam putri Darmastuti melihat sebuah rumah yang terbengkalai.

Putri Darmastuti segera berlari melayang di atas daun singkong menuju rumah kosong yang di biarkan rusak parah oleh pemiliknya. Kondisi rumah sudah tidak memiliki daun pintu dan daun jendela. Sedangkan dinding dalam rumah sudah termakan lumut hijau kehitaman dan dinding luar rumah telah di tutupi rumput liar.

Kondisi rumah terlihat sangat menyeramkan. Ada 10 makam tua berjejer di belakang rumah dan sekeliling rumah telah di kepung kebun singkong yang lebat.

Bersambung....

**********