Chereads / Putra Langit Kamandaka Jagadita / Chapter 5 - Chapter 5

Chapter 5 - Chapter 5

Pagi itu, Pendekar Daryana bersama dengan tiga pendekar cantik telah tiba di kawasan hutan lindung sekitar perbukitan kerawang, Jawa Barat. Pendekar Daryana melihat ke sekeliling hutan yang masih asri dengan semak belukar setinggi manusia dewasa.

"Kita istirahat sejenak." Ujar pendekar Daryana kepada tiga pendekar cantik.

"Iya kakanda." Jawab pendekar Kusumaningrum.

Pendekar Kayshila membersihkan sebuah batu besar terletak di bawah dua pohon besar, sedangkan pendekar Entik Pratista Maktika menggendong pangeran sembari melihat ke sekeliling, sepasang matanya tampak liar melihat lingkungan sekitarnya.

Tanpa mereka sadari sekelompok siluman sedang mengawasi mereka dari jarak 5 meter. Sorot mata mereka merah menyala dengan penuh amarah. Wajah siluman yang membawa tameng besi di belakang punggung tampak tegang melihat kehadiran mereka berempat.

Pendekar Daryana melompat ke atas dahan pohon besar dengan sangat lincah dan cepat, sepasang kakinya melompat dari satu dahan ke dahan lainnya dan berhenti di pucuk pohon. Sepasang matanya liar dan tajam, berkeliling melihat ke area hutan dari atas pohon.

Tiba-tiba pendekar Daryana mencabut pedang dan langsung melayang turun dari pohon sambil berteriak.

"Lindungi pangeran!"

Dia langsung menghampiri sekelompok siluman yang mengawasi mereka. Sementara pendekar Kusumaningrum dan pendekar Kayshila segera mengelilingi pendekar Entik Pratista Maktika sambil mencabut pedang mereka.

"Hai siluman!, Siapa kalian!"

Pendekar Daryana membentak para siluman sembari menodongkan pedang ke salah satu siluman berbadan tinggi yang menggendong sebuah tameng besi berukuran sebadannya. Sedangkan kedua tangannya memegang sepasang kapak besi sepanjang tubuh manusia.

"Hai pemuda sombong!"

Siluman berbalik menghardik pendekar Daryana sembari menodongkan kapak besarnya kepada pendekar Daryana.

"Saya adalah raja siluman kura-kura!"

Siluman menepuk dadanya menggunakan kapak besarnya dengan sombong dia mengaku jika dirinya raja para siluman kura-kura.

Wajah raja siluman kura-kura terlihat tidak bersahabat. Sorot matanya memerah sembari menatap erat roman pendekar Daryana penuh kebencian.

"Saya yang harus bertanya kepada kamu! Kenapa kalian memasuki kerajaan kura-kura!?"

Raja siluman kura-kura dengan sikap angkuh bertanya dengan suara membentak.

"Saya tidak tahu tempat ini adalah kerajaanmu. Kami hanya menumpang istirahat sejenak." Jawab pendekar Daryana sambil menurunkan pedangnya.

Raja siluman kura-kura melihat pendekar Daryana sudah melunak sembari menurunkan pedangnya. Keangkuhan dan kesombongan mulai di perlihatkan oleh raja siluman kura-kura. Dia mulai merangsek maju ke depan dan di ikuti oleh 50 prajuritnya. Sorot matanya tidak lepas dari wajah pendekar Daryana.

"Kalian telah masuk dan tidak bisa keluar dari sini!"

Raja siluman kura-kura menebar ancaman keras kepada pendekar Daryana.

Pendekar Daryana memberikan senyum setengah. Dia terlihat tenang menghadapi ancaman raja siluman kura-kura.

"Silakan di coba!" sahut pendekar Daryana dengan suara meninggi.

"Pendekar Daryana pergilah! Biar saya yang habisi mereka!"

Tiba-tiba terdengar suara pekik menggema dari belakang Pendekar Daryana. Dia langsung menoleh ke belakang. Raja siluman kera bersama dengan 400 prajurit sedang menghampiri mereka.

Paras siluman kura-kura memucat melihat begitu banyak prajurit raja siluman kera. Perlahan dia merangsek mundur bersamaan dengan prajuritnya. Nyalinya langsung menciut. Buliran keringat mengalir di dahi Raja siluman kura-kura. Kali ini dia salah memilih lawan. Pendekar Daryana bukanlah manusia biasa.

