Chereads / Putra Langit Kamandaka Jagadita / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

"Pa..., Semalam Mama bermimpi kalau kita akan punya anak yang banyak." Ucap Aisyah memandangi suaminya yang sedang melihat layar gadgetnya.

"Em." gumam Kuncoro.

Dia meletakkan ponselnya di atas meja kemudian tangannya membelai pipi Aisyah.

"Semoga mimpi Mama menjadi kenyataan." Jawab Kuncoro sembari tersenyum.

Aisyah mengedipkan matanya. Senyum luas menghiasi paras cantiknya.

"Amin Pa." Jawab Aisyah sembari memegang tangan suaminya lalu menggesekkan kulit wajahnya pada telapak tangan Kuncoro.

Suasana romantis seketika membuyar, di kala sepasang mata Kuncoro melihat kedatangan pendekar Daryana bersama-sama dengan pendekar Kayshila dan pendekar Kusumaningrum mendekati mereka.

Mata Kuncoro tidak lepas dari tiga anak yang sedang bergandengan tangan menghampiri mereka.

"Ma…, lihatlah!

Kuncoro mencolek pipi Aisyah agar menoleh ke arah halaman rumah mereka.

"Ada tiga anak sedang menuju kemari." kata Kuncoro

Aisyah menoleh ke arah halaman rumah. Sepasang matanya melihat dengan seksama tiga anak kecil yang semakin mendekat ke mereka.

"Mungkin mereka anak pekerja kebun, Pa." Jawab Aisyah dengan wajah datar.

Kuncoro dan Aisyah diam sejenak sambil memperhatikan dengan seksama ketiga anak yang semakin mendekat ke taman bunga di halaman rumah mereka.

Pandangan mata Kuncoro semakin jelas melihat wajah ketiga anak yang telah berdiri di bawah teras rumahnya samping taman bunga.

"Papa belum pernah lihat mereka. Wajah mereka tampan dan cantik. Kulit mereka putih bersih, sepertinya bukan anak pekerja kebun Ma."

"Um..., anak siapa ya? Ayo kita tanya mereka." ujar Aisyah sambil menarik tangan suaminya kemudian mereka berdua beranjak dari tempat duduk bersamaan menuju anak tangga rumah panggung.

Asiyah sangat penasaran dengan kehadiran tiga anak yang tiba-tiba menyamperi rumahnya. Dia berjalan buru-buru menuruni anak tangga sambil memeluk lengan suaminya dengan mesra.

Mereka tiba di halaman rumah berhadapan dengan tiga pendekar yang menyamar menjadi tiga anak kecil kemudian Aisyah jongkok di hadapan tiga pendekar.

"Adik-adik mau cari siapa?" tanya Aisyah sembari mengelus kepala Kusumaningrum.

Tatapan mata pendekar Daryana berkaca-kaca memainkan drama mereka.

"Orang tua kami telah meninggal dunia seminggu yang lalu. Kami hidup sebatang kara tanpa ada tempat tinggal. Kami kebingungan mau tinggal di mana nyonya." Jawab pendekar Daryana sambil merangkul pendekar Kusumaningrum dan pendekar Kayshila.

"Oh begitu. Adik berasal dari mana?" tanya Kuncoro

Sepasang mata pendekar Daryana basah memandangi wajah Kuncoro dan membuat Kuncoro merasa iba dengan nasib ketiga anak kecil di hadapannya.

Mata basah pendekar Daryana hanya sebuah ilustrasi kebingungan. Ia menggelengkan kepala tanpa bisa menjawab pertanyaan Kuncoro. Dia bingung mau menjawab asal mereka.

"Nama adik-adik siapa?" tanya Aisyah melihat kepolosan wajah ketiga pendekar.

"Nama saya Daryana. Anak pertama." Jawab pendekar Daryana kemudian memegang bahu Kayshila.

"Anak kedua, Kayshila." Ujarnya sambil memegang kepala Kusumaningrum.

"Anak ketiga, Kusumaningrum." Lanjutnya.