Sebelum raja siluman kura-kura migrasi ke alam manusia, dia seorang raja siluman dengan jumlah prajurit yang sangat banyak. Panglima perang kerajaan siluman kura-kura bersekongkol dengan Pangeran Gama untuk menggulingkan kekuasaannya. Dia kalah dan terpaksa melarikan diri ke alam manusia dengan sisa prajurit yang masih setia kepada dirinya.

"Ternyata pemuda ingusan itu seorang pendekar tersohor." Raja siluman kura-kura membatin.

"Bersiap untuk perang!"

Raja siluman kura-kura berteriak dengan suara menggeram kepada prajuritnya sambil mengangkat sepasang kapak besarnya.

Raja siluman kera menepuk pundak pendekar Daryana.

"Pergilah pendekar Daryana. Selesaikan tugas dari raja Kawasa Dhara Barna."

Mata raja siluman kura-kura terbelalak mendengar nama pendekar Daryana yang telah tersohor di negeri paralel dan pendekar Daryana sedang di utus oleh raja Kawasa Dhara Barna ke alam manusia.

Seketika Buliran keringat bermunculan di dahi raja siluman kura-kura. Wajahnya memucat sembari membatin.

"Saya membuat masalah besar."

Pendekar Daryana memeluk raja siluman kera dengan erat sembari menepuk-nepuk punggungnya kemudian dia melepaskan pelukannya.

"Baiklah raja kera. Saya akan lanjutkan perjalanan." Ucap pendekar Daryana sembari merundukkan bahunya.

"Silakan pendekar Daryana. Kebetulan saya mau menghabisi siluman jahat itu." Balas raja siluman kera sambil menunjuk raja siluman kura-kura menggunakan tombak panjangnya.

"Terima kasih raja kera."

Pendekar Daryana melompat sambil berlari melayang di udara menuju tempat pangeran Kamandaka Jagadita.

Sepasang kakinya melompati ujung daun semak belukar dengan lincah dan terlihat tubuhnya sangat ringan saat menginjak dedaunan. Tidak butuh waktu lama pendekar Daryana telah berkumpul kembali dengan ketiga pendekar cantik.

Wajah ketiga pendekar cantik mendatar tanpa ekspresi melihat kedatangan pendekar Daryana.

"Bagaimana kakanda?" tanya pendekar Kusumaningrum dengan antusias.

"Kebetulan raja kera datang. Dia yang akan menghabisi para siluman kura-kura." Jawab pendekar Daryana.

Pendekar Daryana melihat pangeran Kamandaka Jagadita masih tertidur pulas di dalam gendongan pendekar Entik Pratista Maktika.

"Kita lanjutkan perjalanan." Ujar pendekar Daryana kepada mereka bertiga.

"Apakah masih jauh kakanda Daryana?" tanya pendekar Kayshila.

"Tidak! Adinda bisa melihat atap rumahnya." Jawab pendekar Daryana sembari menunjuk ke arah lereng perbukitan.

Terlihat atap sebuah rumah yang di kelilingi perkebunan yang luas. Ketiga pendekar cantik menganggukkan kepala sembari tersenyum.

"Tidak jauh dari sini. Mari kita ke sana. Sebelum pangeran bangun." Ujar pendekar Entik Pratista Maktika.

Pendekar Daryana menjawab dengan anggukkan kepala dan mereka segera melompat sembari berlari di atas dedaunan menuju ke sebuah rumah, sesekali melompati dahan pohon dan bebatuan di atas aliran sungai yang cukup deras.

Pendekar Daryana menghentikan langkah kakinya di atas dahan pohon yang tinggi dan di ikuti oleh tiga pendekar cantik.

Sepasang matanya menatap lurus ke sebuah rumah panggung terbuat dari kayu jati. Tampak sepasang suami istri paruh baya bernama Kuncoro dan Aisyah sedang duduk kursi teras rumah sambil melihat para pekerja kebun yang sedang memanen cabai.

"Mereka yang akan merawat pangeran." Ucap pendekar Daryana.

Ketiga pendekar cantik memperhatikan wajah Kuncoro dan Aisyah yang tengah berbincang-bincang. Ada dua piring makanan ringan dan dua cangkir minuman berada di atas meja kecil yang memisah tempat duduk mereka. Menemani bincang pagi pasangan suami istri paruh baya yang belum memiliki anak.

"Sepi sekali rumah mereka." Ucap pendekar Kayshila.

Kuncoro dan Aisyah telah menikah selama 17 tahun akan tetapi belum juga di karunia seorang putra.

"Kenapa raja Kawasa Dhara Barna ingin mereka yang mengasuh pangeran?" tanya pendekar Entik Pratista Maktika kepada pendekar Daryana.