Aisyah dan Kuncoro tersenyum mendengar penjelasan detail dari pendekar Daryana. Mata mereka berseri-seri memandangi wajah mereka bertiga.

"Panggil saya, Ayah." ujar Kuncoro sambil memegang dadanya.

"Dan panggil saya, Bunda." Ujar Aisyah sambil memegang dadanya.

"Betul sekali, Mulai hari ini kami berdua akan menjadi orang tua kalian." Ucap Kuncoro menimpali ucapan istrinya.

"Baik Ayah.., Bunda. Kami akan menjadi anak yang patuh pada orang tua." Jawab pendekar Daryana.

Kuncoro saling melempar pandangan mata dengan Aisyah, wajah mereka berdua tampak semringah dengan kehadiran ketiga pendekar yang bersedia menjadi anak angkat mereka.

Sementara di atas dahan pohon, pendekar Entik Pratista Maktika memperhatikan ketiga pendekar yang sedang berbicara dengan Kuncoro dan Aisyah.

"Sudah waktunya." Lirih pendekar Entik Pratista Maktika.

Kemudian Pendekar Entik Pratista Maktika melayang turun ke dalam semak belukar. Sepasang matanya melihat sekitar rumah Kuncoro sambil berjalan mengendap-endap mendekati jendela samping rumah.

"Sepi." Gumam pendekar Entik Pratista Maktika sambil memperhatikan situasi samping rumah Kuncoro yang tampak lengang. Tidak terlihat manusia yang berada di sekitar rumah tersebut.

Sekejap mata, Pendekar Entik Pratista Maktika langsung melompat masuk ke dalam jendela kamar sambil menggendong pangeran Kamandaka Jagadita di dalam dekapannya.

"Kamar tidur. Kebetulan sekali." Gumam pendekar Entik Pratista Maktika.

Ternyata daun jendela yang terbuka adalah sebuah kamar tidur. Pendekar Entik Pratista Maktika segera merebahkan pangeran Kamandaka Jagadita di atas tempat tidur Kemudian dirinya ikut berbaring di samping pangeran sambil memejamkan kedua matanya.

Sepasang bibir merahnya mengepak beriringan dengan cahaya kuning keemasan mulai menyelimuti tubuhnya.

Pedang dan baju zirah berubah menjadi cahaya kuning keemasan dan masuk ke dalam tubuhnya.

Beberapa saat kemudian tubuh pendekar Entik Pratista Maktika mulai menyusut dan lama kelamaan menjadi seorang bayi perempuan mungil tanpa sehelai benang yang menutupi tubuhnya.

"Saya mesti menangis sekuatnya. Agar mereka tahu kalau saya sudah berada di dalam rumah." Kata pendekar Entik Pratista Maktika di dalam hatinya.

"Oaaa…, Ongaaa!"

Suara tangisan pendekar Entik Pratista Maktika mencuri perhatian dari pemilik rumah dan ketiga pendekar yang berada di halaman rumah.

Aisyah mendongakkan wajahnya ke atas.

"Pa..., kok ada suara bayi di dalam rumah?" tanya Aisyah dengan wajah kebingungan.

Kuncoro memegang daun telinganya sembari mendengarkan dengan seksama asal suara tangisan bayi.

"Iya Ma..., ada suara tangis bayi di dalam rumah." Jawab Kuncoro dengan wajah keheranan.

"Adik-adik sekarang kita masuk ke dalam yuk." Kata Aisyah dengan suara lembut

Kemudian Aisyah beranjak berdiri sembari memegang tangan pendekar Kayshila dan Kusumaningrum.

"Betul. Kalian sudah menjadi anak kami." Ucap Kuncoro sambil mengusap kepala pendekar Daryana.

Kuncoro tersenyum luas kemudian dia menggendong pendekar Daryana. Rasa rindu kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangga mereka, kini terbalas dengan kehadiran tiga anak di tengah-tengah kehidupan rumah tangga mereka.

Kuncoro menggendong pendekar Daryana dengan penuh kasih sayang. Sedangkan Aisyah menggendong pendekar Kusumaningrum sembari menggandeng tangan pendekar Kayshila. Mereka bersama-sama melangkah ke dalam rumah.

Suara tangis bayi semakin keras terdengar saat Kuncoro dan Aisyah menginjakkan kaki di teras rumah. Wajah datar menampang di wajah mereka sambil bertatapan mata.

"Suara tangisan bayi dari dalam kamar kita Pa." Kata Aisyah

"Betul Ma." Sahut Kuncoro.

Kemudian mereka buru-buru berjalan masuk ke dalam rumah.

Setelah berada di dalam ruang tamu. Aisyah menurunkan Kusumaningrum di atas tempat duduk dalam ruang tamu bersamaan dengan Kuncoro ikut menurunkan pendekar Daryana di atas tempat duduk.

Ketiga pendekar duduk sembari tersenyum. Sedangkan Kuncoro dan Aisyah berlari kecil menuju kamar tidur.

Suara tangisan bayi semakin keras terdengar pada saat mereka berdua tiba di depan pintu kamar. Tangan Kuncoro gemetar saat ingin membuka hendel pintu kamar.

Pintu kamar terbuka, seketika wajah Kuncoro dan Aisyah terperanjat melihat dua bayi terbaring di atas tempat tidur mereka.

"Bayi siapa Pa?" tanya Aisyah dengan wajah memucat dan sekejur tubuhnya gemetaran.

"Papa tidak tahu Ma. Kita periksa dulu." Ajak Kuncoro kepada istrinya sambil mengelus punggungnya.

Mereka segera menghampiri dua bayi tersebut. Mata Aisyah melihat tubuh bayi perempuan tanpa ada sehelai benang menutupi tubuhnya.

"Pa..., ambilkan kain selendang Mama di dalam lemari pakaian." Ujar Aisyah sembari menutupi tubuh pendekar Entik Pratista Maktika memakai selimut.

Kuncoro buru-buru membuka lemari pakaian dan mengeluarkan selembar kain selendang bermotif batik milik Aisyah.

"Ini Ma." Ujar Kuncoro sembari memberikan selendang tersebut kepada Aisyah.

"Pa..., tolong belikan susu formula bayi dan botol susu, mereka lapar sekali." Ujar Aisyah mencoba menenangkan dua bayi yang sedang menangis.

Mereka berdua gelagapan mendapatkan dua bayi tanpa ada persiapan dan perlengkapan bayi di rumahnya.

"Baik Ma..., Sekarang Papa belikan." Jawab Kuncoro

Buliran keringat menghiasi dahi Kuncoro yang terlihat sangat panik dan dia buru-buru berjalan keluar dari dalam kamar meninggalkan Aisyah sendirian menangani tangisan dua bayi.

Suara tangis pangeran Kamandaka Jagadita masih terdengar keras. Aiysah mencoba sebisanya menenangkan pangeran yang benar-benar kelaparan.

Dengan segala upaya akhirnya pangeran Kamandaka Jagadita bisa kembali tidur dan Kedua tangan Aisyah menengadah ke atas, sepasang matanya tampak berkaca-kaca, sembari mengucapkan rasa syukur kepada Allah Subhanallahu Wa Ta'ala.

"Alhamdulillah Ya Allah, Mimpiku terwujud."

Kemudian Aisyah mengusap wajahnya. Sudut bibirnya terangkat sembari memandangi wajah kedua bayi yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidurnya.

Rasa bahagia menghinggapi hati Aisyah. Selama ini Aisyah dan Kuncoro telah berusaha untuk mendapatkan seorang anak, berbagai cara telah di upayakan, akan tetapi mereka masih belum mendapatkan seorang keturunan.

Putus asa telah menyelimuti hidup mereka dan memutuskan akan mengadopsi bayi. Tapi hari ini mereka di berikan lima anak yang datang sendiri ke Villa-nya.

Bersambung...

*****************