"Antahlah adinda Entik. Kakanda tidak mengerti juga." Jawab pendekar Daryana sembari membalikkan badannya menghadap ke dirinya.

"Wajah mereka terlihat sangat teduh kakanda. Mungkin sifat mereka yang terpuji membuat raja Kawasa Dhara Barna percaya kepada mereka untuk mendidik pangeran." Balas pendekar Kusumaningrum dengan asumsi pikiran sendiri.

Kuncoro tidak mau meninggalkan Aisyah walaupun tidak dapat memberikan keturunan. Kesetiaan cinta Kuncoro kepada Aisyah mengunggah hati raja Kawasa Dhara Barna. Sehingga menitipkan pangeran Kamandaka Jagadita untuk menjadi anak angkat mereka.

"Kapan kira serahkan pangeran kakanda Daryana?" tanya pendekar Entik Pratista Maktika sembari menggoyangkan tubuh pangeran.

"Um…, Pesan paduka raja. Mereka tidak boleh melihat kita. Cukup di letakkan di depan pintu rumah." Jawab pendekar Daryana.

"Tapi pangeran sudah mau bangun dari tidurnya. Kita tidak punya waktu lagi!" ujar pendekar Kayshila sembari melihat tubuh pangeran Kamandaka Jagadita mulai menggeliat di dalam gendongan pendekar Entik Pratista Maktika.

Sepasang mata Pendekar Daryana melihat sekeliling rumah Kuncoro.

"Lihat jendela samping rumah mereka terbuka." Ujar pendekar Daryana sembari menunjuk ke arah daun jendela kamar yang terbuka lebar.

"Biar adinda yang membawa pangeran masuk ke dalam rumah. Kakanda dan ayunda bantu awasi mereka." Ujar pendekar Entik Pratista Maktika.

Pendekar Daryana tersenyum lebar mendengar ide pendekar Entik Pratista Maktika.

"Ide bagus adinda Entik. Tapi kakanda punya rencana lebih bagus. Kami bertiga akan berubah menjadi anak kecil dan ikut menjadi anak angkat mereka." Jawab pendekar Daryana.

"Ide sempurna kakanda! Kita bisa menjaga pangeran." seru pendekar Kayshila.

"Ayo kita laksanakan ide ini." Jawab pendekar Kusumaningrum sembari menepuk pundak Entik Pratista Maktika.

"Adinda Entik segera ikut berubah menjadi anak manusia. Setelah pangeran telah berada di dalam rumah,." Ujar pendekar Kusumaningrum.

"Adinda akan berubah menjadi seorang bayi, Bagaimana kakanda?" tanya pendekar Entik Pratista Maktika meminta pendapat kepada pendekar Daryana.

Pendekar Daryana, pendekar Kusumaningrum dan pendekar Kayshila mengacungkan ibu jari serentak.

"Tepat sekali." Jawab pendekar Daryana.

"Kita semua bisa hidup bersama sembari menjaga pangeran." Timpal pendekar Kusumaningrum.

"Ayo kita turun ke bawah." Ajak pendekar Kayshila.

Pendekar Daryana bersama dengan pendekar Kusumaningrum dan Kayshila melayang turun dari dahan pohon masuk ke dalam semak belukar.

Di dalam semak belukar, mereka bertiga duduk bersila di atas tanah dengan kedua telapak tangan terkatup rapat di depan dada sambil memejamkan mata.

Sesaat kemudian bibir mereka mengepak tanpa mengeluarkan suara. Perlahan cahaya kuning keemasan mulai menyelimuti tubuh mereka. Pedang dan baju zirah mereka berubah menjadi cahaya keemasan lalu menembus masuk ke dalam tubuh mereka. Cahaya keemasan semakin lama sangat menyilaukan mata manusia. Beberapa saat kemudian cahaya keemasan memudar dan tampak tiga pendekar telah berubah wujud menjadi anak manusia biasa.

Pendekar Daryana menjadi anak laki-laki berumur 5 tahun, bertelanjang dada dengan sepotong celana pendek menutupi aurat bawahnya. Pendekar Kayshila menjadi anak gadis berumur 3 tahun dengan memakai daster putih dan Pendekar Kusumaningrum menjadi anak gadis berumur 2 tahun dengan daster berwarna hijau.

Sedangkan pendekar Entik Pratista Maktika masih duduk di dahan pohon sambil mendekap tubuh pangeran Kamandaka Jagadita. Dia memperhatikan pendekar Daryana sedang menggandeng pendekar Kayshila dan pendekar Kusumaningrum yang telah berubah wujud menjadi anak manusia biasa. Mereka sedang berjalan menuju teras rumah Kuncoro.

Bersambung...

********************